Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Pentingnya pengetahuan tentang diagnose dan penatalaksanaan TB, maka berikut ini dilaporkan sebuah laporan kasus paru di ruang kelas III RSUD Kanjuruhan kepanjen bagian ilmu penyakit paru.

BAB II STATUS PENDERITA

A. Nama Umur

IDENTITAS PENDERITA : Tn. S : 60 tahun : Laki-laki : Petani : Islam : Wonosari, Malang : Menikah : Jawa : 11 April 2012

Jenis kelamin Pekerjaan Agama Alamat Status Perkawinan Suku Tanggal periksa

B.

ANAMNESIS 1. Keluhan Utama : Batuk-batuk 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Rumah Sakit RSUD Kanjuruan tanggal 11 April 2012 dengan keluhan batuk-batuk dan berdahak berwarna kekuningan. Batuk sudah lama sejak 8 tahun yang lalu dan batuk yang dirasa semakin parah sejak 2 bulan terakhir. Jika pasien batuk, maka akan terasa sesak, Sesak napas sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas terjadi kumat-kumatan. Pasien juga mengeluh panas. Pada malam hari pasien sering berkeringat dan sulit tidur. Kepala pasien juga terasa pusing. Nafsu makan pasien menurun terkadang pasien merasa mual.

3. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat rawat inap - Riwayat sakit gula - Riwayat sakit hati - Disangkal 5. Riwayat Pengobatan: (-) 6. Riwayat Kebiasaan: Merokok, 2 Bungkus/hari, Minum Kopi, olah raga (-). C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Tampak Lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan under weight. 2. Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu 3. Kulit Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-) , spider nevi (-), keriput (+), 4. Kepala Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabutmakula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells palsy (-). 5. Mata konjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-). 6. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-). : 130/70 mmHg : 100x / menit : 30 x /menit : 39,8oC : Disangkal : Disangkal : Disangkal

- Riwayat darah tinggi : Disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga

7. Mulut Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-). 8. Telinga Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-). 9. Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). 10. Leher JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-) 11. Thoraks Normochest, simetris, pernapasan thorakoabdomen, retraksi (+), spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-). Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat Perkusi : batas kiri atas batas kanan atas batas kiri bawah : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra : SIC II Linea Para Sternalis Dextra : SIC V 1 cm medial Linea Medio Clavicularis Sinistra batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra (batas jantung terkesan normal) Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo : Statis (depan dan belakang)

Inspeksi Palpasi Perkusi

: pengembangan dada kanan simetris dengan kiri : fremitus raba kiri tidak sama dengan kanan : Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan : Ronchi Wheezing -

Dinamis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri : fremitus raba kiri tidak sama dengan kanan : Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan : Ronchi Wheezing -

12. Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 13. Ektremitas Palmar eritema (-/-) akral dingin Oedem : dinding perut supel : nyeri tekan (-) : timpani, pekak beralih (-) : Bising usus (+) normal

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah lengkap

12 April 2012 DARAH LENGKAP Hb Hitung leukosit Hitung jenis LED Hitung trombosit Hematokrit HASIL 10.8 9.910 0/0/77/12/11 120 433.000 31,5 NILAI NORMAL P: 13,5-18; L: 12-16 4000 11.000
1-5/0-1/3-5/54-62/15-35/3-7

L: 15 ; P: 20 150.000 450.000 L: 4,5-6,5 ; P: 3,0-6,0

KIMIA DARAH SGOT SGPT Ureum Kreatinin 117 141 34 0,76 L: <43; P: < 36 L: <43; P: <36 20 40 L: 0,6-1,1; P: 0,5-0,9

Kesan/Kesimpulan: Anemia sedang, LED meningkat, Peningkatan enzim transaminase Hepatitis disertai Chronic disease due to Sputum BTA (SPS): 3 (+)

Foto Rontgen:

Interpretasi Identitas :

Nama : Tn. S Usia E. : 60 tahun Cor Paru Sinus costophrenicus Diafragma Trakea Kesimpulan : Normal : Infiltrat lung dextra dan sinistra dan cavitas lung dextra : sudut bagian kiri dan kanan normal. : Normal : Normal, terletak ditengah : TB Aktif

DIFFERENTIAL DIAGNOSA o TB paru aktif o TB paru inaktif o Pneumonia 1. PENATALAKSANAAN

1. Non Medika mentosa a. Bedrest b. Diet makanan lunak karena pasien lemah c. Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penularan penyakit, dan dianjurkan untuk memakai masker. d. Edukasi kepada pasien supaya patuh dalam minum obat, dan keluarga dalam mengawasi pasien minum obat. 2. Medikamentosa - IVFD : Infus RL 20 tts/menit - 02: 2 liter - Injeksi Oxtercid 3x750 g - Injeksi Ciprofloxaxin 2x200 g - Injeksi Ranitidin 3 x 1 amp - Paracetamol 3x1 - Tx.OAT - Salbutamol 2x1 - Ambroxol 3x1

10

F. FLOW SHEET Nama Diagnosis : Tn. S TB Aktif

Tabel flowsheet penderita


o Tanggal S O A P 1. 11 April 2012 sesak nafas (+), batuk N : 70 x/menit Rr : 33x/menit S : 38.0oC Suspek Tb (+), Panas(+) T : 110/70 mmHg DD: irah baring dukasi kepada pasien supaya patuh dalam minum obat, keluarga dalam mengawasi pasien minum obat. edikamentosa : - VFD : Infus RL - 02 2 liter - Injeksi Oxtercid 3 x 750 mg - Injeksi Ranitidin 3 x 1 amp M dan E Non Medika mentosa T

11
- Salbutamol 2 x2 mg - Ambroxol 3 x 1 Paracetamol 3x1 tab

- Sputum 2. 13 April 2012 Sesak nafas(+), Rhonki(-), Wheezing(-) N : 78x/menit Rr : 33x/menit S : 37,2oC TB AKtif TB inaktif T : 110/90 mmHg DD: SPS - Oxtercid 3x750 - Ciprofloxaxin 2x200

BTA inj inj

3. 14 April 2012 N : 120x/menit Rr : 33x/menit S : 38,8oC TB Pnemonia Panas Badan T : 120/80 mmHg DD: irah baring dukasi kepada pasien supaya patuh dalam minum obat. edikamentosa : - Infs Rl :18 inj inj tts/menit - Oxtercid 3x750 - Ciprofloxaxin 2x200 - Paracetamol 3x1 tab M E Non Medika mentosa T

12

4 16 April 2012 Batuk berdahak (+),sesak nafas (+), N : 120x/menit Rr : 33x/menit S : 37,oC TB Aktif TB Inaktif pneumonia T : 120/90 mmHg DD:

Non Medika mentosa T irah baring dukasi kepada pasien supaya patuh dalam minum obat. E

edikamentosa : - Rl: 16 tts/menit - Oxtercid 3x750 - Ambroxol 3x1 - Lab BTA SPS - Tx OAT

5. 17 April 2012 Batuk berdahak (+),sesak nafas (+), N : 100x/menit Rr : 30x/menit S : 37,oC BTA (+) T : 110/90 mmHg Tb Paru

Tx. Tetap Tx.OAT

13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura. Tuberkulosis adalah penyakit menular disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk tubuh melalui udara pernafasan yang masuk ke dalam paru, kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas atau penyebaran langsung ke tubuh lainnya (Santo,2004). 3.2. Etiologi Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es) dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalm jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Darmawan,2006). 3.3 Epidemiologi Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta

14

kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. 3.4 Klasifikasi Hingga saat ini belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Menurut American Thoracic Society danWHO 1964, diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan kuman MTB dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan biakan sputum positif. 1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas: a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan Gambaran tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif

15

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif

2. Berdasarkan tipe pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu : a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi. Infeksi jamur TB paru kambuh

c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan

e. Kasus kronik / persisten

16

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik. Catatan: Kasus pindahan (transfer in): Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah. Kasus Bekas TB: Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada ) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologik. Berdasarkan gambaran radiologi: a. Lesi TB aktif dicurigai bila: Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen posterior lobus bawah Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

b. Lesi TB inaktif dicurigai bila: Fibrotik Kalsifikasi Schwarte atau penebalan pleura

17

Luas lesi yang tampak pada foto thorax untuk kepentingan pengobatan dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif): Lesi minimal Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kaviti. Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal 3.5 Patogenesis
1. Tuberkulosis primer

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 - 2 jam, tergantung sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Pada suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat, maka ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai satu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung lebih tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang alveolus, biasanya bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut (Hendra,2002). Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening dan menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya

18

membutuhkan waktu 10 20 hari. Bila kuman menetap dalam jaringan paru, ia akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Dari sini ia dapat menuju ke organ-organ lainnya. Sarang tuberkulosis primer disebut fokus ghon yang dapat terjadi di setiap jaringan paru, dan kalau menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh jaringan paru menjadi TB millier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hillus ( limfangitis lokal ), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + Limfadenitis regional disebut kompleks primer ( Ranke ). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu (Alexander,2006). Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi: Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. ( sebagian besar penderita ) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik. Berkomplikasi dan menyebar secara : a. Perkontinuitatum (ke sekitarnya) b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan ataupun pada paru disebelahnya. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. c. Secara limfogen ke organ-organ lainnya d. Secara hematogen ke organ-organ tubuh lainnya
2. Tuberkulosis sekunder

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (tuberkulosis post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi menjadi 90 %. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi terutama di regio atas paru (segmen apikal-poterior lobus superior atau lobus inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke lobus hiler paru. Sarang dini mula-mula tampak seperti sarang pneumonia kecil dan dalam 3-10 minggu

19

sarang ini berubah menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans (PDPI,2003). Tuberkulosis pasca-primer dapat menjadi : Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat Sarang yang mulamula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat di sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah akibat hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkejuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut (PDPI,2003). Kavitas dapat mengalami : a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas dalam pembuluh darah arteri akan terjadi TB millier. b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan menjadi aspergillus) sehingga membentuk misetoma. c. Menyembuh dan bersih (open healed cavity). Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk sebagai bintang (stellate shape). Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang : 1. Sarang yang sudah sembuh. (tidak perlu pengobatan) 2. Sarang aktif eksudatif. (perlu pengobatan lengkap dan sempurna) kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh jamur (contohnya

20

3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang ini dapat sembuh spontan, tapi mengingat risiko terjadi eksaserbasi, maka sebaiknya diberikan pengobatan sempurna 3.6 Gejala Klinis Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) 1. Gejala respiratorik batuk 2 minggu batuk darah sesak napas nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar( PDPI,2003). 2. Gejala sistemik 3.7 Demam Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang

terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.

21

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. (Harmoko,2004). 3.8 Diagnosis Tuberkulosis

a. Gejala klinis (Hariati,2002): Demam : Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang- kadang panas badan dapat mencapai 40-41 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sementara, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Hal ini terjadi terus menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi MTB yang masuk.

Batuk atau batuk darah : Gejala ini sering ditemukan, batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produkproduk radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan sejak awal peradangan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak nafas : Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan. Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru

Nyeri dada : Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya

Malaise : Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,

22

keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur b. Pemeriksaan fisik (Hariati,2002): Keadaan umum : Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus, berat badan menurun Pemeriksaan Paru : Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian pula bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit ditemukan kelainan, karena hantaran getaran atau suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Bila dicurigai ada infiltrat yang luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan seperti ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi apabila infiltrat ini ditutupi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi dapat memberikan suara hipersonor atau tympani dan auskultasi suara nafas amforik. Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi mengecil dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas, yakni > jumlah jaringan paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya korpulmonale dan gagal jantung kanan. Disini akan timbul tanda -tanda takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham Steel, Bunyi P2 yang mengeras, JVP meningkat, hepatomegali, asites dan edema2. Bila mengenai pleura, dapat terjadi effusi pleura. Pada inspeksi, paru yang sakit terlihat tertinggal dalam pernapasan, pada perkusi pekak, pada auskultasi bunyi nafas melemah sampai tidak ada.

c. Pemeriksaan radiologis (Hariati,2002):

23

Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan keuntungan seperti pada kasus tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada keadaan tersebut, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma. Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis, lama kelamaan dinding menjadi sklerotik dan tampak menebal. Bila terjadi fibrosis, akan tampak bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. TB milier memberikan gambaran berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura atau empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks). Biasanya pada TB yang sudah lanjut, dalam satu foto dada seringkali didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus, seperi infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (nonsklerotik atau sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema. Karena TB sering memberikan gambaran yang berbeda-beda, terutama pada gambaran radiologisnya, sehingga tuberkulosis sering disebut sebagai the greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah CT scan dan MRI. Pemeriksaan MRI tidak sebaik CT scan, tetapi dapat mengevaluasi proses -proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal.

24

d. Pemeriksaan tambahan Darah Sputum : Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tidak mudah untuk mendapatkan sputum terutama pada pasien yang tidak batuk atau batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan 1 hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dan juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik, ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 30 menit. Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50 % pasien BTA + tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurangkurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan, atau dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum PCR

Dibawah ini gambar alur diagnosa klinis :

25

3.9

PENGOBATAN Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan (PDPI,2003). Obat yang dipakai: 1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin INH Pirazinamid Streptomisin Etambutol

26

Tabel jenis OAT dan sifatnya 2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) (PDPI,2003) Kanamisin Amikasin Kuinolon Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : o Kapreomisin o Sikloserino PAS (dulu tersedia) o Derivat rifampisin dan INH o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

27

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit /dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya 3.10 Komplikasi Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul (Musri,2005) adalah : Batuk darah Pneumotoraks Luluh paru Gagal napas Gagal jantung Efusi pleura

Diagnosa Banding 1. pneumonia 2. kanker paru 3. jamur paru 4. bronkiektasis 5. pneumonia aspirasi

28

Panduan obat anti tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi (PDPI,2003): TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas panduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH Atau : 2 RHZE / 4R3H3 Atau : 2 RHZE/ 6HE Paduan ini dianjurkan untuk a. TB paru BTA (+), kasus baru b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru). Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru) TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal. Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZ / 4 RH atau : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE TB paru kasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB). TB Paru kasus gagal pengobatan Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi Bila tidak ada/ tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5H3R3E3 (P2TB), dapat pula

29

dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : - Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual - Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan: Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif/perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal. Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal. Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama. Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT TB Paru kasus kronik Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

30

EVALUASI PENGOBATAN Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat (Aminarti,2004). Evaluasi klinik Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik Sebelum pengobatan dimulai Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) Pada akhir pengobatan Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

31

Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: Sebelum pengobatan Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) Pada akhir pengobatan Evaluasi efek samping secara klinik Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan) Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman Evalusi keteraturan berobat Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

32

Evaluasi pasien yang telah sembuh Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

BAB IV

33

KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat dilihat dari hasil anamnesis pasien datang dengan keluhan batukbatuk dan berdahak berwarna kekuningan. Batuk sudah lama sejak 8 tahun yang lalu dan batuk yang dirasa semakin parah sejak 2 bulan terakhir. Jika pasien batuk, maka akan terasa sesak, Sesak napas sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas terjadi kumat-kumatan. Pasien juga mengeluh panas. Pada malam hari pasien sering berkeringat dan sulit tidur. Kepala pasien juga terasa pusing. Nafsu makan pasien menurun terkadang pasien merasa mual. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang rontgen didapatkan infiltrat dikedua lapang paru kanan dan kiri dapat disimpulkan bahwa diagnosis dari penderita adalah TB paru. Hasil pemeriksaan sputum BTA SPS didapatkan Positif.

DAFTAR PUSTAKA

34

1. Mansjoer.A, dkk. Tuberkulosis Paru. Dalam : Kapita selekta kedokteran, cetakan ke-7, Jakarta : Media Aesculapius, 2005 : 427-476. 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia, Jakarta : Indah Offset Citra Grafika, 2002. 3. WHO. Guideline Treatment of Tuberculosis 4th edition. 2009 4. PAPDI, 2003. Tuberkulosis Paru, Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 5. Dr.Tjandra Yoga Aditama,SpP(K),MARS, Dr.Sudijanto, Kamso,MPH,PhD, Dr.Carmelia Basri, MEpid, Dr.Asik Surya,MPPM. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis Edisi 2 Cetakan Pertama Departemen Kesehatan Republik Indonesia http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
6. Moxham. Symptoms And Sign in Respiratory Disease . Medicine Internat. Par East Ed.

1991. 4(14) : 3644 3649 7. Yusuf I. Manifestasi Klinis Penyakit Paru. dalam Ilmu Penyakit Dalam. Soeparman. Waspadji, editor. BP-FKUI Jakarta. 1987. p. 688 8. Zul Dahlan. 1997. Pengelolaan Pasien dengan Kedaruratan Paru Subunit Pulmonologi Laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05PengelolaanPasiendenganKedaruratanParu114.pd f/05PengelolaanPasiendenganKedaruratanParu114.html

Anda mungkin juga menyukai