Anda di halaman 1dari 35

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Delirium

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Program Studi DIII Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik, serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah

dengan judul “Keperawatan Gerontik” sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan

yang dibimbing oleh Rika Maya Sari,M.Kes

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

2. Rika Maya Sari, M.Kes selaku Dosen pembimbing mata kuliah Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

3. Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang telah memberikan

dukungan moral maupun material.

Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga

makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Ponorogo, November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Tujuan..........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3

2.1 Konsep Dasar Derilium ...............................................................................................3

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ...........................................................................7

BAB III PENUTUP.............................................................................................................19

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................19

Daftar Pustaka .....................................................................................................................20

Lampiran..............................................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk

prosesmengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif

memberikan peran penting dalam intilegensi seseorang, yang paling utama adalah

mengingat, dimana proses tersebut melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam

dan memanggil ulang semua atau beberapa kejadian yang pernahh dialami.

Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses, mempertahankan , dan

menggunakan informasi. Kemampuan kognitif ini penting pada kemapuan

inidvidu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah, menginterpretasikan

lingkungan dan mempelajari informasi yang baru, untuk memberikan nama pada

beberapa hal.

Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi otak

yanglebih tinggi dan dapat memeberikan efek yang merusak pada kemampuan

individu untuk melakukan funsi sehari hari sehingga individu tersebut lupa nama

anggota keluarga atautidak mampu melakukan tugas rumah tangga harian atau

melakukan hygiene personal (Caine & lyness,2000 dalam Aggraini, 2014).

Gangguan kognitif yang paling sering ditemui meliputi Demensia dan

Delirium.Banyak orang mensalah artikan antara Demensia, Delirium dan Depresi.

Juga tentangrespon kognitif yang maladaptive pada seseorang. Hal ini merupaka

tugas perawatsebagai tenaga professional yang mencakup bio-psiko-sosial yang

memberikan asuhankeperawatan khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif yang

4
akan dibahas olehkelompok kali ini. Delirium dan demensia merupakan kelainan

yang sering ditemukan pada pasienpada semua usia, namun kelainan ini paling

sering ditemukan pada pasien usia lanjut.

Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang

dapat disertaifluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham

(delusi). Kelainan ini dapatmenyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan

medis atau neurologis lain atauberhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau

gejala putus obat. Demensi, sebaliknya, merupakan kondisi dimana memori dan

fungsi kognitif lain terganggusehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan

menjadi terhambat. Sebagian besardemensia merupakan hasil dari penyakit

degenerasi otak namun stroke dan infeksi juga dapat menimbulkan demensia

Rara, (2016).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Delirium?

2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Lansia pada pasien dengan Delirium dan

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah

1.3.1 Tujuan umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik pada

semester 5. Dan diharapkan dapat memahami tentang asuhan keperawatan

pada lansia.

5
1.3.2 Tujuan khusus

1. Mahasiswa mampu memahami tentang Delirium

2. Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada pasien Delirium

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Derilium

2.1.1 Definisi Delirium

Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara dari

fungsi sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan kesadaran dan perhatian

(Allison dkk, 2004 dalam Septian, 2015). Istilah delirium sama dengan keadaan

bingung akut, secara tegas, hal ini menjelaskan berbagai keadaan bingung akut

yang terpisah secara klinis ditandai oleh periode gelisah, aktivitas mental yang

meninggi, mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas dalam memberikan

respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba), halusinasi

visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi autonom.

Gangguan perhatian, penting pada keadaan bingung akut, terjadi meskipun

kebingungan yang tampak. Agitasi delirium secara khas berfluktuasi dan dapat

berubah atau berlanjut menjadi keadaan bingung yang redup. Gambaran klinis

ditunjukkan oleh adanya halusinasi yang gembira dari delirium tremens yang

menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin tampak

pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher dkk, 1999 dalam

Aggraini, 2014).

Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran yang

disertaidengan perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam waktu

singkat, kadang kadangtidak lebih dari beberapa jam, dan berfluktuasi atau

berubah sepanjang hari. Klien sulitmemberikan perhatian, mudah terdistraksi,

7
disorientasi, dan dapat mengalami gangguansensori seperti ilusi, salah

interpretasi atau halusinasi. Suara keras dari kereta cucian dilorong

dapat disalahartikan sebagai suara tembak (salah interpretasi), kabel listrik yang

terletak di lantai dapat terlihat seperti ular (ilusi) atau individu dapat melihat

“malaikat”melayang layang di udara ketika tidak ada sesuatu di sana (halusinasi).

Kadang kadang individu juga mengalamai gangguan siklus tidur-bangun,

perubahan aktivitas psikomotor dangangguan emosionalseperti ansietas,

takut,iritabilitas, euforia, atau apati (DSM-IV-TR,2000 dalam Septian, 2015).

8
2.1.2 Etiologi

Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi dibedakan

dengan faktor presipitasi. Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan

mengalami delirium, sedangkan faktor presipitasi merupakan faktor penyebab

somatik delirium.

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami

delirium. Faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, umur

lanjut, kecelakaan otak seperti stroke, penyakit parkinson, gangguan

penglihatan dan pendengaran, ketidakmampuan fungsional, hidup dalam

institusi, ketergantungan alkohol, isolasi sosial, depresi, gangguan sensorik

dan gangguan multiple lainnya, dan riwayat delirium post-operative

sebelumnya.

2. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.

Termasuk perubahan lingkungan (perpindahan ruangan), pneumonia, infeksi,

dehidrasi, hipoglikemia, imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-

buli. Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko delirium, terutama pada

pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawat di

bagian ICU beresiko lebih tinggi Aggraini, (2014).

2.1.3 Gambaran Klinis

Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang

mulainya sangat cepat (biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan

9
cenderung berfluktuasi, dengan perubahan tingkat kesadaran, ketidakmampuan

berfokus, perhatian yang bertahan atau teralih, dan perubahan kognitif (seperti

gangguan memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau terjadinya gangguan

perseptual hanya dapat dijelaskan oleh demensia. Lebih lanjut, terdapat bukti

dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratoris bahwa gangguan

tersebut disebabkan oleh konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi

medis umum, atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau karena berbagai

penyebab (Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012 dalam Aggraini, 2014).

Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi paling

awal, yang sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat stimulasi

lingkungan berada pada titik terendah. Tingkat kesadaran dapat berflukutasi

pada yang paling ekstrim untuk pasien yang sama, atau dapat muncul dengan

tanda yang lebih ringan seperti mengantuk atau gangguan tingkat perhatian.

Faktanya, pasien dapat tampak benar benar mengantuk, letargi, atau bahkan

semi-koma pada kasus yang lebih berat.

2.1.4 Peranan Proses Penuaan pada Delirium

Proses penuaan yang disertai perubahan fisiologis pada penuaan

merupakan faktor risiko terjadinya delirium. Proses penuaan berhubungan

perubahan pada otak misalnya pengaturaran neurotransmiter yang berkaitan

dengan stress metabolik, penurunan aliran darah otak , penurunan densitas

vaskuler, kehilangan sel saraf (terutama pada locus cereleus dan substantia

nigra) dan penurunan transduksi intraseluler. Proses-proses ini yang

menjelaskan mengapa proses penuaan berkaitan dengan beberapa gangguan

10
defisist kognitif dan peningkatan risiko dementia. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa ada hubungan resiprokal antara delirium dan penurunan

fungsi kognitif. Dementia merupakan faktor risiko utama delirium pada pasien-

pasien usia lanjut dan kelanjutan proses delirium itu sendiri tampaknya

meningkatkan risiko penurunan fungsi kognisi, termasuk dementia.

Penuaan itu sendiri menunjukkan peningkatan jumlah mediator

inflamasi di dalam sirkulasi yang menunjukkan bahwa proses neurodegenerasi

kronik yang disebakan oleh respon inflamasi mengaktivasi sel mikroglia SSP.

Sel mikroglia ini menghasilkan respon inflamasi yang berlebihan terhadap

perubahan imunologi. Perubahan pada sistem imun yang berkaitan dengan

penuaan (immunosenescence) menyebabkan peningkatan sekresi sitokin oleh

jaringan adiposit. Hal ini merupakan penyebab utama inflamasi kronik, yang

lebih dikenal sebagai “inflammaging”. Proses inflamasi ini mungkin

berkontribusi terhadap progresifitas penyakit melalui produksi mediator

inflamasi.

Proses penuaan berhubungan dengan peningkatan nilai baseline dua

sampai empat kali mediator inflamasi termasuk sitokin dan protein fase akut.

Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap delirium pada pasien usia lanjut

adalah lower cognitive reserves, kapasitas metabolik yang rendah,

peningkatan sensitivitas terhadap obat-obatan dan rendahnya threshold

terhadap efek obat-obat antikoloinergik. Beberapa mekanisme utama yang

berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya delirium pada usai lanjut:

11
1. Kehilanagn sel saraf terutama pada lokus coereleus dan substantia nigra.

2. Perubahan pada berbagai sistem neurotransmitter.

3. Penurunan intergritas white matter yang berhubungan dengan usia.

4. Penurunan aliran darah otak, terutama pada gyrus cingulate anterior, basal

ganglia bilateral, bagian prefrontal kiri, bagian frontal lateral kiri dan bagian

temporal superior kiri, dan korteks insular.

5. Penurunan metabolisme oksigen pada otak.

6. Berkurangnya suplai oksigen (misalnya hipoksia).

7. Berkurangnya metabolism oksidatif otak Rara, (2016).

12
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

1. Identitas

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan

alamat.

2. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien datang

berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran

menurun.

3. Riwayat

Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis, alkohol, atau

obat lain, perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area ini. Perawat

mungkin perlu mendapatkan informasi dari anggota keluarga jika kemampuan

klien untuk memberikan data terganggu.

4. Faktor predisposisi

Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta

menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang

mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang

terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit

badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang

teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya,

mekanisme pembelaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari

keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri

13
kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang

disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak

ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak

(meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak dan

sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus,

endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).

5. Fisik

Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun,

takikardia, febris, berat badan menurun karena nafsu makan yang menurun dan

tidak mau makan.

6. Psikososial

a. Genogram: minimal tiga generasi masalah yang terkait

1) Interaksi di dalam keluarga

2) Penentu kebijakan di dalam keluarga

b. Konsep diri

1) Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri

karena proses patologik penyakit.

2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.

3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian antara satu

peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu deman individu tidak

tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak

mempunyai kemampuan dan sumber yang cukup.

14
4) Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan

yang ada.

5) Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien

merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.

c. Hubungan social

Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan individu

untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya

klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan

pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaan ini

menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.

d. Spiritual

Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak

atau kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama

dan kepercayaannya.

e. Status mental

1) Penampilan

2) Pembicaraan

Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih sulit

dimengerti ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang-ulang satu

topik atau bahasan, berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, atau

mengalami logorea yang cepat, terpaksa, dan biasanya lebih keras dari

15
normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau menjerit, terutama pada

malam hari (Burney-Puckett, 1996).

f.Aktivitas motoric

Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien

mungkin gelisah dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya

bangun dari tempat tidur secara mendadak dan tidak terkoordinasi.

Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik yang lambat, tampak

lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.

7. Alam perasaan dan afek

Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan tidak dapat

diperkirakan. rentang respons emosional yang luas mungkin terjadi, seperti

ansietas, takut, iritabilitas, marah, euforia, dan apati. Perubahan mood dan

emosi ini biasanya tidak terkait dengan lingkungan klien. Ketika klien merasa

sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin melawan untuk melindungi

dirinya dari bahaya yang dirasakan.

8. Persepsi

Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien

melihat benda-benda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti

malaikat atau gambaran yang mengerikan melayang di atas tempat tidur. Ketika

lebih mampu berpikir jernih, beberapa klien dapat menyadari bahwa mereka

mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi klien lainnya benar-benar meyakini

salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak dapat diyakinkan hal

yang sebaliknya.

16
9. Proses pikir

Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran juga

dapat terpecah (tidak berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapat

memperlihatkan pikiran waham yang meyakini bahwa perubahan persepsi

sensorinya adalah nyata.

10. Tingkat kesadaran

Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah perubahan

tingkat kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi sepanjang hari.

Klien biasanya terorientasi pada orang, tetapi sering kali terdisorientasi

terhadap waktu dan tempat. Klien menunjukkan penurunan kesadaran terhadap

lingkungan atau situasi dan dapat berfokus pada stimulus yang tidak berkaitan,

seperti warna seprai atau ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara,

orang, atau mispersepsi sensorinya.

11. Memori

Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan atau mengubah perhatiannya

secara efektif, dan terdapat kerusakan memori yang baru dan yang sangat baru

(DSM-IV-TR,2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus menanyakan atau

memberikan arahan secara berulang-ulang; meskipun kemudian klien mungkin

tidak mempu melakukan hal-hal yang diminta.

12. Kemampuan penilaian

17
Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat menyadari

situasi yang potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak demi

kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya, klien mungkin mencoba

mencabut slang intravena atau keteter urine secara berulang-ulang sehingga

menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting.

13. Daya tilik diri

Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami delirium

ringan dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan terapi, dan

mungkin akan sembuh. Akan tetapi, klien yang mengalami delirium berat dapat

tidak memiliki daya tilik dalam situasi ini.

14. Kebutuhan klien sehari-hari

a. Tidur

Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah .

Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali. Tidurnya

mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi

hari.

b. Selera makan

Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karena

putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi

penurunan berat badan.

c. Eliminasi

18
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang lebih sering

dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi

konstipasi, akibat terganggu pola makan.

d. Mekanisme koping

Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir,

mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola

koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif

merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku

patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan

delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat

dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

II. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS :

Harga diri rendah Resiko tinggi men-


Keluarga mengatakan
Isolasi sosial : menarik cederai diri, orang lain
bahwa klien kadang melihat
diri dan lingkungan
bayangan yang mendekati
Perubahan sensori sekitar
dirinya di setiap ruangan
persepsi  (halusinasi
yang bercahaya minimal.
penglihatan)

Keluarga kadang Disorganisasi dan tidak

memegangi klien dikala masuk akal

19
Meyakini bahwa
sedang gelisah dan tidak
perubahan persepsi
enak duduk dan tidur serta
sensorinya adalah nyata
berkeinginan untuk
Resiko tinggi men-
melepaskan jarum infus
cederai diri, orang lain
yang terpasang
dan lingkungan sekitar
DO :

Klien ketika didekati

perawat mengatakan bahwa

ditempat terpasangnya infus

ada kecoa yang hinggap.

Klien nampak gelisah,

berontak, ngomel-ngomel,

tidak enak duduk dan tidak

enak tidur, mata merah

Kontak mata klien saat

bertatap muka kurang dan

kadang salah mengucapkan

namanya bila diajak

berkenalan

Terdapat luka lecet pada

20
daerah dahi dan pelipis

bekas garukan
DS :

Ketidakseimbangan
Keluarga mengatakan sudah
nutrisi kurang dari
dua hari ini klien tidak mau Putus asa
kebutuhan tubuh
makan dan kalau mau Merasa tidak berharga

hanya bisa menghabiskan Tidak nafsu  makan

makan dua atau tiga suap Ketidakseimbangan

nasi yang disajikan nutrisi kurang dari

DO : kebutuhan tubuh

Berat badan menurun,

membran mukosa kering

dan terjadi kelemahan


DS :

Harga diri rendah Isolasi Sosial :


Keluarga mengatakan klien
Kegagalan Menarik Diri
kadang-kadang berbicara
mempertahankan
sendiri dengan nada yang
komunikasi dengan
agak keras
orang lain

Klien gelisah Isolasi Sosial : Menarik

DO : Diri

21
Kurang rasa percaya pada

orang lain, sukar

berinteraksi dengan orang

lain, komunikasi yang tidak

realistik, kontak mata yang

kurang.
DS :

Gangguan perilaku Defisit perawatan diri


Keluarga mengatakan klien
psikomotor (lesu dan
sudah dua hari belum mandi
letargi dengan sedikit

Klien kadang-kadang masih gerakan)

ngompol dan kadang bilang Keterbatasan aktivitas

kalau ingin kencing dengan Kemauan perawatan

menggunakan pispot kebersihan diri menurun

DO : Penampilan tidak rapi

Defisit perawatan diri


Kemauan yang menurun,

penampilan kurang rapi dan

muka agak kusut

Celana nampak sedikit

basah
                          

22
III. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama untuk klien yang mengalami delirium adalah:

1. Resiko tinggi mencederai diri,orang lain dan lingkungan berhubungan dengan

halusinasi

2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri

3. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem

pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah

4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas

5. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system

pendukung yang tidak adekuat

IV. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

berhubungan dengan halusinasi.

Diagnosa 2 : Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan

menarik diri.

TUK :Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan

kegelisahan dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan

intervensi sesuai kebutuhan.

TUM :Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama

di rumah sakit.

23
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada

tingkat stimulus yang rendah (penyinaran Tingkat ansietas atau gelisah akan
rendah, sedikit orang, dekorasi yang meningkat dalam lingkungan yang
sederhana dan tingakat kebisingan yang penuh stimulus.
rendah)

2. Ciptakan lingkungan psikososial :

a. Sikap perawat yang bersahabat,

penuh perhatian, lembuh dan hangat.

b. Bina hubungan saling percaya Lingkungan psikososial yang

(menyapa klien dengan ramah, terapeutik akan menstimulasi

memanggil nama klien, jujur , tepat kemampuan perasaan kenyataan.

janji, empati dan menghargai).

c. Tunjukkan sikap perawat yang 

bertanggung jawab
Observasi ketat merupakan hal

yang penting, karena dengan


3. Observasi secara ketat perilaku klien demikian intervensi yang tepat
(setiap 15 menit) dapat diberikan segera dan untuk

selalu memastikan bahwa kien

berada dalam keadaan aman


4. Kembangkan orientasi kenyataan: Klien perlu dikembangkan

24
a. Bantu kien untuk mengenal kemampuannya untuk menilai

persepsinya. realita secara adequat agar klien

dapat beradaptasi dengan


b. Beri umpan balik tentang
lingkungan.Klien yang berada
perilaku klien tanpa menyokong atau
dalam keadaan gelisah, bingung,
membantah kondisinya.
klien tidak menggunakan benda-

c. Beri kesempatan untuk benda tersebut untuk

mengungkapkan persepsi dan daya membahayakan diri sendiri maupun

orientasi orang lain.


5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya

halusinasi: Klien halusinasi pada faase berat

tidak dapat  mengontrol


a. Kaji halusinasi klien
perilakunya. Lingkungan yang

b. Lakukan tindakan pengawasan aman dan pengawasan yang tepat

ketat, upayakan tidak melakukan dapat mencegah cedera.

pengikatan.
6. Tingkatkan peran serta keluarga pada
Klien yang sudah dapat mengontrol
tiap tahap perawatan dan jelaskan
halusinasinya perlu sokongan
prinsip-prinsip tindakan pada
keluarga untuk mempertahnkannya.
halusinasi.

7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai Obat ini dipakai untuk


dengan program terapi (pantau mengendalikan psikosis dan
keefektifan dan efek samping obat). mengurangi tanda-tanda agitasi.

25
Diagnosa 3: Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan

sistem pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah

TUK :Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang

perawat yang dipercayai dalam 1 minggu

TUM :Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya

dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.

INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik:

Lingkungan fisik dan psikososial


a. Bina hubungan saling percaya
yang terapeutik akan menstimulasi
(menyapa klien dengan ramah, 
kemmapuan klien terhadap
memanggil nama klien, jujur , tepat
kenyataan.
janji, empati dan menghargai).

b. Tunjukkan perawat yang bertanggung

jawab.

c. Tingkatkan kontak klien dengan

lingkungan sosial secara bertahap.

2. Perlihatkan penguatan positif pada Hal ini akan membuat klien merasa

klien. menjadi orang yang berguna.

Temani klien untuk memperlihatkan

dukungan selama aktivitas kelompok

26
yang mungkin mnerupakan hal yang

sukar bagi klien.


Kesadaran diri yang meningkat
3. Orientasikan klien pada waktu,
dalam hubungannya dengan
tempat dan orang.
lingkungan waktu, tempat dan orang.
Obat ini dipakai untuk
4. Berikan obat anti psikotik sesuai
mengendalikan psikosis dan
dengan program terapi.
mengurangi tanda-tanda agitasi

Diagnosa 4: Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas

TUK : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup

sehari-hari dalam 1 minggu

TUM : Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan

mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.

INTERVENSI RASIONAL
1. Dukung klien untuk melakukan Keberhasilan menampilkan kemandirian
kegiatan hidup sehari-hari sesuai dalam melakukan suatu aktivitas akan
dengan tingkat kemampuan kien. meningkatkan harga diri.
2. Dukung kemandirian klien,
Kenyamanan dan keamanan klien
tetapi beri bantuan klien saat
merupakan prioritas dalam keperawatan.
kurang mampu melakukan

beberapa kegiatan.

3. Berikan pengakuan dan Penguatan positif akan meningkatkan

27
penghargaan positif untuk harga diri dan mendukung terjadinya
kemampuan mandiri. pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Perlihatkan secara konkrit,
Karena berlaku pikiran yang konkrit,
bagaimana melakukan kegiatan
penjelasan harus diberikan sesuai tingkat 
yang menurut kien sulit untuk
pengetian yang nyata.
dilakukaknya.

5. Jangan membiarkan klien Keamanan klien merupakan suatu


memikul tanggung jawab atas prioritas. Klien mungkin tidak mampu
keputusan atau tindakan apabila membedakan secara akurat tindakan atau
klien dalam keadaan tidak aman. situasi yang potensial membahayakan
6. Apabila diperlukan batasan

perilaku atau tindakan klien,


Klien mempunyai hak untuk
jelaskan batasan, konsekuensi, dan
mendapatkan informasi tentan restriksi
alasannya dengan jelas dalam
dan alasan batasan yang diperlukan
batasan kemampuan klien untuk

memahaminya.

7. Libatkan klien dalam membuat


Kepatuhan terhadap terapi meningkat
rencana atau keputusan sesuai
apabila klien terlibat secara emosional
kemampuannya untuk
didalamnya.
berpartisipasi.

8. Berikan umpan balik faktual Klien harus menyadari perilakunya


terhadap mispersepsi, waham, sebelum klien dapat mengambil tindakan
atau halusinasi klien untuk memodivikasi perilaku tersebut.

28
Ketika diberikan umpan balik dengan
9. Sampaikan kepada klien dengan cara yang tidak menghakimi, klien dapat
cara yang sesuai dengan fakta merasa perasaannya tervalidasi ,
bahwa orang lain tidak terlibat sementara bahwa orang lain tidak
dalam interpretasi klien. berespon terhadap stimulus yang sama

dengan cara yang sama.


10. Kaji klien setiap hari atau lebih Klien yang mengalami masalah organik
sering apabila diperlukan untuk cenderung sering mengalami fluktuasi
mengetahui tingkat fungsinya kemampuan.
11. Izinkan klien untuk mengambil Pengambilan keputusan mening-katkan
keputusan sesuai dengan partisipasi, kemandirian, dan harga diri
kemampuannya. klien.
Aktivitas yang rutin atau yang menjadi
12. Bantu klien untuk menyusun
kebiasaan klien yang tidak membutuhkan
kegiatan rutin harian, yang
keputusan yang terus-menerus tentang
mencangkup hygiene, aktivitas,
apakah melakukan tugas tertentu atau
dsb.
tidak.

Diagnosa 5: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

system pendukung yang tidak adekuat

TUK : Klien dapat mencapai berat badan normal

Hasil laboratorium elektrolit serum klien akan kembali dalam batas normal

dalam 1 minggu.

29
TUM : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang.

INTERVENSI RASIONAL
Informasi ini penting untuk membuat
1. Monitor masukan, haluaran dan
pengkajian nutrisi yang akurat dan
jumlah kalori sesuai kebutuhan.
mempertahankan keamanan klien.
Kehilangan berat badan merupakan
2. Timbang berat badan setiap pagi
informasi penting untuk mengethui
sebelum bangun
perkembangan status nutrisi klien.
Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang
yang cukup atau akurat berkenaan dengan
cukup bagi kesehatan dan proses
kontribusi nutrisi yang baik untuk
penyembuhan.
kesehatan.
4. Kolaborasi Kolaborasi :

a. Dengan ahli gizi untuk a. Klien lebih suka menghabiskan


menyediakan makanan dalam porsi makan yang disukai oleh klien.
yang cukup sesuai dengan b. Cairan infus diberikan pada klien
kebutuhan. yang tidak, kurang dalam mengintake

b. Pemberian cairan perparenteral makanan.

(IV-line)
c. Serum elektrolit yang normal

c. Pantau hasil laboraotirum (serum menunjukkan adanya homestasis dalam

elektrolit) tubuh.
5. Sertakan keluarga dalam memnuhi Perawat bersama keluarga harus

kebutuhan sehari-hari (makan dan memperhatikan pemenuhan kebutuhan

30
kebutuhan fisiologis lainnya) secara adekuat.

Menurut Sheila L. Videbeck (2008) pada pasien delirium selain dibutuhkan

intervensi seperti demikian juga dibutuhkan penyuluhan kepada klien atau

keluarga antara lain:

1. Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat

2. Kunjungi dokter secara teratur

3. Beritahukan semua dokter dan pemberi perawatan kesehatan tentang obat-

obat yang digunakan termasuk obat bebas, suplemen diet, dan sediaan herbal.

4. Periksa ke dokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan.

5. Hindari penggunaan alkohol dan obat penenang.

6. Pertahankan diet yang bergizi

7. Tidur yang cukup

8. Gunakan tindakan kewaspadaan keamanan ketika bekerja dengan pelarut cair,

insektisida dan produk serupa.

31
V. Evaluasi

Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya mengembalikan

klien ke tingkat fungsi sebelumnya .klien dan pemberi perawatan atau keluarga

perlu memahami praktik perawatan kesehatan yang penting untuk mencegah

rekurensi delirium. Hal ini dapat mencakup pemantauan kondisi kesehatan yang

kronis, penggunaan obat- obatan dengan cermat atau berhenti menggunakan

alkohol dan obat lain.

Hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup:

1. Klien akan bebas dari cedera.

2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi  dan kontak realitas.

3. Klien akan mempertahankan keseimbangan aktifitas dan istirahat yang

adekuat.

4. Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi yang adekuat.

5. Klien akan kembali ke tingkat fungsi optimalnya Aggraini, (2014 )

32
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran

dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium memiliki

banyak penyebab yang semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa

berkaitan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien.

2. Penyebab utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit

sistemik, serta intoksikasi maupun keadaan putus zat psikoaktif.

3. Penegakan diagnosis delirium yang diinduksi zat psikoaktif dapat ditegakkan

berdasarkan criteria diagnosis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta

pemeriksaan EEG.

4. Tatalaksana dapat berupa non farmakologis dan farmakologis. Non

farmakologis terdiri dari memberikan dukungan fisik, sensorik, dan

lingkungan. Tatalaksana farmakologis dapat diberikan haloperidol ataupun

benzodiazepine (kecuali pada delirium akibat benzodiazepine).

33
DAFTAR PUSTAKA

Aggraini, Ratih H. 2014. Asuhan Keperawatan Delirium. www.scibd.com Diakses 18

Oktober 2016

Rara, Maisura. 2016. Konsep Asuhan Keperawatan. www.academia.edu Diakses 18

Oktober 2016

34
Septian, Rahmad. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Delirium.

www.scribd.com Diakses 18 Oktober 2016

35

Anda mungkin juga menyukai