PENDAHULUAN
1
namun masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat
untuk menegakkan diagnosis tersendiri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
3
Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara
terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan,
kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol,
cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar,
mudah marah, sulit tidur. 3,7,8
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di
bawah:
Ketegangan 1. Kedutan otot/ rasa gemetar
Motorik
2. Otot tegang/kaku/pegal
8. Mulut kering
4
Kewaspadaan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
berlebihan dan 14. Mudah terkejut/kaget
Penangkapan 15. Sulit konsentrasi pikiran
berkurang 16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung
VI. DIAGNOSIS
5
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan
berdasarkan :5
Kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat secara terpisah dari kriteria
diagnostik untuk diagnosis yang berhubungan dengan depresi ringan dan
sedang serta depresi berulang.3
6
Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara
terpisah yaitu gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan
depresi berat dengan gejala psikotik. 3,4,5
Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :
Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan
tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram
dan pesimis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
tidur terganggu, nafsu makan berkurang.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
3,4,5
7
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Pedoman diagnostik
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika
karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan
depresif harus diutamakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
2.4 PENATALAKSANAAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat
dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi
dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang
tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang
sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan
dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang
tidak perlu.1,6, 8
8
Sedangkan pada gangguan depresif, pertimbangkan penggunaan obat-obatan
maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya
cukup efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh.
Gunakan benzodiazepin dengan tidak berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-
4 kali sehari atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa
minggu hingga beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk
mengikuti perjalanan penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk
pengobatan awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis
terbagi). Pasien tertentu yang telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin
akan merasakan kurangnya efektivitas buspiron. Anti depresan trisiklik,
SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien tertentu (terutama bagi
mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan gejala
otonomik akan membaik dengan -bloker (misal, propanolol 80-160
mg/hari). 4, 8
Sedangkan bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf
hebatnya gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini
ditanyakan dengan bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat
mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami
masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan
keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering
terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita
dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping
psikoterapi dan obat anti depresan.4
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan
farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi
berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam
pengobatan gangguan depresi berat. Pada farmakoterapi digunakan obat anti
depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan
opipramol.
9
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine
Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti :
sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek
klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam
serta waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima
proses dalam pengaturan dosis, yaitu :
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama
minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari
pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.
2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis
efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari
selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan
minggu IV 300 mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3
bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian
diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari
initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1
minggu, 100 mg/hari 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari 50 mg/hari
selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau
kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan
seterusnya.
10
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single
dose one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk
golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. 4
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
13
10. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008.
www.sidenreng.com
11. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12
14