Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

DEMENTIA
Oleh
NOVIANA HARYUNI (20194010047)
RIZQIYA NINDAR RAHMA DINANTI (20194010161)
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
• Demensia mengacu pada sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan kognitif progresif yang
mengganggu kemampuan untuk berfungsi secara
mandiri.
• Insiden dementia di asia Tenggara jumlah orang
dengan demensia diperkirakan meningkat dari 2,48
juta di tahun 2010 menjadi 5,3 juta pada tahun 2030.
• Demensia sendiri terbagi menjadi beberapa sub tipe
yakni PENYAKIT ALZHEIMER , DEMENSIA VASKULER ,
DEMENSIA LEWY BODY DAN DEMENSIA PENYAKIT
PARKINSON, DEMENSIA FRONTOTEMPORAL.
• Faktor resiko pada dementia dapat berupa hal yang
dapat dimodifikasi mauoun yang tidak bisa
dimodifikasi.  
TINJAUAN
PUSTAKA
DEFINISI
• Demensia adalah sindrom penurunan fungsi
intelektual dibanding sebelumnya yang cukup
berat sehingga mengganggu aktivitas sosial dan
profesional yang tercermin dalam aktivitas hidup
keseharian, biasanya ditemukan juga perubahan
perilaku dan tidak disebabkan oleh delirium
maupun gangguan psikiatri mayor.
(PERDOSSI,2015)
• Demensia mengacu pada sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan kognitif progresif
yang mengganggu kemampuan untuk berfungsi
secara mandiri. (WHO)
EPIDEMIOLOGI
 Pada tahun 2020, akan ada mungkin sekitar
50 juta orang dengan demensia di dunia
(Ferri, 2005)
 Konsensus Delphi mempublikasikan bahwa
terdapat peningkatan prevelansi demensia
sebanyak 10% dibandingkan dengan publikasi
D sebelumnya. Diperkirakan terdapat 35,6 juta
orang dengan demensia pada tahun 2010
dengan peningkatan dua kali lipat setiap 20
tahun, menjadi 65,7 juta di tahun 2030 dan
115,4 juta di tahun 2050 (Ferri, 2005)
 Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalensi demensia di
 Di Asia Tenggara jumlah orang dengan
Indonesia. Namun demikian Indonesia dengan populasi lansia yang
demensia diperkirakan meningkat dari 2,48
semakin meningkat, akan ditemukan kasus demensia yang banyak.
juta di tahun 2010 menjadi 5,3 juta pada
Demensia Vaskuler (DV) diperkirakan cukup tinggi di negeri ini, data
tahun 2030. (Ferri, 2005)
dari Indonesia Stroke Registry 2013 dilaporkan bahwa 60,59 % pasien
stroke mengalami gangguan kognisi saat pulang perawat dari rumah
sakit. (Bappenas,2013)
ETIOLOGI
FAKTOR RESIKO
 Usia, jenis kelamin, genetik dan riwayat penyakit
keluarga, disabilitas intelektual dan sindrom
down adalah faktor risiko tidak dapat
dimodifikasi.
 Faktor yang dapat dimodidikasi adalah faktor
kardiovaskular seperti hipertensi, asam folat dan
vitamin b,statin, dan juga perubahan gaya hidup
. KLASIFIKASI
. KLASIFIKASI
PATOFISIOLOGI
 Penurunan memori adalah gejala utama dari demensia dan mungkin
terjadi bersamaan dengan penyakit yang luas pada beberapa bagian
yang berbeda di cerebrum. Keutuhan bagian-bagian tertentu dari
diencephalon dan bagian inferomedial dari globus temporal adalah
dasar dari kuatnya suatu memori. Pada hal yang sama, penurunan
fungsi bahasa diasosiasikan secara spesifik dengan penyakit yang
menyerang hemisfer cerebrum khsusunya bagian perisylvian dari
frontal, temporal dan globus parietal.
 Hasil gambaran klinis dari penyakit cerebral bergantung pada tingkat
lesi, banyaknya jaringan cerebral yang rusak dan bagian-bagian dari
otak yang menanggung beban dari perubahan patologis. Demensia
tipe generatif biasanya berhubungan dengan penyakit struktural
yang jelas terutama pada cortex serebral tetapi juga dapat terjadi 17
pada diencephalon.

PATOFISIOLOGI
 Pada beberapa penyakit seperti penyakit Alzheimer, proses
utamanya yaitu degenerasi dan kehilangan sel saraf pada
area cortical dan globus medial temporal. Pada penyakit
pick dan demensia frontotemporal primer, atrophy
terutama terjadi pada bagian frontal, temporal atau bahkan
keduanya, kadang-kadang sedikit tidak simetris. Pada
penyakit lain seperti Huntington Chorea, degenerasi sel
syaraf lebih dominan pada caudate nuclei, putamens dan
bagian lain pada ganglia basalis.
 Degenerasi thalamus secara murni jarang dijumpai dan
kemungkinan menjadi dasar dari terjadinya demensia
karena terdapatnya hubungan antara thalamus dengan
cortex serebral khususnya yang berkaitan dengan memori,
bahkan ketika penyakit tertentu mempengaruhi satu bagian
dari cerebrum, area tambahan juga sering ikut terlibat dan
berkonstribusi terhadap terjadinya penurunan mental

PATOFISIOLOGI
 Penyakit arteriosclerotic cerebrovaskular berbeda perjalanannya
dibandingkan dengan penyakit neurodegenerative mengakibatkan
multiple infark sepanjang thalamus, ganglia basal, brain stem,
cerebrum termasuk saraf motor dan sensorik serta area proyeksi
visual maupun area asosiasi. Efek kumulatif dari stroke yang
berulang dapat merusak intelektual. Stroke yang berulang dapat
meningkatkan penyakit secara jelas pada pasien (Multipel infarct
dementia).
 Lesi yang diakibatkan oleh trauma serebral berat dapat
mengakibatkan demensia bila kerusakan terjadi terutama pada
bagian frontal dan temporal, corpus callosum dan thalamus
 Proses inflamasi secara difusi pada serebral menjadi dasar
terjadinya demensia pada syphilis, cryptococcosis, kronik
meningitis dan infeksi virus yang lain seperti AIDS, herpes simpleks
enchepalitis serta subakut subsclerosis panecephalitis. Terdapat
penurunan dari beberapa neuron dan inflamasi menganggu fungsi
neuron secara tetap.

PATOFISIOLOGI
Lansia yang mengalami Demensia dimulai secara bertahap. Beberapa
PERJALANAN perubahan yang sering dialami sebagai bagian dari proses penuaan yang
normal. Dalam tahap ini penderita mengalami kehilanganmemori jangka
PENYAKIT pendek, menjadi depresi dan sering agresif, menjadi disorientasi pada
waktu.

Dalam tahap ini, gajala yang cukup jelas terlihat dan mengganggu
pekerjaan, sosialisasi serta kegiatan sehari-hari adalah menjadi sangat
pelupa terutama kejadian baru yang dialami,

Pada tahan ini tahap akhir, pasien akan kehilangan fungsi serta lebih
ketergantungan pada orang lain seprtisusah untuk makan, sulit untuk
berbicara, tidak dapat mengenali orang atau obyek, berada di kursi roda
ataupun tempat tidur, kesulitan berjalan, memiliki inkontenesia bowel
dan urinary, kesulitan mengerti dan mengiterpretasikan kejadian.
MANIFESTASI
KLINIS
Gangguan Memori
. Gangguan memori merupakan ciri yang awal dan menonjol
pada kasus demensia dimana penderita mengalami
penurunan daya ingat segera dan daya ingat peristiwa jangka
pendek (recent memory – hipokampus) kemudian secara
bertahap daya ingat recall juga mengalami penurunan
(temporal medial dan regio diensephalik). Pasien demensia
tidak mampu untuk belajar tentang hal-hal baru atau lupa
mengenai hal-hal yang baru saja dikenal, dilakukan atau
dipelajari seperti lupa akan janjinya, orang yang baru saja
dijumpai atau tempat yang baru saja dikunjunginya
• Daya ingat penting untuk orientasi terhadap waktu, orang dan tempat.
MANIFESTASI Orientasi dapat terganggu secara progresif selama terjadi perjalanan
penyakit demensia. Pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
KLINIS kembali ke ruangannya setelah pergi dari kamar mandi.
• Afasia yaitu kesulitan dalam menyebutkan nama benda atau orang.
Penderita afasia berbicara samar-samar dengan ungkapan kata-kata yang
. panjang atau dengan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu, seperti
12 “itu”, “apa itu“. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia yang berarti
menirukan apa yang dia dengar atau palilia yang berarti mengulang suara
atau kata terus menerus.
• Apraksia ialah ketidak-mampuan dalam melakukan suatu gerakan meskipun
kemampuan motorik yang diperlukan tetap baik. Penderita mengalami
kesulitan dalam menggunakan benda tertentu atau melakukan gerakan-
gerakan yang telah dikenali misalnya melambaikan tangan.
• Agnosia yaitu ketidak-mampuan penderita dalam mengenali atau
mengindentifikasi suatu benda meskipun fungsi sensoriknya utuh, seperti
penderita tidak dapat mengenali meja ataupun kursi meskipun visusnya atau
penglihatannya baik. Penderita semakin lama semakin tidak mengenal lagi
anggota-anggota keluarganya
PENEGAKKAN
DIAGNOSIS

 Diagnosis klinis demensia ditegakkan berdasarkan riwayat


neurobehavior, pemeriksaan fisik neurologis dan pola gangguan
kognisi. Pemeriksaan biomarka spesifik dari likuor
serebrospinalis untuk penyakit neurodegeneratif hanya untuk
penelitian dan belum disarankan dipakai secara umum di
praktik klinik.
 Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok
yaitu gangguan kognisi dan gangguan non-kognisi.
Keluhan kognisi terdiri dari gangguan memori
terutama kemampuan belajar materi baru
yang sering merupakan keluhan paling dini.
Memori lama bisa terganggu pada demensia
tahap lanjut.

PENEGAKKAN
DIAGNOSIS
KOGNISI
Pasien biasanya mengalami disorientasi di
sekitar rumah atau lingkungan yang relatif
baru. Kemampuan membuat keputusan dan
pengertian diri tentang penyakit juga sering
ditemukan
Keluhan non-kognisi meliputi keluhan
neuropsikiatri atau kelompok behavioral
neuropsychological symptoms of dementia
(BPSD). Gangguan motorik berupa kesulitan
berjalan, bicara cadel dan gangguan gerak
lainnya dapat ditemukan disamping keluhan
kejang mioklonus.
PENEGAKKAN
DIAGNOSIS
NON-KOGNISI

Komponen perilaku meliputi agitasi, tindakan


agresif dan nonagresif seperti wandering,
disihibisi, sundowning syndrome dan gejala
lainnya. Keluhan tersering adalah depresi,
gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi
dan halusinasi.
 Anamnesis
Anamnesis (wawancara) dilakukan pada penderita, keluarga atau pengasuh PENEGAKKAN
yang mengetahui perjalanan penyakit pada pasien. Hal yang penting untuk
diperhatikan pada saat melakukan anamnesis adalah riwayat penurunan
DIAGNOSIS
fungsi terutama fungsi kognitif pada pasien dibandingkan sebelumnya,
mendadak atau progresif lama dan adanya perubahan perilaku kepribadian.
ANAMNESIS
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis
dan pemeriksaan neuropsikologis.

a. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan medis umum atau status interna
seperti yang dilakukan dalam praktek klinis.
b. Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk membedakan proses degeneratif
primer atau sekunder dan kondisi komorbid lainnya. Pasien Demensia
PENEGAKKAN
Alzheimer onset awal pada umunya memiliki pemeriksaan neurologis DIAGNOSIS
yang normal. Kelainan hanya didapatkan pada status mental pasien.
Gejala tambahan spesifik selain status mental dapat mengarah ke suatu PEMERIKSAAN
diagnosis tertentu. Peningkatan tonus otot dan bradikinesia dengan tidak
adanya gejala tremor mengarah pada dementia Lewy’s Body. Refleks FISIK
asimetris, defisit lapang pandang dan lateralisasi mengindikasikan
dementia vaskuler. Myoklonus sugesti pada Creutzfeldt-Jakob. Neuropati
perifer dapat mengarah pada toksin dan enselopati metabolik.
Pemeriksaan pendengaran dan visus penting untuk dilakukan karena
dapat mempengaruhi pemeriksaan MMSE (Sorbi et al, 2012).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis
dan pemeriksaan neuropsikologis.

c.Pemeriksaan neuropsikologis meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa,


kalkulasi, praksis, visuospasial dan visuoperceptual. Mini Mental State
Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan awal
yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai efektivitas
PENEGAKKAN
pengobatan dan untuk menentukan progresivitas penyakit. Nilai normal DIAGNOSIS
MMSE adalah 24-30. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan pada
penderita dengan nilai MMSE kurang atau dibawah dari 27 terutama pada PEMERIKSAAN
golongan berpendidikan tinggi. Pemeriksaan aktifitas harian dengan
pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL) dan instrumental Activity of Daily FISIK
Living (IADL) dapat pula dilakukan. Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi 23
olehtingkat pendidikan, sosial dan budaya (Asosiasi Alzheimer Indonesia,
2003).
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk penegakkan demensia meliputi pemeriksaan


laboratorium, pencitraan otak, elektro ensefalografi dan pemeriksaan genetika.
a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah lengkap termasuk elektrolit,
fungsi ginjal, fungsi hati, hormon tiroid dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan
HIV dan neurosifilis pada penderita dengan resiko tinggi. Pemeriksaan PENEGAKKAN
cairanotak bila terdapat indikasi.
b. Pemeriksaan pencitraan otak Pemeriksaan ini berperan untuk menunjang DIAGNOSIS
diagnosis, menentukan beratnya penyakit serta prognosis. Computed
Tomography (CT) – Scan atau Metabolic Resonance Imaging (MRI) dapat PEMERIKSAAN
mendeteksi adanya kelainan struktural sedangkan Positron Emission
Tomography (PET) dan Single Photon Emission Tomography (SPECT) PENUNJANG
digunakan untuk mendeteksi pemeriksaan fungsional. MRI menunjukkan
kelainan struktur hipokampus secara jelas dan berguna untuk membedakan
demensia alzheimer dengan demensia vaskular pada stadium awal.
c. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG tidak
menunjukkan adanya kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut ditemukan
adanya perlambatan umum dan kompleks secara periodik.
TATALAKSANA

FARMAKOLOGI NON-FARMAKOLOGI
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
FARMAKOLOGI
TATALAKSANA
FARMAKOLOGI
TATALAKSANA
FARMAKOLOGI
GANGGUAN
PERILAKU
FOLLOW UP
 RAWAT INAP
Jika pasien yang depresi tidak menunjukkan respon terhadap
pengobatan atau depresi berat (seperti mencoba untuk membunuh diri),
terapi elektrokonvulsif diindikasikan. Pada demensia yang terus
berlanjut, perubahan perilaku yang lebih berat seperti agitasi, agresi,
berjalan tanpa arah jelas, gangguan tidur dan perilaku seksual yang
abnormal diobservasi. Sebaiknya pasien ditempatkan di institusi khusus
apabila masalah perilaku tidak terkawal, aktivitas harian sangat
memerlukan bantuan atau penjaga tidak lagi mampu menjaga pasien. 2.

 RAWAT JALAN
Follow up yang reguler setiap 4-6 bulan direkomendasikan untuk menilai
kondisi umum pasien dan gejala kognitif. Pengobatan faktor resiko
seperti hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes melitus juga
memerlukan perhatian khusus.

TATALAKSANA
FARMAKOLOGI
Non-Medikamentosa
• Memperbaiki memori The Heart and Stroke Foundation of Canada
mengusulkan beberapa cara untuk mengatasi defisit memori dengan
lebih baik
• Membawa nota untuk mencatat nama, tanggal, dan tugas yang perlu
dilakukan. Dengan ini stres dapat dikurangkan.
• Melatih otak dengan mengingat kembali acara sepanjang hari
sebelum tidur. Ini dapat membina kapasiti memori 21
• Menjauhi distraksi seperti televisyen atau radio ketika coba
memahami mesej atau instruksi panjang.
• Tidak tergesa-gesa mengerjakan sesuatu hal baru. Coba merencana
sebelum melakukannya.
• Banyak besabar. Marah hanya akan menyebabkan pasien lebih sukar
untuk mengingat sesuatu. Belajar teknik relaksasi juga berkesan.
• Diet Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat peningkatan resiko
demensia vaskular berhubungan dengan konsumsi lemak total.
Tingkat folat, vitamin B6 dan vitamin B12 yang rendah juga
TATALAKSANA berhubungan dengan peningkatan homosisteine yang merupakan
faktor resiko stroke
NON-
FARMAKOLOGI
Prognosis dementia kurang baik karena penyakit ini
mengganggu pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari sehingga memengaruhi kualitas hidup,
ekonomi, sosial, dan fungsi pasien.
Selain itu, dementia juga berhubungan dengan
berbagai komplikasi seperti delirium, infeksi saluran
kemih, ulkus dekubitus, dehidrasi pneumonia, dan
penyakit jantung. Pasien berisiko lebih tinggi untuk
mengalami depresi, bahkan bunuh diri.

PROGNOSIS
Berdasarkan beberapa penelitian, demensia vaskular
dapat memperpendek jangka hayat sebanyak 50%
pada lelaki, individu dengan tingkat edukasi yang
rendah dan pada individu dengan hasil uji neurologi
yang memburuk Penyebab kematian adalah
komplikasi dari demensia, penyakit kardiovaskular
dan berbagai lagi faktor seperti keganasan.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai