Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

PUSTAKA
2.1 Anatomi
Otak manusia berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar 10
miliar neuron yang menjadi kompleks secara kesatuan fungsional. Berat otak
sekitar 1,4 kg dan mempunyai volume sekitar 1200 cc. Otak laki-laki 10% lebih
besar dari perempuan dan tidak ada korelasi yang berarti antara besar otak dengan
tingkat intelegensi. Otak menerima 15% dari curah jantung, memerlukan sekitar
20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi tiap harinya.1-6
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.

Gambar 1. Anatomi Otak 1,2

1. Serebrum (Otak Besar)1,2,3,4,5


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah
kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan.
Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol
disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus.
Keempat lobus tersebut yaitu:

a. Lobus Frontalis
merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari serebrum.
Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot,
gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal
(area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.
b. Lobus Parietal
merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal
bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis
(Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf
sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan
mengenali segala jenis rangsangan somatik.
c. Lobus Temporalis
Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital
oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus
lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus Oksipitalis
Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata.
2. Serebelum (Otak Kecil) 1,2,3,5
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.
Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang
batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum
juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau
posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian
gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
3. Batang Otak 1,2,3,4
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk

mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola


makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering
timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi,
kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain)
Bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan
serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak
tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Pons
merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial
(CN) V diasosiasikan dengan pons .
c. Medulla oblongata
Bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan berlanjut menjadi
medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior.
CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII
berada pada perhubungan dari pons dan medulla .
2.2 Vaskularisasi
1. Peredaran Darah Arteri 1,4
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
a. Arteri carotis communis
Arteri ini mempunyai cabang yaitu arteri karotis interna dan eksterna.
Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah danfaring. Arteri
karotis interna masuk dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum dan terbagi menjadi arteri cerebralis anterior dan media.
b. Arteri vertebralis
Arteri vertebralis merupakan cabang dari arteri subclavia pada
pangkal leher, pada sambungan pons dan MO, kedua arteri vertebralis
bergabung membentuk arteri basilaris yang bercabang untuk cerebellum,
MO, dan pons, dan berakhir dengan terbagi menjadi arteri cerebralis
posterior dextra dan sinistra.

c. Arteri cerebri anterior


Arteri cerebri anterior memperdarahi lobus frontalis dan parietalis,
termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Sumbatan pada cabang
utama Arteri cerebri anterior akan menimbulkan hemiplegia kontralateral
yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian tangan serta bisa
terjadi paralisis bilateral dan gangguan sensorik.
d. Arteri cerebri media
Arteri ini memperdarahi sebagian lobus frontalis, parietalis,
temporalis, dan occipitalis. Sumbatan di dekat percabangan kortikal
utamanya dapat menimbulkan afasia berat (hemisfer serebri dominan
bahasa). Selain itu juga mengakibatkan kehilangan posisi dan diskriminasi
taktil dua titik kontralateral serta hemiplegia kontralateral yang berat,
terutama ekstremitas atas dan wajah.
d. Arteri cerebri porterior
Arteri ini memperdarahi lobus occipitalis dan sebagian lobus
parietalis. Arteri ini untuk area visual otak.

1,4
2. Peredaran
Darah2.Vena
Gambar
Anatomi
Pembuluh

Gambar 3. Sirkulus Wilisi

Aliran darah darah


vena otak
dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater.
Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk
triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang
utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam
sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia.

2.3 Definisi
RCVS (Reversible Cerebral Vasocontriction Syndrome) adalah kumpulan
gejala berupa nyeri kepala hebat berulang, disertai atau tanpa gejala neurologis,
dan dijumpai konstriksi segmental difus arteri otak yang dapat pulih spontan
dalam 3 bulan.7 RCVS merupakan terminologi yang diusulkan oleh panel ahli
untuk menggabungkan berbagai sindrom yang pernah dilaporkan, termasuk
sindrom Call Fleming dan lainnya seperti pada tabel 1.8-19

Sindrom Call Fleming pertama kali dilaporkan oleh Gregory Call dan
Marie Fleming pada tahun 1988 sebagai keluhan utama nyeri kepala hebat, dan
pada pemeriksaan angiografi serebral dijumpai vasokonstriksi reversibel arteri
sirkulus Wilisi dan cabang-cabangnya.9
2.4 Epidemiologi
Dalam beberapa laporan kasus jelas dijumpai predominasi wanita, dengan
rasio wanita berbanding pria 2,6-10 : 1.1,7-8 Perbedaan gender ini mungkin
disebabkan oleh alasan geografis atau genetik. Usia paling sering terkena antara
20-50 tahun.7-11
2.5 Etiologi
RCVS dapat terjadi spontan atau sekunder karena faktor presipitasi lain.
Proporsi kasus RCVS spontan bervariasi, sekitar 37%-96% pada laporan
kasus.7,15,18 Peneliti lain melaporkan hampir 80% penderita memiliki faktor
presipitasi yang dapat diidentifikasi.8 Obat vasoaktif dan pasca melahirkan
merupakan faktor sekunder yang sering mempresipitasi sindrom ini.8-12,18
Tabel 2. Faktor Predisposisi

2.6 Patofisiologi
Patofisiologi RCVS yang pasti sampai saat ini belum diketahui karena
etiologi

sangat

bervariasi.

Mekanisme

yang

mendasarinya

bersifat

multifaktorial.13

Beberapa faktor yang dihubungkan dengan RCVS diantaranya, Polimorfisme


BDNF (Brain Derivet Neurotrofic Factor) Val66Met. BDNF dapat menyebabkan
inflamasi perivaskular dan vasokonstriksi di bawah pengaruh hiperaktivitas
simpatis. Stres oksidatif dan disfungsi endotel sangat mungkin berpengaruh pula
pada patogenesis RCVS.13
Gangguan kontrol vaskular serebral juga merupakan elemen penting dalam
patogenesis RCVS. Perubahan tonus vaskular dapat terjadi spontan atau
dipresipitasi oleh faktor endogen atau eksogen, dan akan meningkatkan tonus
pembuluh darah. RCVS sekunder misalnya akibat phaeochromocytoma (tumor

yang mensekresi katekolamin), krisis hipertensi akut, atau penggunaan obat


simpatomimetik juga memperkuat teori hiperaktivitas simpatis dan respon
vaskular abnormal terhadap katekolamin.7-11,13
Mekanisme RCVS dalam mengakibatkan SAH konveksitas (convexity
subarachnoid haemorrhage/cSAH) ataupun perdarahan intraserebral sampai saat
ini belum diketahui pasti.12
Posterior reversible encephalopathy syndrome (PRES) adalah kumpulan
gejala nyeri kepala, kebingungan, kejang dan gangguan visus, dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan MRI berupa hiperintensitas T2 di bagian posterior hemisfer
serebri bilateral. Pada PRES kontrol vaskular endotel terganggu akibat
breakthrough autoregulasi serebral yang mengakibatkan kegagalan jomeostatik,
peningkatan resistensi vaskular progresif yang akhirnya juga memperburuk
disfungsi endotel. Peningkatan resistensi vaskular yang progresif selain
mengakibatkan vasokonstriksi, bila parah akan mengakibatkan perubahan
iskemik, terutama pada zona watershed yang berbatasan dengan sirkulasi
posterior. Risiko PRES meningkat pada vasokonstriksi segmen M1 arteri serebri
media dan segmen P2 arteri serebri posterior.8,9,13
2.7 Manifestasi Klinis
Nyeri kepala mendadak hebat (thunderclap headache - TCH) multipel
dilaporkan pada 94-100% kasus dan merupakan gejala khas RCVS. 2,8,11 Ciri-ciri
nyeri kepala pada RCVS adalah sebagian besar eksplosif pada awitan, dengan
durasi rata-rata 3 jam. Nyeri kepala bilateral dan sering melibatkan regio
oksipital. Nyeri kepala hebat ini membuat pasien tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari.

1,2,10

Gejala lainnya yaitu mual, muntah, fotofobia, kebingungan dan

pandangan kabur. Kejang fokal atau kejang umum dilaporkan terjadi sekitar 21%
pasien RCVS. Defisit neurologis fokal baik transient ataupun persisten
dilaporkan pada 9-63% kasus, biasanya terjadi setelah timbulnya gejala nyeri
kepala. 7,8,9
Komplikasi awal yang terjadi di minggu pertama berupa cSAH non
aneurismal terlokalisir dilaporkan sekitar 22-34%, perdarahan intraserebral 620%, dan PRES sebanyak 9-14%.1-3,7 Kejadian iskemik, termasuk transient
ischemic attack (TIA) 16%, infark serebri 4-54%, dilaporkan sebagai komplikasi

yang dapat terjadi pada minggu kedua.7,8,9,14 Gejala TIA yang terbanyak dilaporkan
berupa gangguan penglihatan, diikuti dengan gejala sensorik unilateral, afasia dan
hemiparesis.7-9
2.8 Penegakkan Diagnosa

Daftar Pustaka
1. Bacharudin, M. 2012. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis. Diagnosis Tropis.
Universitas Muhammadiyah Malang
2. Greenstein B, Greenstein A. 2000. Color Atlas of Neuroscience
Neuroanatomy and Neurophysiology, Thieme Stuttgart. New York.
3. Netter, F.H, Craig John A, Perkins James. 2002. Atlas of Neuroanatomy and
Neurophysiology, Icon Custom Communications. USA
4. Martini F,H, Timmons M.J, Tallisch R.B. 2005. Nervous System in Human
Anatomy Sixth edition, Person Benjamin Cummings, San Fransisco: 341-505

5. Islam M.S. 1996. Neuro Anatomi Fungsional. Lab. Ilmu Penyakit Neuro.
RSU Dr. Sutomo, Surabaya
6. Hendelman. WJ. 2006. Atlas of Neuroanatomy 2nd ed. CRC Press Taylor &
Francis Group, United States of America
7. Tan LH, Flower O. Reversible Cerebral Vasoconstriction Syndrome: An
Important Cause of Acute Severe Headache. Emergency Medicine
International 2012:1-8.
8. Chen SP, Fuh JL, Wang SJ, et al.. Reversible cerebral vasoconstriction
syndrome: an under-recognized clinical emergency. Ther Adv Neurol Disord
2010;3(3):161-71.
9. Ducros A. Reversible cerebral vasoconstriction syndrome. Lancet Neurol
2012;11:906-17.
10. Calabrese LH, Dodick DW, Schwedt T.J, et al. Narrative review: reversible
cerebral vasoconstriction syndromes. Ann Intern Med 2007;146:3-44.
11. Sattar A, Manousakis G, Jensen MB. Systematic review of reversible cerebral
vasoconstriction syndrome. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2010;8(10):141721.
12. Chen SH, Fuh JL, Wang SJ. Reversible cerebral vasoconstriction syndrome:
current and future perspectives. Expert Rev. Neurother. 2011;11(9):1265-76.
13. Singhal AB, Hajj-Ali RA, Topcuoglu MA. Reversible Cerebral
Vasoconstriction Syndromes Analysis of 139 Cases. Arch Neurol.
2011;68(8):1005-12.
14. Ducros A, Boukobza M, Porcher R, et al. The clinical and radiological
spectrum of reversible cerebral vasoconstriction syndrome. A prospective
series of 67 patients. Brain 2007;130:3091-101.
15. Skandhan AKP, Gaillard F, et al. Reversible cerebral vasoconstriction
syndrome. http://radiopaedia.org/articles/reversible-cerebral-vasoconstrictionsyndrome-2. Diunduh Januari 2014.
16. McCormick
P. Reversible
cerebral

vasoconstriction

syndrome.

www.ajnrblog.org/wp-content/uploads/RCVS-presentation.ppt.

Diunduh

Januari 2014.
17. Chen SP, Fuh JL, Lirng JF, et al. Recurrent primary thunderclap headache and
benign CNS angiopathy: spectra of the same disorder? Neurology
2006;67(12):2164-69.
18. Lee RKL, Siu DYW, Ahuja AT. Imaging Characteristics of Reversible
Cerebral Vasoconstriction Syndrome: an Under-recognised Cause of Severe
Headache. J Hong Kong Col Radiol. 2010;13:149-53.

19. Neil WP, Dechant V, Urtecho J. Pearls & Oysters: Reversible cerebral

vasoconstriction syndrome precipitated by ascent to high altitude. Neurology


2011;76:e7-9

Anda mungkin juga menyukai