Anda di halaman 1dari 18

NYERI KEPALA SEKUNDER

1. Definisi
Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang disebabkan oleh
gangguan lain. Nyeri kepala baru yang terjadi yang sementara memiliki
kaitan yang erat dengan gangguan lain yang merupakan penyebab sakit
kepala yang telah diketahui, yang dikodekan memiliki kaitan dengan
gangguan tersebut.4
Kriteria diagnosis untuk nyeri kepala sekunder, yaitu:4
1. Nyeri kepala dengan satu atau lebih karakteristik di bawah ini, dan
memenuhi kriteria C dan D
2. Gangguan lain yang telah diketahui yang dapat menjadi penyebab
sakit kepala tersebut
3. Nyeri kepala yang terjadi dalam sementara memiliki kaitan yang
erat terhadap suatu gangguan lain dan / atau telah terdapat bukti
memiliki hubungan sebab akibat.
4. Nyeri kepala yang berkurang atau hilang dalam 3 bulan (mungkin
lebih singkat pada beberpa gangguan) setelah pengobatan atau remisi
spontan dari penyebab yang mendasari.
Nyeri kepala sekunder (yaitu sakit kepala yang disebabkan oleh
kondisi lain) harus dipertimbangkan pada pasien dengan sakit kepala onset
baru atau sakit kepala yang berbeda dari sakit kepala yang biasa mereka alami.
Sebuah studi observasi telah menyoroti tanda-tanda peringatan berikut atau
bendera merah (red flags) yang berpotensi menjadi sakit kepala sekunder yang
memerlukan investigasi lebih lanjut.5
Gejala bendera merah (Red flags), yaitu:5
– Baru terjadi atau terjadi perubahan pada nyeri kepala pada pasien
usia > 50 tahun
– Thunderclap: intensitas puncak nyeri kepala yang sangat singkat
(beberapa detik sampai 5 menit)

1
– Gejala neurologi fokal (misal kelemahan tungkai, aura < 5 menit
atau > 1 jam)
– Gejala neurologi non fokal (missal, gangguan kognitif)
– Perubahan pada frekuensi nyeri kepala, karakteristik ataupun gejala
yang menyertai
– Pemeriksaan neurologi yang abnormal
– Nyeri kepala yang merubah sikap tubuh, nyeri kepala yang membuat
pasien terbangun (Migrain merupakan penyebab tersering nyeri
kepaladi pagi hari)
– Nyeri kepala yang dicetuskan oleh latihan fisik atau maneuver
valsava (seperti batuk, tertawa, atau kegiatan yang memaksa), pasien
dengan faktor risiko terjadinya thrombosis sinus vena cerebral
– Nyeri tertentu pada rahang atau gangguan penglihatan, kaku kuduk,
demam, nyeri kepala yang baru terjadi pada pasien dengan riwayat
HIV
– Nyeri kepala yang baru terjadi pada pasien dengan riwayat kanker

Telah dikembangkan mnemonic "SNOOP T" oleh para peneliti yang


dapat digunakan sebagai pengingat dari bendera merah (red flags) di pusat
pelayanan kesehatan primer yang mungkin menunjukkan potensi sakit kepala
lebih serius sebagai nyeri kepala sekunder.6

Gambar 1. Instrument SNOOP T6,7

2
2. Klasifikasi
Berdasarkan The International of Headache Disorders edisi 2 tahun
2004 (ICHD - 2), klasifikasi nyeri kepala sekunder dibagi atas:5,8
1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau leher
2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau
servikal
3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler intracranial
4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawal nya
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostasis
7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaiatan dengan kelaianan
kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
fasial atau cranial lainnya.
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik.

2.1 Nyeri Kepala yang Berkaitan dengan Trauma Kepala dan/ atau Leher
2.1.1 Definisi
Hubungan antara nyeri kepala dan trauma pada kepala atau leher
lebih mudah ditegakkan bila nyeri kepala tersebut terjadi seketika atau
pada hari-hari pertama setelah trauma. Sebaliknya, sangat lebih sulit
bila nyeri kepala muncul beberapa minggu atau bulan pasca trauma,
khususnya bla mayoritas dari nyeri kepala ini memiliki pola yang sama
dengan nyeri kepala tipe tension (tension type headache). Faktor
mekanik seperti posisi kepala pada saat terbentur, rotasi atau landai
meningkatkan risiko terjadinya nyeri kepala pasca trauma.5
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan The International of Headache Disorders edisi 2
tahun 2004 (ICHD - 2), klasifikasi nyeri kepala yang berkaitan dengan
trauma kepala dan/ atau leher dibagi atas:5,8
a. Nyeri kepala akut pasca trauma
1) Nyeri kepala akut pasca trauma berkaitan dengan trauma kapitis
sedang atau berat

3
Kriteria diagnostik:
A. Nyeri kepala, tidak khas, memenuhi criteria C dan D.
B. Terdapat trauma kepala dengan sekurang-kurangnya satu
keadaan dibawah ini:
1. Hilang kesadaran selama > 30 menit
2. Glasgow Coma Scale (GCS) < 13
3. Amnesia pasca trauma berlangsung > 48 jam
4. Imaging mengambarkan adanya suatu lesi otak
traumatic (hematoma serebri, perdarahan intraselebral
dan atau subarachnoid, kontusio serebri dan/ atau
fraktur tulang tengkorak)
C. Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala
atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali.
D. Terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini:
1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma
kepala
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan
sejak trauma kepala.

2) Nyeri kepala akut pasca trauma berkiatan dengan trauma


kapitis ringan
Kriteria diagnostik:
A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.
B. Trauma kepala dengan semua keadaan dibawah ini:
1. Tidak disertai hilangnya kesadaran, atau kesadaran
menurun < 30 menit
2. Glasgow Coma Scale (GCS) ≥ 13
3. Gejala dan / atau tanda-tanda diagnostik dari trauma
kapitis ringan (concussion)
C. Nyeri kepala timbul dalam 7 hari setelah trauma kepala.
D. Terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini:

4
1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah
trauma kepala.
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan
sejak trauma kepala.
Trauma kepala ringan dapat memunculkan gejala
kognitif yang kompleks, gangguan perilaku atau kesadaran dan
GCS ≥ 13. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa abnormalitas
dari pemeriksaan neurologis, neuroimaging (CT scan, MRI),
EEG, pemerikaan LCS, tes fungsi vestibular dan test
neuropsikologis.5

3) Nyeri kepala kronik pasca trauma


Nyeri kepala kronik pasca trauma biasanya merupakan
bagian dari sindrom pasca trauma yang termasuk berbagai jenis
gejala seperti gangguan keseimbangan, konsentrasi yang lemah,
berkurangnya kemampuan bekerja, iritabilitas, mood depresif,
gangguan tidur dan lainnya.5,8
Nyeri kepala kronik pasca trauma berkaitan dengan trauma
kapitis sedang atau berat
Kriteria diagnostik:
A. Nyeri kepala, tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.
B. Terdapat trauma kepala dengan sekurang-kurangnya satu keadaan
dibawah ini:
1. Hilang kesadaran selama > 30 menit
2. Glasgow Coma Scale (GCS) < 13
3. Amnesia pasca trauma berlangsung > 48 jam
4. Imaging mengambarkan adanya suatu lesi otak traumatic (hematoma
serebri, perdarahan intraselebral dan atau subarachnoid, kontusio
serebri dan/ atau fraktur tulang tengkorak)
C. Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala atau sesudah
kesadaran penderita pulih kembali.
D. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala.

5
2.2 Nyeri kepala kronik berkaitan dengan trauma kapitis ringan
Kriteria diagnostik:
A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.
B. Trauma kepala dengan semua keadaan dibawah ini:
1. Tidak disertai hilangnya kesadaran, atau kesadaran menurun < 30
menit
2. Glasgow Coma Scale (GCS) ≥ 13
3. Gejala dan / atau tanda-tanda diagnostik dari trauma kapitis ringan
(concussion)
C. Nyeri kepala timbul dalam 7 hari setelah trauma kepala.
D. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala.

2.3 Nyeri kepala akut yang berkaitan dengan whiplash injury


Kriteria diagnostik:
A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.
B. Adanya kejadian whiplash secara mendadak disertai timbulnya nyeri leher.
C. Nyeri kepala muncul dalam 7 hari sesudah whiplash injury.
D. Terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini:
1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah whiplash injury.
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah whiplash
injury.
Istilah whiplash biasanya merujuk pada kejadian tiba-tiba dari akselerasi
dan/ atau deselarasi dari leher (biasanya terjadi pada kebanyakan kasus
kecelakaan). Manifestasi klinis mencakup gejala dan tanda yang berhubungan
dengan leher, seperti somatik ekstraservikal, neurosensoris, perilaku, gangguan
kognitif dan afektif yang mana muncul dala berbagai ekspresi.5,8

2.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma intracranial traumatic


2.4.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma epidural
Kriteria diagnostik:

6
A. Nyeri kepala akut, nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan
D.
B. Imaging menggambarkan adanya hematoma epidural.
C. Nyeri kepala timbul dalam beberapa menit sampai 24 jam setelah
terjadinya hematoma.
D. Terdapat salah satu atau lebih keadaan dibawah ini:
1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah hematoma
dievakuasi.
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah
hematoma dievakuasi.

2.4.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma subdural


Kriteria diagnostik:
A. Nyeri kepala akut/ progresif, nyeri kepala tidak khas, memenuhi
kriteria C dan D.
B. Imaging menggambarkan adanya hematoma subdural.
C. Nyeri kepala timbul dalam 24 – 72 jam setelah terjadi hematoma.
D. Terdapat satu atau lebih dari keadaan di bawah ini:
1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah hematoma
dievakuasi.
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah
hematoma dievakuasi.

2.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau leher
yang lainnya.
Kriteria diagnostik:
A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.
B. Ada bukti kejadian, trauma kepala dan/ atau leher yang lainnya.
C. Nyeri kepala di temporal berhubungan dengan, dan/ atau adanya bukti
kejadian trauma kepala dan/ atau leher yang lainnya.

7
D. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:
1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala
dan/ atau leher yang lainnya
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah
trauma kepala dan/ atau leher yang lainnya.
2.6 Nyeri kepala pasca kraniotomi
Kriteria diagnostik:
A. Intensitas nyeri kepala yang bervariasi, dengan lokasi nyeri maksimal di
daerah kraniotomi, memenuhi kriteria C dan D.
B. Kraniotomi dilakukan sebagai alasan trauma kepala dan lainnya.
C. Nyeri kepala timbul dalam 7 hari setelah kraniotomi.
D. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:
1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah kraniotomi.
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan, setelah
kraniotomi.

3. Patofisiologi
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat
bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah
seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nucleus trigeminoservikalis yang merupakan
nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas.
Semua aferen nosiseptif dari trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus dan saraf
dari C1 – C3 beramifikasi pada grey matter area ini.9

8
Daerah sensitive terhadap nyeri kepala dapat di bagi menjadi 2 bagian,
yaitu: intracranial dan ekstrakranial. Intracranial yaitu sinus venosus, vena
korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah
serta posterior. Ekstrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala,
bagian dari orbuta, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga
tengah dan luar, gigi dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif nyeri
adalah parenkim otak, ventrikuler ependima dan pleksus koroideus.9
Perubahan organik memainkan peranan penting dalam pathogenesis nyeri
kepala pasca trauma, meskipun secara spesifik masih belum diketahui dengan
jelas. Setelah kejadian trauma kepala baik trauma kepala ringan ataupun berat,
terjadi kerusakan serabut saraf dan degenerasi serabut saraf dengan jelas.
Sirkulasi serebral juga biasanya tidak normal setelah trauma kepala. Pada
beberapa pasien, sirkulasi serebral menjadi lambat untuk beberapa bulan atau
bahkan tahun setelah trauma kepala dan hal ini menyertai symptom
postconcussion.10

Gambar 1. Perubahan otak selama hiperfleksi dan hiperekstensi11

Disfungsi dari neurological pada trauma kepala disebabkan oleh akselerasi


atau deselerasi otak. Gaya rotasi menyebabkan cedera yang signifikan memalui
kerusakan akson. Hal ini dapat menjelaskan mengapa trauma dengan kepala
yang bebas (misalnya pada kecelakan mobil) lebih menyebabkan kerusakana
bila dibandingka dengan trauma pada kepala yang terfiksir (misalnya pada
cedera ketika berolahraga).10

9
Akhir-akhir ini, terdapat beberapa bukti yang telah dikumpulkan yang
mendukung basis neurokimia untuk nyeri kepala migraine, dan kemungkinan
nyeri kepala pasca trauma juga memiliki mekanisme yang sama dengan hal
tersebut. Neuropeptida ditemukan dalam serabut saraf perivaskuler dan
memelihara homeostasis dari sirkulasi serebral. Neuropetida tersebut
bermanifestasi pada serabut saraf ujung perivaskular dari pembuluh darah
serebral, yang mana beraksi sebagai neurotransmitter, termasuk neuropeptida
Y, substansi P, gen kalsitonin berkaitan peptide, polipeptida vasoaktif. Hal ini
diyakini bertanggung jawab terhadap vasokonstriksi dan vasodilatasi serebral
dan transimisi dari nosiseptor yang menstimulasi sistem saraf pusat. Hal ini
muncul akibat kejadian kaskade neurokimia yang terjadi setelah trauma kepala,
termasuk disfungsi yang dimediasi kalsium, pelepasan neurokimia yang
berkaitan dengan transmisi neuromodulator dan gangguan pada transportasi
aksopalsmik.10

Gambar 2. Rotasi dari hemisfer otak disekitar batang otak11

4 Penegakan Diagnosis
Sindrom nyeri kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat
umum yang mengikuti trauma kepala atau leher. Nyeri kepala ini dapat
sembuh sendiri dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada
kebanyakan pasien, terutama mereka dengan trauma yang lebih berat, sakit
kepala mungkin menjadi masalah selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau

10
seumur hidup. Jika sakit kepala berkembang dalam waktu 2 minggu dari
kejadian tersebut, dan bertahan selama lebih dari beberapa bulan, kita akan
menganggap hal ini menjadi fase kronis sindrom sakit kepala pasca-trauma.
Kadang-kadang, pasien tidak menyadari nyeri kepala pasca-trauma sampai
beberapa bulan setelah cedera, tetapi sakit kepala biasanya dimulai dalam
hitungan jam atau hari dari kecelakaan.12
Terdapat beberapa gejala yang sering menyertai sindrom nyeri kepala
pasca-trauma. Ini cenderung serupa pada kebanyakan pasien. Mereka
mencakup beberapa atau semua hal berikut: konsentrasi yang buruk, menjadi
mudah marah, kepekaan terhadap kebisingan atau lampu yang terang
(fotofobia), depresi, pusing atau vertigo, tinnitus, masalah memori, kelelahan,
insomnia, kurangnya motivasi, penurunan libido, kegelisahan atau kecemasan,
iritabilitas, menjadi mudah frustrasi, dan penurunan kemampuan untuk
memahami isu-isu kompleks. Sindrom nyeri kepala pasca-trauma berkisar dari
ringan sampai berat dan sering mengganggu kehidupan seseorang. Hal ini
kemudian menjadi lingkaran setan bagi pasien, dengan stres psikologis lebih
yang ditempatkan pada pasien karena kesulitan di tempat kerja dan di rumah.12
Secara khusus, pertanyaan mengenai riwayat yang berkaitan dengan
tiga fenomena utama: cedera otak, trauma tengkorak atau adneksa tengkorak
(kerusakan kepala atau struktur di kepala tetapi di luar otak), dan akselerasi /
deselerasi servikal (CAD) (disebut whiplash injury). 13
Salah satu petunjuk utama untuk pemeriksa berhubungan dengan asal-
usul nyeri kepala harus datang dari profil yang membangun gejala sakit kepala,
serta riwayat sebelum cedera kepala. Hanya karena seseorang memiliki sakit
kepala pra-cedera tidak berarti bahwa ia tidak bisa mengembangkan berbagai
jenis sakit kepala atau memburuknya kondisi pra-luka setelah trauma.
Pertanyaan utama berhubungan terhadap profil sakit kepala yang perlu
ditanyakan dinyatakan dalam mneumonia “COLDER”: Character, Onset,
Location, Duration, Exacerbation, and Relief. Deskripsi lainnya termasuk
frekuensi, keparahan, gejala yang berhubungan, dan ada / tidaknya aura, derajat
kecacatan fungsional yang berhubungan dengan episode sakit kepala, serta
waktu pada saat nyeri kepala muncul, hal ini semua penting sebagai parameter

11
untuk menanyakan tentang hal tersebut. Pemeriksaan fisik yang memadai
sangat penting untuk diagnosis yang tepat dan harus meliputi inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi yang sesuai. Pemeriksaan neurologis harus menjadi inti
dari penilaian ini, bagaimanapun, pemeriksaan yang adekuat dimulai dari
pemeriksaan tengkorak dan struktur leher.13
Neuroimaging umumnya tidak diperlukan untuk pasien dengan nyeri
kepala primer (misalnya migrain atau kronis), namun biasanya diindikasikan
untuk nyeri kepala sekunder (misalnya terkait dengan patologi yang
mendasari).14

Tabel 2.1 Parameter neuroimaging pada pasien dengan nyeri kepala14


Emergent neuroimaging "Thunderclap" headache with abnormal neurological
recommended exam
Neuroimaging recommended to Headache accompanied by signs of increased
determine if it is safe to do intracranial pressure
lumbar puncture Headache accompanied by fever and nuchal rigidity

Neuroimaging should be Isolated "thunderclap" headache


considered Headache radiating to neck
Temporal headache in an older individual
New onset headache in patient who is
- HIV positive
- has a prior diagnosis of cancer
- is in a population at high risk for intracranial
disease
Headache accompanied by abnormal neurological
examination, including papilledema or unilateral loss
of sensation, weakness, or hyperflexia
Neuroimaging not usually Migraine and normal neurological exam
warranted
No recommendation (Some Headache worsened by Vasalva maneuver, wakes
evidence for increased risk of patient from sleep, or is progressively worsening
intracranial abnormality, not
sufficient for recommendation)
No recommendation (insufficient data) Tension type headache and normal
neurological exam

Secara umum, MRI dianggap lebih unggul dari pada CT-scan untuk
mengevaluasi parenkim otak, dan CT-scan dianggap unggul dari MRI untuk
mengevaluasi perdarahan subarachnoid. Namun, karena CT-scan lebih cepat dan
lebih tersedia, maka harus dilakukan pada evaluasi emergensi pada pasien dengan
onset mendadak, sakit kepala " thunderclap " atau sakit kepala terburuk dalam
hidup mereka.14

12
Gambar 2.4 Subarachnoid hemorage. (A), CT-scan non kontras, menampilkan
Subarachnoid hemorage (ditunjuk oleh tanda panah). (B), CT-
angiogram, yang menampilkan aneurisma (ditunjuk tanda panah)
dari arteri communicans anterior sebagai penyebab perdarahan.14

Tabel 2.2 Algoritma pemilihan modalitas neuroimaging pada pasien dengan


nyeri kepala14

FOR PATIENTS PRESENTING WITH:


- Worst headache of life
- Sudden, severe “thunderclap” headache
An emergent non-contrast head CT scan should be obtained. If it shows:
- Subdural hematoma, patient requires surgical evaluation.
- Subarachnoid or intraparenchymal hemorrhage, further neuroimaging is warranted.
- CT angiography for suspected vascular malformations or aneurysms.
- MRI for suspected cerebral amyloid angiopathy or brain neoplasms.
- CT venography for suspected cerebral venous sinus thrombosis.
- A mass lesion, proceed with a brain MRI.
- No lesion to explain the headache, obtain an MRI. Consider additional tests such as CT
angiography, MR angiography, transcranial Doppler ultrasound, or lumbar puncture.

FOR PATIENTS PRESENTING WITH:


- New headache with focal neurological symptoms or abnormal neurological exam.
- Headache with fever and/or nuchal rigidity.
- Headache with signs of increased intracranial pressure.
- Progressively worsening headache.
- New onset headache in patients with known underlying brain lesion or systemic illness
that predisposes to intracranial pathology (e.g. HIV, TB, cancer).

CT scan is performed only for urgent clinical indications to:


- Exclude midline shift prior to lumbar puncture.
- Evaluate for hydrocephalus.
MRI is the preferred modality; discuss with neuroradiologist to optimize protocol.
- Intravenous contrast for inflammatory, infectious, neoplastic, and demyelinating conditions.
- Gradient echo sequences for intracranial hemorrhage.
- MR-angiography for vascular diseases.

13
- Fat-suppressed T1 axial images for cerebral artery dissection.
- MR-spectroscopy for brain neoplasms.
Additional neuroimaging may be warranted based upon the initial imaging findings.

Pada pasien dengan cedera kepala ringan yang disertai dengan sakit kepala
yang terus menerus, ataupun muntah merupakan indikasi untuk pemeriksaan CT-
Scan kepala. Berdasarkan NICE, 2007, kriteria bagi pasien yang mengalami
cedera kepala untuk mendapatkan CT-Scan kepala segera adalah:15
- GCS < 13 pada pemeriksaan awal di IGD
- GCS < 15 pada 2 jam pertama setelah kejadian pada pemeriksaan di
IGD
- Curiga terdapat fraktur terbuka atau fraktur depress
- Terdapat tanda-tanda fraktur basis crania (haemotympanum, raccoon
eyes, battle’s sign, rhinorea atau otorrhea).
- Kejang post trauma
- Defisit fokal neurologi
- Lebih dari 1 kali episode muntah
- Amnesia > 30 menit

5 Penatalaksanaan
Pilihan terapi tergantung pada jenis sakit kepala yang sedang dirawat.
Prinsip pengobatan untuk mengobati nyeri kepala typer tension pasca trauma
adalah menggunakan anti-inflamasi dalam situasi pasca-trauma, untuk
membantu mengatasi rasa sakit di leher atau tulang belakang yang
menyertainya. Relaksan otot juga bermanfaat pada nyeri kepela rutin tipe
tension, karena spasme otot servikal. 12
Anti-inflamasi yang khas termasuk aspirin, ibuprofen, dan naproxen.
Relaksan otot seperti Flexeril atau Robaxin sering membantu, tetapi rasa lemah
selalu masalah pada pengobatan dengan kelas ini. Terapi untuk nyeri kepala
pasca-trauma dengan tipe migren mengikuti pedoman yang sama seperti untuk
sakit kepala migrain rutin. Obat antiemetik sangat membantu bagi banyak
pasien.12

14
Obat pencegahan untuk neyri kepala pasca-trauma dapat diberikan
selama 2 sampai 3 minggu pertama dari periode pasca-trauma, obat- obat
seperti anti-inflamasi biasanya digunakan. Kebanyakan pasien tidak
memerlukan obat-obatan pencegahan harian, dan sakit kepala pasca-trauma
akan terus menurun dari waktu ke waktu. Namun, setelah periode awal, jika
nyeri kepala tetap sering muncul (setidaknya satu atau dua kali per minggu)
pasien dapat mengambil manfaat dari pengobatan profilaksis.12
Obat preventif paling umum digunakan untuk nyeri kepala pasca-
trauma adalah antidepresan, terutama amitriptyline (Elavil) atau nortriptyline
(Pamelor), dan beta blockers. Obat anti-inflamasi dapat juga memiliki tujuan
ganda, berfungsi baik sebagai penghilang gejala dan preventif. Antidepresan
yang beersifat sedatif, terutama amitriptyline, seringkali mengurangi sakit
kepala harian, migrain, dan insomnia.13
Meskipun pilihan pertama untuk pengobatan pencegahan dalam situasi
pasca-trauma biasanya antidepresan dan / atau beta blocker, obat alternatif
lainnya dapat dimanfaatkan. Blocker kalsium (verapamil) yang digunakan
untuk migrain sebagai terapi lini pertama. Valproate (Depakote), methysergide
(Sansert), dan MAO inhibitor (phenelzine) digunakan bila obat- obat lini
pertama tersebut belum berhasil.Pemberian DHE secara intravena,dapat
digunakan berulang-ulang dan sangat berguna untuk neyri kepala berat pasca-
trauma. (Robin headache clinic, MHI post trauma).13
Biofeedback yang dikombinasi dengan obat-obatan memberikan
manfaat yang besar pada sejumlah pasien. Konsep dasar dari biofeedback
adalah untuk mengizinkan pasien menggunakan teknik relaksasi untuk
melepaskan otot yang tegang dan membawanya ke bawah kontrol yang
volunter. Electromyograph biofeedback untuk otot-otot spesifik dan thermal
biofeedback untuk komponen pembuluh darah yang biasa digunakan pada
teknik relaksasi.10
CBT atau modifikasi perilaku juga diperlukan bagi pasien nyeri kepala
pasca trauma. Banyak pasien yang hanya membutuhkan dukungan, edukasi dan
bantuan seseorang dalam menata kembali kontigensi eksternal dalam hidupnya.
Beberapa lainnya membutuhkan intervensi, dimana beberapa diantaranya

15
membutuhkan psikoterapi jangka panjang. Beberapa masalah yang termasuk
dalam terapi nyeri kepala pasca trauma ini adalah depresi, ansietas, frustasi,
ekspektasi yang berlebihan, rasa marah, rasa sedih dan kehilangan.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Hubungan Antara Topis dan Volume Massa Intrakanial dengan


Lokasi dan Intensitas Nyeri Kepala. Available from:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/29019337?extension=pdf
&ft=1355325427&lt=1355329037&uahk=wqy/k/s8kEJpr85hyAnFJZGHzh0.

16
2. Pondok Indah Health Group. Nota Sehat Nyeri Kepala Kapan Harus
Diwaspadai?. Available fom: http://rspondokindah.co.id/rspi/Download-
document/322-Nota-Sehat-Nyeri-Kepala-Kapan-Harus-DIwaspadai-97-
KB.html.

3. Dodick DW. 2003. Proceddings Clinical Clues and Clinical Rules: Primary vs
Secondary Headache. Adv Stud Med. 2003; 3 (6C): S440- S555.

4. International Headache Society. 2004. Cephalgia The International


Classification of Headache Disorder. 2nd Edition. An International Journal
of Headache Volume 24 Supplement 1 2004.

5. SIGN. 2008. Diagnosis and Management of Headache in Adults 107 A


National clinical Guidelines. Available from:
www.sign.ac.uk/guidelines/published/numlist.html.

6. Bryans R, Decina P, Marcoux H et all., 2012. Clinical Practice Guideline for


the Management of Headache Disorders in Adults. Guidelines Development
Committee (GDC) of the Canadian Chiropractic Association and the
Canadian Federation of Chiropractic Regulatory and Education Accrediting
Boards, Clinical Practice Guidelines Project (The CCA·CFCREAB-CPG).

7. Sitanggang S. Nyeri Kepala Sekunder Power Point. Bagian Neurologi RS


PGI Cikini Jakarta.

8. PERDOSSI. 2010. Konsensus Nasional III Diagnostik dan Penatalaksanaan


Nyeri Kepala. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP) Airlangga:
Surabaya.

9. Browndyke JN. 2002. Mild Head Injury and Posttraumatic Headache.


www.neuropsychologycentral.com p: 1-7.

10. Parker RS. 2001. Physical Principles and Neurotrauma In: Concussive Brain
Trauma Neurobehavioral Impairment and Maladaption. CRC Press. New
York Washington DC. P: 71-97.

11. Robbims L. 2000. Post Traumatic Headache. Available from:


http://www.headachedrugs.com/archives/post_traumatic.html.

12. Zasler ND. 2011. Post-Traumatic Cephalalgia: Perspectives on a Major Pain.


International Brain Injury Association. Available from:
http://www.internationalbrain.org/?q=node/157.

13. Miller JC, Lee SI. 2006. Radiology Rounds Neuroimaging for Headache.
Volume 4, Issue 10, October 2006.

14. NICE. 2007. Head Injury Triage, Assessment, Investigation And Early
Management of Head Injury In Infants, Children and Adults. London.

17
18

Anda mungkin juga menyukai