Anda di halaman 1dari 9

HASIL DISKUSI KELOMPOK 6

Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Keluarga

yang diampu oleh Ibu Isnaeni DTN, M.Kes.

Oleh:
Deta Vianingtyas (P17211171004)
Hamidatun Anisa’ (P17211173015)
Indah Hikmatul Qamariyah (P17211173017)
Sonia Zalma Ardiansyah (P17211173018)
Shaniya Vira Lingga Pramesti (P17211173028)
Indira Marga Kusuma Wardani (P17211174041)

KEMENTERIAN KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN

Agustus 2018
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
A. Pengertian ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai hidung hingga
alveoli termasuk adneksanya (sinus rongga telinga tengah pleura) (Depkes, 2013).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, ISPA


disebabkan oleh virus ataupun bakteri yang diawali dengan panas dengan disertai
salah satu atau lebih gejala (tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, batuk kering
atau berdahak) (Kemenkes RI , 2013).

ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di

fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2007).

ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan


bagian bawah. ISPA yang mengenai jaringan paru paru atau ISPA berat dapat
menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang banyak mengakibatkan
kematian khususnya pada balita diantara penyakit ISPA lainnya yaitu sekitar 80-
90% (Depkes RI, 2013). Di dunia angka kematian anak akibat pneumonia atau
infeksi saluran pernafasan akut yang mempengaruhi paru-paru dinyatakan
menjadi penyebab kematian sekitar 1,2 juta anak setiap tahun (WHO, 2013).

Prevalensi kejadian ISPA di Indonesia adalah 25,0 persen (Riskesdas,


2013). ISPA menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-
kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya. Antara 40%-60% dari kunjungan di puskesmas
adalah karena penyakit ISPA (Depkes, 2008).

B. Primary Prevention ISPA


Pencegahan primer adalah pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit belum mulai dengan tujuan tidak terjadinya proses penyakit. Hal utama
yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit ISPA dengan memberikan
pendidikan kesehatan mengenai kebersihan, sanitasi, penyakit ISPA, dan
pencegahannya, antara lain dengan:

 Memberikan makanan yang cukup gizi


 Memberikan imunisasi yang lengkap agar daya tahan tubuh terhadap
penyakit baik
 Rumah dengan ventilasi yang sempurna sehingga sirkulasi udara lancer
 Menjaga kebersihan diri sendiri dan keluarga supaya tetap bersih
 Mencegah berhubungan dengan klien ISPA dengan memakai masker saat
kontak atau berbicara dengan klien ISPA

Pencegahan ISPA Menurut Depkes RI tahun 2012 antara lain :


a Menjaga kesehatan gizi Menjaga kesehatan gizi yang baik akan
mencegah atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit
ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima
sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat
yang cukup. Kesemuanya itu akan menjaga badan tetap sehat. Dengan
tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin meningkat,
sehingga dapat mencegah virus atau bakteri penyakit yang akan masuk ke
tubuh.
b Imunisasi Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak
maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan
tubuh supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan Membuat ventilasi
udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap
dapur atau asap rokok yang ada di dalam rumah. Hal tersebut dapat
mencegah seseorang menghirup asap yang bisa menyebabkan terkena
penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi
udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan
oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa
virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (suspensi yang
melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa
dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet
dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

C. Secondary Prevention ISPA


Pencegahan ini lebih ditujukan untuk mengobati para penderita dan
mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit melalui diagnosis dini
dan pemberian pengobatan. Pencegahan sekunder ialah tingkat pencegahan
dengan cara melakukan deteksi dini penyakit pada saat penyakit tersebut belum
menampilkan gejala-gejalanya yang khas, sehingga pengobatan dini masih
mampu mengehentikan perjalanan penyakit lebih lanjut.
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini
mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA
yaitu :
a. Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :
a.1. Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak
mengalami sianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan dinding
dada yang hebat), terapi antibiotik dengan memberikan benzilpenisilin dan
gentamisin atau kanamisin.
a.2 Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, nasihati
ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara sering, dan
bersihkan sumbatan pada hidung jika sumbatan itu menggangu saat
memberi makan.
b. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi:
b.1 Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi
antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6
jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5 hari),
pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam, obati
mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai
ulang dua kali sehari.
b.2 Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi
antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap
6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi, perawatan
suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.
b.3 Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan
kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain
intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di
rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.
b.4. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik
sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek),
obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.
b.5. Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan
memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan
adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.
D. Tertiary Prevention
Pencegahan tersier berfokus pada proses adaptasi kembali. Tujuan
utama dari pencegahan tersier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha
rehabilitasi. Menurut Kodim dkk (2004), tujuan dari pencegahan tersier adalah
untuk mencegah komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis
berkembang dan diagnosis sudah ditegakkan
Menurut Perry & Potter (2005) pencegahan tersier mencakup usaha untuk
mempertahankan kesehatan yang optimal setelah mengalami suatu penyakit atau
ketidakmampuan (Putro, 2008).
Selain itu, pencegahan tersier mencakup tahap penyembuhan dan
rehabilitasi dengan tujuan meminimalkan ketidakmampuan klien dan
memaksimalkan tingkat fungsinya.
Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan tersier yaitu
sebagai berikut:
a. Pneumonia sangat berat : jika anak semakin memburuk setelah
pemberian kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi
dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu
pneumonia stafilokokus.
b. Pneumonia berat : jika anak tidak membaik setelah pemberian
benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah
pemberian benzilpenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan
ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda
pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab
pneumonia persistensi.

c. Pneumonia : coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan


periksa adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat,
demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan
kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan
dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan
ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat
berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda
pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti
antibiotik dan pantau secara ketat.

Adapun tindakan pencegahan tersier yang dilakukan di rumah sakit, yaitu


sebagai berikut:

a. Pemberian Nutrisi
 Pemberian nutrisi selama sakit
Untuk anak yang berumur 4-6 bulan atau lebih, berilah makanan gizi
seimbang. Anak harus mendapatkan semua sumber zat gizi yaitu
karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan serat dalam jumlah yang
cukup. Ketika anak sedang sakit atau dalam masa penyembuhan,
kebutuhan gizi anak meningkat, tetapi nafsu makan anak menurun.
Oleh karena itu berilah makanan dalam jumlah sedikit demi sedikit
dalam waktu yang sering. Hal ini penting untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak dan mencegah malnutrisi. Pada bayi dengan usia
kurang dari 4 bulan, berikanlah ASI lebih sering ketika anak sakit.
 Pemberian nutrisi setelah sakit
Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan sedikit,
karena nafsu makan anak sedang turun akibat aktivitas enzim kahektin
yang merupakan respon lanjut dari reaksi peradangan. Oleh karena itu
setelelah sembuh usahakan memberikan makanan ekstra setiap hari
selama seminggu atau sampai berat badan anak mencapai normal, untuk
mengejar ketertinggalan anak dan mencegah terjadinya malnutrisi,
karena malnutrisi akan mempermudah dan memperberat infeksi
sekunder lainnya.
b. Pemberian Cairan
Anak dengan infeksi saluran pernafasan dapat kehilangan cairan lebih
banyak dari biasanya terutama bila demam. Pemberian cairan harus
lebih banyak dari biasanya. Bila anak belum menerima makanan
tambahan maka anak harus diberi ASI sesering mungkin.
c. Melegakan tenggorokan dan meredakan batuk dengan ramuan
yangaman dan sederhana (tradisional)
d. Perawatan selama demam
Demam sangat umum terjadi pada anak dengan infeksi pernafasan.
Perawatan demam yang bisa dilakukan dirumah sesuai dengan panduan
Depkes RI meliputi memberi cairan yang lebih banyak, dan anak diberi
pakaian yang tipis untuk meningkatkan transfer panas ke lingkungan.
Selain itu anak juga tidak perlu dibungkus selimut tebal atau pakaian
yang berlapis karena justru akan menyebabkan anak menjadi tidak
nyaman dan menghalangi transfer panas ke lingkungan. Jika anak
demam berilah minum yang banyak. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1
° C akan meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 10-12 %. Selain itu
upaya penurunan panas menggunakan kompres juga penting dan
pemberian antipiretik akan membantu menurunkan suhu tubuh.
Perawatan demam merupakan hal yang sangat penting utnuk mencegah
komplikasi lanjut yaitu terjadinya kejang dan bila suhu tubuh terlalu
tinggi lebih dari 41° C akan berbahaya bagi tubuh karena akan
menyebabkan kerusakan otak permanen (Ganong, 1995).
e. Observasi terhadap tanda-tanda pneumonia
Pengetahuan keluarga tentang tanda-tanda bahaya pneumonia
merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan pneumonia
merupakan salah satu komplikasi ISPA yang paling membahayakan.
Oleh karena itu keluarga harus mengetahui tentang tanda bahaya
pneumonia dan segera membawa anak ke pusat kesehatan terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
Adnani, Hariza. 2010. Prinsip Dasar Epidemiologi. Jogyakarta: Nuha Medika.

Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia


2012. Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Tata Laksana Standar Kasus


ISPA, Ditjen PPM dan PLP: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Strategi Peningkatan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Putro, D.E.P., 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua
Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Ispa Pada Anak Di Wilayah
Kerja Puskesmas Purwantoro I (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

World Health Organization. 2007. Epidemic-prone & Pandemic-prone Acute


Respiratory Diseases: Infection Prevention & Control in Health-care
Facilities. Jenewa: World Health Organization.

----------------.2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan


Akut untuk Penenggulangan Penumonia Balita. Jakarta: Dirjen P2M dan
PLP.

Anda mungkin juga menyukai