Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pasien suspek difteri adalah pemberian antibiotik dan Antitoksin
Difteri Serum (ADS), dan penerapan pencegahan infeksi dan tindakan pengendalian.
Berikut rekomendasi yang dianjurkan :
Tempatkan pasien pada ruangan atau area isolasi dan gunakan tindakan
pencegahan kontak dan droplet standar
Monitor secara terus menerus dan siapkan terapi suportif bilamana terjadi
komplikasi berat (contoh : tatalaksana jalan napas, jantung, neurologis dan gagal
ginjal)
Terapi Antibiotik
Antibiotik harus diberikan sesegera mungkin setelah ketika ditemukan kasus suspek
difteri, tanpa menunggu hasil laboratorium
Bagi pasien yang tidak dapat menelan atau dengan kondisi yang berat, sebaiknya
digunakan antibiotik intravena atau intramuskular. Namun bila kondisi klinis
pasien membaik, antibiotik dapat diberikan melalui oral.
Terapi antibiotik oral dapat segera diberikan pada pasien dengan gejala ringan
atau sedang.
Terapi Antibiotik
Procaine benzyl penicillin (penicillin G) : Pemberian IM
Seluruh individu : 50.000 IU/kg sekali sehari (maksimal 1.2 juta IU perhari).
Diberikan selama 14 hari.
Seluruh individu : 50.000 IU/kg sekali sehari (maksimal 1.2 juta IU perhari).
Diberikan selama 14 hari.
Eritromisin IV
Eritromisin oral
Azitromisin oral
Anak : 10-12 mg/kg sekali sehari (maksimal 500mg perhari). Diberikan selama
14 hari.
Note : belum ada data yang menunjang lama pemberian pasti untuk azitromisin
Toksin difteri, bila telah memasuki sel pejamu, tidak akan bisa dinetralisir oleh
ADS. Olehkarena itu, untuk menurunkan komplikasi dan mortalitas, ADS harus
segera diberikan bila ditemukan gejala klinis.
Karena terdapat risiko terjadinya reaksi alergi yang berat terhadap pemberian
ADS, tes sensitisasi (contoh: Besredka test) harus dilakukan sebelum pemberian
ADS.
Vaksinasi dengan vaksin yang mengandung difteri toxoid sesuai dengan usia
Setelah pulang, batasi kontak dengan orang lain hingga terapi antibiotik selesai.
(contoh : tetap berada di rumah, tidak bersekolah atau bekerja, hingga terapi
selesai.
Kontak erat termasuk : anggota keluarga (setiap orang yang tinggal di rumah selama 5
hari terakhir sebelum timbul onset penyakit); setiap orang dengan riwayat kontak erat
langsung (kurang dari 1 meter) untuk waktu yang lama (lebih dari 1 jam) dalam waktu 5
hari timbul onset penyakit (contoh : pengasuh, saudara, atau teman yang sering
berkunjung) dan tenaga kesehatan yang terekspos dengan sekret oral atau pernapasan
dari pasien.
Setiap kontak erat harus di nilai tanda dan gejala yang sesuai dengan difteri dan tetap
dalam pemantauan hingga 7 hari sejak kontak. Kontak dewasa harus menghindari
kontak dengan anak dan harus menghindari menyajikan makanan hingga terbukti
bukan sebagai karier.
Setiap kontak harus diberikan benzatin benzylpenisillin dosis tunggal IM ( 600.000 unit
untuk anak < 6 tahun dan 1.2 juta unit untuk usia > 6 tahun). Bila hasil kultur positif,
terapi antibiotik harus segera diberikan.
Diagnosis Laboratorium
Spesimen terbaik untuk kultur bakteriologis adalah dari swab faring yang diperoleh
dengan melakukan swab pada tepi lesi mukosa atau langsung dibawah membran.
Secara umum, pewarnaan gram tidak direkomendasikan, karena jenis lain dari
Corynebacterium dapat hidup normal di tenggorokan.
Sebagai tambahan, ada beberapa protokol untuk mendeteksi toksin difteri gen (tox)
menggunakan PCR, yang hasilnya dapat diperoleh dalam beberapa jam. Namun deteksi
dari gen tox tidak membuktikan produksi toksin, oleh karena itu, teknik PCR dapat
dipertimbangkan sebagai test tambahan dan bukan sebagai pengganti kultur
bakteriologis.