Anda di halaman 1dari 27

Referat

DEPRESSION AND ADULT NEUROGENESIS: POSITIVE


EFFECTS OF THE ANTIDEPRESSANT FLUOXETINE AND OF
PHYSICAL EXERCISE

Oleh :
Livia Hanisamurti, S.Ked
71 2018 045

Dosen Pembimbing :
dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ, MARS

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Referat dengan judul:

Depression And Adult Neurogenesis: Positive Effects Of The Antidepressant


Fluoxetine And Of Physical Exercise

Disusun oleh:

Livia Hanisamurti, S.Ked

71 2018 045

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang Periode
Juni 2020.

Palembang, Juni 2020


Pembimbing,

dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ, MARS


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Depression And Adult Neurogenesis: Positive Effects Of The Antidepressant
Fluoxetine And Of Physical Exercise”, sebagai salah satu tugas individu di Bagian
Anestesiologi Dan Terapi Intensif di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih terutama kepada:
1. dr. Abdullah Shahab Sp.KJ, MARS, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan
referat ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan refrat ini.
Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, Juni 2020

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Depresi.......................................................................3
2.2. Epidemiologi................................................................................3
2.3. Etiologi ........................................................................................4
2.4. Gambaran Klinis..........................................................................6
2.5. Diagnosis ....................................................................................8
2.6. Tatalaksana................................................................................11

BAB III KESIMPULAN


3.1 Simpulan....................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah
masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh
ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang
sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik
bisa berakhir dengan bunuh diri.1
Depresi adalah gangguan kejiwaan yang paling umum, mempengaruhi
lebih banyak dari 350 juta orang di dunia. Hal ini ditandai oleh suasana hati
yang rendah, kecemasan, anhedonia dan berkurangnya kemampuan untuk
berkonsentrasi. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) seperti
fluoxetine adalah di antara obat-obatan farmasi yang paling banyak
digunakan untuk terapi. Beberapa data menunjukkan bahwa efek
antidepresan tergantung pada kemampuan mereka untuk menginduksi
neurogenesis hipokampus pada tikus juga pada primata non-manusia.2
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering
ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada
pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi
gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada
umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai
50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi
berat juga sering terjadi pada orang yang tidak menikah dan bercerai atau
berpisah.1
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan
kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major
depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan
gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan
psikososial dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan
kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak hanya dokter keluarga,
2

psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis


depresi. Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya
menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis
atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau
spesialis lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi
klinis pada pasien.1
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Depresi


Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.2
Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering
dijumpai. Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras
atau golongan, maupun jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya depresi
lebih banyak mengenai perempuan daripada laki-laki.3
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih,
merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda
retardasi psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat
gangguan fisiologis seperti insomnia dan anoreksia. Menurut Kaplan,
depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya
perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood
adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang.3

2.2. Epidemiologi
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar
10% perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi
5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang
ketidakberdayaan.
4

Pada penelitian yang dilakukan NIMH ditemukan bahwa prevalensi


yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan
adanya ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung mempengaruhi
substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada
situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah,
depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat
anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah tangga dan
kemiskinan.
2. Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia
20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau
lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang
dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna
alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah.
Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk
menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini
berbanding terbalik untuk laki-laki.
4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy on An
Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok responden
dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat depresi
terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan
pada responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar
(13,4%).
5

2.3. Etiologi
Terdapat faktor–faktor yang dihubungkan dengan penyebab depresi dapat
dibagi atas:
1. Faktor Biologi
Data penelitian biopsikologi menyatakan yang paling berperan dalam
patofisologi gangguan mood adalah disregulasi pada amin biogenik
(norepinefrin, serotonin dan dopamin). Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi, dan pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki
konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah
serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit.
Beberapa pasien depresi juga memiliki respon neuroendokrin yng abnormal.
Walaupun norepinefrin dan serotonin adalah amin biogenik yan paling
sering dihubungkan dengan patofisologi depresi, dopamin juga telah
diperkirakan memiliki peranan dalam depresi. Data menyatakan bahwa
aktivitas dopamin mungkin menurun pada depresi dan meningkat pada
mania.3
Faktor neurokimiawi lain seperti adenylate cyclase,
phospotidylinositol dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi
penyebab. Kelainan pada neuroendokrin utama yang menarik perhatian
dalam adalah sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan.
Neuroendokrin yang lain yakni penurunan sekresi nokturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin karena pemberian tryptopan, penurunan
kadar dasar folikel stimulating hormon (FSH), luteinizing hormon (LH) dan
penurunan kadar testoteron pada laki-laki.2
2. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di
dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks, bukan
saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial tetapi faktor non
genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan
gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.3
6

Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemugkinan menderita


suatu gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekelurgaa melebar.
Sebagai contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil
kemungkinannya menderita daripada sanak saudara derajat pertama (kakak).
Peneltian adopsi juga telah menunjukkan bahwa orang tua biologis dari
anak adopsi dengan gangguan mood mempunyai suatu prevalensi gangguan
mood yang serupa dengan orang tua anak penderita gangguan mood yang
tidak diadopsi.3
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis
yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada
episode selanjutnya, hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien
dengan gangguan depresi berat.3
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah
kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang
paling berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah kehilangan
pasangan. Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan,
mempermasalahkan hubungan fungsi keluarga dan onset dalam perjalanan
gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi didalam keluarga
mungkin mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan
penyesuaian pasca pemulihan.3

2.4. Gambaran Klinis


Berikut adalah pembagian dari episode depresif :
1) Episode depresif ringan (F32.0)
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan
kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala
depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah
sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan
7

diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya
seluruh episode berlansung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang
gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan
kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama
sekali.
2) Episode depresif sedang (F32.1)
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang
ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya
tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil
amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada
cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung
minimal sekitar 2 minggu. Individu dengan episode depresif taraf; sedang
biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
3) Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan
ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi
merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak
berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata
terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom
somatik hampir selalu ada pada episode dpresif berat.
Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan
dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya,
dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala
penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin
tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan banyak gejalanya secara
terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori
episode berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat
berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
8

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan


mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,
kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat
tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan
subkategori dari gangguan depresif berulang.
4) Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut
di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam,
dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau
halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana
perasaan (mood).
5) Episode depresif lainnya (F32.8)
6) Episode depresif YTT (F32.9)

2.5. Diagnosis
Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami
depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka
menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik
bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang
penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas,
mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80 persen pasien mengeluh
masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering
terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi.
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90 persen
pasien depresi.3
9

Berikut merupakan beberapa gejala depresi (ringan, sedang dan berat)


berdasarkan PPDGJ – III :
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat):
- Afek depresi (sedih, murung, lesu, menangis)
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan suram dan pesimis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan terganggu
Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang – kurangnya 2 minggu untuk penegakan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar
biasa beratnya dan berlangsung cepat.4
Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya
digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang.4
10

F32.0 Episode Depresif Ringan


Tabel 2. Episode depresi ringan
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: 1) sampai
dengan 2).
 Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu.
 Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya.

F32.1 Episode Depresif Sedang


Tabel 3. Episode depresi sedang
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan.
 Ditambah 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
 Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
 Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


Tabel 4. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
 Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
 Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.Dalam hal
demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif
berat masih dapa dibenarkan.
 Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang- kurangnya 2
11

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


Tabel 5. Episode depresi berat dengan gejala psikotik
 Episode depresif berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2 tersebut
diatas.
 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham malapetaka
yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.
 Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).

2.6. Tatalaksana
Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada
sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua,
pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga,
suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala
sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya.5,6
a. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan
bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya.
Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping
yang terlihat pada antidepresan.
Obat antidepresan kemungkinan merupakan obat yang paling sesuai
bagi pasien yang memiliki karakteristik vegetative yang jelas, termasuk
12

retardasi psikomotor, gangguan tidur, kurang nafsu makan, dan penurunan


berat badan serta penurunan libido.
Trisiklik dan agen-agen generasi kedua dan ketiga yang lain sangat
berbeda dalam tingkatan efek sedasi (yang tertinggi adalah amitriptyline,
doxepine, trazodone, dan mirtazapine; yang terendah protriptyline) dan efek
antimuskarinik yang dihasilkan (yang tertinggi adalah amitriptyline dan
doxepine). SSRI pada umumnya tidak memiliki efek sedative dan terhitung
kecil kemungkinannya untuk disalahgunakan hingga overdosis.
Inhibitor MAO membantu pasien yang dideskripsikan sebagai depresi
atipikal dalam membantu identifikasi diri. Pasien depresi yang menunjukkan
kecemasan, tanda-tanda fobia, dan hipokondriasis adalah salah satu dari
mereka yang menunjukkan respon baik tehadap jenis obat ini.
Beberapa dokter menggunakan lithium, sebuah agen antimanik,
sebagai terapi primer bagi depresi. Bagaimanapun sebagian doktertelah
menemukan bahwa kombinasi lithium dengan antidepresan memberikan
hasil yang lebih baik dari pemberian antidepresan saja. Penggunaan
potensial lithium adalah untuk mencegah pasien mengalami depresi lagi.

1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)


Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
Efek samping :
 Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung
dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.
 Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan
menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin,
tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat
berlebihan.
 Sedasi
 Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat
efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia,
mengakibatkan gangguan fungsi seksual.
13

 Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan


bertambahnya nafsu makan dan berat badan.
 Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
 Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat
timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta
nyeri kepala dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :


a) Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum
250-300 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat
penekan SSP
Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi,
gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.
b) Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis
250 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO,
gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.
Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro
adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin
atau adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.
Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,
kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik,
penekan SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif,
antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati,
gangguan untuk mengemudi.
c) Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimum 150-300 mg sehari.
14

Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif


sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.
Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi,
bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau
analgetik opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk
gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek
antihipertensi
Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal
menurun, glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan,
menyusui, epilepsi.
d) Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum
tidur malam.
Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam,
metildopa, tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,
influenza, gastroentritis.

2. Antidepresan Generasi ke-2


Mekanisme kerja :
 SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)
Obat-obat ini menghambat resorpsi dari serotonin.
 NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants)
Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari
serotonin dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-
obat ini lebih efektif daripada SSRI.

Efek samping :
15

 Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala,


gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang
sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme terlambat.
 Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan
menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan
koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obat-obat
generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau triptofan,
lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2- 3 minggu. Gejala ini
dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida, propanolol).
 Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang
atau sama sekali tidak ada.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :
a) Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam
dosis
tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP,
anti depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein
plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati
dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.
b) Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui,
mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.
c) Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
16

Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.


Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh
diri.
d) Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi
MAO, insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi,
hamil dan laktasi.
e) Mianserin
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan
dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.
Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi,
diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.
f) Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol,
memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal,
jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan
psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi,
mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.
g) Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250
mg 1x/hari.
Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak <
18 tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
17

Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal


atau sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika
penderita mendapat

3. Antidepresan MAO.
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)
Farmakologi
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang
terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik,
seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat
sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin
endogen.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan
MAO-B. Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan
dalam sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki
aktivitas deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-
B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin
dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini
mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic
menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui
saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).
Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan
merupakan inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu
untuk mengembalikan metabolism amin normal setelah penghentian obat.
Hasil studi juga mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan
penurunan jumlah reseptor (down regulation) adrenergic dan serotoninergik.

Farmakokinetik
1. Absorpsi/Distribusi
Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI
tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak
tranilsipromin dan fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing
18

dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai
10 hari.
2. Metabolisme/Ekskresi-Metabolisme
MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin, isokarboksazid) diperkirakan
menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama melalui asetilasi.
Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu setelah penghentian
terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam 3
sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi
melalui urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi khusus –
“asetilator lambat”: Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat
memperhebat efek setelah pemberian dosis standar
Indikasi
Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal
(eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi
antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap senyawa ini, feokromositoma, gagal jantung
kongestif, riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal, gangguan ginjal
parah, gangguan serebrovaskular, penyakit kardiovaskular, hipertensi,
riwayat sakit kepala, pemberian bersama dengan MAOI lainnya, senyawa
yang terkait dibenzazepin termasuk antidepresan trisiklik, karbamazepin,
dan siklobenzaprin; bupropion, SRRI, buspiron, simpatomimetik,
meperidin, dekstrometorfan, senyawa anestetik, depresan SSP,
antihipertensif, kafein, keju atau makanan lain dengan kandungan tiramin
tinggi.
Peringatan
1) Memburuknya gejala klinik serta risiko bunuh diri: Penderita dengan
gangguan depresif mayor, dewasa maupun anak-anak, dapat mengalami
perburukan depresinya dan/atau munculnya ide atau perilaku yang
mengarah pada bunuh diri (suicidality), atau perubahan perilaku yang
tidak biasa, yang tidak berkaitan dengan pemakaian antidepresan, dan
risiko ini dapat bertahan sampai terjadinya pengurangan jumlah obat
19

secara signifikan. Ada kekhawatiran bahwa antidepresan berperan


dalam menginduksi memburuknya depresi dan kemunculan suicidality
pada penderita tertentu. Antidepresan meningkatkan risiko pemikiran
dan perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality) dalam studi
jangka pendek pada anak-anak dan dewasa yang menderita gangguan
depresif mayor serta gangguan psikiatrik lainnya.
2) Krisis hipertensif: reaksi paling serius melibatkan perubahan tekanan
darah; tidak dianjurkan untuk menggunakan MAOI pada penderita
lanjut usia atau berkondisi lemah atau mengalami hipertensi, penyakit
kardiovaskular atau serebrovaskular, atau pemberian bersama obat-
obatan atau makanan tertentu. Karakteristik gejala krisis dapat berupa:
sakit kepala pada daerah oksipital (belakang) yang dapat menjalar ke
daerah frontal (depan), palpitasi (tidak beraturannya pulsa jantung),
kekakuan/sakit leher, nausea, muntah, berkeringat (terkadang bersama
demam atau kulit yang dingin), dilatasi pupil, fotofobia. Takhikardia
atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai sakit dada.
Pendarahan intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan
dengan peningkatan tekanan darah paradoks. Harus sering diamati
tekanan darah, tapi jangan bergantung sepenuhnya pada pembacaan
tekanan darah, melainkan penderita harus sering pula diamati. Bila
krisis hipertensi terjadi, hentikan segera penggunaan obat dan
laksanakan terapi untuk menurunkan tekanan darah.
Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala cenderung
mereda sejalan dengan menurunnya tekanan darah. Berikan senyawa
pemblok alfa adrenergik seperti fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk
menghindari efek hipotensif berlebihan. Tangani demam dengan
pendinginan eksternal.
3) Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak
memakan makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan selama
pemakaian dan dalam waktu 2 minggu setelah penghentian MAOI.
Setiap makanan kaya protein yang telah disimpan lama untuk tujuan
peningkatan aroma diduga dapat menyebabkan krisis hipertensif pada
20

penderita yang menggunakan MAOI. Juga peringatkan penderita untuk


tidak mengkonsumsi minuman beralkohol serta obat- obatan yang
mengandung amin simpatomimetik selama terapi dengan MAOI.
Instruksikan kepada penderita untuk tidak mengkonsumsi kafein dalam
bentuk apapun secara berlebihan serta malaporkan segera adanya sakit
kepala atau gejala lainnya yang tidak biasa.
4) Risiko bunuh diri: Pada penderita yang mempunyai kecenderungan
bunuh diri, tidak ada satu bentuk penanganan pun, seperti MAOI,
elektrokonvulsif, atau terapi lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal
untuk terapi. Dianjurkan untuk melakukan penanganan ketat, lebih baik
dilakukan perawatan di rumah sakit.
5) Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima
suatu SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi
serius yang terkadang fatal termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus,
instabilitas otonom disertai fluktuasi cepat pada tanda vital, dan
perubahan status mental termasuk agitasi hebat, yang meningkat
menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang
baru saja menghentikan SRRI dan baru mulai menggunakan MAOI.
Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2
minggu diantara pergantian.
Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu
sebelum mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI
bersama atau segera setelah antidepresan trisiklik. Kombinasi ini
menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas, hipertermia,
takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit,
kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang
paling tidak 14 hari diantara penghentian MAOI dan mulainya
antidepresan trisiklik.
6) Pemutusan obat: Pemutusan obat dapat menyebabkan nausea, muntah,
dan kelemahan. Suatu sindrom putus obat setelah pemutusan mendadak
jarang terjadi. Tanda dan gejala penghentian dapat bervariasi mulai dari
mimpi buruk dengan agitasi sampai psikosis yang jelas dan konvulsi.
21

Pemilihan Obat
Hal ini tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan
penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, jenis penyakit
tertentu, jenis depresi). Mengingat efek sampingnya, untuk penggunaan
pada sindrom depresi ringan dan sedangyang dating berobat jalan pada
fasilitas pelayanan kesehatan umum, pemelihan obat anti-depresi sebaiknya
mengikuti urutan :
 Step 1 = Golongan SSRI (Fluoxetin, Sertralin, etc.)
 Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptyline, ect.)
 Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, ect.)
Golongan atypical (Trazodone, ect.)
Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)
Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya
sangat minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, biasa digunakan
pada berbagai kondisi medik), spectrum efek anti-depresi luas, gejela putus
obat sangat minimal, serat lethal dose yang tinggi (>6000mg) sehingga
relative aman.
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu
yang cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua,
golongan trisiklik, yang spectrum anti depresinya juga luas tetapi efek
sampingnya relative lebih berat.
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan
spectrum anti-depresi lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan
dibandingkan Trisiklik, yang terringan adalah golongan MAOI Reversible.
Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke
MAOI membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk washout period
guna mencegah timbulnya Serotonin Malignant Syndrome.

BAB III
22

KESIMPULAN

3.1 Simpulan
1. Depresi merupakan termasuk dalam gangguan mood.
2. Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering
dijumpai. Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia,
ras atau golongan, maupun jenis kelamin.
3. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktifitas,
kemampuan kognitf, bicara, dan fungsi vegetative (termasuk tidur,
aktifitas seksual, dan ritme biologis yang lain). Gangguan ini hampir
selalu menghasilkan hendaya interpersonal, social dan fungsi
pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA
23

1. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck


Institutes. 2000. p. 1-57.
2. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 2th Ed.
Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.
3. Ismail, R. I. & Siste, K., 2010, Gangguan Depresi, Dalam Elvira,Silvia D.,
Hadisukanto, Gitayanti, Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
4. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III
“Gangguan Depresi”. PT Nuh Jaya. Jakarta, 2013.
5. W. Long P. 2011. Mayor depressive Disorder. Cited on 23 June 2020. p 1-
6.

Anda mungkin juga menyukai