Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENYULUHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan
Dosen pengampu: Dr. Endah Citra P.,M.Kep

Disusun Oleh :

1. Inka Desianty (CKR0180208)

2. Joanita Septriantry (CKR0180209)


3. Niken Nurjanah (CKR0180215)

KELAS A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN KAMPUS 2 RS CIREMAI
Jl. Kesambi No.237, Drajat, Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45134

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Penyuluhan penyakit Demam Berdarah”. Makalah ini merupakan tugas dari
mata kuliah Promosi Kesehatan Kampus 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Kuningan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr.
Endah Citra P.,M.Kep selaku dosen mata kuliah Promosi Kesehatan yang telah memberikan
arahan dan bimbingan hingga terselesaikannya makalah ini dan semua pihak yang telah
memberikan dorongan serta bantuan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua
pihak.

Cirebon, 23 April 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................................2

BAB II TNJAUAN TEORISTIK.......................................................................................4

2.1 Pengertian Demam Berdarah (DBD).............................................................................4


2.2 Etiologi Demam Berdarah (DBD).................................................................................5
2.3 Manifestasi Klinis Demam Berdarah (DBD).................................................................5
2.4 Jenis-jenis Demam Berdarah (DBD) ............................................................................6
2.5 Patofisiologi Demam Berdarah (DBD).........................................................................7
2.6 Pathway Demam Berdarah (DBD)................................................................................9
2.7 Komplikasi Demam Berdarah (DBD).........................................................................10
2.8 Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................................11
2.9 Pencegahan.................................................................................................................11
2.10 Penatalaksanaan.........................................................................................................12

BAB III APLIKASI DALAM KEPERAWATAN..........................................................16

3.1 Keluhan Utama.............................................................................................................17


3.2 Riwayat Penyakit sekarang...........................................................................................18
3.3 Riwayat Penyakit Lalu..................................................................................................18
3.4 Riwayat Kesehatan Keluarga........................................................................................18
3.5 Riwayat Kesehatan Lingkungan....................................................................................19
3.6 Pemeriksaan Fisik.........................................................................................................19
3.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................24
3.8 Masalah Kesehatan.......................................................................................................24
3.9 Implementasi dan Evaluasi...........................................................................................25

BAB IV KESIMPULAN...................................................................................................35

3
3.1 Kesimpulan................................................................................................................35
3.2 Saran..........................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 37

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang sering terjadi, dari enam wilayah
WHO telah terdapat kejadian luar biasa (KLB) pada lima wilayah dengan wilayah eropa
sebagai satu-satunya pengecualian. Populasi di dunia yang diperkirakan beresiko terhadap
penyakit ini mencapai 2,5 sampai 3 milyar orang yang tinggal di daerah perkotaan di
wilayah yang beriklim tropis dan subtropik. Menurut hasil perkiraan, terjadi sedikitnya
100 juta kasus demam dengue setiap tahunnya dan 500..000 kasus demam berdarah
dengue yang memerlukan rawat inap. Dari 500.000 kasus demam berdarah dengue
tersebut, 90% penderita merupakan anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Rata-
rata angka kematian akibat demam berdarah dengue mencapai 5% dengan perkiraan
25.000 kematian tiap tahunnya.1
Di Asia Tenggara, demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan utama
masyarakat dan merupakan penyebab utama rawat inap dan kematian di kalangan anak-
anak. Indonesia bersama dengan Myanmar dan Thailand termasuk dalam kategori A
untuk stratifikasi demam dengue atau demam berdarah dengue di wilayah Asia Tenggara,
dimana demam dengue atau demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan
masyarakat utama, selain itu sering terjadi epidemis siklis di daerah pusat perkotaan
dengan jangka waktu antar epidemic 3-5 tahun, menyebar hingga ke darah pedesaan.
Selain itu terdapat sirkulasi serotipe yang multiple.1
Hal ini menjadikan demam berdarah dengue menjadi focus perhatian pemerintah sehingga
pemberantasan dan pencegahannya giat dilaksanankan terutama melalui puskesmas
sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud demam berdarah ?
2. Apa Etiologi dari penyakit demam berdarah ?
3. Apa patofisiologi dari penyakit demam berdarah ?
4. Apa manifestasis klinik dari demam berdarah ?
5. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan ?

5
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang di gunakan ?
7. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit demam berdarah ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui apakah yang dimaksud Demam Berdarah (DBD)
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari penyakit Demam Berdarah (DBD)
3. Mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Demam Berdarah
(DBD)
4. Mengetahui pencegahan penyakit Demam Berdarah (DBD)
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
Makalah ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan, khususnya pada materi
Selain itu juga dapat mengembangkan dan memberi manfaat dalam bidang
keperawatan.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa keperawatan
Dapat meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah
mahasiswa pada materi Demam Berdarah (DBD)
Bagi peneliti selanjutnya
Memberikan informasi awal dalam melakukan penelitian tentang
materi penyakit demam berdarah pada pembelajaran ini serta memberikan
wawasan dan temuan-temuan baru yang bernilai baik dalam ilmu
keperawatan.
b. Bagi institusi
Dapat memperbaiki dan memberikan alternatif pembelajaran untuk
dapat meningkatkan prestasi belajar dan kualitas kelulusan.

c. Bagi perawat
Menambah wawasan untuk kegiatannya dalam memperhatikan aspek
masalah yang terjadi pada klien yang memiliki masalah penyakit demam
berdarah.

6
BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Pengertian Demam Berdarah (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue


Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti
Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan
gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang sering menimbulkan wabah
dan kematian dimana vaksin untuk mencegahnya belum ditemukan.

2.2 Etiologi Demam Berdarah (DBD).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok arbovirus B, yaitu

arthropod-born envirus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Vector utama

penyakit DBD adalah nyamuk aedes aegypti (didaerah perkotaan) dan aedes

albopictus (didaerah pedesaan). (Widoyono, 2008). Sifat nyamuk senang tinggal pada

air yang jernih dan tergenang, telurnya dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-

420C. Bila kelembaban terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari,

kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk

dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100 butir (Murwani, 2011).

7
2.3 Manifestasi Klinis

Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik

yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.

a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari

b. Manifestasi perdarahan

1) Uji tourniquet positif

2) Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan

gusi, hematemesis, melena.

c. Hepatomegali

d. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau nadi tak

teraba, kulit dingin, dan anak gelisah (Soegeng, 2006).

2.4 Jenis-jenis Demam Berdarah

Ada 3 jenis DBD yaitu :

1. Gejala demam berdarah klasik

Gejala demam berdarah klasik biasanya dimulai setelah masa inkubasi dari gigitan nyamuk
yang terinfeksi berlangsung selama 4-7 hari. Gejala demam berdarah klasik ini meliputi:

 Demam tinggi, hingga 40 derajat C

 Sakit kepala parah

8
 Nyeri pada retro-orbital (bagian belakang mata)

 Nyeri otot dan sendi parah

 Mual dan muntah

 Ruam yang kemudian muncul di sekujur tubuh sekitar 3-4 hari setelah demam

2. Gejala dengue hemorrhagic fever

Gejala dengue hemorrhagic fever muncul saat gejala demam berdarah klasik berlanjut.
Sehingga gejala dengue hemorrhagic fever ini sama dengan gejala demam berdarah klasik
namun ditambah dengan kerusakan di pembuluh darah dan kelenjar getah bening serta
pendarahan di gusi, hidung, atau bawah kulit yang menyebabkan memar. Jenis gejala ini bisa
berlanjut pada kematian.

3. Gejala dengue shock syndrome

Gejala dari dengue shock syndrome bisa berlanjut menjadi jenis penyakit dengue yang paling
parah. Gejalanya meliputi semua gejala demam berdarah klasik dan dengue hemorrhagic
fever namun ditambah dengan pendarahan yang parah, kebocoran di luar pembuluh darah,
hingga tekanan darah menjadi sangat rendah.

Umumnya gejala ini muncul pada mereka yang mengalami infeksi dengue untuk kedua
kalinya. Biasanya anak-anak yang paling sering mengalami jenis dengue yang ketiga ini.

Klarifikasi

Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2006):

a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.


b. Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit atau

perdarahan lain.

c. Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali

dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)/

hipotensi disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah.

9
d. Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai hepatomegali

dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak

terukur).

2.5 Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.

Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus

sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, Histamin)

terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada

dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari

intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat

terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi

melawan virus (Murwani, 2011).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit

seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya

kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara

normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka

akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari

(Soegijanto, 2006).

Menurut Ngastiyah (2005) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan

nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang

mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal

di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan

hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati

(hepatomegali).

10
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus

antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi

C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk

melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya

permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibtkan terjadinya

pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler

mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan

hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningatan

hematokrit >20%) menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan)

sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena

(Noersalam, 2005).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan

ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,

pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan

melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit

menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena

harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan

gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan

mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan

bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lam akan timbul

anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan

baik (Murwani, 2011).

11
12
2

Sumber : Murwani (2011), Soegeng (2006), Noersalam (2005), Carpenito Lynda Juall

(2007), Herdman (2010).

13
2.7 Komplikasi

a. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat

menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat

sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh

darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang

menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak.

Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati

akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok

telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- dan

jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar

dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak

diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat

perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat

disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar

gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan

intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik),

koreksi asidosis dan elektrolit.

Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi

produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak

memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk

mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau

14
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi

tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

b. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari

syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik

walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan

menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah

teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah

dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1

ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,

sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan

syok berat sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah

urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

c. Udema paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian

cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima

sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh

karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma

dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila

hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa

memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai

sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto

rontgen dada.

15
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk

demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi

paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Dehidrasi

b. Pendarahan

c. Jumlah platelet yang rendah

d. Hipotensi

e. Bradikardi

f. Kerusakan hati

2.8 Pemeriksaan diagnostic

Langkah - langkah diagnose medik pemeriksaan menurut

(Murwani, 2011):

a. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-

50%; wanita 35-47%

b. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan

systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-anak.

Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.

c. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai kertas

saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk rumah sakit,

kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah

pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai menunggu

saat pengiriman.

16
d. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringanjaringan

untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk penderita yang meninggal

melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan.

2.9 Pencegahan

Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan /pengasapan /


fogging dengan menggunakan insektisida. Fogging dilakukan di dalam maupun
diluar rumah. Cara yang paling tepat dan sederhana dengan memberantas jentik
jentik nyamuk Aedes aegypti di tempat berkembang biaknya. Cara ini dikenal
dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD secara teratur sekurang
kurangnya seminggu sekali.
PSN-DBD dapat dilakukan dengan cara :
a. Fisik
Cara ini dikenal dengan 3 M : menguras dan menyikat bak mandi, WC dan
lain-lain, menutup tempat penampungan air di rumah tangga seperti
tempayan, drum dan lain-lain, mengubur, menyingkirkan dan memusnakan
barang-baranag bekas seperti kaleng, ban, barang plastic dan lain-lain.
b. Kimia
Cara memberantas jentik dengan menaburkan bubuk abate pada tempat
tempat penampungan air yang sulit dikuras dan didaerah yang air besihnya
sulit di dapat sehingga perlu penampung air hujan. Takaran yang dipakai
adalah 1 sendok makan peres untuk 100 liter air.
c. Biologi
Cara memberantas jentik dengan cara memelihara ikan pemakan jentik
seperti ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain.

2.10 Penatalaksanaan

Untuk penderita tersangka DF / DHF sebaiknya dirawat dikamar yang bebas

nyamuk (berkelambu) untuk membatasi penyebaran. Perawatan kita berikan sesuai

dengan masalah yang ada pada penderita sesuai dengan beratnya penyakit.

17
a. Derajat I: terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan keseimbangan elektrolit karena

adanya muntah, anorexsia. Gangguan rasa nyaman karena demam, nyeri

epigastrium, dan perputaran bola mata. Perawat: istirahat baring, makanan lunak

(bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum yang banyak 1500-2000cc/hari),

diberi kompre dingin, memantau keadaan umum, suhu, tensi, nadi dan perdarahan,

diperiksakan Hb, Ht, dan thrombosit, pemberian obat-obat antipiretik dan

antibiotik bila dikuatirkan akan terjadi infeksi sekunder

b. Derajat II: peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena dan hemaesis.

Perawat: bila terjadi epitaxsis darah dibersihkan dan pasang tampon sementara, bila

penderita sadar boleh diberi makan dalam bentuk lemak tetapi bila terjadi

hematemesis harus dipuaskan dulu, mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak

terjadi aspirasi, bila perut kembung besar dipasang maag slang, sedapat mungkin

membatasi terjadi pendarahan, jangan sering ditusuk, pengobatan diberikan sesuai

dengan intruksi dokter, perhatikan teknik-teknik pemasangan infus, jangan

menambah pendarahan, tetap diobservasi keadaan umum, suhu, nadi, tensi dan

pendarahannya, semua kejadian dicatat dalam catatan keperawatan, bila keadaan

memburuk segera lapor dokter.

c. Derajat III: terdapat gangguan kebutuhan O2 karena kerja jantung menurun,

penderita mengalami pre shock/ shock.

Perawatan: mengatur posisi tidur penderita, tidurkan dengan posisi terlentang

denan kepala extensi, membuka jalan nafas dengan cara pakaian yang ketat

dilonggarkan, bila ada lender dibersihkan dari mulut dan hidung, beri oksigen,

diawasi terus-meneris dan jangan ditinggal pergi, kalau pendarahan banyak (Hb

turun) mungkin berikan transfusi atas izin dokter, bila penderita tidak sadar diatur

selang selin perhatian kebersihan kulit juga pakaian bersih dan kering.

18
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :

a. Menggunakan insektisida

Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue

adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk

membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan

pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan

pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat

penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1

% per 10 liter air.

b. Tanpa insektisida

Caranya adalah: Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air

minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari);

Menutup tempat penampungan air rapat-rapat; Membersihkan halaman rumah dari

kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

BAB III

APLIKASI DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A. Identitas
a. Klien
19
- Nama :
- Umur :
(Perhatikan usia biologik klien, penyakit demam berdarah pada anak
dapat terjadi pada usia berapapun,namun usia yang paling umum
adalah 1-4 tahun).

- Jenis kelamin :
- Status perkawinan :
- Pendidikan :
- Agama :
- Pekerjaan :
(Biasanya lingkungan tempat bekerja bisa menjadi faktor penyebab
terjadinya demam berdarah)

- Alamat :
- No.RM :
- Diagnosis medis :
- Tanggal masuk :
- Tanggal keluar :

b. Penanggung jawab
- Nama :
- Umur :
- Jenis kelamin :
- Pendidikan :
- Agama :
- Pekerjaan :
- Alamat :
- Hubungan keluarga :
2. Riwayat Keperawatan

3.1 Keluhan Utama

20
Keluhan utama yang muncul pada klien dengan DBD secara umum adalah demam yang
mendadak, ada rasa mual dan disertai muntah, adanya perdarahan (petekie, ekimosis, purpura
pada ekstremitas atas, dada, epistaksis, perdarahan gusi), kadang – kadang disertai kejang dan
penurunan kesadaran. Pada kasus Tn. T, Keluhan utama yang menjadi alasan klien datang ke
Rumah Sakit adalah karena demam tinggi. Demam tinggi yang dirasakan terjadi secara
mendadak dan demam tidak turun dalam 3 hari. Selain demam, klien juga mengeluh nyeri
pada area mata, mengeluh mual dan sakit kepala. Keluhan tersebut merupakan keluhan umum
yang terjadi pada klien dengan DBD namun harus diperkuat lagi oleh data-data tambahan
atau pemeriksaan penunjang lainnya.

3.2 Riwayat Penyakit Sekarang (saat dikaji)

Saat dikaji klien mengeluh badan panas, kepala terasa pusing, mual-mual dan badan terasa
lemas. TD=100/70 mmHg N=90,RR=20 S=38, badan teraba panas, tampak meringis sakit
kepala, klien tampak mual dan menolak untuk makan. Keluhan tersebut masih dirasakan
sampai hari ke7

3.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pada kasus DHF riwayat penyakit dahulu untuk menentukan apakah DHF yang dialami klien
saat ini yang pertama kali atau yang kedua kalinya karena akan menentukan kepada jenis dari
virus dengue. Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan
mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous). Tetapi jika orang
tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi
infeksi yang berat.

3.4 Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah di dalam keluarga ada yang menderita DHF
untuk menentukan apakah DHF yang dialami oleh klien didapat dari anggota keluarga atau dari orang
atau lingkungan .

3.5 Riwayat Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan sangat perlu dikaji karena sangat berpengaruh terhadap penyebaran dari
penyakit DHF. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes.

21
Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu di bejana yang berisi air jernih.

3.6 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum dan Tanda – Tanda Vital Keadaan umum pada klien dengan masalah DHF dapat
bervariasi dari yang ringan sampai yang berat tergantung dari derajat DBD. Pada kasus di atas
keadaan umum klien masih dalam kondisi yang baik, klien masih dalam kondisi kesadaran penuh
tidak ada kejang atau tidak dalam mondisisyok.
b. Sistem Tubuh
1) Pernapasan

Pola pernafasan klien Tn. T di dalam kasus tidak mengalami gangguan pernapasan, hal ini sesuai
dengan konsep bahwa pada penyakit DBD dengan derajat 1 dan 2 jarang terdapat gangguan pada
sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 yang sering disertai keluhan sesak napas sehingga
memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut.

2) Cardiovaskuler
Pada pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler pada klien ditemukan TD: 100/70 mmHg, N: 90 x/mnt,
pulsasi lemah, akral hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, Uji tourniquet positif. Hal tersebut sesuai
dengan tanda dan manifestasi klinis pasien dengan DHF derajat satu.

3) Persarafan
Pada pemeriksaan system persarafan klien tidak mengalami gangguan atau penurunan kesadaran.
Penurunan kesadaran terjadi sebagai akibat dari penurunan volume cairan intravaskuler yang
menyebabkan perfusi ke seluruh tubuh berjurang termasuk ke jaringan otak.

4) Perkemihan – Eliminasi Urinaria (B4 : Bladder)


Klien mengatakan produksi urin masih banyak dan berwarna kekunungan. Sesuai dengan derajat 2
DBD.

5) Pencernaan – Eliminasi Fekal (B5 : Bowel)

Klien mengeluh mual dan kadang-kadang muntah hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan
bahwa klien dengan DHF akan mengalami gejala seperti mual dan muntah / tidak ada nafsu makan,

haus, sakit menelan, nyeri tekan ulu hati dan konstipasi. Mukosa

mulut kering, hiperemia tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit
menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrium, hematemisis dan melena.

6) Muskuloskeletal (B6 : Bone)

22
Pemeriksaan fisik klien dengan DHF derajat 1 dan 2 adalah Nyeri pada sendi, otot, punggung dan
kepala; kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat disertai tanda kesakitan.

3.7 Pemeriksaan penunjang

Dalam menentukan dignostik DHF, selain dengan menggunakan gejala klinis yang muncul juga harus
didukung oleh data lain dari beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah yaitu
pemeriksaan darah rutin (DPL), pemeriksaan fungsi hepar (SGOT SGPT), pemeriksaan fungsi ginjal
(ureum kreatinin), pemeriksaan Dengue. Pada pemeriksaan darah rutin (DPL), indicator penilaian
yang dilihat berturut-turut adalah nilai trombosit, nilai hematokrit dan nilai Hb. Padakasus DBD, nilai
trombosit biasanya turun sebagai akibat dari adanya proses atau reaksi imun. Hal ini juga tampak pada
klin Tn T dimana nilai trombositnya dibawah normal yaitu 61 ribu/mm3. nilai hematocrit
mencerminkan nilai dari kekentalan dari darah, semakin kental darah semakin tinggi nilai hematokrit.
pengentalan darah terjadi sebagai akibat dari adanya kebocoran cairan dari intravaskuler ke
ekstravaskuler akibat dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah. nilai hematokrit adalah
menggunakan 3 X nilai Hb pasien. di dalam kasus Tn. T didapat nilai hematokrit sebesar 39%. nilai
tersebut masih dalam batas rentang normal karena pada klien belum terjadi perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ekstravaskuler. Nilai Hb akan semakin meningkat seiring nilai hematocrit yang
meningkat. Pemeriksaan fungsi hepar, pada klien Tn . T mengalami peningkatan yaitu
SGOT = 86 (N : 0-37) dan SGPT = 46 (0-40).

hal ini tampak bahwa

Hepar sudah mengalami gangguan akibat proses penyakit yang terjadi.

Pemerikasaaan fungsi ginjal dapat dilakukan untuk mengetahui apakah proses penyakit sudah
mengganggu fungsi ginjal atau tidak. pada kasus Tn. T fungsi ginjal masih dalam keadaa baik yaitu
ureum 19 (N : 20-40) dan kreatinin 1 ( N:0.8-1.5). Pemeriksaan darah lain adalah pemeriksaan NS
dengue positif. pemeriksaan rontgen dapat terlihat adanya efusi pleura bagi pasien DBD yang telah
mengalami peningkatan permeabilitas kapiler. namun pada kasus Tn. T efusi pleura tidak terjadi.

Pengobatan

Tatalaksana yang dilakukan berdasarkan dengan standar yang digunakan dan berlaku di rumah sakit,
namun tetap mengacu kepada protocol standar yang berlau secara nasional maupun internasional.
pada kasus klien diberikan cairan kristaloid dan koloid yang merupakan penanganan utama pada
kasus DBD. lalu antipiretik diberikan untuk mengatasi demam, antiemetic juga diberikan untuk
mengatasi mual-mual. Diet makanan diberikan diet lunak agar metabolism yang digunakan dalam
proses pencernaan tidak banyak terjadi.

23
3.8 Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul pada Tn. merupakan masalah keperawatan yang sering muncul
pada pasien dengan DBD. namun dari sekian banyak masalah keperawatan yang dapat muncul hanya
beberapa masalah keperawatan saja yang dapat diangkat dari kasus Tn. T. masalah keperawatan
diangkat berdasarkan dari data subjektif dan objektif yang merupakan gejala atau manifestasi klinis
Tn. T dan juga didukung oleh data-data dari pemeriksaan penunjang. Masalah keperawatan yang
diangkat dalam kasus Tn. T adalah :

1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi)

2. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan

3. Risiko perdarahan

4. Risiko Defisit volume cairan

Dari ke empat daftar masalah di atasa, tampak bahwa hanya satu masalah keperawatan yang bersifat
actual dan sisanya sebanyak tiga masalah bersifat risiko, hal tersebut dikarenakan data-data yang
muncul belum actual atau sudah terjadi, namun risiko terjadinya hal tersebut ada.

Diagnosa Keperawatan

Tahap kedua dari asuhan keperawatan yaitu merumuskan diagnosa keperawatan.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan analisa dan sintesa dari hasil pengkajian. Setelah dilakukan analisa
terhadap data yang terkumpul, kemudian dirumuskan diagnosa keperawatan. Dari masalah
keperawatan kaus diatas maka disusunlah diagnosa keperawatan berdasarkan tingkat prioritas untuk
pelaksanaan intervensi yaitu :

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.

3. Risiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.

4. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

Diagnosa diatas adalah diagnosa yang dibuat berdasarkan acuan dari diagnose keperawatan bagi
penderita DHF sesuai dengan literature atau buku sumber yang ada namun tidak semua diagnosa pada

24
literature diangkat karena disesuaikan
dengan kondisi klien saat ini.

5. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan masalah yang sedang
dialami oleh klien. Intervensi yang dilakukan untuk masalah yang bersifat aktual dan dilanjutkan
dengan intervensi untuk masalah keperawatan yang bersifat risiko.

Pada diagnosa keperawatan yang bersifat risiko dilakukan prioritas kembali untuk menentukan
masalah keperawatan yang akan dilakukan intervensi terlebih dahulu.
Intervensi dilakukan berdasarakan atas masalah yang muncul pada klien dengan rasionalisasi tindakan
yang tepat. Pada kasus Tn. T intervensi yang disusun berdasarkan hasil dari analisa data masalah dan
diagnosa keperawatan yang muncul. Intervensi keperawatan yang disusun adalah :

1. Dx. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

Mandiri : - Monitor suhu pasien. - Anjurkan pasien untuk banyak minum (lebih kurang 2,5 liter / 24
jam). - Berikan kompres hangat - Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.

Kolaborasi : - Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter

- Berikan antipiretik.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.

Mandiri : - Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien

- Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. - Berikan makanan dalam porsi kecil dan
frekuensi sering. - Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.

Kolaborasi : - Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.

3. Risiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.
Mandiri : - Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda
vital. - Observasi tanda-tanda syok. - Anjurkan pasien untuk banyak minum.

- Catat intake dan output cairan. - Palpasi nadi perifer, capilary refill, temperatur kulit, kaji kesadaran,
tanda

Perdarahan

25
- Monitor adanya nyeri dada tiba-tiba, dispnea, sianosis, kecemasan yang meningkat, kurang istirahat.
- Kaji kemampuan menelan klien.

Kolaborasi : - Berikan cairan intravena sesuai program dokter : NaCl 0,45%, RL

solution. - Koloid : dextran, plasma/albumin, Hespan/Fimahes. 4. Risiko terjadi perdarahan


berhubungan dengan trombositopenia

Mandiri : - Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. - Anjurkan pasien untuk
banyak istirahat/bedrest. - Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih
lanjut. - Awasi tanda vital - Anjurkan meminimalisasi penggunaan sikat gigi, dorong penggunaan
antiseptik untuk mulut. - Gunakan jarum kecil untuk injeksi atau pengambilan sampel darah

- Observasi adanya ptekie, epistaksis, perdarahan gusi, melena. Kolaborasi : - Awasi Hb, Ht,
trombosit dan faktor pembekuan.

3.9 Implementasi dan Evaluasi keperawatan

Implementasi dilakukan berdasarkan prioritas masalah yang sudah ditegakkan sebelumnya. dalam
proses pelaksanaannya, tidak semua intervensi di dalam teori dapat dilakukan sehubungan dengan
keterbatasan yang ada di ruangan Melati Atas. Implementasi dilakukan berdasarkan perencanaan
keperawatan dan selanjutnya dilakukan evaluasi atas tindakan yang sudah dilakukan. Klien dirawat
selama 8 hari, pada hari terakhir klien dirawat semua masalah keperawatan dapat diatasi dank lien
dinyatakan sudah diperbolehkan pulang oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP).

BAB IV

26
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Terkait dengan konsep demam berdarah dengue (DBD), maka penulis menyimpulkan;

1. Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk pada hari kedua.

2. Virus dengue tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN – 3, merupakan serotie
yang paling banyak.

3. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti.

4. Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan, hepatomegali dan syok.

5. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis ditambah
trombosipenia dan peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan diagnosis demam berdarah
dengue.

6. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat simtomatif yaitu mengobati gejala penyerta dan
suportif yaitu mengganti cairan yang hilang. Asuhan keperawatan pada pasien DBD dilakukan secara
menyeluruh meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana tindakan keperawatan,
implementasi

keperawatan, dan evaluasi. Pada tahap awal, perawat melakukan pengkajian melalui wawancara.
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan beberapa masalah kesehatan yang akhirnya dapat
memunculkan masalah keperawatan yaitu peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
penyakit (viremia), gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia. risiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma, risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia. Dari
masalah keperawatan tersebut maka disusun beberapa rencana intervensi untukmenyelesaikan
masalah kesehatan tersebut. Rencana intervensi disusun berdasarkan masalah yang ditetapkan dan
mengacu pada teori-teori terkait yang kemudian dirangkum dalam rencana kegiatan. Implementasi
tindakan tidak sepenuhnya sesuai dengan teori terkait, karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi
lansia.

4.2 Saran

1. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan DBD harus dilakukan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan sesuai dengan tingkat atau derajat penyakitnya.
Keputusan dan tindakan yang tepat dalam menangani masalah yang timbul dapat
menyelamatkan klien dari kematian. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan
kemampuan petugas kesehatan yang baik dalam penanganan pasien dengan DBD.

27
2. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DBD, petugas kesehatan harus
memahami konsep dari terjadinya penyakit sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang tepat dan efektif.

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Panduan lengkap pencegahan dan pengendalian dengue dan
demam berdarah dengue. Jakarta: EGC; 2004. h. 1-57.
2. Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas Tim. Puskesmas. Pedoman Kerja Puskesmas. Jilid I.
Jakarta: Departeman Kesehatan RI; 1991. h. G1-80.
3. Keputusan MenKes RI. Kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat. Jakarta: Depkes RI;
2004. h. 5,7, 15-8, 20-31.
4. Departemen Kesehatan RI. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue. Katalog
Dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI; 2007. h.1-3.
5. Widoyono. Demam berdarah dengue. Penyakit tropis, epidemiologi, penularan, pencegahan
dan pemberantasan. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 59.
6. Departemen Kesehatan RI. Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005.
7. Azwar A. Perencanaan program kesehatan. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3.
Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. h. 201-6.

28

Anda mungkin juga menyukai