Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah. Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benarbenar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi stroke ? 2. Bagaimana epidemiologi stroke ? 3. Apa factor resiko stroke ? 4. Apa klasifikasi stroke ? 5. Bagaimana patofisiologi stroke ? 6. Apa saja manifestasi klinik stroke ? 7. Bagaimana mendiagnosis stroke ? 8. Apa diagnosis banding stroke ?

9. Bagaimana pengobatan stroke ? 10. Bagaimana prognosis stroke ? 11. Apa komplikasi stroke ? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui definisi stroke. 2. Mengetahui epidemiologi stroke. 3. Mengetahui factor resiko stroke. 4. Mengetahui klasifikasi stroke. 5. Mengetahui patofisiologi stroke. 6. Mengetahui manifestasi klinik stroke. 7. Mengetahui cara mendiagnosis stroke. 8. Mengetahui diagnosis banding stroke. 9. Mengetahui pengobatan stroke. 10. Mengetahui prognosis stroke. 11. Mengetahui komplikasi stroke. 1.4 Manfaat Teoritis Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan landasan teori mengenai stroke dan prinsip penanganannya. Praktis Makalah ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah bagi para dokter pelayanan primer sebagai dasar penanggulangan stroke untuk melakukan penanggulangan pertama dan rujukan ke rumah sakit terdekat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Stroke Stroke adalah gangguan suplai darah ke otak, biasanya disebabkan karena pecahnya pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan (clot). Hal ini memutuskan pasokan oksigen dan nutrisi sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.17 2.2 Epidemiologi Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya. Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.9,14 2.3 Faktor Resiko Mengenai factor resiko untuk terjadinya stroke, dapat diajukan banyak hal, namun dapat dibagi kedalam factor resiko yang tidak dapat dirubah (non modifiable) dan factor resiko yang dapat dirubah (modifiable).1,10

Table 1. Faktor Resiko Stroke yang Tidak Dapat Dirubah dan Dapat Dirubah1,10 Tidak Dapat Dirubah (Non Modifiable) Age Sex and Sex Hormones Hereditary Race ethnicity Dapat Dirubah (Modifiable) Hypertension Smoking Diabetes Mellitus Hypercholesterolemia Atrial fibrillation Cardio Embolism Obesity and Metabolic Syndrome Diet Exercise Heavy alcohol consumption Hemostatic Variables Hematocrit Infection and inflammation Hemocysteinemia Non Stroke Vaskular Disease Transient Ischemic Attack

Hipertensi merupakan factor resiko yang utama untuk terjadinya stroke baik stroke iskemik (infark) maupun perdarahan (hemoragik). Terdapat hubungan linear antara tinggi tekanan darah dan insiden primer stroke. Pada orang Asia hubungan antara tekanan darah tinggi dan stroke lebih tinggi.1 2.4 Klasifikasi Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah).4,12 1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: a) Stroke iskemik 0 1 2 Transient Ischemic Attack (TIA) Trombosis serebri Emboli serebri

3 4 5

Hipoperfusi sistemik b) Stroke hemoragik Perdarahan intraserebral Perdarahan subarakhnoid 2) Berdasarkan stadium: a) Transient Ischemic Attack (TIA) b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) c) Stroke in evolution (SIE)/ Progressing Stroke d) Completed stroke 3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah): a) Tipe karotis Motorik : hemiparese kontralateral, disartria Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia b) Tipe vertebrobasiler Motorik : hemiparese alternans, disartria Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

Gambar 1. Klasifikasi Stroke2

2.5 2.5.1

Stroke Iskemik (Infark) Definisi Stroke Iskemik (Infark) adalah keadaan dimana otak mengalami iskemia dan

nekrosis akibat aliran darah kesuatu area otak menurun atau terhenti akibat suatu sumbatan baik karena trombus atau emboli.1

Gambar 2. Stroke Iskemik15

2.5.2

Patofisiologi Oklusi akut dari pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran

darah yang memasok ke daerah otak. Besarnya penurunan merupakan fungsi aliran darah kolateral dan ini tergantung pada anatomi vascular dan tempat oklusi. Penurunan aliran darah otak hingga nol menyebabkan kematian jaringan otak dalam 4-10 menit, nilai <16-18 jaringan ml/100 gram jaringan per menit menyebabkan infark dalam waktu satu jam, dan nilai <20 jaringan ml/100 gram jaringan per menit menyebabkan iskemia tanpa infark kecuali diperpanjang selama beberapa jam atau hari. Jika aliran darah pulih sebelum sejumlah besar kematian sel, pasien mungkin mengalami gejala hanya sementara, yaitu, TIA. Jaringan sekitar wilayah inti infark iskemik adalah reversibel tetapi disfungsional dan disebut sebagai penumbra iskemik. penumbra iskemik pada akhirnya akan mengalami infarct jika tidak terjadi perubahan dalam aliran darah, dan karenanya menyelamatkan penumbra iskemik adalah tujuan dari terapi revaskularisasi.13

Infark serebral fokal terjadi melalui dua jalur yang berbeda (1) jalur nekrotik di mana terjadi kerusakan cytoskeletal selular yang cepat, karena terjadi kegagalan pembentukan energi sel, dan (2) jalur apoptosis di mana sel-sel diprogram untuk mati. Iskemia menyebabkan nekrosis karena neuron kekurangan glukosa, sehingga mitokondria gagal untuk menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion membran tidak berfungsi dan terjadi depolarisasi neuron, yang menyebabkan kalsium intraseluler meningkat. Depolarisasi seluler juga menyebabkan pelepasan glutamat dari sinap terminal, glutamat ekstraseluler yang berlebih menyebabkan neurotoksisitas dengan mengaktifkan reseptor glutamat postsynaptic yang meningkatkan masuknya kalsium neuronal. Radikal bebas dihasilkan oleh degradasi membran lipid dan disfungsi mitokondria. Radikal bebas menyebabkan kerusakan katalitik membran dan kerusakan fungsi vital lain dari sel. Derajat lebih rendah dari iskemia, sebagaimana terlihat dalam penumbra iskemik, mendukung kematian apoptosis selular dari hari sampai minggu kemudian. Demam secara dramatis memperburuk iskemia, seperti halnya hiperglikemia [glukosa> 11,1 mmol / L (200 mg / dL)], sehingga sebisa mungkin untuk menekan demam dan mencegah hiperglikemia.13

Gambar 3. Patofisiologi Stroke Iskemik13

2.5.3

Gejala Klinik Stroke iskemik akut umumnya mengalami gangguan neurologic fokal secara

mendadak. Sebagian diantaranya menunjukkan gejala yang semakin memberat (progressing stroke atau stroke in evolution), dengan kesadaran tetap baik. Penurunan kesadaran dapat dijumpai pada beberapa penderita dengan infark hemisferik yang sangat luas, oklusi arteria basilaris, dan infark serebelar dengan edema yang mengakibatkan kompresi batang otak.1
Tabel 4. Gejala Neurologik yang Sering Dijumpai pada Penderita Stroke Iskemik Akut1 Hemisfer kiri (dominan), kortikal Afasia Hemiparesis kanan Gangguan hemisensorik kanan Neglect hemiparsial kanan Hemianopsia homonym kanan Gaze paralysis kanan Hemisfer kanan (non - dominan), kortikal

Hemiparesis kiri Gangguan hemisensorik kiri Neglect hemiparsial kiri Hemianopsia homonym kiri Gaze paralysis kiri Subkortikal, hemisfer atau batang otak Hemiparesis (pure motor stroke) Gangguan hemisensorik (pure motor stroke) Disartria Hemiparesis ataksis Tak ada gangguan fungsi kognisi, bahasa, pengelihatan Batang otak Gangguan motorik atau sensorik ke-empat anggota gerak Hemiparesis atau hemisensorik alternans Disconjugate gaze Nistagmus Ataksia Disartria Disfagia Cerebellum Ataksia lengan ipsilateral Ataksia jalan

Beberapa penyakit dapat memberikan gambaran klinik yang meyerupai stroke. Diantaranya adalah sinkop, kelainan metabolic (misalnya hipoglikemia dan ensefalopati metabolic lainnya), tumor otak, perdarahan subdural, hemiparesis post iktal (paralisis Todd). Dengan anamnesis dan pemeriksaan neurologk yang cermat, serta pemeriksaan tambahan kelainan tersebut dapat dibedakan dengan serangan stroke.1 2.6. 2.6.1 Stroke Perdarahan (Hemoragik) Definisi Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.11

10

Gambar 4. Stroke Perdarahan (Hemoragik)16

Stroke perdarahan dapat dibedakan menjadi perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subarachnoid (PSA). Kedua tipe stroke perdarahan ini mempunyai penyebab, masalah, dan penanganan yang berbeda.1 2.6.2 Patofisiologi Pada perdarahan intraserebral (PIS) perdarahan yang terjadi secara langsung ke dalam parenkim otak. Mekanisme yang biasa terjadi dianggap sebagai kebocoran dari arteri intraserebral kecil yang rusak oleh hipertensi kronis. Mekanisme lainnya termasuk diastesis perdarahan, antikoagilasi iatrogenic, amiloidosis otak, dan penyalahgunaan kokain. Perdarahan intraserebral terjadi dibeberapa lokasi dalam otak, termasuk thalamus, putamen, otak kecil, dan batang otak. Selain daerah otak yang terluka oleh perdarahan, daerah sekitar otak dapat rusak oleh tekanan yang dihasilkan oleh efek gumpalan hematoma. Kenaikan umumnya dalam tekanan intracranial dapat terjadi.3,5 Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (berry aneurysm) akibat hipetensi maligna. Hal ini paling sering terjadi didaerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh

11

darah arteriola berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteriyang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.3,5 Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. PSA umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).3,5 Mekanisme perdarahan karena aneurisma, terdapatnya bagian lemah pada dinding arteri. Pada saat tertentu bagian tersebut meregang atau menggembung pada tekanan darah yang tinggi. Ballooning aneurisma dinding arteri ini dapat mengalami rupture dan darah keluar ke ruang disekitar sel sel otak.3,5 2.6.4 Gejala klinis Perdarahan Intra Kranial Gambaran klinis dari perdarahan intraserebral terjadinya mendadak terutama saat melakukan aktivitas, jarang onsetnya saat tidur (37,5 70 %). Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran yang secara keseluruhan terdapat pada 60% kasus, dua pertiganya mengalami koma, dan koma ini dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke ruang intra ventricular dan besarnya ukuran perdarahan.1 Sakit kepala didapatkan pada lobar hemoragik (perdarahan lobus) sekitar 70%. Sedangkan muntah muntah didapatkan 44% kasus. Kejang jarang didapatkan pada onset (13%). Pada perdarahan intraserebral didapatkan 39% mengalami kejang, pada perdarahan putamen didapatkan 17% duapertiga dari semua kejang terjadi dalam 48 jam dari perdarahan.1 Deficit fokal neurologi yang terjadi tergantung dari lokasi perdarahan tersebut. Pada perdarahan intraserebral di supra tentorial akan terputusnya hubungan serabut serabut kortikal dan subkortikal yang menimbulkan deficit sensorik

12

sensorik yang kontralateral, gangguan fungsi luhur berupa afasia, gangguan gerak bola mata dan lapang pandang.1 Perdarahan intraserebral terjadi hanya 10% kasus. Yang sering ,menimbulkan kematian (60-80%) akibat hidrosefalus (75%). Gejala klinis dapat berupa gangguan pada batang otak seperti kelainan gerak bola mata (gaze), paresis saraf cranial dengan deficit motorik alternan. Pada perdarahan di serebelum berupa ataxia, nistagmus, dan gangguan koordinasi (dismetri). Tekanan intra cranial yang terjadi akan bertambah hebat akibat perdarahan dan edema sekitarnya, yang kemudian dapat terjadi herniasi yang menekan batang otak sehingga menimbulkan kematian.1 Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Nyeri kepala akut yang hebat (thunderclap headache) (48-70%) penderita disertai pusing (10%), nyeri orbita (7%), diplopia (4%), pandangan kabur (4%); kaku kuduk, foto phobia dengan nyeri pinggang bawah sebagai gekal dari rangsang meningeal, dan mual, muntah karena peninggian tekanan intracranial (TIK); tanda tanda deficit neurologi fokal : hemiparesis dengan atu tanpa afasia; paresis nervi cranilais seperti okulomotorius, abdusens; bisa terjadi monoparesis tungkai sesuai dengan ltak pecahnya aneurisma; funduskopi : ditemukan perdarahan subhyalioid retina dan mungkin adanya edema papil; bisa pula sudah ada gejala klinik pada 10 15% penderita yang meuncul semenjak sebelum terjadi rupture aneurisma, seperti paresis motorik atau parestesis (6%), kejang (4%), ptosis (3%), bruit (3%) dan disfasia (2%); pada 60 70 % PSA ditemukan factor pencetus seperti kerja fisik berat, ketegangan emosional, mengedan, berhubungan seksual dan trauma, sedangkan 30 - 40 % sisanya terjadi pada waktu istirahat.1 2.7. 2.7.1 Diagnosis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Diagnostik yang paling penting adalah riwayat awal dan pemeriksaan fisik pasien. Rincian penting tentang riwayat medis mungkin harus diperoleh dari anggota keluarga jika pasien bingung atau tidak mampu berbicara. Selama pemeriksaan, dokter akan memeriksa berbagai fungsi neurologis: orientasi, memori, pengendalian emosi, keterampilan motorik, sensasi taktil, pendengaran, penglihatan, dan

13

kemampuan untuk membaca, menulis, dan berbicara. Menggunakan pengetahuan tentang anatomi otak dan fungsi, neurologis biasanya dapat mengidentifikasi daerah otak yang rusak dengan mencatat gejala-gejala yang spesifik. Misalnya, kesulitan dengan berjalan dan keseimbangan kemungkinan akibat kerusakan otak kecil. Defisit spesifik di satu sisi dari titik tubuh terhadap kerusakan di belahan otak yang berlawanan.1,2 Pemeriksaan umum juga harus mencakup mencari bukti adanya tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, atau penyakit di bagian lain dari sistem vascular. Menggunakan temuan dari riwayat, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan umum, dokter akan merumuskan pendapat awal tentang lokasi dan jenis stroke. Tes laboratorium dan radiologi diperlukan untuk membantu mengkonfirmasi atau mengecualikan kecurigaan awal.1 Beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada penderita stroke adalah :1 1. Harus ditanya bagaimana permulaan, apakah sangat akut (mendadak) sehingga dalam beberapa detik penderita jatuh tidak sadar, atau terjadi subakut dalam beberapa jam. Yang terakhir biasanya suatu infark. 2. Harus ditanya apakah pada permulaan serangan penderita baru bangun, ataukah serangan pertama terjadi sewaktu penderita baru marah, makan, atau melakukan aktivitas lain. Yang terakhir biasanya suatu perdarahan atau emboli. 3. Bagaimana selanjutnya perjalanan gejala : apakah gejala bertambah buruk, ataukah gejala gejala semakin berkuran. 4. Berapakali serangan telah dialami penderita. Pada infark kadang kadang sebelumnya telah terjadi serangan, yang setelah seperempat jam sembuh (TIA), kemudian terjadi lagi serangan baru, yang sembuh lagi, dan seterusnya, tiap serangan bertambah berat. 5. Harus ditanya apakah terjadi nyeri kepala sebelum atau selama terjadi serangan. 6. Apakah penderita mual atau muntah (sering pada suatu perdarahan). 7. Apakah intelek penderita akhir akhir ini mundur.

14

8. Apakah kesadaran penderita berkurang. 9. Apakah penderita dapat berbicara atau menulis. 10. Apakah ia lumpuh. 11. Apakah separuh dari badan kesemutan. 12. Apakah terdapat gangguan pengelihatan. 13. Apakah penderita sering pusing sehingga ia jatuh. 14. Apakah terdapat penyakit sebelumnya seperti diabetes, hipertensi, atau anesi. 15. Apakah sebelum timbul gejala penderita minum obat-obatan (antidiabetes, antihipertensi). 2.7.2 Pemeriksaan Fisik Setelah pemeriksaan intern yang teliti, maka dilakukan pemeriksaan neurologis yang rutin. Pada pemeriksaan neurologis penderita stroke harus diperhatikan pemeriksaan neurovascular. Pemeriksaan ini adalah :1 1. Palpasi dan auskultasi dari arteri atau cabang arteri karotis yang terletak dekat permukaan. 2. Mendengar dan mencari bruit cranial atau cervical. 3. Mengukur tekanan darah pada kedua lengan dalam posisi berbaring dan duduk. 4. Mengukur tekanan arteria optalmika, apakah ,menurun pada sisi infark. 5. Melihat dengan oftalmoskop ke retina terutama ke pembuluh darahnya. Dengan pemeriksaan ini, maka lazimnya (pada 72% penderita) dapat disusun diagnosis banding antar infark dan perdarahan seperti table dibawah ini.1
Tabel 6. Diagnosis Banding Perdarahan dan Infark Otak1 Gejala Permulaan Waktu serangan Peringatan sebelumnya Nyeri kepala Muntah Perdarahan Sangat akut Aktif ++ ++ Infark Sub akut Bangun pagi ++ -

15

Kejang kejang Kesadaran menurun Bradikardi Perdarahan di retina Papiledema Kaku kuduk, kernig, brdzinki Ptosis Lokasi

++ ++ +++ (di hari 1) ++ + ++ ++ subkortikal

+/+ (terjadi hari ke 4) Kotikal / subkortikal

Table 7 Perbedaan antara Letak Kortikal Subkortikal1 Gejala/Tanda Afasia Asteronosis 2 point discrimination terganggu Graphestesi terganggu Extinetion phenomenon Loss of body image Kelumpuhan lengan dan tungkai tidak sama Dystonic posture Gangguan sensibilitas Kedua mata melihat kehidung Kortikal ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ Subkortikal -

++ ++ ++

Dari kedua table diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis perdarahan atau infark hanya dapat dibuat berdasarkan atas suatu kumpulan gejala dan bukan atas adanya satu gejala.1 Pada kasus perdarahanharus dibedakan apakah perdarahan intraserebral (PIS) atau perdarahan subarakhnoidal (PSA).1

Table 8. Diagnosis Banding Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoidal 1 Gejala Nyeri kepala Kaku kuduk Kernig/burdzinki Gangguan N. III, IV Kelumpuhan Cairan serebrospinal Hipertensi PIS ++ + + + (bila besar) Biasanya hemiplegic Eritrosit > 1000 ++ PSA +++ +++ +++ +++ Hemiparesis Eritrosit > 25000 -

16

Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana tidak memungkinkan (CT scan tidak ada) kita gunakan cara scoring. Cara ini biasanya sangat praktis dan dapat dilakukan dengan cepat, tetapi akurasinya tidak mencapai 100%. Salah satunya adalah Score Stroke Siriraj.1 Score Stroke Siriraj [(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x TD diastolik) (3 x tanda ateroma) 12] Score < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik Score > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Keterangan : Derajat kesadaran : sadar = 0, mengantuk/stupor =1, semi koma/koma =2 Muntah : tidak muntah = 0, muntah =1 Nyeri kepala : tidak nyeri kepala =0, nyeri kepala =1 Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) : tidak ada tanda teroma =0, ada tanda ateroma =1

2.7.3

Pemeriksaan Penunjang Tes Laboratorium Tes biasanya dilakukan pada sampel darah, urin, dan, cairan serebrospinal.

Fokus awalnya pada tidak termasuk kondisi yang dapat menyerupai atau memperburuk stroke, seperti infeksi atau kadar gula darah rendah. Skrining juga dapat dilakukan untuk diabetes, kolesterol darah tinggi, gangguan perdarahan, dan kelainan pada protein darah - faktor risiko untuk penyakit jantung dan stroke berulang.2 Pemeriksaan Kadar Gula Darah Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya diabetes mellitus sebagai salah satu factor resiko utama stroke. Tingginya kadar gula darah pada stroke akut berkaitan pula dengan tingginya angka kecacatan dan kematian. Selain itu, dengan pemeriksaan dapat diketahui adanya hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik menyerupai stroke.1 Elektrolit Serum dan Faal Ginjal

17

Pemeriksaan ini diperlukan, terutama berkaitan dengan kemungkinan pemeberian obat osmoterapi pada penderita stroke yag disertai peningkatan tekanan intracranial, dan keadaan dehidrasi.1 Darah Lengkap Pemeriksaan dan keganasan.1 Faal Homeostasis Pemeriksaan jumlah trombosit, waktu protrombin (PT) dan tromboplastin (aPTT) diperlukan terutama berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik.1 Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu (sesuai indikasi) adalah : tes faal hati, saturasi oksigen, analisis gas darah, toksikologi, kadar alcohol dalam darah, pungsi lumbal (bila ada dugaan perdarahan subarachnoid, tetapi gambaran CT scan normal), elektro-ensefalografi (EEG) terutama pada paralisis Todd.1 Imaging Studies Computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknik yang menghasilkan gambar anatomi otak. Masing-masing memiliki kelebihan dalam situasi berbeda. CT scan dan MRI dapat menggambarkan kondisi seperti tumor, abses, perdarahan dari trauma dan juga dapat membedakan iskemik stroke dan stroke perdarahan. MRI juga mampu secara spektroskopis (berdasarkan spektrum cahaya) mengukur bahan kimia dalam otak. pengukuran ini mungkin penting dalam menentukan mekanisme stroke dan prognosis dan terapi terbaik untuk pasien stroke tertentu.2 CT scan dapat memberikan informasi tentang lokasi, ukuran infark, perdarahan, dan apakah perdarahan menyebar keruang intraventrikular, serta dapat membantu perencanaan operasi. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT scan belum tampak. Sedang pada perdarahan intrasereblar setelah beberapa jam pertama darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologic yag dapat mempengaruhi stroke iskemik, misalnya anemia, polisitemia,

18

yang mengikuti perdarahan. Pemeriksaan ini cukup rumit serta memerlukan waktu yang lama sehingga kurang bijaksana dilakukan pada stroke perdarahan akut.1 Evaluasi Jantung Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) merupakan langkah pertama dalam evaluasi jantung. Karena pentingnya iskemia dan aritmia jantung, serta penyakit jantung lainnya, sebagai penyebab stroke, maka pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua penderita stroke akut. Pemeriksaan USG jantung (echocardiogram) dapat membantu menentukan suatu sumber embolus.1 X-Foto Thorax Pemeriksaan radiologic thoraks berguna untuk menilai besar jantung, adanya kalsifikasi katub jantung, maupun edema paru.1 Angiography Angiography adalah penyuntikan pewarna atau kontras ke arteri untuk mempelajari gambaran pembuluh darah melalui X-ray. Hal ini dapat digunakan untuk mendeteksi banyak kelainan yang menyebabkan stroke, termasuk penyempitan atau oklusi pembuluh darah, embolus, aterosklerosis, diseksi, arteriovenosa malformasi, dan aneurisma. Karena angiography adalah teknik invasif, hal ini mungkin terkait dengan komplikasi yang serius termasuk mendorong atau memburuk stroke, reaksi alergi terhadap media kontras, dan, sangat jarang adalah menyebabkan kematian. Teknik baru menggunakan MRI untuk menghasilkan angiogram noninvasively. Seperti gambar-gambar terus meningkatkan kualitas, mereka dapat menggantikan angiografi konvensional. Angiography biasanya dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan intraserebral non hipertensi, perdarahan multiple, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari kemungkina AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan intraserebral.2 Ultrasound (USG) USG adalah teknik non-invasif yang menggunakan gelombang suara dan gema untuk memvisualisasikan struktur dan aliran darah dalam tubuh. Dua jenis USG digunakan untuk diagnosis stroke adalah USG karotis (untuk mengukur aliran dalam arteri karotid) dan transkranial Doppler (untuk mengukur aliran di arteri intracranial).

19

Meskipun informasi anatomi yang dihasilkan tidak setepat yang diperoleh melalui angiografi, USG memiliki keuntungan karena tidak menyakitkan dan bebas risiko.2 Blood Flow Studies Tehnik Blood Flow seperti positron emission tomography (PET), singlephoton-emission computed tomography (SPECT), and xenon inhalation memberikan informasi tentang aliran darah di otak. Tes ini dapat menunjukkan perubahan segera setelah onset gejala stroke, sedangkan CT scan atau MRI mungkin tetap negative selama beberapa jam atau hari setelah stroke. Peran tes ini masih sedang didefinisikan, dan umumnya hanya tersedia di pusat-pusat medis yang besar. Mereka mungkin berguna dalam menentukan mekanisme dari stroke (misalnya, stenosis karotis) atau menentukan prognosis awal pasien rawat inap.2 Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menegakkan diagnosis stroke diperlukan anamnesis yang tepat dan akurat, pemeriksaan klinis, pemeriksaan neurologis. pemeriksaan darah dan liquor cerebrospinalis pada pemeriksaan pungsi lumbal sudah banyak ditinggalkan karena adanya CT scan kepala dan MRI yang merupakan Glod Standart dalam diagnosa stroke.1

2.8

Penatalaksanaan Pada prinsipnya tujuan utama terapi pada stroke adalah : mencegah kerusakan

otak yang bersifat irreversible, mencegah komplikasi, mencegah kecacatan yang lebih berat, mencegah serangan ulang.1 Penatalaksanaan stroke meliputi : terapi umum dan terapi khusus.1 2.8.1 Terapi Umum Pedoman terapi meliputi 5B : 1 1. Breath

20

Menjaga agar fungsi pernapasan dan oksigen adekuat terutama pada penderita dengan kesadaran menurun. 2. Blood a. Pemurunan tekanan darah yang terlalu cepat hingga normotensi pada stroke fase akut harus dihindarkan karena menurunkan perfusi ke otak. Obat anti hipertensi dipertimbangkan terutama pada penderita muda dengan tekanan darah 180/110mmHg atau penderita tua dengan tekanan darah 210/120mmHg atau lebih. b. Penurunan takanan darah rata rata tidak boleh lebih dari 20% dari tekanan darah arterial rata rata. 5 No For Acute Ischemic Stroke Therapy 1. No Antihipetensives [except aortic dissection, acute myocardial infarction, acute renal failure, hypertensive encephalopathy, trombolytic therapy (TD 185/110 mmHg)] 2. No Diuretics 3. No Dexamethasone 4. No Glucose Infusion 5. No anticoagulant 4 hours After Onset of Stroke 3. Brain a. Penurunan Kesadaran Dipantau dengan GCS serta tanda tanda vital (tekanan darah, derajat nadi, frekuensi pernapasan) serta waspadalah agar jangan sampai mengalami aspirasi. b. Kejang Sering terjadi pada lesi kortikal dari pada subkortikal. Segera diatasi dengan pemberian diazepam iv.

21

Kejang

dapat

mengakibatkan

kerusakan

neuron

dan

menyebabkan ketidakstabilan pada pasien yang sudah kritis, karena itu harus segera diterapi. Pada PIS, terapi anti epilepsy profilaksis diberikan selama satu bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan. Kejang akut dapat diterapi pula dengan lorazepam diikuti dengan phenytoin loading dose, valproic acid atau Phenobarbital. Kaze (1996) pemberian antikonvulsi profilaksis pada stroke perdarahan tidak dianjurkan. c. Peningkatan Tekanan Intrakranial Beberapa cara menurunkan TIK : Tirah baring dengan kepala ditinggikan 20 30o Hipotermi Hiperventilasi dengan ventilasi dehingga Pa CO2 30 35 mmHg. Manitol 20% 100 ml atau 0,25 0,5 gram /KgBB/ kali dalam waktu 15 30 menit, 4 6 kali sehari. 4. Bowel Dengan memperhatikan fungsi saluran cerna dan nutrisi. a. Nutrisi enteral harus segera dimulai setelah 48 jam untuk mencegah terjadinya malnutrisi. b. Bisa juga memakai nasoduodenal tube untuk mengurangi resiko terjadinnya aspirasi. c. Penelitian membuktikan terjadi penurunan angka kematian sebanyak 6% pada panderita disphagic stroke yang mendapatkan nutrisi enteral seawall mungkin dibandingkan dengan yang tidak dipasang tube feeding selama minggu pertama.

22

5. Bone and Body Skin a. Dengan cara mengubah posisi tidur miring kiri dan kanan secara bergantian tiap selang waktu beberapa jam hal ini dilakukan untuk mencegah komplikasi seperti decubitus, postural, pneumoni, dll. b. Perawatan dan pemantauan kulit. Penatalaksanaan medic lain : 1. Pada beberapa pasien yang tidak sadar sering gelisah hal ini akan mempengaruhi kondisi pasien sendiri maupun keluarganya. 2. Jika terapi psikologi tidak membawa hasil maka dianjurkan menngunakan minor mayor transquilizer. 3. Short acting benzodiazepine atau propofol bisa digunakan. 4. Oabat obatan lain seperti analgesic dapat diberikan dengan dosis yang disesuaikan dengan keadaan klinis pasien. 2.8.2 Terapi Khusus Stroke Iskemik (Infark) Strategi pengobatan stroke iskemik ada 2 :1 1. Reperfusi : memperbaiki aliran darah ke otak yag bertujuan untuk memperbaiki area iskemik dengan obat obatan anti trombotik (antikoagulan, antiplatelet, trombolitik). 2. Neuroproteksi : mencegah kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibar adanya area iskemia. Obat yang digunakan piracetam, CDP Cholin, dll Stroke Perdarahan Perdarahan Intra Serebral (PIS) Terapi medik pada PIS akut:6 a. Terapi hemostatik Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal. Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.Pemberian rF VIIa pada

23

PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highlysignificant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam. b. Reversal of anticoagulation Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K. Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal. Dosis tunggal intravena rFVIIa 1090g/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam. Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah terjadinya perdarahan. c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial. Tidak dioperasi bila: Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal. Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving. Dioperasi bila: Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk. Pembedahan

24

untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan. Perdarahan Subarachnoid

1. Pedoman Tatalaksana6 a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA): Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30o dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit. Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif. Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan neurologi yang timbul. b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat. Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang adekuat. Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi. Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status neurologi. 2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA

25

a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA. b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda. c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang. d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba. 3. Operasi pada aneurisma yang rupture a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah rupture aneurisma pada PSA. b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus. c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan ulang. 4. Tatalaksana pencegahan vasospasme a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.

26

b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping. c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna. d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional. e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut: Pencegahan vasospasme: Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari. 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari. Jaga keseimbangan cairan. Delayed vasospasm: Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika. Berikan 5% Albumin 250 mL IV. Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14 mmHg. Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2. Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

5. Antifibrinolitik Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obatobat yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari. 6. Antihipertensi

27

a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping). b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg. c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya takikardi. d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme. 7. Hiponatremi a. Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perludiberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama. Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.1 8. Kejang Resiko kejang pada PSA tidak seselalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasienyang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis. Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek

28

IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang. Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media. 9. Hidrosefalus a. Akut (obstruksi) Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi. b. Kronik (komunikan) Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt. 10. Terapi Tambahan a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices. b. Analgesik: Asetaminofen .-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari. Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam. Tylanol dengan kodein. Hindari asetosal. Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan: Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam. Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam. Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam. Propofol 3-10 mg/kg/jam.

29

Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan: Antagonis H2 Antasida Inhibitor pompa proton selama beberapa hari. Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari. Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari. 2.9 Diagnosis Banding Stroke10

2.10

Komplikasi Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke

menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu: 7,8 Komplikasi Dini (0-48 jam pertama): 7,8 1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian. 2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan ritme jantung. 3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis. 4. Nyeri kepala.

30

5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama): 7,8 1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik. 2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi. 3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini. 4. Stroke rekuren 5. Abnormalitas jantung : Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa: Edema pulmonal neurogenik, Penurunan curah jantung, Aritmia dan gangguan repolarisasi. 6. Deep vein Thrombosis (DVT). 7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin Komplikasi jangka panjang 1. Stroke rekuren. 2. Abnormalitas jantung. 3. Kelainan metabolik dan nutrisi. 4. Depresi. 5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

2.11

Prognosis

31

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan. 7,8 Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke. 7,8 Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.7,8

Anda mungkin juga menyukai