Pembimbing Akademik:
Clinical Instructor :
Oleh
Zesi Normasari
201901017
A. Latar Belakang
Glukosa darah merupakan gula yang terdapat di dalam darah yang berasal dari karbohidrat
dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan di otot rangka. Glukosa darah
berfungsi sebagai penyedia energi bagi tubuh dan jaringan-jaringan yang ada di dalam tubuh
(Widyastuti, 2011). Sebagian besar karbohidrat yang dapat dicerna didalam makanan akan
membentuk glukosa, yang kemudian akan dialirkan kedalam darah, dan gula lain akan
dirubah menjadi glukosa di hati (Kasengke, 2015).
Saat mengonsumsi karbohidrat, glukosa darah akan meningkat sementara dan di pagi hari
berada pada level terendah. Kadar normal glukosa darah dipertahankan oleh hormon
metabolisme, salah satunya adalah insulin yang disekresikan oleh pankreas. Regulasi kadar
glukosa darah oleh insulin yang terganggu dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah yang terlalu tinggi dan biasanya akan berujung menjadi suatu penyakit metabolik yaitu
Diabetes Mellitus (DM) (Mufti T H, 2015).
Pengaturan kadar glukosa darah diatur oleh keseimbangan hormone yang menaikkan glukosa
darah oleh hormone glucagon, hormone epinefrin, hormone glukokortikoid, dan hormone
pertumbuhan. Peningkatan konsentrasi kadar glukosa darah dalam sirkulasi mengakibatkan
peningkatan sekresi insulin dan pengurangan glucagon. Sebaliknya, penurunan glukosa darah
mengakibatkan penurunan sekresi insulin dan peningkatan glucagon (Soeryodibroto, 1998).
Kadar glukosa dalam darah dapat berada pada batas normal dengan cara mempertahankan
homeostasis dalam tubuh melalui 2 cara yaitu, apabila glukosa darah rendah, maka glukosa
akan disuplai dari hati dengan jalan memecah glikogen hati, dan apabila glukosa darah tinggi,
maka glukosa akan dibawa ke hati dan di rubah menjadi glikogen atau masuk ke otot di ubah
menjadi glucagon otot (Mira Musaira, 2003).
Pemeriksaan yang berhubungan dengan kadar glukosa darah yaitu pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa, pemeriksaan glukosa darah sewaktu, dan pemeriksaan kadar glukosa darah
sesudah makan. Nilai kadar gula darah dikatakan normal bila gula darah sewaktu yaitu < 110
mg/dL, gula darah puasa 70-110 mg/dL, gula darah 2 jam setelah makan < 140 mg/dL, dan
pada wanita hamil < 140 mg/dL (Rudi, 2013).
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I yang disebabkan
oleh meningkatnya keasaman tubuh karena benda-benda keton akibat kekurangan atau
defisiensi insulin dan memiliki karakteristik diantaranya hiperglikemia, asidosis, dan keton
akibat kurangnya insulin. Tanda dan gejala dari KAD yaitu poliuri, polidipsi dan penurunan
berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD, dan sering disertai
mual muntah dan nyeri perut. Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10%
kasus), dehidrasi dan syok hipovolemik (kulit atau mukosa kering dan penurunan turgor,
hipotensi dan takikardi) (Homenta & Herriyanis, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari ketidakstabilan kadar gula darah?
2. Apa etiologi dari ketidakstabilan kadar gula darah?
3. Apa saja menifestasi klinis dari ketidakstabilan kadar gula darah?
4. Apa patofisiologi dari ketidakstabilan kadar gula darah?
5. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ketidakstabilan kadar gula darah?
6. Apa penatalaksanaan dari ketidakstabilan kadar gula darah?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari laporan pendahuluan ini untuk mengetahui masalah kebutuhan dasar
manusia khususnya dengan masalah ketidakstabilan kadar gula darah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi ketidakstabilan kadar gula darah.
b. Mengetahu etiologi ketidakstabilan kadar gula darah.
c. Mengetahui menifestasi klinis dari ketidakstabilan kadar gula darah.
d. Mengetahui patofisiologi ketidakstabilan kadar gula darah.
e. Mengetahui pathway ketidakstabilan kadar gula darah.
f. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ketidakstabilan kadar gula
darah.
g. Mengetahui komplikasi ketidakstabilan kadar gula darah.
h. Mengetahui penatalaksanaan ketidakstabilan kadar gula darah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Hipoglikemia merupakan keadaan kadar glukosa darah dibawah normal, terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan
yang digunakan (Nabyl, 2009).
Hipoglikemia merupakan keadaan dimana terjadinya penurunan kadar glukosa darah
di bawah 60 hingga 50 mg/dl. (Wiyono, 2004).
C. Manifestasi Klinis
Mayor
1. Hiperglikemia
- Subjektif : lelah atau lesu
- Objektif : kadar glukosa dalam darah/urin tinggi
2. Hipoglikemia
- Subjektif : mengantuk, pusing
- Objektif : gangguan koordinasi, kadar glukosa dalam darah/urin rendah
Minor
1. Hiperglikemia
- Subjektif : mulut kering, haus meningkat
- Objektif : jumlah urin meningkat
2. Hipoglikemia
- Subjektif : palpitasi, mengeluh lapar
- Objektif : gemetar, kesadaran menurun, perilaku aneh, berkeringat
D. Patofisiologi
Kegagalan sel beta pankreas dan resistensi insulin sebagai patofisiologi kerusakan sentral
pada DM Tipe II sehingga memicu ketidakstabilan kadar glukosa darah hiperglikemi.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehingga
kadar gula dalam plasma menjadi tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan
melebihi dari ambang ginjal maka timbul glukosuria. Glukosuria ini menyebabkan diuresis
osmotik yang akan meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus
(polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi (Price, 2000).
Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
normal atau sedikit meningkat. Tapi, jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Tidak tepatnya pola makan juga
dapat mempengaruhi ketidakstabilan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe II.
Ketidakstabilan kadar glukosa darah hipoglikemia terjadi akibat dari ketidakmampuan hati
dalam memproduksi glukosa. Ketidakmampuan ini terjadi karena penurunan bahan
pembentuk glukosa, gangguan hati atau ketidakseimbangan hormonal hati.
E. Pathway
RIWAYAT DM
Hiperglikemia Hipoglikemia
F. Pemeriksaan Diagnostik
- Kadar glukosa darah
- Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes pemantauan terapi dan tes
mendeteksi komlikasi.
G. Komplikasi
Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah yaitu hiperglikemia dan hipoglikemia.
Penurunan kadar insulin yang sangat rendah akan menimbulkan hiperglikemia, glukosuria
berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, peingkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai dengan pembentukan badan keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Hal
ini menyebabkan peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria dapat menyebabkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
Kehilangan cairan dan elektrolit berlebih dapat menyebabkan hipotensi, syok, koma,
sampai meninggal (Price & Wilson, 2008). Hipoglikemia terjadi apabila kadar glukosa
darah <80 mg/dl, sering terjadi akibat kelebihan pemberian terapi insulin ataupun
terlambat makan. Gejala yang muncul disebabkan oleh pelepasan epinefrin (keringat
dingin, gemetar, sakit kepala dan palpitasi), kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku
tidak sesuai, sensori yang tumpul dan koma). Kejadian hipoglikemia yang sering terjadi
dan dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kerusakan otak permanen bahkan
kematian (Smeltzer & Bare, 2008).
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan hiperglikemia
Penatalaksanaan hiperglikemia dimulai dengan diet, latihan, jasmani, penyuluhan dan
terapi insulin atau obat oral. Diet dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
glukosa pada tubuh. Manfaat latihan jasmani adalah untuk mengurangi resistensi insulin
dan meningkatkan sensitivitas insulin. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan
sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergency dengan dekompensasi
metabolik berat, misalnya : ketoasidosis, stres berat,berat badan yang menurun dengan
cepat, atau adanya keton uria, harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder atau
tersier (Perkeni, 2015).
b. Penatalaksanaan hipoglikemia
Pasien yang mengalami hipoglikemia harus cepat mendapat penanganan. Lakukan
pengecekan kadar glukosa terlebih dahulu untuk memastikan klien benar mengalami
hipoglikemia. Apabila kadar glukosa darah klien rendah dan jika klien masih sadar dapat
dilakukan sendiri oleh klien yaitu minum larutan gula 10-30 gram. Untuk pasien tidak
sadar dilakukan pemberian injeksi bolus dekstrosa 15-25 gram. Bila hipoglikemia terjadi
pada klien yang mendapat terapi insulin maka selain menggunakan dekstrosa dapat juga
menggunakaan injeksi glucagon 1 mg intramuscular.