Anda di halaman 1dari 15

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD/RS HASAN SADIKIN

Sari Kepustakaan
Oleh
Divisi
Pembimbing

Hari/tanggal

: Ariani
: Neuropediatri
: Dr. dr Nelly Amalia Risan, SpA(K), MKes
dr. Purboyo Solek SpA(K)
dr. Dewi Hawani, SpA(K)
dr. Mia Milanti Dewi, SpA MKes
: September 2014

TATALAKSANA STATUS EPILEPTIKUS

Pendahuluan
Status epileptikus (SE) merupakan suatu kegawatdararuratan di bidang neurologi yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Keadaan ini membutuhkan penanganan
segera yang tepat. Status epileptikus paling sering menyerang anak di bawah 2 tahun dan
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada golongan ini.1-4
Insidensi SE pada anak berkisar 10 sampai 58 per tahun per 100.000 anak 1-9 tahun dan
paling tinggi pada anak di bawah 2 tahun dengan mortalitas berkisar 28 % .

2,3,5,6

Tatalaksana

optimal SE pada anak masih belum jelas, penelitian yang besar dan valid masih jarang. 3,7
Pemahaman mengenai keadaan ini dan tatalaksana yang tepat akan mempengaruhi morbiditas
dan memperbaiki luaran.3,5
Pada sari pustaka ini akan dibahas mengenai definisi, klasifikasi,etiologi, dan tatalaksana
status epileptikus.
Definisi
Status epileptikus didefinisikan sebagai suatu keadaan yang disebabkan kejang berulang atau
terus menerus yang

berpotensi untuk menyebabkan kerusakan sistemik atau trauma neuronal

jika tidak dihentikan. Definisi ini tidak mempunyai kegunaan klinis yang berkaitan dengan
tatalaksana.1,3 International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 mendefinisikan
SE sebagai bangkitan kejang yang berlangsung terus-menerus atau kejang berulang tanpa disertai
1

pulihnya kesadaran di antara kejang selama lebih dari 30 menit. 3,4,8 Parameter durasi kejang pada
SE sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Definisi operasional SE yang direkomendasikan
oleh Lowenstein, dkk adalah kejang menetap atau episode kejang berulang tanpa pemulihan
kesadaran di antara bangkitan kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit untuk dewasa dan
anak > 5 tahun.1,9
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa keejang dengan durasi > 5 hingga 10 menit
umumnya tidak berhenti secara spontan, sehingga memerlukan penanganan sesegera mungkin,
sehingga kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit harus dipertimbangkan sebagai SE.6,9,10

Klasifikasi
Pada tahun 1967 Gestaut membedakan dua tipe utama dari SE yaitu bentuk umum dan parsial.
Kedua kelompok besar tersebut dapat dibagi kembali menjadi konvulsif dan non konvulsif.
Status epileptkus tonik-klonik umum adalah bentuk paling sering dengan mortalitas dan
morbiditas yang paling tinggi.1,4,7,11
Tabel 1 Klasifikasi Status Epileptikus
Parsial
Konvulsif
Tonik : SE hemiklonik, hemoconvulsi-hemipligia-epilepsy
Klonik: hemi-convulsif,kejang umum, sttus epileptikus
Non konvulsif
Simple
Parsisl kompleks
Umum
Konvulsif
Tonik klonik : kejang umum, epilepticus convulsivus
Tonik
Klonik
Mioklonik
Non Konvulsif
Absans
belum dapat ditentukan
- subtle
- neonatus
Sumber : Morton, 2012
2

Etiologi
Status epileptikus pada anak dapat disebabkan oleh proses akut , kronis maupun idiopatik .
Proses akut antara lain, infeksi susunan saraf pusat, gangguan metabolik (hipoglikemia,
hiperglikemia, hiponatremi, hipokalsemia dan anoksia), tidak teratur meminum obat antiepilepsi,
overdosis obat antiepilepsi, dan overdosis obat. Sekitar seperempat SE pada anak disebabkan
oleh proses akut kelainan pada otak.12 Proses kronis yang dapat mnyebabkan SE pada anak
antara lain gangguan migrasi serebral (lissencephally atau schizencephally), disgenesi serebral,
hypoxic ischemic encephalopathy perinatal, gangguan neurodegeneratif progresif.2
Penyebab tersering status epileptikus pada anak bervariasi sesuai dengan usia. Pada neonatus,
penyebab tersering adalah hipoksik-iskemik ensefalopati berat dan inborn error of metabolism.
Pada anak usia kurang dari lima tahun, kejang demam adalah penyebab yang tersering.
Sedangkan pada anak usia lebih dari lima tahun, trauma dan infeksi merupakan penyebab yang
paling sering.2,6,16
Patofisiologi
Patofisiologi dan perubahan biokimia dari kejang menjadi status epileptikus belum diketahui
dengan jelas. Inhibisi

yang tidak efektif dan atau eksitasi otak yang berlebihan dapat

menyebabkan terjadinya status epileptikus. Eksitasi yang berlebihan misalnya karena aktivasi
yang berlebihan dari reseptor asam amino atau pelepasan glutamat yang berlebihan. Obat atau
senyawa lain yang bersifat antagonis terhadap efek G-amino-butyric-acid (GABA) yang
merupakan neurotransmiter inhibitor utama pada otak juga dapat menyebabkan status
epileptikus.2,4,16
Perubahan histologis yang pertama terlihat adalah iskemia yang disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan metabolik, penurunan cadangan glukosa dan asupan oksigen. Selanjutnya akan terjadi
neuronophagia, proliferasi mikroglia dan sel astrosit, serta kematian sel. Episode kejang yang
memanjang akan menyababkan hipotensi, hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis laktat,
mioglobinuria, akut tubular nekrosis, bahkan kematian.1,4,7,11

Aktivitas abnormal dari neuron meningkatkan metabolisme otak sehingga terjadi peningkatan
konsumsi oksigen, glukosa, adenosine triphosphate dan substrat sel lain. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan aliran darah serebri, dirangsang oleh respons simpatis,yang
menyebabkan takikardia dan peningkatan tekanan darah. Pelepasan katekolamin pada awalnya
juga merangsang terjadinya hiperglikemia. Jika kejang terus berlanjut maka akan timbul
dekompensasi sistemik, terutama jika pernapasan tidak efektif, menyebabkan hipoksia dan
asidosis respiratorik. Aktivitas otot yang berlebihan dapat menguras cadangan glikogen sehingga
terjadi hipoglikemia dan metabolisme anaerobik. Kondisi ini menyebabkan asidosis metabolik,
gagal jantung , gagal pernapasan dan kegagalan multiorgan.1,7
Manifestasi klinis
Pada SE konvulsifus terjadi berbagai manifestasi klinis sesuai dari stadium SE: 12
1. Early status, yaitu 30 menit pertama, terjadi

aktivitas serangan konvulsif

terus-menerus bersamaan dengan aktivitas serangan kejang elektrografik.


Gangguan

metabolik

akibat

status

epileptikus

merupakan

mekanisme

homeostasis.
2. Established

status, yang

berlangsung

dari

30-60

menit,

mekanisme

homeostasis gagal melakukan kompensasi sehingga perubahan-perubahan


dan gangguan sistemik pada fungsi vital tubuh.
3. Refracter status jika kejang berlangsung lebih dari 120 menit, meskipun telah
mendapatkan terapi adekuat dengan obat-obatan antikonvulsan lini pertama.
4. Substle status/super refrakter status, serangan terus berlangsung selama
berjam-jam, ditandai dengan aktivitas motorik berkurang secara bertahap,
penderita koma dengan aktivitas motorik menjadi terbatas, dapat berupa
gerakan-gerakan halus (twitching) sekitar mata dan mulut. Perubahan ini
bersamaan dengan perubahan-perubahan gambaran EEG menjadi flat di
antara letupan-letupan epileptiform (burt-supression pattern).

Tatalaksana

Terdapat keterbatasan penelitian pada anak untuk membuat suatu standar baku protokol
penanganan SE pada anak. Hal ini mengakibatkan variasi protokol, panduan dan algoritma SE
pada anak. Terdapat banyak pilihan obat tatalaksana SE pada anak. Pilihan obat tergantung dari
individu, pengobatan sebelumnya dan ketersedian obat.1,10,13 Pendekatan waktu sangat penting
dalam tatalaksana

SE. Tatalaksana yang cepat mepertinggi efikasi antikonvulsan dan

memberikan luaran yang lebih baik.1,10


Sebaliknya kejang yang berlangsung lebih lama akan memberikan luaran yang lebih buruk
dengan mortalitas yang tinggi dan meningkatkan risiko defisit jangka panjang dan epilepsi.
Penelitian observasional prospektif daru 182 anak dengan SE menemukan bahwa setiap 1 menit
keterlambatan penanganan dari onset kejang akan meningkatkan risiko terjadinya kejang di atas
60 menit sebesar 5%. 1,10
Tatalaksana SE terdiri dari pra rumah sakit dan di rumah sakit. Tatalaksana pra rumah sakit
sangat penting karena SE pada stadium awal adalah periode kritis untuk menghentikan kejang.
Penelitian retrosfektif menunjukkan pengeobatan pra rumah sakit dengan diazepam berkorelasi
dengan pendeknya periode kejang dan menurunkan risiko kejang berulang di rumah sakit.10
Tatalaksana SE di rumah sakit secara garis besar meliputi :
1. Mempertahankan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi yang adekuat
Selama SE dapat terjadi perubahan sistemik. Pada awalnya SE terjadi peningkatan
penggunaan glukosa dan oksigen, namun pengadaan keduanya meningkat akibat
peningkatan tekanan darah dan perfusi otak, Pada stadium lanjut, tekanan darah dapat
menurun, terkadang menjadi hipotensi dan terjadi gangguan respirasi dapat terjadi.1,4,10
Status epileptikus dapat mengancam jalan napas dan ventilasi, terutama pada keadaan
mengatupnya rahang, koordinasi pernapasan yang buruk, produksi sekresi yang banyak dan
muntah. Hipoksia sering kali terjadi. Mempertahankan jalan napas meliputi miringkan
pasien, penghisapan lendir atau muntahan, lalu posissikan semi ekstensi ditambah dengan
chin lift atau jaw trust. Oksigen 100% harus diberikan

seiring dengan pemantauan

kardiorespirasi. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sering didapatkan pada
pasien yang sedang kejang. Keduanya harus kembali ke nilai normal setelah kejang
berhenti. Bradikardi, hipotensi dan perfusi yang buruk merupakan pertanda buruk. Hal
tersebut menandakan hipoksia yang berat dan membutuhkan perbaikan jalan napas dan
ventilasi,baik dengan ventilasi tekanan positif dengan sungkup ataupun dengan pemasangan
5

endotracheal tube. Pemasangan akses intravena harus segera dilakukan (2 jalur intravena
dengan menggunakan kateter vena yang besar jika memungkinkan). Identifikasi faktor
presipitasi seperti hipoglikemia, imbalans elektrolit, infeksi dan panas. Lakukan koreksi
terhadap faktor-faktor tersebut.1,7 Glukosa darah harus segera diperiksa.jika kadar glukosa
2,6 mmol/L, berikan 2-4ml/kgzbb dekstrose 25% atau 3-5 ml/kg dekstrose 10% IV. Kadar
glukosa darah diperiksa ulang 3-5 menit setelah bolus. Bolus dapat diulang jika dibutuhkan.
Pemeriksaan lebih lanjut harus dipertimbangkan jika ABCs sudah stabil.2,7,12 Pemeriksaan
pungsi lumbal dan pemeriksaan lainnya dilakukan jika ada kecurigaan infeksi saraf pusat,
kejang sudah terkontrol dan tidak ditemukan tekanan tinggi intrakranial. 7,8,14 Cairan rumatan
itravena dapat berupa larutan 1:4, NaCL0,9% atau ringer laktat. Intake cairan harus
diretriksi jika terjadi Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)
dengan terbentuknya edema, hiponatremia dan penurunan osmolaritas serum.7,4,14 Tekanan
darah dipertahankan pada nilai normal sesuai usia. Suhu dipantau, jika terjadi hipertermia,
segera ditangani.7,8 Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dipertimbangkan pada anak
yang baru mengalami SE untuk membedakan apakah ada kelainan fokal atau umum, atau
pada SE non konvulsif. Pencitraan dilakukan setelah penderita distabilisasi dan kejang
dikontrol, jika ada indikasi secara klinis atau jika etiologinya tidak diketahui.8,15
2.

Menghentikan kejang dan pencegahan kejang berulang


Tujuan utama dari tatalaksana kejang adalah untuk menghentikan kejang sehingga
mencegah cedera otak. Penelitian yang dilakukan pada binatang menunjukkkan bahwa
eksositoksik sel saraf dan iskemia terjadia setelah 30 menit aktivitas kejang. Kejang yang
berlangsung lebih dari 5 menit berisiko tinggi untuk berlangsung terus, setidaknya 30
menit, sehingga tatalaksana dini berhubungan dengan luaran yang lebih baik.1,2,12
Tatalaksana status epileptikus dibagi menjadi beberapa stadium, terlihat pada gambar

Terapi lini pertama


Terapi lini pertama harus dimulai di luar rumah sakit. Tatalaksana pra rumah sakit dapat
menurunkan lamanya kejang.. Lebih dari setengah pasien SE akan berespon dengan obat
tunggal antiepilepsi. Benzodiazepin adalah obat pilihan pada SE. Pemilihan obat yang
diberikan bergantung pada ketersediaan obat dan akses intravena (IV). Obat lini pertama
harus diberikan dalam 10 menit pertama kejang antara lain Lorazepam, midazolam atau
6

diazepam. Obat tersebut dapat diberikan dalam jalur

IV bila terdapat jalur IV, atau

lorazepam bukal, midazolam bukal, intranasal atau intramuskular, diazepam perektal jika
jalur IV tidak ada. Obat tersebut dapat diulang satu kali lagi dalam 5 menit bila masih
didapatkan kejang. Obat lini pertama pada status epileptikus dilihat pada tabel di bawah ini.
1,2,20

Gambar 1 Bagan tatalaksana status epileptilus berdasarkan stadium


Sumber : Shorvon, 2011
Tabel 2 Obat status epileptikus lini pertama
Obat

Dosis

Maksimal

Keterangan

Risiko

Lorazepam
(bukal, IV, IO, PR)

0,1 mg/kg

4 mg

Kecepatan <2mg/menit
(IV diatas 0,5-1 menit)
Dapat diulang setiap 5
menit (2 kali)
Dapat diulang setiap 5
menit (2 kali)

Hipotensi,
depresi
saluran napas,sedasi

<2mg/menit (IV di atas

Hipotensi,

Midazolam

Bukal

Intranasal
IM
IV
Diazepam
IV

0,5 mg.kg

10 mg

0,2 mg/kg
0,2 mg/kg
0,1 mg/Kg

5 mg/lubang hidung

0,3 mg/kg

5mg (<5 tahun),

Hipotensi,
depresi
saluran napas,sedasi

depresi

PR

0,5 mg/kg

10 mg 5tahun
20mg

2 menit)
Dapat diulang setiap 5
menit (2 kali)

saluran napas,sedasi

Sumber : Friedman, 2011

Terapi lini kedua


Pemberian obat antiepilepsi kerja panjang harus segera diberikan mengingat waktu
kerja benzodiazepin yang pendek. Obat lini kedua diberikan dalam 20 menit kedua, jika
setelah pemberian obat lini pertama 2 kali, kejang belum teratasi. Obat tersebut antara
lain posfenitoin, fenobarbital , atau fenitoin secara intravena atau

parafenitoin,

paraldehid, fenitoin intraoseus jika jalur intravena tidak tersedia. Jika dalam 5 menit
masih kejang, gunakan fenobarbital atau fosfenitoin secara intravena atau paraldehid
atau fosfenitoin intaoseus. Keterangan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4. Jika
kejang berhenti dalam 10 menit, penderita dipantau. Jika masih kejang, maka penderita
jatuh pada status epileptikus refrakter.1,4,12,20 Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai
terapi status epileptikus lini kedua dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Obat status epileptikus lini kedua
Obat
Fosfenitoin

Dosis
20mg/kg
equivalen

Fenitoin

20 mg/kg

1000 mg

Fenobarbital
(IV,IO)

20 mg/kg

1000 mg

Paraldehide
(PR)

400 mg
(0,4 mL/kg/dosis0

10 g
(10
ml/dosis)

Sodium valproat

20-40 mg/kg

fenitoin

Maksimal
1000 mg

Keterangan
IV diatas 5-10 menit
(dalam larutan fisiologis
atau D5%)
1 mg/kg/menit
Dalam cairan non glukosa
Dapat diberikan tambahan
5mg/kg
1 mg/kg/menit
(>20 menit dalam larutan
fisiologis atau D5%
Dapat diberikan tambahan
5mg/kg

Risiko
Lebih sedikit dibandingkan
fenitoin,
Namun harganya mahal
Hipotensi,
bradikardia,
aritmia
Merupakam pilihan pertama
pada neonatus atau jika
dalam rumatan fenitoin
Iritasi mukosa

Kecepatan
3-6 mg/kg/menit

Masih memerlukan
penelitian lebih lanjut

Sumber : Friedman, 2011

Terapi status epileptikus refrakter


Jika terjadi status epileptikus refrakter dilakukan rapid sequence intubation, lalu
dilakukan bolus midazolam 0,15 mg/kg lalu 2g/kg/menit melalui infus. Titrasi setiap

15 menit 2g/kg/menit dengan bolus 0,15 mg/kg sebelumnya. Kecepatan maksimal 24


2g/kg/menit.2,3,17
Pemberian obat dan evaluasi harus berada dalam supervisi spesialis
neurologi/perawatan intensif. Fenitoin dan fenobarbital serum dipertahankan pada
kadar terapi. Jika tidak didapatkan kejang dalam 24-48 jam, tutunkan midazolam 1
g./kg/menit setiap 15 menit, jika kejang timbul kembali, kembalikan midazolam
selama 48 jam berikutnya. Jika tidak didapatkan

kejang, midazolam diturunkan

bertahap 1 g./kg/menit setiap 15 menit dengan mempertahankan fenotoin dan


fenobarbital serum pada kadar terapi. Tiopental/pentobarbital bolus dan infus kontinyu
dapat dipertimbangkan pada kejang yang berlangsung setelah midazolam kecepatan
maksimal, jika kejang tetap berlangsung, terapi sebaiknya dikonsultasikan kepada ahli
neurologi dan perawatan kritis.1,2,18,20 Selain itu dapat juga digunakan propofol, bolus i
mg/kg IV dosis loading, ditambahkan 1-2 mg/kg tiap 3-5 menit hingga berespon
maksimal 10 mg/kg.1,4,13
Pendekatan non farmakologis
Pada keadaan khusus dapat dilakukan pendekatan farmakologis . Misalnya pada fokus kejang
yang jelas, operasi reseksi dapat menjadi pilihan terapi. Terapi non farmakologis lainnya meliputi
diet ketogenik pada refractory SE, terapi hipotermia pada pasien postanoksia dan refractory
SE.1,18
Prognosis
Status epileptikus merupakan kegawatan karena berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Angka kematian SE pada anak berkisar 28%, walaupun angka ini lebih rendah
dibandingkan orang dewasa, namun anak yang berumur muda mempunyai risiko lebih tinggi.
Gejala sisa SE yang sering antara lain disfungsi intelektual, defisit neurologis permanen, kejang
berulang dan epilepsi.1,13,19
Etiologi penyakit merupakan faktor paling menentukan luaran dan morbiditas. Penelitian lain
mendapatkan adanya hubungan langsung antara lamanya kejang dan kerusakan otak dan
kematian.1,2,13 Kejang yang berlangsung 30-60 menit dapat membuat jejas neuron yang
reversibel. Sedangkan kejang yang berlangsung lebih dari 1 jam dapat menyebabkan kerusakan
9

neuron. Kematian hampir 10 kali lipat pada kejang yang berlangsung 30 menit atau lebih
dibandingkan yang berlangsung 10-29 menit.1,4,14,20
Penelitian di Kenya menemukan 1/3 dari penderita SE memiliki gangguan perkembangan
dalam 34 tahun setelah SE. Hasil penelitian menyimpulkan perlunya penyuluhan pada orang
tua dan petugas kesehatan untuk dapat menangani kejang secara dini dan agresif sehingga dapat
memperbaiki luaran.18,20
Simpulan
Status epileptikus merupakan kegawatdaruratan medis dengan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Terdapat keterbatasan penelitian pada anak untuk membuat suatu standar baku protokol
penanganan SE pada anak. Hal ini mengakibatkan variasi protokol, panduan dan algoritma SE
pada anak. Terdapat banyak pilihan obat tatalaksana SE pada anak tergantung dari individu,
pengobatan sebelumnya dan ketersediaan obat. Penanganan SE yang tepat sesegera mungkin
memberikan luaran yang lebih baik

Daftar Pustaka
10

1. Morton LD, Pellock JM. Status Epilepticus. Dalam: Swaiman, KF, Aswal S, Ferriero
DM, Schor NF, penyunting. Pediatric Neurology: principles and practise. Edisi ke 5.
Philadelphia: Mosby Elsevier: 2012. hlm. 798810.
2. Friedman. Emergency management of the paediatric patient with generalized convulsive
status epilepticus. Paediatr Child Health. 2011;16(2):917.
3. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T. Guidelines for the
evaluation and management of status epilepticus. Neurocrit Care. 2012;9596z.
4. Khaled KJ, Hirsch LJ. Updates in the management of seizure and status epilepticus in
critically ill patients. Neurol clin. 2008;26:385408.
5. Goldstein J. Status epilepticus in the pediatric emergency department. Clin Ped Emerg
Med. 2008;9:96100.
6. Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Semin neurol. 2008;28:34252.
7. Behera K, Rana KS, Kanitkar M, Adhikari KM. Status epilepticus in children. MJAFI.
2005;61:1748.
8. Riviello JJ. Ashwal S, Hittz D, Glauser T, Balaban-Gil K,Kelley K, dkk. Practise
parameter: diagnostic assesment of the child with status epilepticus (an evidence-based
review). Neurology. 2006:67:154250.
9. Knake S, hamer HM, Rosenow F. Status epilepticus: a critical review. Epilepsy and
behavior. 2009:15:1014.
10. Abend NS, Gutierrez-Colina AM, Dlugos DJ. Medical treatment of status epilepticus.
Semin Pediatr Neurol. 2010;17:16975.
11. Manno E. New Management strategies in the treatment of status epilepticus. Mayo Clin
proc. 2003;78:50818.
12. Shorvon S, Ferlisi M. The treatment of super-refractory status epilepticus: a critical
review of available therapies and clinical treatment protocol. Brain. 2011;134:280218.
13. Lee J, Huh L, Korn P, Farrel K. Guideline for the management of convulsive status
epilepticus in infant and children. BC medical journal. 2011;53(5):27985.
14. Saz Eu, Karapinar B, Ozcetin M, Polat M, Tosun A, Erdaloglu G, dkk. Convulsive status
epilepticus in children: etiology, treatment protocol and outcome. Seizure. 2011;
20:1158
15. NHS foundation trust. Paediatric clinical guidelines: status epilepticus [ diunduh 28
September 2014]. Tersedia dari: http://www.uclhguide.com/fragr_image/ media/
epilpticus
16. Starship childrens health clinical guideline. Convulsive status epilepticus in infant (age>
1month), children and adolescents[ diunduh 28 September 2014].
Tersedia dari: http://www.adhb.govt.nz/starshipclinicalguidelines.
11

17. Chin R, Neville BGR, Peckham C, Wade A, Bedhof H, Scott RC. Treatment of
community-onset, childhood convulsive status epilepticus: a prospective, population
based study. Lancet neurol. 2008;7(8):696703
18. Prins A,Chengo E, Odera VM, Sadarangani M, Seaton C, Holding P, dkk. Long-term
survival and outcome in children admitted to kilifi district hospital with convulsive status
epilepticus. Hindawi. 2014;17.
19. Siddiqui TH, Rehman A, Jan MA, Wazeer MS,Burki MK. Status epilepticus: aetiology
and outcome in children. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2008;20(3):5153.
20. Hilman J, Letmimaki K, Peltola J, Liimatein S. Clinical significance of treatment delay in
status epilepticus. Int J Emerg Med. 2013;6(6):17.

LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Algoritma tatalaksana status epileptikus Canadian Paediatric society 2011

12

13

Sumber : Friedman, 2011

14

15

Anda mungkin juga menyukai