Anda di halaman 1dari 4

- Tertiary Prevention ISPA

Pencegahan tersier berfokus pada proses adaptasi kembali. Tujuan utama


dari pencegahan tersier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi.
MenurutKodim dkk (2004), tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah
komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan
diagnosis sudah ditegakkan
Menurut Perry & Potter (2005) pencegahan tersier mencakup usaha untuk
mempertahankan kesehatan yang optimal setelah mengalami suatu penyakit atau
ketidakmampuan (Putro, 2008).
Selain itu, pencegahan tersier mencakup tahap penyembuhan dan rehabilitasi
dengan tujuan meminimalkan ketidakmampuan klien dan memaksimalkan tingkat
fungsinya.
Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan tersier yaitu sebagai
berikut:
a. Pneumonia sangat berat : jika anak semakin memburuk setelah pemberian
kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan
kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.

b. Pneumonia berat : jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin


dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzilpenisilin
kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika
anak masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan
antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.

c. Pneumonia : coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya
tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu
makan membaik. Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat
minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka
lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau
pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak
terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka
ganti antibiotik dan pantau secara ketat.
Adapun tindakan pencegahan tersier yang dilakukan di rumah sakit, yaitu sebagai
berikut:
a. Pemberian Nutrisi
 Pemberian nutrisi selama sakit
Untuk anak yang berumur 4-6 bulan atau lebih, berilah makanan gizi
seimbang. Anak harus mendapatkan semua sumber zat gizi yaitu
karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan serat dalam jumlah yang cukup.
Ketika anak sedang sakit atau dalam masa penyembuhan, kebutuhan gizi
anak meningkat, tetapi nafsu makan anak menurun. Oleh karena itu berilah
makanan dalam jumlah sedikit demi sedikit dalam waktu yang sering. Hal
ini penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan mencegah
malnutrisi. Pada bayi dengan usia kurang dari 4 bulan, berikanlah ASI lebih
sering ketika anak sakit.
 Pemberian nutrisi setelah sakit
Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan sedikit, karena
nafsu makan anak sedang turun akibat aktivitas enzim kahektin yang
merupakan respon lanjut dari reaksi peradangan. Oleh karena itu setelelah
sembuh usahakan memberikan makanan ekstra setiap hari selama seminggu
atau sampai berat badan anak mencapai normal, untuk mengejar
ketertinggalan anak danmencegah terjadinya malnutrisi, karena malnutrisi
akan mempermudah dan memperberat infeksi sekunder lainnya.
b. Pemberian Cairan
Anak dengan infeksi saluran pernafasan dapat kehilangan cairan lebih banyak
dari biasanya terutama bila demam. Pemberian cairan harus lebih banyak dari
biasanya. Bila anak belum menerima makanan tambahan maka anak harus
diberi ASI sesering mungkin.
c. Melegakan tenggorokan dan meredakan batuk dengan ramuan yangaman dan
sederhana (tradisional)
d. Perawatan selama demam
Demam sangat umum terjadi pada anak dengan infeksi pernafasan. Perawatan
demam yang bisa dilakukan dirumah sesuai dengan panduan Depkes RI
meliputi memberi cairan yang lebih banyak, dan anak diberi pakaian yang tipis
untuk meningkatkan transfer panas ke lingkungan. Selain itu anak juga tidak
perlu dibungkus selimut tebal atau pakaian yang berlapis karena justru akan
menyebabkan anak menjadi tidak nyaman dan menghalangi transfer panas ke
lingkungan. Jika anak demam berilah minum yang banyak. Peningkatan suhu
tubuh sebesar 1 ° C akan meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 10-12 %.
Selain itu upaya penurunan panas menggunakan kompres juga penting dan
pemberian antipiretik akan membantu menurunkan suhu tubuh. Perawatan
demam merupakan hal yang sangat penting utnuk mencegah komplikasi lanjut
yaitu terjadinya kejang dan bila suhu tubuh terlalu tinggi lebih dari 41° C akan
berbahaya bagi tubuh karena akan menyebabkan kerusakan otak permanen
(Ganong, 1995).
e. Observasi terhadap tanda-tanda pneumonia
Pengetahuan keluarga tentang tanda-tanda bahaya pneumonia merupakan hal
yang sangat penting. Hal ini dikarenakan pneumonia merupakan salah satu
komplikasi ISPA yang paling membahayakan. Oleh karena itu keluarga harus
mengetahui tentang tanda bahaya pneumonia dan segera membawa anak ke
pusat kesehatan terdekat. Berikut ini merupakan tanda pneumonia yaitu:
 Nafas menjadi sesak
 Nafas menjadi cepat
 Anak tidak mau minum
 Sakit anak bertambah parah
DAFTAR PUSTAKA

Putro, D.E.P., 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Upaya
Pencegahan Kekambuhan Ispa Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwantoro
I(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Gagarani, Y., Anam, M.S. and Arkhaesi, N., 2015. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu
Dengan Pengelolaan Awal Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak (Doctoral
dissertation, Faculty of Medicine).
Fatimah, L., 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017.
Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Edisi ke-4. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Biddulph dan Stace. 1999. Kesehatan Anak untuk Perawat, Petugas Penyuluhan Kesehatan dan
Bidan Desa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Depkes RI. 1992. Strategi Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
----------------.2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk
Penenggulangan Penumonia Balita. Jakarta: Dirjen P2M dan PLP.
Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai