Sari Kepustakaan
Oleh
Divisi
Pembimbing
Hari/tanggal
: Ariani
: Neuropediatri
: Dr. dr Nelly Amalia Risan, SpA(K), MKes
dr. Purboyo Solek SpA(K)
dr. Dewi Hawani, SpA(K)
dr. Mia Milanti Dewi, SpA MKes
: September 2014
Pendahuluan
Status epileptikus (SE) merupakan suatu kegawatdararuratan di bidang neurologi yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Keadaan ini membutuhkan penanganan
segera yang tepat. Status epileptikus paling sering menyerang anak di bawah 2 tahun dan
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada golongan ini.1-4
Insidensi SE pada anak berkisar 10 sampai 58 per tahun per 100.000 anak 1-9 tahun dan
paling tinggi pada anak di bawah 2 tahun dengan mortalitas berkisar 28 % .
2,3,5,6
Tatalaksana
optimal SE pada anak masih belum jelas, penelitian yang besar dan valid masih jarang. 3,7
Pemahaman mengenai keadaan ini dan tatalaksana yang tepat akan mempengaruhi morbiditas
dan memperbaiki luaran.3,5
Pada sari pustaka ini akan dibahas mengenai definisi, klasifikasi,etiologi, dan tatalaksana
status epileptikus.
Definisi
Status epileptikus didefinisikan sebagai suatu keadaan yang disebabkan kejang berulang atau
terus menerus yang
jika tidak dihentikan. Definisi ini tidak mempunyai kegunaan klinis yang berkaitan dengan
tatalaksana.1,3 International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 mendefinisikan
SE sebagai bangkitan kejang yang berlangsung terus-menerus atau kejang berulang tanpa disertai
1
pulihnya kesadaran di antara kejang selama lebih dari 30 menit. 3,4,8 Parameter durasi kejang pada
SE sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Definisi operasional SE yang direkomendasikan
oleh Lowenstein, dkk adalah kejang menetap atau episode kejang berulang tanpa pemulihan
kesadaran di antara bangkitan kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit untuk dewasa dan
anak > 5 tahun.1,9
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa keejang dengan durasi > 5 hingga 10 menit
umumnya tidak berhenti secara spontan, sehingga memerlukan penanganan sesegera mungkin,
sehingga kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit harus dipertimbangkan sebagai SE.6,9,10
Klasifikasi
Pada tahun 1967 Gestaut membedakan dua tipe utama dari SE yaitu bentuk umum dan parsial.
Kedua kelompok besar tersebut dapat dibagi kembali menjadi konvulsif dan non konvulsif.
Status epileptkus tonik-klonik umum adalah bentuk paling sering dengan mortalitas dan
morbiditas yang paling tinggi.1,4,7,11
Tabel 1 Klasifikasi Status Epileptikus
Parsial
Konvulsif
Tonik : SE hemiklonik, hemoconvulsi-hemipligia-epilepsy
Klonik: hemi-convulsif,kejang umum, sttus epileptikus
Non konvulsif
Simple
Parsisl kompleks
Umum
Konvulsif
Tonik klonik : kejang umum, epilepticus convulsivus
Tonik
Klonik
Mioklonik
Non Konvulsif
Absans
belum dapat ditentukan
- subtle
- neonatus
Sumber : Morton, 2012
2
Etiologi
Status epileptikus pada anak dapat disebabkan oleh proses akut , kronis maupun idiopatik .
Proses akut antara lain, infeksi susunan saraf pusat, gangguan metabolik (hipoglikemia,
hiperglikemia, hiponatremi, hipokalsemia dan anoksia), tidak teratur meminum obat antiepilepsi,
overdosis obat antiepilepsi, dan overdosis obat. Sekitar seperempat SE pada anak disebabkan
oleh proses akut kelainan pada otak.12 Proses kronis yang dapat mnyebabkan SE pada anak
antara lain gangguan migrasi serebral (lissencephally atau schizencephally), disgenesi serebral,
hypoxic ischemic encephalopathy perinatal, gangguan neurodegeneratif progresif.2
Penyebab tersering status epileptikus pada anak bervariasi sesuai dengan usia. Pada neonatus,
penyebab tersering adalah hipoksik-iskemik ensefalopati berat dan inborn error of metabolism.
Pada anak usia kurang dari lima tahun, kejang demam adalah penyebab yang tersering.
Sedangkan pada anak usia lebih dari lima tahun, trauma dan infeksi merupakan penyebab yang
paling sering.2,6,16
Patofisiologi
Patofisiologi dan perubahan biokimia dari kejang menjadi status epileptikus belum diketahui
dengan jelas. Inhibisi
yang tidak efektif dan atau eksitasi otak yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya status epileptikus. Eksitasi yang berlebihan misalnya karena aktivasi
yang berlebihan dari reseptor asam amino atau pelepasan glutamat yang berlebihan. Obat atau
senyawa lain yang bersifat antagonis terhadap efek G-amino-butyric-acid (GABA) yang
merupakan neurotransmiter inhibitor utama pada otak juga dapat menyebabkan status
epileptikus.2,4,16
Perubahan histologis yang pertama terlihat adalah iskemia yang disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan metabolik, penurunan cadangan glukosa dan asupan oksigen. Selanjutnya akan terjadi
neuronophagia, proliferasi mikroglia dan sel astrosit, serta kematian sel. Episode kejang yang
memanjang akan menyababkan hipotensi, hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis laktat,
mioglobinuria, akut tubular nekrosis, bahkan kematian.1,4,7,11
Aktivitas abnormal dari neuron meningkatkan metabolisme otak sehingga terjadi peningkatan
konsumsi oksigen, glukosa, adenosine triphosphate dan substrat sel lain. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan aliran darah serebri, dirangsang oleh respons simpatis,yang
menyebabkan takikardia dan peningkatan tekanan darah. Pelepasan katekolamin pada awalnya
juga merangsang terjadinya hiperglikemia. Jika kejang terus berlanjut maka akan timbul
dekompensasi sistemik, terutama jika pernapasan tidak efektif, menyebabkan hipoksia dan
asidosis respiratorik. Aktivitas otot yang berlebihan dapat menguras cadangan glikogen sehingga
terjadi hipoglikemia dan metabolisme anaerobik. Kondisi ini menyebabkan asidosis metabolik,
gagal jantung , gagal pernapasan dan kegagalan multiorgan.1,7
Manifestasi klinis
Pada SE konvulsifus terjadi berbagai manifestasi klinis sesuai dari stadium SE: 12
1. Early status, yaitu 30 menit pertama, terjadi
metabolik
akibat
status
epileptikus
merupakan
mekanisme
homeostasis.
2. Established
status, yang
berlangsung
dari
30-60
menit,
mekanisme
Tatalaksana
Terdapat keterbatasan penelitian pada anak untuk membuat suatu standar baku protokol
penanganan SE pada anak. Hal ini mengakibatkan variasi protokol, panduan dan algoritma SE
pada anak. Terdapat banyak pilihan obat tatalaksana SE pada anak. Pilihan obat tergantung dari
individu, pengobatan sebelumnya dan ketersedian obat.1,10,13 Pendekatan waktu sangat penting
dalam tatalaksana
kardiorespirasi. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sering didapatkan pada
pasien yang sedang kejang. Keduanya harus kembali ke nilai normal setelah kejang
berhenti. Bradikardi, hipotensi dan perfusi yang buruk merupakan pertanda buruk. Hal
tersebut menandakan hipoksia yang berat dan membutuhkan perbaikan jalan napas dan
ventilasi,baik dengan ventilasi tekanan positif dengan sungkup ataupun dengan pemasangan
5
endotracheal tube. Pemasangan akses intravena harus segera dilakukan (2 jalur intravena
dengan menggunakan kateter vena yang besar jika memungkinkan). Identifikasi faktor
presipitasi seperti hipoglikemia, imbalans elektrolit, infeksi dan panas. Lakukan koreksi
terhadap faktor-faktor tersebut.1,7 Glukosa darah harus segera diperiksa.jika kadar glukosa
2,6 mmol/L, berikan 2-4ml/kgzbb dekstrose 25% atau 3-5 ml/kg dekstrose 10% IV. Kadar
glukosa darah diperiksa ulang 3-5 menit setelah bolus. Bolus dapat diulang jika dibutuhkan.
Pemeriksaan lebih lanjut harus dipertimbangkan jika ABCs sudah stabil.2,7,12 Pemeriksaan
pungsi lumbal dan pemeriksaan lainnya dilakukan jika ada kecurigaan infeksi saraf pusat,
kejang sudah terkontrol dan tidak ditemukan tekanan tinggi intrakranial. 7,8,14 Cairan rumatan
itravena dapat berupa larutan 1:4, NaCL0,9% atau ringer laktat. Intake cairan harus
diretriksi jika terjadi Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)
dengan terbentuknya edema, hiponatremia dan penurunan osmolaritas serum.7,4,14 Tekanan
darah dipertahankan pada nilai normal sesuai usia. Suhu dipantau, jika terjadi hipertermia,
segera ditangani.7,8 Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dipertimbangkan pada anak
yang baru mengalami SE untuk membedakan apakah ada kelainan fokal atau umum, atau
pada SE non konvulsif. Pencitraan dilakukan setelah penderita distabilisasi dan kejang
dikontrol, jika ada indikasi secara klinis atau jika etiologinya tidak diketahui.8,15
2.
lorazepam bukal, midazolam bukal, intranasal atau intramuskular, diazepam perektal jika
jalur IV tidak ada. Obat tersebut dapat diulang satu kali lagi dalam 5 menit bila masih
didapatkan kejang. Obat lini pertama pada status epileptikus dilihat pada tabel di bawah ini.
1,2,20
Dosis
Maksimal
Keterangan
Risiko
Lorazepam
(bukal, IV, IO, PR)
0,1 mg/kg
4 mg
Kecepatan <2mg/menit
(IV diatas 0,5-1 menit)
Dapat diulang setiap 5
menit (2 kali)
Dapat diulang setiap 5
menit (2 kali)
Hipotensi,
depresi
saluran napas,sedasi
Hipotensi,
Midazolam
Bukal
Intranasal
IM
IV
Diazepam
IV
0,5 mg.kg
10 mg
0,2 mg/kg
0,2 mg/kg
0,1 mg/Kg
5 mg/lubang hidung
0,3 mg/kg
Hipotensi,
depresi
saluran napas,sedasi
depresi
PR
0,5 mg/kg
10 mg 5tahun
20mg
2 menit)
Dapat diulang setiap 5
menit (2 kali)
saluran napas,sedasi
parafenitoin,
paraldehid, fenitoin intraoseus jika jalur intravena tidak tersedia. Jika dalam 5 menit
masih kejang, gunakan fenobarbital atau fosfenitoin secara intravena atau paraldehid
atau fosfenitoin intaoseus. Keterangan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4. Jika
kejang berhenti dalam 10 menit, penderita dipantau. Jika masih kejang, maka penderita
jatuh pada status epileptikus refrakter.1,4,12,20 Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai
terapi status epileptikus lini kedua dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Obat status epileptikus lini kedua
Obat
Fosfenitoin
Dosis
20mg/kg
equivalen
Fenitoin
20 mg/kg
1000 mg
Fenobarbital
(IV,IO)
20 mg/kg
1000 mg
Paraldehide
(PR)
400 mg
(0,4 mL/kg/dosis0
10 g
(10
ml/dosis)
Sodium valproat
20-40 mg/kg
fenitoin
Maksimal
1000 mg
Keterangan
IV diatas 5-10 menit
(dalam larutan fisiologis
atau D5%)
1 mg/kg/menit
Dalam cairan non glukosa
Dapat diberikan tambahan
5mg/kg
1 mg/kg/menit
(>20 menit dalam larutan
fisiologis atau D5%
Dapat diberikan tambahan
5mg/kg
Risiko
Lebih sedikit dibandingkan
fenitoin,
Namun harganya mahal
Hipotensi,
bradikardia,
aritmia
Merupakam pilihan pertama
pada neonatus atau jika
dalam rumatan fenitoin
Iritasi mukosa
Kecepatan
3-6 mg/kg/menit
Masih memerlukan
penelitian lebih lanjut
neuron. Kematian hampir 10 kali lipat pada kejang yang berlangsung 30 menit atau lebih
dibandingkan yang berlangsung 10-29 menit.1,4,14,20
Penelitian di Kenya menemukan 1/3 dari penderita SE memiliki gangguan perkembangan
dalam 34 tahun setelah SE. Hasil penelitian menyimpulkan perlunya penyuluhan pada orang
tua dan petugas kesehatan untuk dapat menangani kejang secara dini dan agresif sehingga dapat
memperbaiki luaran.18,20
Simpulan
Status epileptikus merupakan kegawatdaruratan medis dengan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Terdapat keterbatasan penelitian pada anak untuk membuat suatu standar baku protokol
penanganan SE pada anak. Hal ini mengakibatkan variasi protokol, panduan dan algoritma SE
pada anak. Terdapat banyak pilihan obat tatalaksana SE pada anak tergantung dari individu,
pengobatan sebelumnya dan ketersediaan obat. Penanganan SE yang tepat sesegera mungkin
memberikan luaran yang lebih baik
Daftar Pustaka
10
1. Morton LD, Pellock JM. Status Epilepticus. Dalam: Swaiman, KF, Aswal S, Ferriero
DM, Schor NF, penyunting. Pediatric Neurology: principles and practise. Edisi ke 5.
Philadelphia: Mosby Elsevier: 2012. hlm. 798810.
2. Friedman. Emergency management of the paediatric patient with generalized convulsive
status epilepticus. Paediatr Child Health. 2011;16(2):917.
3. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T. Guidelines for the
evaluation and management of status epilepticus. Neurocrit Care. 2012;9596z.
4. Khaled KJ, Hirsch LJ. Updates in the management of seizure and status epilepticus in
critically ill patients. Neurol clin. 2008;26:385408.
5. Goldstein J. Status epilepticus in the pediatric emergency department. Clin Ped Emerg
Med. 2008;9:96100.
6. Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Semin neurol. 2008;28:34252.
7. Behera K, Rana KS, Kanitkar M, Adhikari KM. Status epilepticus in children. MJAFI.
2005;61:1748.
8. Riviello JJ. Ashwal S, Hittz D, Glauser T, Balaban-Gil K,Kelley K, dkk. Practise
parameter: diagnostic assesment of the child with status epilepticus (an evidence-based
review). Neurology. 2006:67:154250.
9. Knake S, hamer HM, Rosenow F. Status epilepticus: a critical review. Epilepsy and
behavior. 2009:15:1014.
10. Abend NS, Gutierrez-Colina AM, Dlugos DJ. Medical treatment of status epilepticus.
Semin Pediatr Neurol. 2010;17:16975.
11. Manno E. New Management strategies in the treatment of status epilepticus. Mayo Clin
proc. 2003;78:50818.
12. Shorvon S, Ferlisi M. The treatment of super-refractory status epilepticus: a critical
review of available therapies and clinical treatment protocol. Brain. 2011;134:280218.
13. Lee J, Huh L, Korn P, Farrel K. Guideline for the management of convulsive status
epilepticus in infant and children. BC medical journal. 2011;53(5):27985.
14. Saz Eu, Karapinar B, Ozcetin M, Polat M, Tosun A, Erdaloglu G, dkk. Convulsive status
epilepticus in children: etiology, treatment protocol and outcome. Seizure. 2011;
20:1158
15. NHS foundation trust. Paediatric clinical guidelines: status epilepticus [ diunduh 28
September 2014]. Tersedia dari: http://www.uclhguide.com/fragr_image/ media/
epilpticus
16. Starship childrens health clinical guideline. Convulsive status epilepticus in infant (age>
1month), children and adolescents[ diunduh 28 September 2014].
Tersedia dari: http://www.adhb.govt.nz/starshipclinicalguidelines.
11
17. Chin R, Neville BGR, Peckham C, Wade A, Bedhof H, Scott RC. Treatment of
community-onset, childhood convulsive status epilepticus: a prospective, population
based study. Lancet neurol. 2008;7(8):696703
18. Prins A,Chengo E, Odera VM, Sadarangani M, Seaton C, Holding P, dkk. Long-term
survival and outcome in children admitted to kilifi district hospital with convulsive status
epilepticus. Hindawi. 2014;17.
19. Siddiqui TH, Rehman A, Jan MA, Wazeer MS,Burki MK. Status epilepticus: aetiology
and outcome in children. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2008;20(3):5153.
20. Hilman J, Letmimaki K, Peltola J, Liimatein S. Clinical significance of treatment delay in
status epilepticus. Int J Emerg Med. 2013;6(6):17.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Algoritma tatalaksana status epileptikus Canadian Paediatric society 2011
12
13
14
15