Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara

tropis karena angka kesakitan dan kematiannya yang tinggi. Infeksi

Plasmodium falciparum ini dapat menimbulkan gejala yang berat sampai

kematian. Perbedaan perjalanan penyakit pada masing-masing individu salah

satunya dipengaruhi oleh sistim imun.1

Malaria adalah penyakit infeksi parasit utama di dunia yang mengenai

hampir 170 juta orang tiap tahunnya di hampir 103 negara endemis. Angka

kematian yang dilaporkan mencapai 1 1,5 juta penduduk per tahun,

khususnya daerah yang kurang terjangkau oleh pelayanan kesehatan.2

Di Indonesia, malaria masih menjadi masalah kesehatan. Menurut

Menteri Kesehatan, malaria ditemukan di daerah-daerah terpencil dan

sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Angka kesakitan

akibat malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan.3

Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa genus plasmodium, yang

ditular-kan oleh nyamuk anopheles betina dan sudah dikenal sejak 3000 tahun

yang lalu. Ada empat jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria

pada manusia yaitu Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae dan P.

ovale. Diantara mereka, P. falciparum adalah yang terpen-ting karena

penyebarannya luas, angka kesakitan yang disebabkannya tinggi, bersifat

1
2

ganas, sehingga menyebabkan malaria berat dan menimbulkan lebih dari dua

juta kematian setiap tahun di seluruh dunia.4

Plasmodium falciparum saat ini di dunia sudah ditemukan memiliki lebih

kurang 14 strain. Di Indonesia strain-strain dari P. falciparum sampai saat ini

belum dilaporkan. P.falciparum terdiri dari sekitar 5300 gen dan 211 gen di

antaranya berfungsi sebagai imunogen pada tubuh manusia. Perbedaan strain

P.falciparum akan memberikan gejala klinik, patologi, sifat transmisi,

maupun respons terhadap pengobatan yang berbeda pula.5

Secara umum dikatakan imunitas terhadap malaria sangat kompleks

karena melibatkan hampir seluruh komponen sis-tim imun baik imunitas

spesifik maupun non spesifik, imunitas humoral maupun seluler yang timbul

secara alami maupun di dapat sebagai akibat infeksi. Sejak permulaan invasi

stadium sporozoit yang diikuti stadium selanjutnya, timbul reaksi sitokin

yang demikian kompleks terhadap parasit malaria sebagai akibat terpaparnya

berbagai jenis sel sistem imun terhadap berbagai macam antigen

plasmodium.6

Sitokin adalah suatu glikoprotein yang berasal dari sel T helper, sel

natural killer (NK) dan makrofag, yang berperan penting pada respon tubuh

melawan infeksi malaria. Sel T helper terdiri dari dua subset yang masing-

masing menghasilkan sitokin pengatur perbedaan fungsi imun efektor dan

bereaksi satu sama lain. Sel T helper tipe 1 (Th-1) menghasilkan IFN-

(interferon gama), IL-2 (interleukin-2) dan TNF- (tumor necrosis factor

alfa). Sitokin ini mengaktifkan makrofag, untuk membentuk sitokin pro


3

inflamasi seperti TNF-, IL-1 dan IL-6 dan menginduksi mekanisme imun

efektor sitotoksik dari makrofag. Sebaliknya, sel T helper tipe 2 (Th-2)

menghasilkan IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13. Sitokin ini menginduksi

pembentukan antibodi tetapi juga menghambat fungsi makrofag dan disebut

sitokin anti inflamasi.7

TNF- merupakan sitokin yang bersifat sebagai pirogen. Pada kadar

rendah ia dapat menghambat pertumbuhan stadium darah parasit dengan

mengak-tifkan sistim imun seluler, dan juga dapat membunuh parasit secara

langsung namun aktifitasnya lemah. Peran ganda dari sitokin terutama TNF-

yaitu pada kadar yang tepat akan memberi perlindungan dan penyembuhan.

Akan tetapi kadar berlebihan yang mungkin merupakan tanggapan terhadap

hiperparasitemia dan pertumbuhan parasit yang berlebihan akan

menyebabkan kerusakan jaringan yang sangat berat dan fatal.

IL-10 ditemukan di dalam plasma penderita malaria akut, dihasilkan oleh

monosit, sel Th-2 dan sel B, menghambat produksi sitokin pada Th-1 dan sel

CD8+. IL-10 berfungsi sebagai down regulator pada makrofag/inhibitor

makrofag, mengurangi presentasi antigen, mencegah sel Th-1 berproliferasi

dan menekan produksi IFN- dan TNF-. Pada malaria serebral, peng-

hambatan IFN- dan sekresi TNF- oleh sintesis IL-10 berperan penting

dalam menetralkan patologi dari makrofag.8

Malaria serebral sering dijumpai pada daerah endemik seperti Jawa

Tengah (Jepara), Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya. Di Sulawesi Utara

mortalitasnya 30,5% sedangkan di RSUP Manado 50% .


4

Angka kejadian malaria cerebral pada kasus malaria dewasa yang di

rawat di rumah sakit di beberapa daerah di Indonesia 3,18% - 14,8% dengan

rata rata 11% - 12%. Menurut kelompok usia, malaria cerebral menonjol

pada kelompok usia produktif 14 45 tahun. Menurut jenis kelamin

perbandingan laki laki dan perempuan (1,2 20 : 1). Menurut pekerjaan

66,7% merupakan petani.9


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Malaria Serebral adalah malaria dengan penurunan kesadaran yang

dinilai dengan skala dari Glasgow Coma Scale (GCS). Nilai GCS untuk

penderita malaria dewasa <15. Hampir semua malaria serebral disebabkan

Plasmodium falsiparum.10

2.2 Etiologi

Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah

kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa

sel darah. Hal tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang

ditularkan oleh nyamuk anopheles betina.

a. Morfologi Plasmodium falciparum (lihat gambar 1)

1) Tropozoit awal berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya 1/5

eritrosit, dan tidak berpigmen.

2) Tropozoit yang sedang berkembang (jarang terlihat dalam darah

perifer) berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar; berwarna

hitam; dan jumlahnya sedang,.

3) Skizon imatur (jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya hampir

mengisi eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.

4) Skizon matur (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya

bersegmen, pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah,

ukurannya hampir menutupi eritrosit.


6

5) Makrogametosit waktu timbulnya 7-12 hari, jumlahnya dalam darah

sangat banyak, memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit, berbentuk

bulan sabit (ujung bulat atau runcing), sitoplasmanya berwarna biru tua,

pigmennya bergranul hitam dengan inti bulat.

6) Mikrogametosit waktu timbul, jumlah dan ukurannya sama dengan

stadium makrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru kemerahan,

berbentuk ginjal dengan ujung tumpul, pigmennya bergranul gelap.

Gambar 1. Morfologi semua stadium Plasmodium falciparum

b. Siklus Hidup Plasmodium


7

Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium

Keterangan Gambar 2 :

1) Siklus Hidup pada Manusia

a) Sporozoit melalui gigitan nyamuk anopheles betina masuk ke jaringan

sub kutan lalu beredar dalam darah menuju hepar dan menyerang sel

hepar.

b) Parasit berkembang biak dan setelah 1-2 minggu skizon pecah dan

melepasakan merozoit yang lalu masuk aliran darah untuk menginfeksi

eritrosit.

c) Dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi skizon yang pecah untuk

melepaskan merozoit yang punya kemampuan menginfeksi sel eritrosit

baru. Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.


8

d) Selanjutnya, setelah 48 jam eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan

6 - 36 merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.

Siklus ini disebut siklus erirositer.

e) Setelah 2-3 minggu siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang

menginfeksi eritrosit akan membentuk stadium seksual (gamet jantan

dan betina).

2) Siklus Hidup pada Nyamuk

a) Nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung

gametosit pembuahan menjadi zigot.

b) Zigot akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding

lambung nyamuk.

c) Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista dan

selanjutnya mengeluarkan sporozoit.

d) Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.11

2.3 Faktor risiko

- Bayi dengan BBLR

- Hipoglikemi yang tidak tertangani

Gejala hipoglikemia dapat berupa gangguan kesadaran sampai koma. Bila

sebelumnya penderita sudah dalam keadaan koma karena malaria serebral,

maka komanya akan lebih dalam lagi.12

2.4 Patogenesis dan patofisiologi

Sampai saat ini masih belum memuaskan dan belum dimengerti dengan

baik patogenesis dan patofisiologi malaria serebral. Ada tiga teori yang

dikemukakan, yaitu Teori Mekanis (Sitoadherens, Rosetting dan


9

Deformabilitas Eritrosit), Teori Toksik dan Teori Permeabilitas. Namun tidak

banyak perbedaan antara ketiga teori tersebut dimana teori yang satu saling

terkait dengan teori yang lain :

a. Teori Mekanis

1) Sitoadherens

Plasmodium falciparum merupakan satu-satunya spesies yang

dapat menginduksi sitoadherens ke endotelium vaskular eritrosit yang

mengandung parasit matur. Sebagai parasit matur, protein parasit

dibawa dan dimasukkan ke membran eritosit. Sitoadherens

menyebabkan penyerapan eritrosit berparasit pada mikrosirkulasi,

terutama kapiler dan post kapiler venula.

Penelitian menunjukkan, penyerapan eritrosit berparasit lebih

banyak pada otak, tetapi juga pada hati, mata, jantung, ginjal,

intestinum dan jaringan adiposa. Penyerapan yang paling menonjol

pada serebrum, serebelum (medula oblongata). Dari penelitian pada

anak dengan malaria serebral didapatkan penyerapan eritrosit berparasit

dan akumulasi platelet intravaskular, yang berperan adalah

sitoadherens.

2) Deformabilitas eritrosit dan rosetting.

Eritrosit berparasit yang dapat melakukan sitoadherens juga dapat

melakukan resetting, dimana berkelompoknya eritrosit berparasit yang

diselubungi 10 atau lebih eritrosit non parasit. Proses ini

mempermudah terjadinya sitoadherens karena obstruksi aliran darah

dalam jaringan.
10

Adanya sitoadherens, roset, penyerapan eritorsit berparasit dalam

otak dan menurunnya deformabilitas eritrosit berparasit menyebabkan

obstruksi mikrosirkulasi akibatnya terjadi hipoksia jaringan.

b. Teori Toksik

Pada Malaria berat dengan infeksi berat, konsentrasi sitokin

proinflamasi dalam darah seperti TNF alfa, IL-1. IL-6, dan IL-8

meningkat, begitu juga dengan sitokin Th2 anti inflamasi (IL-4 dan IL-10).

Stimulator yang menginduksi produksi sitokin proinflamasi oleh leukosit

adalah glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang dimiliki oleh Plasmodium

falciparum. GPI (glycosylphosphatidylinositol) menstimulasi produksi

TNF alfa dan juga limfotoksin. Kedua sitokin tersebut dapat meregulasi

ekspresi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule 1) dan VCAM-1 pada

sel endotelium, kemudian terjadi penyerapan eritrosit berparasit di otak,

dan menyebabkan koma. Peningkatan konsentrasi plasma TNF alfa pada

pasien dengan malaria falciparum berhubungan dengan keparahan

penyakit, termasuk koma, hipoglikemia, hiperparasitemia dan kematian.

Selain hal tersebut, TNF alfa juga menyebabkan pelepasan NO (Nitrit

Oksida). Pelepasan NO (Nitrit Oksida) mengakibatkan kelainan neurologis

karena mengganggu neurotransmitter.

c. Teori Permeabilitas

Terdapat sedikit peningkatan permeabilitas vaskular pada malaria

berat, namun Blood Brain Barrier (BBB) pada pasien dewasa dengan

malaria serebral secara fungsional utuh. Penelitian pada anak anak afrika
11

dengan malaria serebral memperlihatkan peningkatan permeabilitas BBB

(Blood Brain Barrier) dengan disrupsi endotel interseluler.

Penelitian yang dilakukan pada pasien dewasa dengan malaria serebral

tidak memperlihatkan adanya oedem serebral. Namun pada anak anak

afrika, frekuensi oedem serebral lebih banyak terjadi, meskipun tidak

secara konsisten ditemukan.

Disebutkan pula, pembukaan tekanan lumbal pungsi pada pasien

dewasa biasanya normal, namun meningkat > 80% pada anak dengan

malaria serebral. Peningkatan tekanan intrakranial sebagian disebabkan

oleh penyerapan eritrosit berparasit oleh otak.

Gambar 3. Platelet dan mikropartikel merupakan elemen patogenik pada

malaria serebral

Berdasarkan gambar 3 diatas diketahui bahwa (Combes; Coltel; Faille;

Wassmer; Grau, 2006):

Selama fase akut malaria serebral, terlihat adanya peningkatan level

mikropartikel endotelial dalam plasma dari pasien mencerminkan


12

aktivasi endotel secara luas dan atau terjadi perubahan, disebabkan

karena peningkatan level TNF (Tumour Necrosis Factor). Secara in vitro,

platelet dapat memperkuat ikatan antara erirosit berparasit (PRBC)

dengan sel endotel dan menyebabkan molekul adhesi baru antara 2 tipe

sel. Juga, platelet mampu menginduksi perubahan PRBC monolayer

endotel, terutama dengan meningkatkan permeabilitas dan

mempromosikan apoptosis.13

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang didapatkan pada malaria serebral dibagi menjadi 2

fase, yaitu :

a. Fase prodromal: gejala yang timbul tidak spesifik, penderita mengeluh

sakit pinggang, mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang

menggigil, dan sakit kepala.

b. Fase akut: gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya

komplikasi seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare,

batuk berdarah, gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi dan dapat

berakhir dengan kematian. Pada fase akut ini dalam pemeriksaan fisik

akan ditemukan cornea mata divergen, anemia, ikterik, purpura, akan

tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal.memerlukan

rujukan ke spesialis telinga hidung dan tenggorok untuk menilai pita suara

dan menyingkirkan ke arah keganasan.14


13

2.6 Penegakkan diagnosis

Penegakkan diagnosis malaria serebral adalah ditemukannya :

a. Gejala klinik: trias malaria (demam, menggigil dan berkeringat), sakit

kepala, gangguan mental, nyeri tengkuk, kaku otot dan kejang umum.

b. Pemeriksaan fisik:

1) Sering dijumpai splenomegali dan hepatomegali.

2) Gangguan kesadaran atau koma (biasanya 24 72 jam) dewasa GCS

< 11 dan anak Blantyre coma score < 3.

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pada pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dijumpai bentuk

aseksual dari Plasmodium falciparum.

2) Tidak ditemukan infeksi lain.

3) Hipoglikemi, hiponatremi, hipofosfatemi, pleositosis sampai 80

sel/mikron3, limfosit sampai 15 sel/mikron3.

4) Analisa cairan serebrospinal adanya peningkatan limfosit > 15/ul.

5) CT dan MRI edema serebral.14

2.7 Diagnosis Banding

a. Meningitis

Untuk membedakan meningitis bakterial dan malaria cerebral

diperlukan hasil dari pemeriksaan laboratorium, diantaranya penemuan

plasmodium pada apusan darah, hitung leukosit pada CSS, kultur darah

dan CSS, serta tes antigen bakteri pada CSS (berkley, mwang, mellington,

mwarumba and marsh.


14

b. Tifoid ensefalopati

Pemeriksaan darah dapat menentukan jenis bakteri atau parasit yang

menyebabkan ensefalopati yang di derita, baik akibat salmonella typhii

maupun plasmodium.

c. Tetanus

Pada malaria dan tetanus yang terjadi pada anak sering menunjukkan

gejala opistotonus. Hal tersebut harus dibedakan melalui anamnesis yang

detail, seperti riwayat luka sebelumnya dan demam yang menyertai. pada

tetanus terdapat riwat luka sebelumnya yang merupakan port de entry

kuman Clostridium tetani. Riwayat demam hanya ditemukan pada 60%

pasien tetanus. Pada malaria serebral gejala opistotonus biasanya

dibarengi dengan keadaan koma (penurunan kesadaran), tidak seperti pada

tetanus yang kesadarannya baik.

d. Penyakit pembuluh darah otak (stroke hemoragik/nonhemoragik)

Pada malaria serebral, demam timbul sebelum kelainan neurologik,

sedangkan pada penderita stroke, demam timbul setelah kelainan

neurologik dan biasanya dijumpai lateralisasi.

e. Penyakit endokrin/metabolik (diabetes dan tiroid)

Salah satu gejala malaria serebral adalah koma (penurunan

kesadaran). Namun koma pada malaria serebral dan koma oleh penyebab

lain harus dibedakan untuk penatalaksanaan. Koma diabetik dapat

diketahui dari pemeriksaan gula darah. Koma hipotiroid dan krisis tiroid

dapat diketahui dari gejala klinik yang lain.15


15

2.8 Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi

Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin

Combination Therapy) (WHO, 2010).16

a. Pengobatan Lini 1

Tabel 1. Terapi ACT Lini - 1

Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

>
10
Hari 0- 1 2 11 14 59 15
Dosis 14
tunggal bulan bulan Tahun tahun tah
tahun
un

Artesunate 1 2 3 4

Amodiakuin 1 2 3 4
1

2-
Primakuin -- -- 1 2
3

Artesunate 1 2 3 4
2
Amodiakuin 1 2 3 4

Artesunate 1 2 3 4
3
Amodiakuin 1 2 3 4
16

Setelah pemberian Lini 1, kemudian dipantau dari hari pertama

pemberian sampai hari ke 28. Dikatakan gagal pengobatan Lini 1, bila

dalam 28 hari setelah pemberian obat:

1) Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif atau

2) Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang

atau timbul kembali.

b. Pengobatan Lini 2

Tabel 2. Terapi ACT Lini - 2

H Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

a
Dosis 0 11 14 59 10 14 > 15
r
i tunggal Bulan tahun tahun tahun tahun

3 x 10
Kina mg/kg 3x 3x1 3 x 1 3 x (2-3)
BB
1
Doksisiklin -- -- -- 2 x 50mg 2 x 100mg

Primakuin -- 1 2 2-3

3 x 10
2 Kina mg/kg 3x 3x1 3 x 1 3x2
BB
3
Doksisiklin -- -- -- 2 x 50mg 2 x 100mg
17

4x4
Dosis Tetrasiklin -- -- -- 4 x 250 mg
mg/kg BB

2 x 10 2 x 10
Dosis Clindamycin -- -- --
mg/kg BB mg/kg BB

2.9 Pencegahan

a. Pemberian obat anti malaria secara teratur pada anak tiap jadwal vaksinasi

rutin untuk mencegah komplikasi malaria dan anemia.

b. Vaksinasi malaria, saat ini sedang dalam proses pengembangan namun

beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang menjanjikan.

c. Penanganan segera dan kombinasi pengobatan antimalaria yang adekuat

d. Penegakan diagnosis secara dini (WHO, 2010).16

2.10 Komplikasi

a. Kecacatan

b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,

gangguan bicara dan epilepsi

c. Kematian (WHO, 2001).17

2.11 Prognosis

Tergantung pada (Zulkarnain dan setiawan, 2007; Harijanto, 2007):

a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan

Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya

akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.

b. Kegagalan fungsi organ


18

Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan

dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.

c. Kepadatan parasit

Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/ banyak

jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih

lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.

d. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal)

Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2

mmol/l. Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.18
19

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kasus malaria serebral yang merupakan infeksi Plasmodium falciparum

masih sangat jarang ditemukan. Hal ini disebabkan karena keterlambatan

penanganan malaria berat.

2. Malaria serebral merupakan malaria kasus berat yang ditandai dengan

penurunan kesadaran, dimana tingkat mortalitasnya tinggi pada anak

anak.

3. Perkembangan terapi malaria serebral sampai sekarang mengalami

perbaikan, dimana terapi ACT (Artemisin Combination Therapy) yang

diberikan pada penderita malaria serebral terbukti efektif terhadap

Plasmodium falciparum.

3.2 Saran

1. Dikembangkannya penelitian lebih lanjut mengenai vaksin yang adekuat

untuk mencegah malaria serebral.

2. Setiap tenaga kesehatan memiliki pengetahuan agar tidak adanya

keterlambatan diagnosis yang menyebabkan meningkatnya kasus malaria

serebral, terutama pada anak-anak

3. Dilakukannya pemberian terapi secara optimal sehingga dapat dilakukan

penatalaksanaan secara adekuat.

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Ambliopia
    Referat Ambliopia
    Dokumen27 halaman
    Referat Ambliopia
    Langen Mafela
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen15 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • BAB I RP
    BAB I RP
    Dokumen9 halaman
    BAB I RP
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen7 halaman
    Laporan Kasus
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Indo
    Jurnal Indo
    Dokumen18 halaman
    Jurnal Indo
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Logbook Anestesi 2
    Logbook Anestesi 2
    Dokumen2 halaman
    Logbook Anestesi 2
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Tytydetr
    Tytydetr
    Dokumen1 halaman
    Tytydetr
    Grace KwAn
    Belum ada peringkat
  • Bab 1,2,3
    Bab 1,2,3
    Dokumen14 halaman
    Bab 1,2,3
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen17 halaman
    Meningitis
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam
    Kejang Demam
    Dokumen17 halaman
    Kejang Demam
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Cardiac Output
    Cardiac Output
    Dokumen9 halaman
    Cardiac Output
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Obgyn 1
    Jurnal Obgyn 1
    Dokumen14 halaman
    Jurnal Obgyn 1
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam
    Kejang Demam
    Dokumen17 halaman
    Kejang Demam
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Laring
    Infeksi Laring
    Dokumen16 halaman
    Infeksi Laring
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen17 halaman
    Meningitis
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Malaria Serebral: Referat
    Malaria Serebral: Referat
    Dokumen21 halaman
    Malaria Serebral: Referat
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Ppthematomsubgalel
    Ppthematomsubgalel
    Dokumen22 halaman
    Ppthematomsubgalel
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Sanitasi Dan Air Bersih
    Sanitasi Dan Air Bersih
    Dokumen45 halaman
    Sanitasi Dan Air Bersih
    Aditya Cipta Kusuma
    100% (1)
  • Bab 1,2,3
    Bab 1,2,3
    Dokumen14 halaman
    Bab 1,2,3
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Refarat Ten
    Refarat Ten
    Dokumen23 halaman
    Refarat Ten
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Referat THT
    Referat THT
    Dokumen21 halaman
    Referat THT
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Kasus SM
    Kasus SM
    Dokumen8 halaman
    Kasus SM
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Pengetahuan Dasar Bedah Minor
    Pengetahuan Dasar Bedah Minor
    Dokumen7 halaman
    Pengetahuan Dasar Bedah Minor
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Psikiatri
    Anamnesis Psikiatri
    Dokumen12 halaman
    Anamnesis Psikiatri
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Salaman Dokter
    Salaman Dokter
    Dokumen8 halaman
    Salaman Dokter
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien Anestesi Umum
    Status Pasien Anestesi Umum
    Dokumen5 halaman
    Status Pasien Anestesi Umum
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien Obgyn
    Status Pasien Obgyn
    Dokumen16 halaman
    Status Pasien Obgyn
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Sanitasi Dan Air Bersih
    Sanitasi Dan Air Bersih
    Dokumen45 halaman
    Sanitasi Dan Air Bersih
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Format Pemeriksaan Fisik
    Format Pemeriksaan Fisik
    Dokumen25 halaman
    Format Pemeriksaan Fisik
    Aditya Cipta Kusuma
    Belum ada peringkat