Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

DEMENSIA

Disusun Oleh :
Elok Nur Farida Anggraini
I 111 11 041

Dokter Pembimbing :
Dr. Lollytha C. S., Sp.KJ

ILMU KEDOKTERAN JIWA


RS TK. II DUSTIRA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa,
yang dengan pertolongan-Nya, referat yang berjudul Demensia ini dapat selesai
disusun. Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran, serta
diajukan guna memenuhi persyaratan penilaian di Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Tk. II Dustira.
Penghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada dr. Lollytha C. S.,
Sp.KJ yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan dalam
pembuatan referat ini. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam menyelesaikan referat ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam referat ini masih jauh dari sempurna,
baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan
oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari penyusun dalam mengerjakan
referat ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini memberikan informasi dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Cimahi, September 2017

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

Demensia merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan berbagai


gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat
dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, belajar, memori, bahasa,
memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan,
dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien
mempunyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi
kriteria diagnostik untuk delirium.1
Butir klinis penting dari demensia adalah indentifikasi gejala dan
pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis,
permanen atau reversibel. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan, walaupun
pada kasus yang jarang adalah tidak mungkin untuk menentukan penyebab
spesifik. Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan
dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif.
Diperkirakan 15 persen orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit
yang reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum
terjadi kerusakan yang ireversibel.1

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang
disebabkan oleh penyakit otak (organik), yang tidak berhubugan dengan gangguan
tingkat kesadaran. Demensia merujuk pada gejala klinis yang mempunyai
bermacam penyebab. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan
memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian,
kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial. Penurunan yang terjadi harus
cukup berat sehingga memengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.2
Demensia mungkin disebabkan oleh penyakit metabolik tertentu,
intoksikasi obat, atau cedera, di mana kasusnya sering reversibel setelah penyebab
yang mendasari diobati. Namun, jika disebabkan oleh suatu penyakit
seperti penyakit Alzheimer, cedera otak, atau degenerasi karena penuaan (pikun),
perubahan yang terjadi adalah ireversibel.3
Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang
progresif dan tidak dapat pulih (reversibel), namun bila merujuk pada definisi
diatas maka demensia dapat pula terjadi mendadak (misalnya pasca stroke, atau
cedera kepala), dan beberapa penyebab demensia dapat sepenuhnya pulih
(misalnya hematoma subdural, toksisitas obat, depresi) bila dapat diatasi dengan
cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia berapapun meskipun umumnya
muncul setelah usia 65 tahun.2
Penting pula membedakan demensia dengan delirium. Delirium
merupakan keadaan confusion (kebingungan), biasanya timbul mendadak,
ditandai dengan gangguan memori dan orientasi (sering dengan konfabulasi) dan
biasanya disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan perubahan afek. Untuk
membedakan dari demensia, pada delirium terdapat penurunan tingkat kesadaran.
Delirium hanya berfluktuasi intensitasnya dan dapat menjadi demensia bila
kelainan yang mendasari tidak teratasi. Penyebab paling sering delirium meliputi

4
ensefalopati akibat penyakit infeksi, toksik dan faktor nutrisi, atau penyakit
sistemik..2

2. Etiologi
Demensia mempunyai banyak penyebab tetapi demensia tipe Alzheimer
dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah sebanyak 75 persen dari
semua kasus. Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-V adalah
penyakit Pick, penyakit Creutz-feldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit
Parkinson, human immunodeficiency virus (HIV), dan trauma kepala.1
2.1. Demensia Tipe Alzheimer
Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan
neuropatologi otak, namun demnikian, demensia tipe Alzheimer biasanya
didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah
disingkirkan dari pertimbangan diagnosis.1
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah
terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang
merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa penelitian telah
menyatakan bahwa sebanyak 40 persen pasien mempunyai riwayat keluarga
menderita demensia tipe Alzheimer, jadi faktor genetik dianggap berperan
sebagian dalam perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus.
Dukungan tambahan lain adalah bahwa angka persesuaian untuk kembar
monozigot adalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigot. Dalam beberapa
kasus yang telah tercatat baik gangguan telah ditransmisikan dalam keluarga
melalui satu gen autosomal dominan, walaupun transmisi tersebut adalah jarang.
2.2. Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit
vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia.
Gangguan dulu disebut sebagai demensia multi-infark dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi kekima (DSM-V). Demensia
vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi
yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan

5
terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang
mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada
daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah
oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai
contohnya katup jantung). Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit
karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.1
2.3. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang,
yang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat
ditransmisikan (yaitu, agen infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan
agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. Penyakit-penyakit
lain yang berhubungan dengan prion adalah scrapie (penyakit pada domba), kuru
(suatu gangguan degeneratif sistem saraf pusat yang fatal pada suku di dataran
tinggi Guinea dimana prion ditransmisikan melalui kanibalisme ritual), dan
sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia progresif, familial, dan sangat
jarang). Semua gangguan yang yang berhubungan dengan prion menyebabkan
degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya
respon imun inflamasi.1
Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob
dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau
instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya
sporadik, mengenai individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa periode
inkubasi mungkin relatif singkat (satu sampai dua tahun) atau relatif lama
(delapan sampai 16 tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor,
ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat
progresif menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam 6 sampai 12
tahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya tidak mengungkapkan kelainan,
dan pemeriksaan tomografi komputer dan MRI mungkin normal sampai
perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh adanya pola
elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan
gelombang lambat dengan tegangan tinggi.1

6
2.5. Penyakit Pick
Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit
Alzheimer, penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan
adanya badan Pick neuronal yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan
Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk
diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-
kira lima persen dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling sering
terjadi pada laki-laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat
pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe
Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh
perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif
bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas,
plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan
pada penyakit Alzheimer.1
2.6. Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia.
Demensia yang terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia
subkortikal, yang ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan
bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia pada
penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan
melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif
utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit
berkembang, demensia menjadi lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini
dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depresi dan psikosis,
disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik.1
2.7. Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala, demikian
juga berbagai sindroma neuropsikiatrik.

7
2.8. Penyakit Parkinson
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada
ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20
sampai 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan
tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang
dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson
adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena,
suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia).1
2.9. Demensia yang berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali
menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi
dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan kira-kira 14 persen.
Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma immunodefisiensi didapat
(AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi. Perkembangan
demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya
kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.1

3. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau
10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan
perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik
masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data
penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau
dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan
penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita
penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali
demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis
lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial

8
mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum
kerusakan otak yang permanen terjadi.4
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda
yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-
orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya
merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe
Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan
metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung
dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun
gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya
dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk
pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap
penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut
dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal
dari demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka
sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia
urin dan inkontinensia alvi. 4
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena
perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat
berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit.
Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia
akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah
dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang
stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang
stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala). 4
Begitu banyak faktor penyebab terjadinya demensia pada berbagai
penyakit yang telah disebut di atas. Apapun sebabnya, semuanya menyebabkan
perubahan psiko neurokimiawi di otak.

9
Secara ringkas bahwa proses demensia adalah terjadinya perubahan neuro
kimiawi yang tersebut dibawah ini :
1. pengurangan neurotransmitter klasik : asetilkolin, noradrenalin dan
metabolitnya, dopamine, 5 HT
2. pengurangan amino acid neurotransmitter : Glu., Gly., GABA
3. pengurangan enzim enzim : AchE, DOPA decarboksilase, GAD., CAT
4. pengurangan neuro peptide : somatostatin, dll.

4. Gambaran Klinis
Gejala dini dari demensia seringkali berupa kesulitan mempelajari informasi
baru dan mudah lupa terhadap kejadian yang baru dialami. Pada keadaan lebih
lanjut muncul gangguan fungsi kognitif kompleks disertai gangguan perilaku,
yaitu;
a. Disorientasi waktu dan tempat
b. Kesulitan melakukan pekerjaan sehari hari
c. Tidak mampu membuat keputusan
d. Kesulitan berbahasa
e. Kehilangan motivasi dan inisiatif
f. Gangguan pengendalian emosi
g. Daya nilai sosial terganggu
h. Dan berbagai perubahan perilaku dan psikologis lainnya (agresif-impulsif,
halusinasi, waham)
Gejala-gejala klinis di atas pada demensia Alzheimer berkembang perlahan-
lahan, semakin lama semakin parah, sampai pada tahap lanjut penderita menjadi
tergantung penuh pada keluarga yang merawatnya. Sedang pada demensia
vaskular gejala muncul akut, gambaran klinis sesuai kerusakan vaskuler di otak,
kemunduran fungsi kognitif berjenjang sejalan dengan serangan kerusakan
vaskular berikutnya.5

10
4.1.Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru,
atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian
penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita
seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada
demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
bahkan terhadap namanya sendiri.2-5
4.2. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit
demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah
bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada
tingkat kesadaran.2-5
4.3. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita
afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-
kata yang panjang, dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya
anu, itu, apa itu. Bahasa lisan dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap
lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang
dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar) atau palilalia yang berarti
mengulang suara atau kata terus-menerus.2-5
4.4. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan
motorik, fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita
dapat mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut)
atau melakukan gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia
dapat mengganggu keterampilan memasak, mengenakan pakaian, menggambar.2-5

11
4.5. Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
maupun fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali
kursi, pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi
anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin.
Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali
benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau
uang logam. 2-5
4.6. Gangguan fungsi eksekutif
Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan
ini mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras
subkortikal yang berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif
melibatkan kemampuan berpikir abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif,
membuat urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks.
Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan dalam
menguasai tugas/ide baru serta menghindari situasi yang memerlukan pengolahan
informasi baru atau kompleks.2-5
4.7. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya
mungkin diperkuat selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga
mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan
pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan
meledak-ledak. 2-5
4.8. Gangguan Lain
Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan
kecemasan adalah gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien
demensia, walaupun sindroma gangguan depresif yang sepenuhnya mungkin

12
hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien demensia. Pasien dengan
demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi
yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.2

5. Kriteria diagnosis
Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk
pemeriksaan status mental, dan pada informasi dari anggota keluarga, teman-
teman, dan perusahaan. Keluhan perubahan kepribadian pada seseorang pasien
yang berusia lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa suatu diagnosis demensia
harus dipertimbangkan dengan cermat.
Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa
harus diperhatikan, dengan demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan,
atau rasionalisasi yang ditujukan untuk menyembunyikan deficit kognitif.
Keteraturan yang berlebihan, penarikan sosial, atau kecenderungan untuk
menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat
merupakan karakteristik.
5.1. Menurut PPDGJ III (ICD 10)
Demensia
Pedoman Diagnostik6
- Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai
mengganggu kehidupan seharian seseorang seperti: mandi, berpakaian,
makan, kebersihan diri, buang air besar dan air kecil.
- Tidak ada gangguan kesadaran
- Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.

F00 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER


Pedoman diagnostik4
- Terdapatnya gejala demensia
- Onset bertahap dengan deteriorasi lambat.

13
Onset biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis tiba-tiba orang lain
sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya
dapayt terjadi suatu taraf yang stabil secar nyata.
- Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan ooleh penyakit
otak atau penyakiat sistemik lainnya yang dapat menimbulkan demensia
(misalnya hipotiroidisma, hiperkalsemia, defesiensi vitamin B12,
defesiensai niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau
hematoma subdural)
- Tidak adanya serangan apoplektik yang mendadak atau gejala neurologic
kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya hendaya sensoroik,
defek lapang pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini
dari gangguan itu.
F00.0 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER ONSET DINI
- Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun
- Perkembangan gejala cepat dan progresif
- Adanya riwayat keluarga yang berpenyakait Alzhiemer merupakan faktor
yang meneyokong diagnosisi tetepi tidak harus dipenuhi
F00.1 DEMENSIA PADA PENAYKIT ALZHEIMER ONSET LAMBAT
- Sama tersebut diatas, hanya onset sesudah usia 6 tahun dan perjalanan
penyakit yang lamban dan biasanya gangguandaya ingat sebagai gambaran
utamanya
F00.2 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER TIPE TAK KHAS
ATAU TIPE CAMPURAN
- Yang tidak cocok dengan pedoman untuk F00.0 dan F00.1, tipe campuran
adalah demensia Alzheimer dan vaskuler
F00.9DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER YTT

14
F01 DEMENSIA VASKULAR
Pedoman diagnostik4
- Terdapat gejala demensia
- Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya
tilik diri (insight) dan daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.
- Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap disertai adanya
gejala neurologis fokal meningkatkan kemungkinan diagnosis demmensia
vascular. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan CT-scan atau pemerikasaan neuropatologis

F01 DEMENSIA VASKULAR ONSET AKUT


- Biasanya terjadi secara cepat setelah terjadi serangkaian stroke akibat
thrombosis sereb vascular, embolisme, dan perdarahan. Pada kasus-kasus
yang jarang suatu infark yang besar dapat menjdai penyebabnya.
F01.1 DEMENSIA MULTI-INFARK
- Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik
minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.
F01.2 DEMENSIA VASKULAR SUBKORTIKAL
- Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisfer serebral
yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-scan. Kortrks
serebri biasanya tetap baik walaupun demikian gambaran klinis masih
mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer.
F01.3 DEMENSIA VASKULAR CAMPURAN KORTIKAL DAN
SUBKORTIKAL
- Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga berasal dari
gambaran klinis, hasil pemeriksaan(termasuk autopsy) atau keduanya.
F01.8 DEMENSIA VASKULAR LAINNYA
F01.9 DEMENSIA VASKULAR YTT

15
F02 DEMENSIA PADA PENYAKIT LAIN YDK
F02.0 DEMENSIA PADA PENYAKIT PICK
Pedoman Diagnostik4
- Adanya gejala demensia yang progresif
- Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang
menonjol, sidertai euphoria, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,
diinhibisi, dan apatis atau gelisah
- Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya
ingat
F02.1 DEMENSIA PADA PENYAKIT CREUTZFELDT-JAKOB
Pedoman Diagnostik
Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini:
- Demensia yang progresif merusak
- Penyakit pyramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus
- Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
F02.2 DEMENSIA PADA PENYAKIT HUNTINGTON
Pedoman Diagnostik
- Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform, demensia, dan riwayat
keluarga dengan penyakit Huntington
- Gerakan koreiform yang involunterm terutama pada wajah, tangan, dan
bahu, atau cara berjalan yang khas, merupakan manifestasi dani dari
gangguan ini. Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia, dan jarang
sekali gejala dini tersebut tak muncul sampai demensia menjadi sangat
lanjut
- Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada
tahap dini, dengan daya ingat relative masih terpelihara, sampai saat
selanjutnya
F02.3 DEMENSIA PADA PENYAKIT PARKINSON
- Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson
yang sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat
ditampilkan

16
F02.4 DEMENSIA PADA PENYAKIT HIV
- Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak
ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi
HIV itu
F02.8 DEMENSIA PADA PENYAKIT LAIN YDT YDK
- Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa
macam kondisi somatik dan serebral lainnya.
-
5.2. Kriteria menurut DSM V
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan dengan baik
1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan
kognitif yang terus menerus
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu berikut ;
1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif
dalam daya ingat kognisi misalnya penyakit serebrovaskuler, penyakit
Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus
tekanan normal, tumor otak

17
2) Kondisi sistemik yang diketahui menyebabkan demensia misalnya,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi
niasin, hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV
3) Kondisi yang berhubungan dengan zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis lainnya
(misalnya, gangguan depresif berat,Skizofrenia)

Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler


A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh)
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing
menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan
dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa angguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu
kondisi medis selain penyakit Alzheimers atau penyakit serebrovaskuler
(misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan
tekanan yang normal, hipotiroidism, tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

18
Kriteria Diagnostis untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain
A. Perkembangan deficit kognitif multiple yang dimanifestasikan oleh baik
1) gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2) satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut

6. Pemeriksaan Penunjang
6.1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya
pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum,
fungsi hati, hormon tiroid, kadar asam folat.7
6.2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.7
6.3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan
pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.7
6.4. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap
allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4
diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat menyebabkan
pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.7
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status
mentalmini atau Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini

19
berguna untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat,
kemampuan bahasa dan berhitung. Defisit lokal ditemukan pada demensia
vaskular sedangkan defisit global pada penyakit Alzheimer.
Pemeriksaan Kognitif :
Dilakukan pada penderita pasien demensia dengan tujuan untuk :
- Penapisan
- Konfirmasi diagnosa dan subtipenya
- Derajat keparahannya
- Progresivitasnya
Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi :
- Tingkat intelektual sebelumnya
- Mood dan motivasi
- Orientasi
- Memori
- Bahasa/komunikasi
- Visuospasial/ kemampuan konstruksi
- Kalkulasi
- Berfikir abstrak
- Penilaian diri / insight

7. Diagnosis Banding
Perbaikan yang terus menerus dalam teknik pencitraan otak, khususnya
MRI, telah membuat perbedaan antara demensia, terutama demensia tipe
Alzheimer dan demensia vaskular agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu
pada beberapa kasus. Suatu bidang penelitian yang sedang giat dilakukan adalah
menggunakan tomografi komputer emisi foton tunggal (single photon emission
computed tomography; SPECT) untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam
berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT
dapat membantu dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia.2-5

20
7.1. Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia.
Delirium juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan
dan memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif,
sementara demensia menunjukkan gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif
yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada
demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi dejala demensia. Dalam
keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka
dianjurkan untuk memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati
penderita lebih lanjut secara cermat untuk menentukan jenis gangguan yang
sebenarnya.
7.2. Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit
berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara
menyeluruh. Kadang-kadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk
pada pemeriksaan status mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia,
sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala gangguan kognitif merupakan
gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan
medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat
keluarga, serta hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat
demensia bersama-sama dengan depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua
diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama. Pada umumnya, pasien dengan
disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala yang
menonjol, mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan
pasien demensia, dan sering kali mempunyai riwayat episode depresif di masa
lalu.2-5
7.3. Penuaan Normal
Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang
bermakna, tetapi suatu derajat ringan masalah ingatan terjadi sebagai bagian dari
proses penuaan normal. Kejadian normal tersebut sering kali disebut sebagai

21
kelalaian akibat penuaan ringan (benign senescent forgetfulness) atau gangguan
daya ingat yang berhubungan dengan penuaan (age-associated memory
impairment). Keadaan tersebut dapat dibedakan dari demensia oleh keparahannya
yang ringan dan oleh kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak mengganggu secara
bermakna pada kehidupan sosial atau pekerjaan pasien.2-5

8. Penatalaksanaan
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya
tidak mungkin, dengan penatalaksanaan yang optimal dapat dicapai perbaikan
hidup sehari-hari dari penderita (dan juga dari keluarga dan/atau yang merawat).
Selama ini pengobatan Dementia terutama jenis Alzheimer hanya ditujukan pada
berbagai perubahan prilaku. Pengobatan saat ini, tidak ada obat yang secara klinis
terbukti pencegahan atau penyembuhan dari demensia. Meskipun beberapa obat
yang disetujui untuk digunakan dalam pengobatan demensia, ini mengobati gejala
perilaku dan kognitif demensia, tetapi tidak berpengaruh pada patofisiologi yang
mendasarinya.
Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit
dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan.
Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia
vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan
pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat
berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap
tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar
berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi
kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai
normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien
dengan demensia vaskuler.
- Acetylcholinesterase inhibitor : Tacrine (Cognex), Donepezil (Aricept),
galantamine (Razadyne), dan rivastigmine (Exelon) disetujui oleh
Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan
demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Mereka mungkin berguna

22
untuk penyakit serupa lainnya yang menyebabkan demensia seperti
Parkinson atau demensia vaskular. inhibitor acetylcholinesterase bertujuan
untuk meningkatkan jumlah neurotransmiter asetilkolin, yang kekurangan
pada orang dengan demensia. Hal ini dilakukan dengan tindakan
menghambat dari enzim acetylcholinesterase, yang asetilkolin breaksdown
sebagai bagian dari fungsi otak normal. Meskipun obat ini sering
diresepkan, pada minoritas pasien obat ini dapat menyebabkan samping
termasuk efek bradikardi dan sinkop .
Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati
penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium. Donepezil tersedia dalam
bentuk tablet oral. Biasanya diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum
atau sesudah makan. Dokter akan memberikan dosis rendah pada awalnya lalu
ditingkatkan setelah 4 hingga 6 minggu. Efek samping yang sering terjadi
sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu,
mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat badan turun,
kram, nyeri sendi, insomnia, dan meningkatkan frekwensi buang air kecil.
Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati
penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium. Setelah enam bulan
pengobatan dengan Rivastigmine, 25-30% penderita dinilai membaik pada tes
memori, pengertian dan aktivitas harian dibandingkan pada pasien yang
diberikan plasebo hanya 10-20%.
Rivastigmine biasanya diberikan dua kali sehari setelah makan. Karena
efek sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan, pengobatan
dengan Rivastigmine umumnya dimulai dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg
dua kali sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu.
Dosis maksimum biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika pasien
mengalami gangguan pencernaan yang bertambah parah karena efek samping
obat seperti mual dan muntah, sebaiknya minum obat dihentikan untuk
beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama atau lebih rendah.

23
Sekitar setengah pasien yang minum Rivastigmine menjadi mual dan
sepertiganya mengalami muntah minimal sekali, seringkali terjadi pada
pengobatan di beberapa minggu pertama pengobatan sewaktu dosis
ditingkatkan. Antar seperlima hingga seperempat pasien mengalami
penurunan berat badan sewaktu pengobatan dengan Rivastigmine (sekitar 7
hingga 10 poun).
Seperenam pasien mengalami penurunan nafsu makan. Satu dari lima
puluh pasien mengalami pusing. Secara keseluruhan, 15 % pasien (antara
sepertujuh atau seperenam) tidak melanjutkan pengobatan karena efek
sampingnya.
Galantamine HBr
Galantamine biasanya diberikan dua kali sehari, setelah makan pagi dan
malam. Seringkali Galantamine diberikan dengan dosis rendah pada awalnya
yaitu 4 mg dua kali sehari untuk beberapa minggu dan dilanjutkan dengan 8
mg dua kali sehari untuk beberapa minggu pengobatan selanjutnya. Meskipun
demikian, beberapa pasien membutuhkan dosis yang lebih besar.
Efek samping yang sering terjadi dari Galantamine adalah mual
(seperenam pasien mengalaminya) , muntah ( lebih dari 10 %), diare (lebih
dari seperdelapan pasien), anoreksia, kehilangan berat badan. Efeks samping
ini umumnya terjadi pada awal pengobatan atau ketika dosis ditingkatkan.
Efek samping yang terjadi umumnya ringan dan bersifat sementara.
Minum Galantamine sesudah makan dan minum dengan air yang cukup akan
mengurangi akibat efek sampingnya. Kurang dari 10 % pasien harus
menghentikan pengobatan karena efek samping.
Tacrine
Salah satu obat yang menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga
meningkatkan kadar asetilkolin. Tacrine memperlambat pemecahan
Asetilkolin. Bila penyakit Alzheimer semakin memburuk, Asetilkolin akan
semakin berkurang kadarnya sehingga tacrine tidak lagi dapat bekerja dengan
baik. Efek samping dari obat tacrine menyebabkan gangguan pada hepar

24
sehingga disarankan untuk dilakukan tes hepar apakah meningkat atau tidak,
bila meningkat, stop pemberian obat.
Dosis adalah 10 mg dibagi untuk empat kali sehari dan dosis maksimal
sebanyak 40 mg dibagi untuk empat kali sehari. Dosis ditingkatkan bila tubuh
merespon dengan baik dan tes hepar normal.
Obat penyerta lainnya :
- Obat Antidepresan : Depresi sering dikaitkan dengan demensia dan
umumnya memburuk tingkat kognitif dan perilaku gangguan.
Antidepresan efektif mengobati gejala kognitif dan perilaku depresi pada
pasien dengan penyakit Alzheimer, namun bukti untuk mereka gunakan
dalam bentuk lain dari demensia adalah yang lemah.
- Obat Anxiolytic: Banyak pasien dengan demensia mengalami gejala
kecemasan. Meskipun benzodiazepin seperti diazepam (Valium) telah
digunakan untuk mengobati kecemasan dalam situasi lain, mereka sering
dihindari karena mereka dapat meningkatkan agitasi pada orang dengan
demensia dan cenderung memperburuk masalah kognitif atau terlalu
menenangkan. Buspirone (BuSpar) sering awalnya mencoba untuk ringan-
sampai sedang kecemasan. Ada sedikit bukti untuk efektivitas
benzodiazepin dalam demensia, sedangkan ada bukti untuk effectivess
antipsikotik (pada dosis rendah).
- Selegiline , obat yang digunakan terutama dalam pengobatan penyakit
Parkinson, muncul untuk memperlambat perkembangan demensia.
Selegiline yang untuk bertindak sebagai antioksidan , mencegah radikal
bebas merusak. Namun, juga bertindak sebagai stimulan, sehingga sulit
untuk menentukan apakah keterlambatan dalam timbulnya gejala
demensia adalah karena perlindungan dari radikal bebas atau ke elevasi
umum aktivitas otak dari efek stimulan.
- Obat antipsikotik : Baik antipsikotik khas (seperti haloperidol) dan
antipsikotik atipikal seperti ( risperidone ) meningkatkan risiko kematian
pada demensia terkait psikosis. Ini berarti bahwa setiap penggunaan obat
antipsikotik untuk demensia terkait psikosis adalah off-label dan hanya

25
harus dipertimbangkan setelah mendiskusikan risiko dan manfaat dari
pengobatan dengan obat ini, dan setelah modalitas pengobatan lain gagal.
Di Inggris sekitar 144.000 penderita demensia yang tidak perlu resep obat
antipsikotik, sekitar 2000 pasien meninggal sebagai akibat dari minum
obat setiap tahunnya.
Walaupun demikian mengingat harganya yang mahal dan harus diberikan seumur
hidup menyebabkan pertimbangan penggunaannya menjadi tidak mudah.
8.1. Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.
Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada
kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres
akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya
disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien
menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan
semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai
dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.2-7
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego
dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. 2-7
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat
membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,
kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi
oleh keluarganya.2-7

26
9. Prognosis
Prognosis dari demensia yang tertangani adalah baik jika masalah yang
mendasari dapat diperbaiki. Prognosis penyakit alzheimer yang merupakan salah
satu penyebab demensia yang paling umum adalah sangat tidak nyaman. Menurut
studi, penyakit alzheimer biasanya berlangsung perlahan-lahan selama delapan
hingga 15 tahun (dapat berkisar dari dua hingga 25 tahun). Saat ini tidak ada obat
bagi alzheimer tapi perawatan yang segera bisa membantu untuk meringankan
banyak gejala dan dapat menunda perkembangan penyakit.8
Prognosis vaskular demensia tergantung pada tingkat kerusakan sebelum
diagnosis dan perawatan lebih lanjut. Ada kerusakan di pembuluh darah otak
demensia adalah tidak reversibel tetapi kerusakan yang lebih parah dapat dicegah
dengan mengambil obat-obatan untuk mengendalikan faktor resiko seperti
tekanan darah tinggi, diabetes dan obat-obatan untuk tinggi kolesterol (statin).
Obat ini tidak membalikkan ada kerusakan otak dan demensia, tetapi lebih rendah
resiko depan stroke dan penyakit jantung yang bisa meningkatkan kerusakan
otak.8

10. Komplikasi
Demensia dapat mempengaruhi berbagai fungsi sistem tubuh dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas sehari-hari. Demensia dapat
menyebabkan beberapa masalah, termasuk: 9
a. Nutrisi Inadekuat
Banyak orang dengan demensia akhirnya akan mengurangi atau
menghentikan makan dan minum. Mereka mungkin lupa untuk makan atau
berpikir mereka sudah makan. Perubahan waktu makan atau gangguan
dilingkungan mereka dapat mungkin mempengaruhi apa yang mereka makan.
Terkadang, demensia lanjutan menyebabkan kehilangan kontrol otot yang
digunakan untuk mengunyah dan menelan. Ini mungkin menempatkan risiko
tersedak atau aspirasi makanan di paru-paru. Jika ini terjadi, dapat memblokir
bernapas dan menyebabkan radang paru-paru (pneumonia). Selain itu, penderita
demensia juga kehilangan perasaan kelaparan dan keinginan untuk makan.

27
Depresi, efek samping pengobatan, konstipasi dan kondisi lain juga dapat
menurunkan nafsu makan.
b. Kurang Kebersihan
Pada demensia sedang dan berat, penderita lambat laun akan kehilangan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas harian secara mandiri. Penderita mungkin
tidak lagi menjadi mampu untuk mandi, berpakaian, menyikat gigi, menyisir
rambut, atau menggunakan toilet sendiri.
c. Kesulitan mengambil obat-obatan
Pengaruh memori terhadap penderita demensia menyebabkan penderita
kesulitan untuk mengingat dan membawa jumlah obat yang benar pada waktunya.
d. Kerusakan kesehatan emosional
Demensia merubah perilaku dan kepribadian. Beberapa perubahan
mungkin disebabkan oleh kerusakan yang sebenarnya terjadi di otak, sedangkan
perilaku dan perubahan kepribadian mungkin reaksi emosional untuk mengatasi
dengan perubahan dalam otak .
e. Kesulitan Berkomunikasi
Dengan berkembangnya demensia, penderita mungkin kehilangan
kemampuan untuk mengingat nama orang dan hal lain. Penderita akan mendapat
kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain atau kesulitan dalam
pemahaman dengan orang lain. Kesulitan berkomunikasi dapat menyebabkan
perasaan gelisah, depresi dan isolasi.
f. Kesulitan Tidur
Penderita mungkin mengalami kesulitan tidur, seperti bangun sangat awal
di pagi hari. Beberapa orang dengan demensia mungkin mengalami gangguan
tidur REM atau mengalami resah saat tidur yang dapat menggangu tidur.
g. Tantangan Keselamatan Pribadi
Karena berkurangnya kapasitas untuk pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah, beberapa situasi sehari-hari dapat menimbulkan masalah
keselamatan bagi orang dengan demensia. Ini termasuk mengemudi, memasak,
jatuh, tersesat.

28
11. Peran dokter umum sebagai dokter keluarga pasien dengan demensia
Banyak kondisi yang dapat menyerupai gejala demensia dan tugas dokter
memastikan bahwa gejala-gejala yang ada memang disebabkan oleh demensia dan
bukan karena disebabkan oleh kondisi lainnya. Bila gejala yang ada disebabkan
oleh sakit lainnya, dokter dapat langsung memberikan tatalaksana yang tepat dan
sesuai. Diagnosis dini dapat membantu keluarga dalam menyusun rencana ke
depannya, bagaimana keluarga bersikap, cara merawat pasien dengan benar, dan
juga yang penting bagaimana menurunkan stres dalam keluarga sendiri. Hal ini
dapat dikonsultasikan pada dokter psikiater.
Masalah pada penderita demensia bukan hanya masalah mudah lupa saja
namun juga timbulnya perubahan emosi dan perilaku yang sering menyertainya.
Perubahan emosi dan perilaku yang sering tampak misalnya depresi, mudah
marah, galak dan mudah memukul, apatis, nampak diam tak mau beraktivitas,
tidak mau merawat diri, mengulang-ulang hal yang sudah dikatakan, bicara
melantur/berbohong ketika ditanya, tidak mau dan tak mampu merawat diri, jam
tidur bangun yang tak sesuai orang normal, takut ditinggal, menjadi tidak tahu
malu, tidak dapat menahan keinginannya, berteriak-teriak, berhalusinasi, curiga
dengan orang lain, dan lain sebagainya. Perubahan emosi dan perilaku ini dikenal
dengan istilah medis BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of
Dementia). BPSD sering kali merupakan sumber stres utama dan terberat bagi
keluarga yang merawat penderita.
Hingga saat ini belum terdapat obat yang dapat menyembuhkan demensia
namun sebetulnya gejala-gejala yang menyertai demensia seperti BPSD sebagian
dapat dikontrol dengan terapi menggunakan obat-obatan klinis sekaligus
dikombinasikan dengan terapi tanpa obat-obatan misalnya dengan melakukan
konseling dan psikoterapi secara teratur terhadap keluarga yang merawat sehingga
kadar stres dapat dikurangi dan pada akhirnya hal ini akan membantu membentuk
sikap keluarga yang positif terhadap penderita.
Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara berdamai dengan
defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah

29
orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta
membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.

12. Peran Keluarga dalam kehidupan sehari-hari pasien demensia


Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal dirumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental
maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia dapat secara aktif
dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari
dan minum obat secara teratur. Ini sangat mambantu dalam menekan laju
kemunduran kognitif yang dialami penderita demensia. Dukungan keluarga
penting bagi penderita demensia. Berikut dukungan yang bisa di berikan untuk
membantu penderita demensia:10
a. Pelajari lebih dalam tentang demensia.
b. Curahkan kasih sayang dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam
menghadapi penderita.
c. Berusaha memahami apa yang diderita penderita.
d. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan
usahakan untuk tidak berdebat dengan penderita.
e. Bantu penderita melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat laun akan
mengalami penurunan. Menjalani mandi, makan, tidur dan aktivitas
lainnya secara rutin, bisa memberikan keteraturan pada penderita.
f. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu
penderita tetap memiliki orientasi.
g. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita yang senang
jalan-jalan.

30
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia,
sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh
anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat
seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan
aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya
Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita
demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada
ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran
adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita
demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui
apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan
gejala yang muncul akibat demensia.10
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia. Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat
terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di
mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini
keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada
di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan
sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan
dan bantu lansia untuk tidur kembali.1

31
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa
disertai gangguan kesadaran. Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur,
perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak, sifat klinisnya dan menurut
klasifikasi PPDGJ-III, DSM-V.
Demensia disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Memperhatikan
faktor penyebab tadi, maka ada beberapa jenis demensia yang dapat ditolong
dengan mengobati penyebabnya walaupun kadang-kadang tidak mempunyai hasil
sempurna. Disamping itu ada jenis demensia yang sampai saat ini belum ada
obatnya, ialah demensia pada Creutzfeldt-Jakob dan AIDS. Sementara itu, untuk
demensia Alzheimer belum ada obat yang benar-benar manjur.
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan pemenuhan kriteria yang
telah ditetapkan/disepakati dalam DSM-V. Untuk itu diperlukan kehati-hatian
dalam melakukan pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang
sangat esensial oleh karena mempunyai nilai prognostik.
Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota
keluarga terdekat. Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan
penyuluhan agar penderita dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Samuels SC, Neugroschl JA. Dementia. Kaplan & Sadocks


Comprehensive Textbook of Psychiatry, Sadock BJ, Sadock VA, edit,
eleventh ed. Lippincott Williams & Wilkins, A Wolter Kluwer Company,
2015, hal.704.
2. Reksodiputro.A.H. Madjid,A. Rachman,A.M. Tambunan,A.S. Nurman,A.
Nasution A.R. Ilmu Penyakit Dalam. Dalam Demensia. Oleh Wasilah
Rochmah, Kuntjoro Harimurti. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta:Interna Publishing,
2009. hal.837-44.
3. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya:
Airlangga University Press, 2005. hal.193
4. Amir N, Pamusu D, Aritonang I, Effendi J, Khamelia, Kembaren L,
Wirasto RT. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK)
Jiwa/Psikiatri. Dalam Demensia. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Indonesia, 2012. hal. 15-18
5. Maslim, Rusdi. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III.
Cetakan 1, Jakarta 2001. hal. 22-6.
6. Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B, Leckman JF. Current diagnosis and
treatment. Lange.2007. hal. 185-90.
7. Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. (1998). Behavioral symptom of
dementia. In Volicer, L., Hurley, A.C. (Eds), Hospice care for patients
with advance progressive dementia. New York: Springer Publishing
Company.

33

Anda mungkin juga menyukai