Anda di halaman 1dari 19

Referat

Sindrom Depersonalisasi dan Derealisasi

Disusun Oleh:

Jennifer Finnalia Husin, S.Ked 04084821820023


Masayu Shavira Ramadhani S, S.Ked 04084821820034
M. Ikmal Bin Md Shahrom, S.Ked 04084821921123

Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, M.Kes

BAGIAN / DEPARTEMEN PSIKIATRI


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat:
Sindrom Depersonalisasi dan Derealisasi

Oleh:

Jennifer Finnalia Husin, S.Ked 04084821820023


Masayu Shavira Ramadhani S, S.Ked 04084821820034
Muhammad Ikmal Bin Md Shahrom, S.Ked 04084821921123

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang periode 24 Juni – 29 Juli 2019.

Palembang, Juni 2019

dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan referat yang berjudul ”Sindrom Depersonalisasi dan Derealisasi”
Refrat ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen
Psikiatri RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepadadr. Abdullah Sahab, SpKJ, Mkes selaku
pembimbing kami yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
referatini.
Dalam hal ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan referatini. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Derealisasi adalah perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak sesuai dengan
kenyataan, misalnya segala sesuatu yang dialaminya seperti dalam mimpi. Ini dibedakan
dari kesadaran yang berubah.1
Gangguan derealisasi tanpa adanya depersonalisasi pada orang dewasa menurut
DSM-IV-TR merupakan contoh dari gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan.
Diagnosis gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan diterapkan untuk gangguan
dengan gambaran disosiatif tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostic amnesia disosiatif,
fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif, atau gangguan depersonalisasi.2
Gangguan derealisasi biasanya sering kali muncul bersamaan dengan gangguan
depersonalisasi yaitu suatu gangguan psikiatrik yang ditandai adanya suatu pemikiran
pasien jika dirinya bukanlah dirinya yang sesungguhnya mereka seringkali merasa
terpisah secara fisik dari dirinya baik sensasi tubuh, perasaan, emosi, dan perilaku.3
Dalam PPDGJ III, gangguan atau (sindrom) depersonalisasi termasuk dalam
kelompok gangguan disosiasi. Sindrom ini karakteristik dengan timbulnya satu atau lebih
episode depersonalisasi yang menyebabkan hendaya dalam pekerjaan atau kehidupan
sosial, dan diagnosisnya tidak ditegakkan bila ini merupakan akibat sekunder dari
gangguan organik atau gangguan jiwa lainnya.12
Ada gambaran pokok untuk menafsirkan depersonalisasi sebagai berikut: 1). Rasa
yang samar dan semu atau unreality feelings, 2). Rasa tak nyaman yang berhubungan
dengan keadaan ini, 3). Tidak berbentuk waham, 4). Erat dengan gangguan afektif, sering
depresi.13
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang normal dapat mengalami episode
depersonalisasi yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam, tapi episode-
episode ini bukan merupakan prodromal daripada gangguan (sindrom) depersonalisasi
ataupun gangguan jiwa lainnya. Banyak defenisi tentang depersonalisasi, tapi secara
umum depersonalisasi dapat didefenisikan sebagai perasaan asing dan tidak riil terhadap
tubuhnya atau dirinya atau tindakannya sendiri.12

5
BAB II
PEMBAHASAN

I. DEREALISASI
A. DEFINISI
Derealisasi (Derealization) adalah suatu perasaan tidak nyata mengenai
dunia luar yang mencakup perubahan yang aneh dalam persepsi mengenai
lingkungan sekitar, atau dalam perasaan mengenai periode waktu juga dapat
muncul. Orang dan objek dapat berubah ukuran atau bentuk dan dapat pula
mengeluarkan suara yang berbeda. Semua perasaan ini dapat diasosiasikan
dengan kecemasan, termasuk pusing dan ketakutan akan menjadi gila, atau
dengan depresi.4

B. ETIOLOGI
Derealisasidapatmenyertaikondisineurologis seperti,epilepsi(terutama
epilepsi lobus temporal), migrain, dancedera kepala ringan.Derealisasi juga
dapat sebagai manifestasi tidak langsung dari gangguan vestibular tertentu
seperti labyrintis dan neuronitis vestibular.5
Cannabis, psychedelics, antidepresan, kafein, nitrous oxide, albuterol, dan
nikotindapatmengakibatkan perasaanmenyerupaiderealizationterutama ketika
dikonsumsi secara berlebihan.Hal ini jugadapat diakibatkan alchohol
withdrawal atau benzodiazepine withdrawal.6,7
Derealisasijugabisa menjadi gejaladarigangguan tiduryang parah, dan
gangguan mentalsepertigangguan depersonalisasi, gangguan kepribadian
borderline, gangguan bipolar, skizofrenia, gangguan identitas disosiatif,
dangangguan kecemasan.8

C. GAMBARAN KLINIS
Gejala derealisasi meliputi:9

6
- Perasaan terasing dari atau terbiasa dengan lingkungan, mungkin seperti
tinggal di sebuah film.
- Merasa emosional terputus dari orang-orang yang Anda sayangi, seperti
jika dipisahkan oleh dinding kaca.
- Lingkungan yang muncul terdistorsi, kabur, tidak berwarna, dua dimensi
atau buatan, atau kesadaran tinggi dan kejelasan lingkungan.
- Distorsi persepsi waktu, seperti peristiwa baru-baru terasa seperti masa
lalu
- Distorsi jarak, ukuran dan bentuk benda

D. DIAGNOSIS DEREALISASI
Diagnosis gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan diterapkan untuk
gangguan dengan gambaran disosiatif tetapi tidak memenuhi kriteria
diagnostic amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif,
atau gangguan depersonalisasi. Menurut DSM-IV-TR, derealisasi tanpa
adanya depersonalisasi adalah contoh gangguan disosiatif yang tidak
tergolongkan.2

E. TERAPI
Perasaan derealisasi bisa dipicu oleh depresi atau kecemasan,
penggunaaan zat seperti halusinogen atau ganja, memiliki kondisi fisik atau
medis, seperti kejang atau cedera kepala.10
a. Dengan konseling psikologis akan membantu memahami mengapa
derealisasi terjadi, dan membantu mendapatkan kontrol atas gejala
sehingga gejala tersebut menghilang. Dua teknik tersebut meliputi
terapi perilaku kognitif dan terapi psikodinamik. Gangguan derealisasi
juga dapat membaik ketika konseling membantu mengatasi kondisi
kesehatan mental lainnya, seperti depresi.10
b. Dengan obat, meskipun tidak ada obat khusus yang disetujui untuk
mengobati gangguan derealisasi, obat-obatan tertentu yang digunakan
untuk mengobati depresi dan kecemasan dapat membantu. Contoh

7
yang telah ditunjukkan untuk meredakan gejala termasuk fluoxetine
(Prozac), clomipramine (Anafranil) dan clonazepam (Klonopin). 10
o Fluoxetine (Prozac) :merupakan anggota SSRI pertama yang
diakui FDA untuk pengobatan depresi. Seperti SSRI lain, obat ini
bekerja dengan menghambat reuptake serotonin (5-HT1A, 5-HT2C,
dan 5-HT3C) ke dalam prasinap saraf terminal. Alhasil akan terjadi
peningkatan neurotransmisi oleh serotonin sehingga menimbulkan
efek antidepresan. Mekanisme aksi dari Fluoxetine adalah dengan
meningkatkan tingkat serotonin dalam otak. bahwa Pasien dengan
Depresi memiliki tingkat serotonin dalam otak mereka. Fluoxetine
memudahkan gejala depresi dengan memperlakukan
ketidakseimbangan serotonin dalam otak.11
Untuk pemberian awal, biasanya dosis fluoxetine dimulai
20 mg per hari pada pagi hari. Selanjutnya, dosis lazim untuk
mengatasi depresi berkisar 20-40 mg per hari. karena berpotensi
untuk aktivasi SSP awal pada pengobatan. Sementara itu, dosis
awal yang bisa diberikan pada pasien tua adalah 10 mg per hari.
Kemudian dititrasi menjadi 20 mg atau lebih per hari. Karena
fluoxetine memiliki waktu paruh 2-4 hari dan zat aktifnya,
norfluoxetine, memiliki waktu paruh 7-9 hari, jadi sangat beralasan
menunggu hingga 4 minggu antara titrasi dosis. 11
Efek samping yang paling umum dijumpai pada pemakaian
fluoxetine adalah agitasi, insomnia, dan neuromuscular
restlessness mirip akathisia. Ini mungkin karena kurang selektifnya
fluoxetine terhadap reseptor norepinefrin dan serotonin-2C (5-
HT2C). Tapi untungnya, efek samping ini biasa berlangsung singkat
dan bisa membaik dengan pengurangan dosis. Pemberian temporer
bersama dengan penghambat beta adrenergik atau benzodiazepine
kerja panjang juga bisa mengurangi efek samping yang timbul. 11
o Clomipramine (Anafranil).Anafranil 10 mg merupakan obat
antidepresan yang mengandung Clomipramine 10 mg. Anafranil

8
termasuk ke dalam kelas tricyclic antidepressant (TCA).
Clomipramine merupakan penghambat selektif kuat dari reuptake
serotonin, antagonis dari reseptor histamin H1, reseptor asetilkolin,
dan reseptor adrenergik α1. Anafranil digunakan untuk
penanganan gangguan obsesif kompulsif, Gangguan depresi
menyeluruh, Gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia,
Gangguan dismorfik tubuh, Ejakulasi dini, Gangguan nyeri kronis
dengan atau tanpa penyakit organik, paling sering berupa nyeri
kepala Anafranil tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi
atau hipersensitivitas pada Clomipramine, atau golongan trisiklik
antidepresan lainnya. Pasien dengan riwayat
serangan jantung, pasien dengan gangguan irama jantung, pasien
dengan gangguan manik, pasien dengan gagal hati berat, pasien
dengan glukoma, pasien dengan gangguan ginjal berat atau
gangguan mikturisi (buang air kecil). Penggunaan Anafranil
pada ibu hamil berkaitan dengan adanya kelainan jantung
congenital pada janin, dan berkaitan dengan gejala putus zat pada
bayi baru lahir. Anafranil juga dapat masuk ke dalam air susu ibu,
sehingga ibu menyusui dilarang menggunakan obat ini. 11
Efek samping yang paling sering ketika menggunakan Anafranil
adalah mual, muntah, mulut kering, gangguan
penglihatan, konstipasi, peningkatan nafsu makan, peningkatan
berat badan, pusing berputar, nyeri kepala, rasa mengantuk,
gelisah, dan gangguan ereksi/impotensi. Efek samping yang
jaarang terjadi di antaranya adalah kelemahan otot, gangguan
berbicara, kelumpuhan sesaat, gangguan ingatan, gangguan tidur,
gangguan manik, gangguan cemas, pembesaran payudara, galaktorea (keluar
air susu), gangguan keseimbangan, gangguan irama jantung dan peningkatan
tekanan darah. 11
Penggunaan Anafranil dapat digunakan dalam rentang dosis 25 mg
hingga 200 mg per hari dalam dosis terbagi, obat ini dikonsumsi

9
dalam keadaan perut terisi atau setelah makan guna mengurangi efek samping
pada saluran makan. Pada pasien yang baru menggunakan Anafranil dapat
dimulai dengan dosis ringan 10 mg per hari dua hingga tiga tablet,
kemudian ditingkatkan dosisnya secara bertahap. Memberhentikan
penggunaan Anafranil harus dilakukan secara bertahap, yaitu
dimulai dengan penurunan dosis hingga akhirnya berhenti, hal ini
dilakukan untuk mencegah ketergantungan dan munculnya gejala
putus zat. 11
o Clonazepam (Klonopin). Klonopin mengandung clonazepam.
Clonazepam digunakan sendiri atau bersama-sama dengan obat lain
untuk mengobati kejang tertentu atau gangguan kejang, misalnya,
sindrom Lennox Gastaut, akinetic atau kejang mioklonik). Hal
tersebut juga digunakan untuk mengobati gangguan panik pada
beberapa pasien. Clonazepam adalah termasuk golongan
benzodiazepin. Benzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang disebut
sebagai depresan sistem saraf pusat (SSP), yang adalah obat untuk
memperlambat sistem saraf. Fungsi dari obat ini ialah untuk mengatasi
gangguan kejang dan gangguan panik. 11
Dosis klonazepam untuk serangan panik dimulai dari 2 x
0,25 mg, dalam 3 hari ditingkatkan menjadi 1 mg/hari. Untuk
kasus kejang-kejang, terbagi dalam dosis awal dan dosis rumatan.
Untuk dosis awal yaitu 1,5 mg/hari dibagi dalam 3 dosis. Bila
belum ada efek dapat ditingkatkan 0,5-1 mg setiap 3 hari (dengan
maksimal 20 mg/hari). Sementara untuk dosis rumatan digunakan
0,05-0,2 mg/kg berat badan/hari (maksimal 20 mg/hari).
Efek samping obat ini umumnya muncul pada awal
pemakaian dan kemudian berkurang seiring proses adaptasi tubuh
terhadap obat. Beberapa efek samping yang umum terjadi saat
mengonsumsi antikonvulsan ini meliputi mengantuk, pusing,
gangguan koordinasi tubuh, sulit konsentrasi, mudah lupa,
bingung.11

10
II. DEPERSONALISASI
A. DEFENISI
Depersonalisasi merupakan satu istilah yang digunakan untuk
menerangkan suatu perubahan dalam perasaan seseorang ysng merasa bahwa
dirinya menjadi lain dari biasanya, merasa semu dan tidak sesungguhnya
(unreality feelings), yang biasanya disertai dengan perubahan pada
penghayatannya tentang dunia luarnya yang oleh Maphoter disebut derealisasi.
Perubahan perasaan ini perasaan dirasakan sebagai sesuatu yang tidak nyaman,
ditambah dengan perubahan pada penghayatan bayangan tubuh, perubahan
pada penghayatan jalannya waktu, tiada berperasaan, preokupasi hipokondria,
déjà vu, metamorpnopsia atau autoskopia.
Gangguan depersonalisasi adalah terjadinya perasaan terus-menerus dari
ketidaknyataan atau merasa asing dari dirinya sendiri biasanya dengan perasn
bahwa dirinya sebagai seorang pengamat luar dari proses mental sendiri.
Individu yang mrnderita depersonalisasi merasa tertekan oleh hal itu, mereka
menyadari dalam pengalaman persepsi mereka dan oleh karena itu bukan
halusunasi atau delusi. Individu yang terkena sering takut bahwa mereka akan
gila. Gejala ini tidak jarang sementara.16

B. EPIDEMIOLOGI
Gangguan ini biasa dimulai antara usia 15-30 tahun dan sangat jarang
setelah 40 tahun. Pada wanita ditemukan dua kali lebih banyak daripada
pria.Depersonalisasi sebagai gejala yang berdiri sendiri sangat jarang dijumpai,
kadang-kadang ditemukan bersama dengan kecemasan, depresi, skizofrenia
atau gangguan otak organic.Kesulitan untuk menemukan kasus ini timbul
apabila gejalanya menyebabkan anxietas atau depresi yang menyolok.12
Penelitian pada college student yang dilakukan oleh Dixon
menunjukkan bahwa sekitar 50 persen dari yang diteliti pernah mengalami
dipersonalisasi sepintas dan tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna
antara insiden pada pria dan wanita.12

11
Beberapa pandangan teoritis diajukan dengam maksud untuk dapat
lebih mengerti akan sindrom ini, baik dalam bentuk berdiri sendiri maupun
sebagai gejala sekunder dari gangguan mental lainnya.12
Janet (1903) menganggap bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
depersonalisasi terutama adalah hiperaktivitas dari memory, kesadaran yang
menyempit dan konstitusi. Sedangkan Pick (1904), Oesterrich (1910) dan
Loewy (1908) menekankan bahwa gangguan emosional merupakan unsur yang
menentukan dan paling penting untuk terjadinya depersonalisasi.12
Depersonalisasi merupakan fenomena umun dan tidak selalu patlogis.
Penelitian menunjukkan bahwa depersonalisasi dapat terjadi sebanyak 70
persen dari populasi tertentu, anak-anak sering mengalami depersonalisasi
ketika mereka mengembangkan kemampuan untuk kesadaran diri dan pada
orang dewasa sering mengalami rasa sementara tak nyata ketika mereka
melakukan perjalanan ke tempat-tempat baru dan aneh.15

C. ETIOLOGI
Depersonalisasi dapat disebabkan oleh penyakit psikologis, neurologis,
atau sistemik. Sistemik yang disebabkan antara lain gangguan endokrin tiroid
dan pancreas. Depersonalisasi telah dikaitkan dengan epilepsy tumor otak,
kekurangan sensorik, dan trauma. Depersonalisasi disebabkan oleh stimulus
dari kortex lobus temporal.Depersonalisas dikaitkan dengan berbagai zat,
termasuk alcohol, barbiturate, benzodiazepine, skopolamin, antagonis reseptor
B-adrenergic, ganja dan hamper semua phencyclidine (PCP) atau zat
halusinogen. Kecemasan dan depresi merupakan factor predisposisi seperti
stress berat yang dialami misalnya dalam pertempuran atau dalam suasana
kcelakaan mobil. Depersonalisasi adalah gejala yang sering dikaitkan dengan
kecemasan, gangguan depresi, dan skizofrenia.15
Shorvon dalam peneyelidikannnya yang menyeluruh mendapatkan
beberapa fakta yang dapat membantu menjelaskan mekanisme atau etiolgi
sindrom ini, yaitu dengan:

12
1. Penemuan yang positif: mulainya (onset) selalu mendadak, dapat terjadi
sebagai gejala dari berbagai gangguan iwa, dapat terjadi sebagai gelaja dari
berbagai gangguan jiwa, dapat terjadi paa orang normal sebagai pengalaman
sepintas, merupakan kondisi, yang reversible, kasus-kasus dapat sembuh
sempurna dan secara spontan, ada kaitan yang bermakna migraine dan
obsssesionsl traits, mulainya berkaitan dengan istitahat setelah stimulasi yang
kuat atau lama baik fisik maupun psikologis.Gejalanya dapat dialami dalam hal
kognitif, afektif dan konaktif, ada kecendrungan gangguan ini terjadi pada
orang yang intelligent. Ada pula kecendrungan gangguan ini terjadi pada orang
yang secara emosional tidak matang, insidennya tinggi pada hubungsn orsng
tua-anak yang tak memuskan.
2. Penemuan yang negatif: bukan gangguan persepsi visual, tidak dapat dijelaskan
secara neurologis sebagai akibat dari lesi fokal, Relative tidak ada derealisasi
olfaktorik atau auditorik, sangat jarang pada anak-anak, praktis tidak pernah
dijumpai paranoia.12

D. GEJALA KLINIS
Gambaran utamanya adalah adanya perubahan persepsi atau perasaan akan
dirinya, dan merasa tidak riil. Mulai dan hilangnya cepat.Ada juga perasaan
hilang pengendalian terhadap tindakan dan bicaranya. Episodenya berlangsug
beberapa menit sampai beberapa jam dan seringkali berulang.12
Gejala-gejala lain yang bisa menyertai adalah pusing-pusing, anxietas,
hipokhondriasis, takut menjadi gila, sering juga perasaan akan waktu terganggu
dan bisa juga ditemukan derealisasi.12
Pada penderita nerosa depersonalisasi terjadi perubahan kesadaran yang
tidak menyenangkan terhadap dunia luar.Ia merasa aneh, barang-barang dan
keadaan yang sudah serung dilihatnya bergerak seperti otomatis atau karena
suatu kekuatan gaib. Diri sendiri dirasakan lain, asing,seperti dalam mimpi atau
mungkin berada diluar tubuhya dan melihat tubuhnya dari atas. Sering
penderita merasa ditinggalkan sendirian, ditolak, tidak disukai, terkurung dari
dunia luar. Suara-suara dan bahasa aslinya terdengar asing baginya.17

13
E. DIAGNOSIS
Untuk diagnosis pasti, harus ada salah satu atau dua-duanya dari (a) dan
(b), ditambah (c) dan (d).18
(a) Gejala depersonalisai, yaitu individu merasa bahwa perasaannya dan /atau
pengalamannya terlepas dari dirinya, jauh, bukan dari dirinya, hilang dan
sebagainya;
(b) Gejala derealisasi, yaitu objek,orang dan/atau lingkungan menjadi seperti tidak
sesungguhnya (unreal), jauh, semu, tanpa warna, tidak hidup dan sebagainya;
(c) Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan spontan dan subjectif, da
bukan disebabkan oleh kekuatan luara atau orang lain (insight cukup baik);
(d) Peng-indraan tidak terganggu dan tidak ada “toxic confusional satate” atau
epilepsy.
Harus dapat dibedakan gangguan lain dengan gejala “change of personality”,
seperti skizofrenia (F20); Gangguan disosiatif (F44; Epilepsi lobus temporalis
(Pre/Post-ictal)
Ackner menyebut 4 kriteria untuk diagnose depersonalisasi:17
1.kenyataan yang berubah
2. perubahan yang tidak menyenangkan
3. perubahan persepsi ini bukan suatu waham
4. tidak adanya respons emosional
Pada anak-anak gejala sering salah didiagnosis sebagai skizofrenia. Lebih
mudah mendiagnosis saat anak mencapai usia remaja. Alat srining pengalaman
skala disosiatif, kuesioner disosiatif, angket pengalaman disosiasi dan tes
psikolog, seperti Rorschach, telah digunakan untuk menegakkan diagnosis.19

F. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding antara depersonalisasi sebagai sindrom yang berdiri
sendiri dan berbagai bagian gangguan psikiatrik lainnya tidak sulit.Pada yang
berdiri sendiri individu tidak pernah kehilangan kontaknya dengan realitas.

14
Walu bagimanapun fantastik perubahan yang dialami dan dilaporkan, ia tetap
tidak mempercayainya.12
Depersonalisasi ini penting untuk secepatnya diketahui karena dapat
merupakan tahap permulaan dari psikosis atau neurosis lainnya, atau karena
suatu gangguan organic. Bila gejala-gejala depersonalisasinya jelas dan
menonjol, diagnose sebagai sindrom depersonalisasi mudah. Akan tetapi bila
pasien bukannya mengeluh takut sakit jiwa, melainkan mengeluh anxietas,
fobik dan depresif, maka diagnose harus hati-hati.12
Sebagai diagnose banding:12
- Gejala depersonalisasi tanpa menimbulkan gangguan
- Skizofrenia
- Gangguan afektif
- Gangguan mental organic
- Keadaan (neurosis) cemas
- Gangguan kepribadian
- epilepsi
Depersonalisasi mungkin timbul sebagai gejala pada depresi atau
skizofrenia.Untuk membedakannya dengan gangguan-gangguan itu perlu
diambil anamnesa dan diadakan pemeriksaan psikiatrik yang teliti.Bila yang
menonjol ialah perubahan identitas, maka kemungkinan lebih besar hal itu
suatu skizofrenia. Pada depresi terdapat juga gejala-gejala yang lain. Bila
ternyata penderita memakai obat-obatan psikomimetik (ganja,LSD), maka
mungkin inilah penyebabnya. bila tidak terdapat gejala psikiatrik yang lain,
maka perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut untuk membedakan
depersonalisasi sebagai gejala tumor otak atau epilepsi.17

G. PENGOBATAN
Masih banyak pertanyaan tentang pengobatan sindrom ini, banyak pasien
yang dengan mudah dapat mengatasi gangguan ini setelah mereka mengetahui
dari dokternya bahwa rasa asing yang dialaminya adalah hal yang dialami pula
orang lain. Sedangkan pada pasien lainnya mungkin diperlukan reassurance

15
untuk itu. Menghindari faktor-faktor pencetus seperti kelelahan, axietas dan
obat-obat tertentu dapat menolong.12
Nerosa depersonalisasi kadang-kadang berlangsung lama. Dengan
psikoterapi jangka panjang dan obat-obatan dapat diperoleh kesembuhan
simptomatik, tetapi penderita kadang-kadang masih tetap mengalami serangan-
serangan depersonalisasi itu.12
Secara simptomatik dapat diberikan obat stimulant.Bila terdapat depresi
atau kecemasan dapat diberi antidepressant atau tranquilaizer. Bimbingan yang
baik, psikoterapi suportif individual dan kelompok serta olahraga dapat banyak
membantu pasien dan dapat memberi petunjuk untuk memahami konfliknya.17
Suatu depersonalisasi yang akut dapat dihilangkan dengan
transquilazior.Bila kecemasan hebat, dapat diberi klorpromazin, terutama bila
ada petunjuk mengenai suatu skizofrenia.Bila terdapat depresi, maka diberi
antidepresan.Jika terdapat bahaya bunuh diri, maka sebaiknya diberi terapi
elektrokonvulsi. Bila depersonalisasiya itu hanya merupakan suatu gejala
gangguan lain, maka gangguan yang mendasarinya harus diobati.17

H. PROGNOSIS
Prognosanya bervariasi, beberapa pasien mengalami serangan-serangan
yang berulang dan berlangsung sampai bertahun-tahun, sementara pasien lain
mungkin hanya mengalami sekali serangan saja. Serangannya ada yang hanya
beberapa menit saja, tapi ada yang sampai berbulan-bulan. Apabila
depersonalisasi merupakan bagian sekunder dari gangguan lain, prognosanya
tergantung pada primernya.12

16
BAB III
PENUTUP

Menurut DSM V Gangguan depersonalisasi/derealisasi adalah


episode menetap atau berulang dari depersonalisasi/derealisasi, atau keduanya.
Episode dari depersonalisasi dikaraktersitikan dari perasaan yang tidak nyata atau
tidak familiar dari keseluruhan diri seseorang atau dari aspek-aspek diri termasuk
perasaan, pikiran atau sensasi.
Depersonalisasi adalah suatu pengalaman pemisahan diri, dengan satu
bagian mengamati dan bagian lain berpartisipasi (“out-of-body experience”).
Kesatuan gejala dari “depersonalisasi” terdiri dari beberapa faktor gejala:
pengamatan diri menyimpang dari biasanya, emosi atau merasa mati rasa secara
fisik; dan distorsi diri yang temporal dengan mngingat kembali penyimpangan
diri.
Derealisasi (Derealization) adalah suatu perasaan tidak nyata mengenai
dunia luar yang mencakup perubahan yang aneh dalam persepsi mengenai
lingkungan sekitar, atau dalam perasaan dan periode waktu juga dapat
muncul.Episode derealisasi dikarakteristikan oleh perasaan tidak nyata atau
memisahkan dari atau tidak familiar dengan dunia baik dari individu, benda mati,
dan sekitarnya. Derialisasi secara umum diikuti dengan distorsi visual subjektif,
distorsi jarak, waktu dan objek.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, Willy F., dan Maramis, Albert A. 2009. Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2,
Surabaya: Airlangga.
2. Sadock, J.B dan Sadock, V.A. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock
Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran.EGC: Jakarta.
3. Residen bagian Psikiatrik UCLA. 1997. Buku saku Psikiatrik. ECG: Jakarta.
4. Guralnik, O., Schmeidler, J., dan Simeon, D. 2000. Feeling unreal: Cognitive
Processes in depersonalization American Journal of Psychiatry
5. Lambert MV, Sierra M, Phillips ML, David AS 2002. "The spectrum of organic
depersonalization: a review plus four new cases". The Journal of neuropsychiatry
and clinical neurosciences.
6. Johnson BA. February 1990. "Psychopharmacological effects of cannabis". Br J
Hosp Med.
7. Mintzer MZ; Stoller KB; Griffiths RR (November 1999). "A controlled study of
flumazenil-precipitated withdrawal in chronic low-dose benzodiazepine users".
Psychopharmacology (Berl) 147 (2): 200–9
8. Simeon D, Knutelska M, Nelson D, Guralnik O (September 2003). "Feeling unreal: a
depersonalization disorder update of 117 cases". J Clin Psychiatry
9. Unknown. Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi.
http://www.sehatfresh.com/gangguan-depersonalisasi-derealisasi/
10. Maldonado J, Butler L, dan Spiegel D. 1998. Treatment for Dissosiative Disorder.
New York: Oxford University
11. Butcher, J. N., Mineka, S., Hooley, J. M. (2008). Abnormal Psychology: Core
Concepts. Boston; Pearson
12. R. Budhi Muljanto, Syndrom Depersonalisasi. Majalah Psikiatri, Yayasan Kesehatan
Jiwa Darmawansa, Tahun XVII No.4, Desember 1984;p.72-76
13. Roan, W.E; Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa; Airlangga University Press; Surabaya;
p.274-275.
14. Diagnostic dan Statika Manual of Mental Disorders Third Edition, American
Psychiatric Association Washington, DC. 1987.

18
15. Sadock, B.J; Sadock, V.A; Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry; Lippincott
Williams & Wilkins; p.87.
16. Michael B.First, Allan T. Clinical Guide To The Diagnosis and Treatment of Mental
Disorders.Wiley; England, 2006; p.375-377.
17. Maramis, W.E; Catatn Ilmu Kedokteran Jiwa; Airllangga University Press; Surabaya;
p.274-275.
18. Dr. Rusli Maslim, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan ringkas Dari PPDGJ-III,
Jakarta, Juni 2003;p.87
19. Dissociative Disorders in Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th
ed. Washingtong. DC; The American Psychiatric Association, 1994.

19

Anda mungkin juga menyukai