Anda di halaman 1dari 18

PAPER PSIKIATRI

GANGGUAN MOOD DISTIMIK

Disusun Oleh:
Krisna Buana
120100149

Pembimbing:
Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT JIWA PROF. M. ILDREM MEDAN
2016
PAPER PSIKIATRI
GANGGUAN MOOD DISTIMIK

Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan Program Pendidikan


Profesi Dokter (P3D) Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:
Krisna Buana
120100149

Pembimbing:
Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT JIWA PROF. M. ILDREM MEDAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Krisna buana


NIM : 120100149
Judul : Gangguan Mood Distimik

Koordinator P3D
Pembimbing Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ dr. Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp. KJ

NIP. 19720501 199903 2 004 NIP. 19780404 200501 2 002

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan
judul Gangguan Mood Distimik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing, Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ, yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
paper selanjutnya. Semoga paper ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.

Medan, 02 November 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1. Definisi..................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi ............................................................................ .3
2.3. Etiologi dan Faktor Risiko ....................................................... 3
2.4. Gambaran Klinis ...................................................................... 4
2.5. Diagnosis ................................................................................. 5
2.6. Diagnosis Banding ................................................................... 7
2.7. Penatalaksanaan ....................................................................... 8
2.8. Prognosis .................................................................................. 9
BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami
secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Mood bisa
normal, meninggi atau terdepresi. Orang yang sehat akan merasakan berbagai
macam mood dan mempunyai ekspresi afek yang sama luasnya.Mereka merasa
mampu mengontrol mood dan afeknya.1
Gangguan mood cukup sering ditemui (sekitar 3-5% disetiap populasi
pada satu saat pada kehidupannya perna mengalami gangguan mood), dan ditemui
oleh hampir semua spesialis kedokteran. Gangguan mood perlu diidentifikasi dan
diobati atau dirujuk ke spesialis yang sesuai. 2
Dua bentuk gangguan mood yang dikenal yaitu: depresi dan mania.
Keduanya terjadi sebagai kelanjutan dari keadaan normal ke bentuk yang jelas-
jelas patologik pada beberapa pasien gejala-gejalanya bisa menjadi bentuk
psikotik. Gejala-gejala ringan dapat merupakan perluasan dari kesedihan atau
kegembiraan normal sedangkan gejala-gejala berat dikaitkan dengan sindrom
yang jelas (gangguan mood) yang tampaknya berbeda secara kualitatif dari proses
normal dan membutuhkan terapi spesifik.2
Bipolar disorder menempati urutan ke-enam penyebab kecacatan diantara
orang-orang dengan umur 15-44 tahun. Meskipun angka prevalensinya yang
tinggi dan kecacatan yang menyertainya, gangguan bipolar masih kurang diteliti
dibanding gangguan kesehatan mental yang lain. 2
Gangguan nonpsikotik kronis yang lazim pada penurunan mood atau
anhedonia adalah gangguan distimik. Paling sering pada perempuan (2-3:1) sering
muncul pertama kali pada usia akhir 20 atau 30-an. Prevalensi selama hidup 6%,
dan mulainya berangsur-angsur sering pada orang yang mempunyai predisposisi
untuk depresi.2

1
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan penjelasan
mengenai gangguan mood distimik, dimulai dari pembahasan definisi, etiologi,
diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahannya. Penyusunan makalah ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang berbagai
penyakit jiwa yang umum terjadi, dan mampu melaksanakan diagnosis dan
pengobatan yang tepat terhadap penyakit tersebut sesuai dengan standar
kompetensi dokter Indonesia.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gangguan distimik adalah suatu gangguan kronis yang ditandai oleh
adanya mood yang terdepresi (atau mudah marah pada anak-anak dan remaja)
yang berlangsung hampir sepanjang hari dan ditemukan pada sebagian besar hari.
Istilah distimia, yang berarti humor yang buruk (ill-hu-mored), diperkenalkan di
tahun 1980 dan diganti menjadi gangguan distimik di dalam DSM-IV. Sebelum
tahun 1980, sebagian besar pasien yang sekarang dikiasifikasikan mendenita
gangguan distimik, diklasifikasikan menderita neurosis depresif (juga disebut
depresi neurotik), walaupun beberapa pasien diklasifikasikan menderita
kepribadian siklotimik.1

2.2. Epidemiologi
Gangguan distimik merupakan gangguan yang sering ditemukan di
antara populasi umum, yang mengenai 3-5% dari semua orang, yang mengenai
antara setengah dan sepertiga dari semua pasien klinik. Sekurangnya satu
penelitian melaporkan prevalensi gangguan distimik di antara remaja yang muda
adalah kira-kira 8% pada laki-laki dan 5% pada perempuan. Gangguan distimik
lebih sering pada wanita yang berusia kurang dari 64 tahun dibandingkan laki-
laki pada setiap usia. Gangguan distimik juga lebih sering ditemukan di antara
orang yang tidak menikah dan orang muda dan pada orang dengan penghasilan
yang rendah. Selain itu, gangguan distimik sering kali ada bersama-sama
dengan gangguan mental lain, khususnya gangguan depresif berat, gangguan
kecemasan (khususnya gangguan panik). penyalahgunaan zat, dan, kemungkinan.
gangguan kepribadian ambang. 1

3
2.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi gangguan distimik, yaitu faktor biologis dan faktor psikososial.
a) Faktor Biologis
Beberapa penelitian pararneter biologis di dalam gangguan distimik
mendukung klasifikasi gangguan distimik dengan gangguan mood;
penelitian lain mempertanyakan hubungan tersebut. Satu hipotesis yang
diambil dari data adalah bahwa dasar biologis untuk gejala gangguan distimik
dan gangguan depresif berat adalah serupa; tetapi. Dasar biologis untuk
patofisiologi dasar kedua gangguan adalah berbeda.1
Penurunan latensi tidur REM dan meningkatnya densitas REM adalah
dua pertanda keadaan depresi pada gangguan depresif berat yang juga
ditemukan pada sebagian pasien dcngan gangguan distimik.1
b) Faktor Psikososial
Teori psikodinamika tentang perkembangan gangguan distimik
menyatakan bahwa ganggnan disebabkan oleh kesalahan perkembangan
kepribadian dan ego, yang memuncak dalam kesulitan dalam beradaptasi
pada masa remaja dan dewasa muda. Sebagai contoh, Karl Abraham
berpendapat bahwa konflik depresi berpusat pada sifat oral dan anal-sadistik.
Sifat anal adalah termasuk pengurutan yang berlebihan (exc essive
orderliness), bersalah, dan permasalahan terhadap orang lain: sifat anak
didalilkan merupakan pertahanan terhadap preokupasi dengan masalah anal
dan dengan disorganisasi, permusuhan, dan preokupasi terhadap diri sendiri.
Mekanisme pertahanan utama yang digunakan adalah pembentukan reaksi
(reaction formation). Harga diri yang rendah, anhedonia, dan introversi
sering kali disertai dengan karakier depresif.1
FREUD. Di dalam Mourning and Melancholia Sigmund Freud
berpendapat bahwa suatu kerentanan terhadap depresi dapat disebabkan oleh
kekecewaan interpersonal pada awal kehidupan yang menyebabkan hubungan
cinta ambivalen saat dewasa; kehilangan yang nyata atau yang mengancam
pada kehidupan dewasa selanjutnya memicu depresi. Orang yang rentan
terhadap depresi adalah yang tergantung secara oral dan memerlukan

4
pemuasan narsitik yang terus menerus. Jika tidak mendapatkan cinta, kasih
sayang, dan perawatan, mereka menjadi terdepresi secara klinis. Jika
orang tersebut mengalani kehilangan yang nyata, mereka
menginternalisasikan atau mengintroyeksikan objek yang hilang dan
mengalihkan kemarahannya padanya dan. dengan demikian, kepada dirinya
sendiri.3
Teori kognitif tentang depresi juga berlaku pada gangguan distimik; teori
ini menyatakan bahwa ketidaksesuaian antara situasi nyata dan situasi yang
dikhayalkan menyebabkan menurunnya harga diri dan rasa putus asa.
Keberhasilan terapi kognitif di dalam pengobatan beberapa pasien dengan
gangguan distimik mungkin mendukung model teoretis tersebut.1

2.4. Gambaran Klinis


Pasien gangguan distimik dapat memiliki suatu variasi temporal
di dalam keparahan gejalanya. Gejala sendiri adalah serupa dengan gejala untuk
gangguan depresif berat dan adanya mood yang terdepresi ditandai oleh
perasaan muram, murung, kesedihan atau berkurangnya atau tidak adanya
minat pada aktivitas pasien biasanya-adalah pusat dari gangguan. Pasien
dengan gangguan distimik kadang-kadand dapat sarkastik, nihilistik,
memikirkan hal yang sedih, membutuhkan, mengeluh. Mereka dapat juga tegang
dan kaku dan menolak intervensi terapeutik, kendatipun mereka datang secara
teratur pada perjanjian.5
Gejala penyerta adalah perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri
yang rendah, hilangnya energi, retardasi psikomotor, penurunan dorongan seksual,
dan preokupasi obsesif dengan masalah kesehatan. Pesimisme, keputusasaan,
dan ketidakberdayaan dapat menyebabkan gangguan distimik terlihat
sebagai masokistik. Tetapi, jika pesimisme diarahkan ke luar, pasien dapat
bersikap kasar terhadap dunia dan mengeluh bahwa mereka telah diperlakukan
buruk oleh sanak-saudaranya, anak-anak, orangtua, temang sejawat, dan oleh
sistem.5

5
Gangguan di dalam fungsi sosial kadang-kadang merupakan alasan
mengapa pasien dengan gangguan distimik mencari pengobatan. Pada
kenyataannya perceraian, pengangguran dan masalah sosial adalah
masalah yang sering ditemukan pada pasien tersebut. Mereka mungkin
mengeluhkan bahwa mereka mengalami kseulitan dalam berkonsentrasi dan
melaporkan bahwa prestasi sekolah atau kerjanya adalah terganggu.5

2.5. Diagnosis
Kriteria diagnosis distimia menurut DSM-IV adalah:
Adanya mood terdepresi di sepanjang hari berdasarkan perasaan subyektif
atau dilihat oleh orang lain. Selama sekurang-kurangnya 2 tahun (1 tahun pada
anak dan remaja digambarkan sebagai mood iritabel).1
Ada 2 (atau lebih) gejala dibawah ini:
1. Nafsu makan menurun atau makan yang berlebihan.
2. Insomnia atau hipersomnia.
3. Kurangnya energi atau kelelahan.
4. Citra diri yang rendah.
5. Sulit konsentrasi atau sukar mengambil keputusan.
6. Perasaan ketidakberdayaan.

Tidak didapatkan episode depresi mayor dan gejala bukan merupakan remisi
parsial dari depresi mayor.
Jika distimia terjadi pertama kali (sekurang-kurangnya 2 tahun, dan 1 tahun
pada distimia anak atau remaja) kemudian berkembang menjadi episode
depresi mayor maka dapat didiagnosis sebagai double depression, bila ada
depresi mayor dan distimia yang terjadi secara bersamaan.
Tidak didapatkan episode mania, hipomania atau siklotimia.
Gejala distimia bukan disebabkan oleh gangguan psikotik kronis seperti
skizofrenia atau gangguan waham.
Gejala bukan diakibatkan oleh obat-obatan, penyalahgunaan zat, terapi atau
kondisi medis (contohnya hipotiroid).

6
Gejala-gejala tersebut menyebabkan penderitaan atau masalah yang bermakna
pada hubungan sosial, pekerjaan atau fungsi lainnya yang dianggap penting.4

Kriteria diagnosis distimia menurut ICD-10 adalah:


o Mood depresi yang menetap/terus menerus selama sedikitnya 2 tahun.
o Jarang timbul periode mood yang normal selama lebih dari beberapa minggu
dan tidak ada episode hipomania.
o Tidak ada atau sedikit sekali, seseorang dengan episode depresi tersebut
mengalami gangguan yang bermakna atau menetap untuk kriteria gangguan
depresi ringan yang rekurens.

Selama periode depresi tersebut ada sedikitnya 3 gejala di bawah ini:


1. Energi/aktivitas yang menurun.
2. Sulit tidur.
3. Tidak percaya diri dan merasa inadekuat.
4. Sulit konsentrasi.
5. Sering menangis.
6. Kurang minat/menikmati aktivitas seksual atau aktivitas lain yang biasanya
memberikan kesenangan.
7. Merasa tidak mampu melakukan tanggung jawab rutin sehari-harinya.
8. Pesimis terhadap masa depan atau selalu menyesali masa lalu.
9. Menarik diri dari pergaulan.
10. Tidak banyak bicara.4

2.6. Diagnosis Banding


Gangguan Depresif ringan
Hal ini ditandai oleh episode gejala depresif yang kurang parah dibandingkan
dengan gejala pada gangguan depresif berat. Perbedaan antara gangguan
distimia dan gangguan depresif ringan terutama pada sifat episodik gejala pada
gangguan depresif ringan. Di antara episode, pasien dengan gangguan depresif

7
memiliki mood yang eutimik, sedangkan pasien dengan gangguan distimik tidak
memiliki periode eutimik.5
Ganggaun depresif Singkat Berulang
Gangguan Depresif singkat rekuren, ditandai oleh periode singkat (kurang dari
dua minggu) selama mana terdapat episode depresif. Pasien dengan gangguan
dapat memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat jika
episodenya lebih panjang. Pasien dengan gangguan depresif singkat rekuren
berbeda dari pasien gangguan distimik atas dua hal: pertama, mereka memiliki
gangguan episodik, dan kedua, keparahan gejalanya adalah lebih besar.5
Depresi Ganda
Sekitar 40 persen pasien dengan gangguan depresif berat juga memenuhi kriteria
gangguan distimik , suatu kombinasi yang sering disebut depresi ganda.data
yang tersedia menyokong kesimpulan bahwa pasien depresi ganda memilki
progonosis lebih buruk daripada pasien dengan hanya gangguan depresif berat.
Terapi pasien depresi ganda harus diarahkan pada kedua gangguan karena
perbaikan gejala gangguan depresif berat tetap meninggalkan pasien dengan
hendaya psikiatri yang bermakna. 5
Penyalahgunaan Alkohol dan Zat
Pasien dengan gangguan distimik umumnya memenuhi kriteria diagnostik
gangguan terkait zat. Komorbiditas ini dapat menjadi logis. Pasien dengan
gangguan distimik cenderung membentuk metode koping untuk keadaan depresi
kronisnya. Sehingga, mereka cenderung menggunakan alkohol atau stimulan
seperti kokain dan marijuana, pilihannya mungkin terutama bergantung
pada konteks sosial pasien. Adanya diagnosis komorbid penyalahgunaan zat
membuat dilema diagnostik utnuk klinisi; penggunaan banyak zat jangka
penjang dapat menimbulkan gambaran gejala yang tidak dapat dibedakan
dengan gangguan distimik.5

8
2.7. Penatalaksanaan
Kombinasi Farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku mungkin
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan
Terapi Kognitif
Terapi Kognitif adalah suatu teknik dimana pasien diajarkan cara berpikir
dan berkelakukan yang baru untuk manggantikan sikap negatif yang salah
terhadap dirinya sendiri, dunia dan masa depan. Terapi ini merupakan program
terapi jangka pendek yang diarahkan pada masalah saat ini dan pemecahannya.6
Terapi perilaku
Terapi perilaku untuk gangguan depresif didasarkan pada teori bahwa
depresi disebabkan oleh hilangnya pendorong positif sebagai akibat
perpisahan, kematian, atau perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Berbagai
metode pengobatan berpusat pada tujuan spesifik untuk meningkatkan aktivitas,
untuk mendapatkan pengalaman menyenangkan dan untuk mengajarkan
pasien bagaimana cara bersantai. Mengganti perilaku pribadi pasien terdepresi
dipercaya merupakan cara paling efektif untuk mengubah pikiran dan perasaan
depresi yang menyertai. Terapi ini seringkali digunakan untuk mengobati
keputusasaan yang dipelajari pada beberapa pasien yang tampaknya menghadapi
setiap tantangan kehidupan dengan rasa ketidakmampuan.6
Psikoterapi berorientasi tilikan (Psikoanalitik)
Pendekatan psikoterapeutik berusaha untuk menghubungkan
perkembangan dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian maladaptif
dengan konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-anak awal. Tilikan
ke dalam ekivalen depresi (sepertipenyalahgunaan zat) atau ke dalam
ekecewaan masa anak-anak sebagai pendahulu terhadap depresi dewasa dapat
digali melalui terapi. Hubungan sekarang yang ambivalen dengan orang tua,
teman, dan orang lain di dalam kehidupan pasien sekarng ini diperiksa.6
Gangguan distimik melibatkan suatu keadaan depresi kronis yang menjadi
cara hidup orang tertentu. Mereka secara sadar mengalami dirinya sendiri berada
di dalam belas kasihan dari objek internal yang menyengsarakan yang tidak henti-
hentinya menyiksa mereka.6

9
Terapi interpersonal
Di dalam terapi interpersonal untuk gangguan distimik, pengalaman
interpersonal pasien sekarang ini dan cara mereka mengatasi stres dinilai untuk
menurunkan gejala depresif dan menigkatkan harga diri. Terapi interpersonal
terdiri kira-kira 12-16 sesi mingguan dan dapat dikombinasi dengan medikasi
antidepresan. 6
Terapi Keluarga dan Kelompok Terapi
keluarga dapat membantu pasien dan keluarganya untuk menghadapi
gejala gangguan, khususnya jika sindrom subafektif yang didasarkan secara
biologis tampaknya akan timbul. Terapi kelompok dapat membantu pasien yang
menarik diri untuk mempelajari cara baru mengatasi masalah interpersonalnya di
dalam situasi sosial.6
Farmakoterapi
Antidepresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan vegetatif yang
sering dialami oleh penderita distimik, seperti gangguan tidur, rasa lelah,
anhedonia dan rasa nyeri. Respon pengobatan dengan dengan antidepresan
sebesar 55 persen. Dari beberapa pelaporan diperoleh bahwa SSRIs,
trisiklik antidepresan dan monoamin oksidase inhibitor sama efektif, tetapi
diantara obat tersebut SSRIs yang dapat ditoleransi lebih baik. Penggunaan
antidepresan harus memperhatikan efek samping yang ditimbulkan karena obat
digunakan dalam jangka panjang. Pasien usia lanjut dan anak dengan riwayat
gangguan perhatian dapat diberikan psikostimulan seperti amfetamin dan
metilfenidat. Hal-hal yang diperhatikan dalam pemilihan antidepresan adalah:
Efek samping yang harus dihindari oleh individu tersebut
Individu memiliki riwayat penggunaan antidepresan sebelumnya
Apabila obat tersebut memiliki efektivitas yang baik bagi anggota keluarga
lainnya yang memiliki gejala yang sama. 6
Penggunaan antidepresan harus berhati-hati untuk pasien dengan
gangguan distimik dengan komorbiditas gangguan kecemasan, karena
dosis awal yang terlalu tinggi atau peningkatan dosis yang terlalu cepat

10
akan memberikan efek samping yan akan mempengaruhi kepatuhan dalam
berobat. Antidepresan golongan SSRIs yang seringkali diberikan adalah fuoxetin
dengan dosis awal 20 mg (untuk orang dewasa), sekali sehari, yang diberikan
pada saat pagi hari. Dosis dapat ditingkatkan perlahan dalam beberapa minggu
sebesar 20 mg dengan dosis maksimal 80mg/hari. Selain itu dapat juga diberikan
sertralin dengan dosis awal 50 mg (untuk orang dewasa), sekali sehari, yang
diberikan pada saat pagi hari, dan dosis dapat ditingkatkan dalam beberapa
minggu sebesar 50 mg, dengan dosis maksimal 200mg/hari. Antidepresan
diberikan dengan waktu yang tidak terbatas, namun dosis dapat diturunkan sesuai
dengan evaluasi perbaikan gejala. Namun obat tidak boleh diturunkan terlebih
dahulu sampai 6 bulan stelah gejala membaik. Selain psikoterapi dan
farmakoterapi, kegiatan olahraga juga dapat memperbaiki gejala. Pasien
disarankan berolahraga sebanyak 3-4 kali seminggu. Olahraga yang digunakan
adalah bersifat aerobik.6

2.8. Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan gangguan distimik adalah bervariasi.
Penelitian di masa depan mungkin menyatakan bahwa penggunaan zaat
antidepresif baru sebagai contoh, tluoxetine (Prozac) dan bupropion (Wellbutrin)
atau tipe psikoterapi spesifik (sebagai contoh, terapi kognitif dan perilaku)
memiliki efek positif pada perjalanan dan prognosis gangguan distimik. Data yang
tersedia tentang pengobacan yang sebelumnya tersedia menyatakan bahwa hanya
10 sampai 15 persen pasien gangguan distimik yang berada dalam remisi
satu tahun setelah diagnosis awal. Kira-kira 25 persen dan semua pasien
gangguan distimik tidak pernah mencapai pemulihan yang lengkap.1

11
BAB 3
KESIMPULAN
Gangguan distimik adalah suatu gangguan kronis yang ditandai oleh
adanya mood yang terdepresi (atau mudah marah pada anak-anak dan remaja)
yang berlangsung hamper sepanjang hari dan ditemukan pada sebagian besar hari.
Pada pasien distimik tidak ditemukan adanya gejala psikotik. Pasien dengan
gangguan distimik memiliki gejala mirip dengan gangguan depresi mayor
namun lebih banyak gejala yang bersifat subjektif.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J., Harold I. Kaplan, and Virginia A Sadock. Kaplan &
Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/clinical Psychiatry. 7th
ed. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher, 2010.
2. David, A. Tomb, Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC: 2003. 47p.
3. Departemen Kesehatan, Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan
Depresif. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2007. Hal
11
4. http://grhasia.jogjaprov.go.id/index.php/artikel/kesehatan/104-distimia
5. Ismail, R. Irawati, Siste, Kristina. Buku Ajar Psikiatri, Jakarta: FK UI, 2010.
Hal 223-229
6. http://docslide.us/documents/referat-gangguan-distimik-erwin.html

13

Anda mungkin juga menyukai