Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENCEGAHAN HAZARD K3 DENGAN PENYUSUNAN STANDARD

OPERATING PROCEDURE (SOP)

Disusun oleh :

Kelompok 3 Purworejo

1. Andi Widianto (A22020164)


2. Elista (A22020237)
3. Firda Purnama Ramadhani (A22020176)
4. Kadarwati (A22020182)
5. Unggul Wicaksono Sejati (A22020231)
6. Yusuf Setia Pambudi (A22020232)
7. Yuyun Nurhayati (A22020234)

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

TAHUN 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang yang
sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan
singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra
(2009) Istilah „keselamatan dan kesehatan kerja‟, dapat dipandang mempunyai dua
sisi pengertian. Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan
pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai
suatu terapan atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu
keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan
(applied science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya
(hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-
kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi
bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi
yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak
sedikit jumlanya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang
sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat
digantikan oleh teknologi apapun. Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan
kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan
kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT.
Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan
kerja, 5000 kematian, 500 cacat tetap dan konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar.
Konpensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5 juta pekerja sektor
formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung
dari seluruh sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan
kerugian dunia usaha.(DK3N,2007). Melihat angka-angka tersebut tentu saja bukan
suatu hal yang membanggakan, akan tetapi hendaklah dapat menjadi pemicu bagi
dunia usaha dan kita semua untuk bersama-sama mencegah dan mengendalikannya.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.

Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi


tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3
merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Melalui peraturan yang jelas dan
sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun
telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara
universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang
dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan
menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga
kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan
produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada
gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-
tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap
tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja


dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu
melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3,
diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja
yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya
meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan


perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya
terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek
perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh.
Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi
juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya
sebagai sumber kecelakaan kerja harus harus teridentifikasi, kemudian diadakan
perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah
pengontrolan risiko. Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting
karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang
dimiliki , karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi ketersediaan ini. Semua
konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya kebutuhan
pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar. Integrasi ini
diawali dengan kebijakan untuk mengelola K3 menerapkan suatu sistem manajemen
kesehatan dan keselamatam kerja. Sesuai dengan isi dalam makalah ini, maka kami
mengambil judul “Konsep Dasar K3, Hazard dan pengendaliannya” untuk makalah
ini.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang Konsep Dasar K3, Hazard dan
Pengendaliannya
b. Tujuan khusus
Dengan penyusunan makalah ini, mahasiswa diharapkan:
- Mampu memahami dan mngetahui tentang konsep dasar K3
- Mampu memahami dan mngetahui tentang Hazard dan Pengendaliannya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar K3
1. Sejarah Perkembangan K3
Sejarah Perkembangan K3 di Indonesia
Seperti halnya dengan perkembangan K3 dinegara-negara maju lainnya.
Perkembangan K3 di Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai di eropa sangat dirasakan sejak timbulnya revolusi
industri, nemun perkembangan K3 sesungguhnya baru dirasakan (terjadi) bebrapa
tahun setelah Negara kita merdeka yaitu pada saat munculnya Undang-Undang Kerja
dan Undang-Undang Kecelakaan, meskipun permulaannya belum berlaku, namun
telah memuat pokok-pokok tentang K3.
Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan pada tahun 1967 didirikan lembaga
Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun 1965 berubah menjadi Lembaga
Keselamatan dan Kesehatan Buruh.
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga igiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja di
Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi umum dan Dinas
Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Disamping itu juga tumbuh
organisasi swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya.
Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja)
yang ada dipemerintah dari tahun-ketahun selalu mengalami perubahan-perubahan
dengan nama sebagai berikut:
1. Pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja
2. Pada tahun 1978 berubah menjadi pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (Hiperkes).
3. Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja
4. Pada tahun 1988 berubah menjadi pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
5. Pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan bersama-sama
dengan pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi, juga dilakukan
melalui upaya-upaya penerbitas buku-buku, majalah, leaflet K3, spanduk-spanduk,
poster dan disebabarluaskan ke Seluruh Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3,
konvensi, lokakarya, bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala dan terus
menerus.

Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja (AHKKI)


yang memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah NKRI dengan pusat di
Jakarta.Program pndidikan keahlian K3 dilaksanakan baik dalam bentuk mata kuliah
pendidikan formal yang diberikan pada beberapa jurusan di Perguruan Tinggi, juga
diberikan dalam bentuk In formasl berupa kursus-kursus keahlian K3. dan salah satu
keahlian yang berkembang di tahun 2004 adalah HIMU = Higiene Industri Muda.
Dari segi peraturan perundang-uandang yang berlaku, yaitu perundangan yang
menyangkut K3 yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 tahun 1970, Peraturan
Menteri dan Surat edaran telah banyak diterbitkan.
2. Pengertian K3
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah ilmu terapan yang bersifat multi
disiplin, bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan,
dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan sebagai
bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada
kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.
Pengertian K3 menurut undang-undang No.1 tahun 1970 (1) adalah upaya dan
pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani manusia
pada umumnya dan pekerja pada khususnya serta hasil karya budaya 12 dalam rangka
menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I
pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,
rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit
atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum. Selain pendapat diatas, ada beberapa ahli yang
mendefinisikan tentang kesehatan yaitu Parkins (1938) mendefinisikan bahwa
kesehatan adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi
tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Hal yang sama
diutarakan oleh sedangkan Pepkin‟s (1978)menguraikan bahwa sehat adalah suatu
keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat
mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar. Sedangkan
menurut White (1977) menjelaskan bahwa sehat adalah suatu keadaan dimana
seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan apapun atau tidak ada
tanda – tanda suatu penyakit dan kelainan.Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi
perhatain karena pekerja adalah penggerak atau aset perusahaan konstruksi. Jadi
kondisi fisik harus maksimal dan sehat agar tidak mengganggu proses kerja seperti
pernyataan ILO/WHO (1995) bahwa kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial
yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan
kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh 11kondisi pekerjaan, perlindungan
pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai
adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada jabatannya.Suma‟mur
(1976) memberikan definisi kesehatan kerja sebagai : “Spesialisasidalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik atau mental
maupun sosial dengan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum”.Kesehatan kerja adalah
suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan
dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya
diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok
Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai
kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan (Slamet, 2012). Mia
(2011) menyatakan bahwa kesehatan kerja disamping mempelajari faktorfaktor pada
pekerjaan yang dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat kerja
(occupational disease) maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya
(work-related disease) juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau
pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam meningkatkan
kesehatan (health promotion) pada manusia pekerja tersebut.

B. Hazard dan Pengendaliannnya


1. Pengertian Hazard ( Bahaya)
Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang menpunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan, maupun
manusia (Budiono, 2003). Menurut Suardi (2005), bahaya adalah sesuatu yang
berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses kerja
dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja.
Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang dapat mengakibatkan cidera
(injury) atau kerusakan (damage) baik manusia, properti dan Setiap kegiatan yang
dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari resiko yang ditimbulkan dari bahaya,
demikian pula kegiatan yang dilakukan di industri yang dalam proses produksinya
menggunakan proses kimia. Proses kimia pada industri memberikan potensi bahaya
yang besar, potensi bahaya yang ditimbulkan disebabkan antara lain: penggunaan
bahan baku, tingkat reaktivitas dan toksitas tinggi, reaksi kimia, temperatur tinggi,
tekanan tinggi, dan jumlah dari bahan yang digunakan. Potensi bahaya yang
ditimbulkan diperlukan upaya untuk meminimalkan terhadap risiko yang diterima
apabila terjadi kecelakaan (Baktiyar, 2009). Mengingat potensi bahaya yang besar
pada industri yang menggunakan proses kimia, maka diperlukan upaya pengendalian,
sehingga resiko yang ditimbulkan pada batas-batas yang dapat diterima melalui Risk
Assessment. lingkungan (Baktiyar, 2009)
2. Komponen Bahaya
a. Karakteristik material
b. Bentuk material
c. Hubungan pemajanan dan efek
d. Jalannnya pemajanan dari proses individu
e. Kondisi dan frekuensi penggunaan
f. Tingkah laku pekerja
3. Jenis-Jenis Hazard
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jeni bahaya
maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan
bahaya keselamatan kerja. Bahaya Kesehatan kerja dapat berupa bahaya fisisk, kimia,
biologi dan bahaya berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan
kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja, pemajanan terjadi pada waktu
lama dan pada konsentrasi rendah, Bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada
keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak
safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah.
Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran,
dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja.
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang bergerak
yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit, tergores,
terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan padat
yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia.Bahaya
Keselamatan kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, bahaya berkaitan dengan
ergonomi, psikososial, elektrik, berdampak pada keselamatan kerja, misalnya
cedera, kebakaran, ledekan, pemajanan terjadi pada waktu singkat.
Terdapat empat prasyarat utama manajemen resiko, yaitu
Kebijakan Manajemen Risik
Beberapa Istilah Penting Dalam Manajemen Risiko
1. Konsekuensi
Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif,
berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan merugikan atau menguntungkan. Bisa
juga berupa rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan
dengan suatu kejadian.
2. Biaya
Dari suatu kegiatan, baik langsung dan tidak langsung, meliputi berbagai
dampak negatif, termasuk uang, waktu, tenaga kerja, gangguan, nama baik,
politik dan kerugian-kerugian lain yang tidak dinyatakan secara jelas.
3. Kejadian
Suatu peristiwa (insiden) atau situasi, yang terjadi pada tempat tertentu
selama interval waktu tertentu.
4. Analisis Urutan Kejadian
Suatu teknik yang menggambarkan rentangan kemungkinan dan rangkaian
akibat yang bisa timbul dari proses suatu kejadian.
5. Analisis Urutan Kesalahan
Suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan kombinasi-kombinasi yang
logis dari berbagai keadaan sistem dan penyebab-penyebab yang mungkin
bisa berkontribusi terhadap kejadian tertentu (disebut kejadian puncak).
6. Frekuensi
Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang dinyatakan sebagai jumlah
peristiwa suatu kejadian dalam waktu tertentu. Terlihat juga seperti
kemungkinan dan peluang
Bahaya (hazard)
Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan kerugian.
1. Monitoring/ Pemantauan
Pengecekan, Pengawasan, Pengamatan secara kritis, atau Pencatatan
kemajuan dari suatu kegiatan, tindakan, atau sistem untuk
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi.
2. Probabilitas
Digunakan sebagai gambaran kualitatif dari peluang atau frekuensi.
Kemungkinan dari kejadian atau hasil yang spesifik, diukur dengan rasio
dari kejadian atau hasil yang spesifik terhadap jumlah kemungkinan
kejadian atau hasil. Probabilitas dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1,
dengan 0 menandakan kejadian atau hasil yang tidak mungkin dan 1
menandakan kejadian atau hasil yang pasti.
3. Risiko Ikutan
4. Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen risiko dilakukan.
5. Risiko
Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap
sasaran. Ini diukur dengan hukum sebab akibat. Variabel yang diukur
biasanya probabilitas, konsekuensi dan juga pemajanan.
C. Sop Dan Pengendalian Risiko Bagian dari manajemen risiko yang melibatkan pembuatan
dan penerapan kebijakan, standar, prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan atau
mengurangi risiko yang kurang baik.
1. Pengertian SOP
2. SOP (Standard Operating Procedure) adalah suatu perangkat instruksi / langkah
langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Uraian
: SOP memberikan langkah-langkah yang benar dan terbaik untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi. SOP merupakan konsensus bersama untuk jalan yang
terbaik memberikan pelayanan. SOP membantu mengurangi kesalahan dan pelayanan
dibawah standar (substandar) dengan memberikan langkahlangkah yang sudah diuji
dan disetujui dalam melaksanakan berbagai kegiatan.
KEBIJAKAN (Policy) : adalah rangkaian konsep dan asas (ketentuan pokok) yang
menjadi garis besar dan dasar bagi rencana (a.l.=SOP) dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, serta konsisten dengan tujuan organisasi. Uraian : Kebijakan yang efektif
haruslah : Rasional, Relevan, Wajar, Direvisi bila diperlukan, disosialisasikan dengan
adekuat. kebijakan memuat apa dan mengapa, sop memuat bagaimana). Kebijakan
terdiri dari :
a. Kebijakan Organisasi / RS : berlaku bagi seluruh jajaran organisasi sebagai suatu
kesatuan. Kebijakan ini meliputi substansi : cakupan dan batas-batas pelayanan,
standar pelayanan yang mencakup hak dan etik, aktivitas mutu, perencanaan
dokumentasi – koordinasi – dan evaluasi pelayanan pasien, SDM, keamanan
lingkungan seperti : pengendalian infeksi, penanganan limbah, kebakaran dsb, 13
fungsi spesifik seperti Farmasi dan Engineering, manajemen organisasi dan
aset/perlengkapan.
b. Kebijakan Bidang / Departemen : berlaku spesifik bagi Bidang / Departemen
ybs., termasuk juga kebijakan operasional. Kebijakan ini meliputi cakupan
pekerjaan, pelayanan spesifik, batas-batas pelayanan, peran dankewenangan
petugas, standar dan monitoring.
1) Beberapa istilah yang digunakan untuk SOP di rumah sakit : Standard
Operating Procedure = SOP, Prosedur Operasional Standar, Prosedur Tetap =
Protap, Prosedur Kerja, Prosedur Standar, Prosedur Tindakan,
Penatalaksanaan
2) Jenis SOP
- SOP Profesi (Keilmuan/Teknis) : merupakan SOP keilmuan / teknis untuk
profesi Medis, Keperawatan, dan profesi lainnya. SOP memuat proses kerja
untuk Diagnostik, Terapi, Tindakan, Asuhan.
- SOP Pelayanan (Manajerial) : merupakan SOP Pelayanan Medik,
Keperawatan, Penunjang Medik yang bersifat manajerial/administrasi atau
berhubungan dengan pelayanan pasien.
- SOP Administrasi : mengatur tata cara kegiatan dalam organisasi termasuk
hubungan antar unit kerja, dan kegiatan-kegiatan non-medis.
3) Ruang lingkup SOP
- SOP Profesi mencakup : Pelayanan Medis meliputi : Komite
Medik/SMF, Rawat Inap, Rawat Jalan, Pelayanan Gawat Darurat, ICCU
/ ICU, Kamar Bedah dsb Contoh :
- SOP penanganan pasien untuk sesuatu penyakit (standar pelayanan
medis : Pielonefritis Akut, Konyungtivitis Purulenta, Perdarahan
Antepartum, Tetanus Neonatorum, Apendisitis Akut dsb
- SOP untuk Diagnostik / Terapi : Punksi Lumbal, Biopsi Ginjal, WSD
(Water Sealed Drainage) Thorax / Paru, Prosedur berbagai pemeriksaan
Endoskopi, Pemberian obat kejang demam, penanganan renjatan
anafilaktik
- Standar Prosedur Operasional Radiodiagnostik (Standar Profesi
Radiologi)
- Prosedur Perinatal Risiko Tinggi - Prosedur penanganan kasus 5 besar
(True emergency) di IGD, GD Bedah / GD Medik - Dsb 15
4) Pelayanan Keperawatan Contoh :
- SOP/Standar asuhan keperawatan, Standar peralatan keperawatan, SOP
Persiapan pasien operasi, dsb Pelayanan Profesi lain meliputi :
Laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi Medis, Farmasi, dsb Contoh : -
SOP pemeriksaan (teknis) laboratorium, Standar pelayanan radiologi,
dsb
- SOP Pelayanan (Manajerial) mencakup pelayanan-pelayanan medis
secara umum Contoh : Prosedur Dokter Jaga Ruangan, Prosedur
Konsultasi Medis, Prosedur Rujukan Keluar RS, Prosedur Masuk/Keluar
ICU, Pertemuan Klinik, Seleksi Staf Medik, Pemilihan Ketua SMF,
Prosedur Visite/Ronde, Pengawasan/ Penerapan Standar Pelayanan
Medik, Prosedur Penjadwalan Dokter/ Perawat/Petugas lain Jaga di IGD,
Prosedur Informed Consent, Prosedur Triage, Prosedur pengadaan
obat/Alkes di IGD, Prosedur Rotasi-Mutasi-Cuti Perawat, Penerimaan
Pasien di Ruang Rawat Anak, Prosedur Pelayanan Perbekalan Farmasi,
Prosedur Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang kadaluarsa, Prosedur
Pengambilan Hasil Radiologi, Prosedur Penyimpanan Dokumen Paparan
Radiasi (Radiologi), Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial RS,
Prosedur Sterilisasi, Prosedur Pengelolaan Linen di Kamar Operasi, dsb
- SOP Administrasi umumnya mencakup kegiatan di unit-unit nonmedis :
Contoh : Prosedur Pendaftaran Pasien, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Rekam Medis, Perencanaan Program / Proyek / Kegiatan ; Keuangan :
Billing system, Akuntansi, Penyusunan Anggaran / Penyusunan Master
Budget ; Perlengkapan : Pengadaan perlengkapan, Pemeliharaan,
Penghapusan ; Kepegawaian : Penerimaan pegawai, Mutasi, Penilaian
kepegawaian, Penghargaan, Pelatihan ; 16 Pelaporan ; Prosedur-prosedur
K-3 dan Kesehatan Lingkungan, Prosedur Administratif Instalasi
Radiologi, Prosedur Penyimpanan Arsip Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Pedoman Keamanan Kerja Laboratorium, Prosedur
Pemeliharaan & Perbaikan Alat (Lab/Radiologi/Kamar Operasi),
Prosedur Asuransi, dsb
5) Langkah dan prinsip penulisan SOP
- Tetapkan, telaah kebijakan yang mendasari suatu prosedur/proses
kerja
- Pertimbangkan prosedur merupakan suatu prosedur menyeluruh atau
terdiri dari kumpulan beberapa prosedur yang lebih kecil (terutama
bila prosedur tsb cukup panjang, dipecah-pecah, misalnya : Tahap
Persiapan, Tahap Kegiatan Awal, Tahap Akhir, Tahap Evaluasi dsb)
- Kapan SOP dibuat, sedapatnya sebelum sesuatu proses kerja baru
dilaksanakan
- Cari literatur dan informasi lain yang terkait yang mendukung
prosedur tsb
- Cari masukan dari staf/petugas terkait
- Tetapkan prosedur tsb adalah wajib atau sebagai pedoman
(guideline) Bila wajib, harus jelas bahwa SOP tsb harus
dilaksanakan dengan tidak ada langkah-langkah lain. Kalau sebagai
pedoman, maka ada peluang untuk langkah alternatif sebagian atau
seluruh langkah
- Tetapkan hasil (outcome) yang diharapkan
- Tuliskan peralatan / fasilitas yang diperlukan
- Tetapkan siapa yang berwenang melaksanakan prosedur tsb (dalam
pengertian : kualifikasi, jabatan misalnya supervisor)
- Tulis indikasi dan kontra indikasi. Garis bawahi (atau beri kotak)
risiko-risiko, peringatan-peringatan, hal-hal yang perlu diwaspadai
- Langkah-langkah disusun berdasarkan logika, untuk menyelesaikan
proses kerja secara efektif, efisien dan aman
- Dapat ditambahkan Bagan Arus (flow chart) untuk
mempermudah/mempercepat pemahaman uraian langkah-langkah
- Agar dibuat sistem penomoran SOP yang terorganisir dan
independen 17
- Gunakan bahasa sehari-hari, istilah harus konsisten, susun kata-kata
sependek dan sesederhana mungkin dan memudahkan pemakaian
(user friendly), mempunyai urutan, tidak bermakna ganda, gunakan
bahasa yang positif. Dapat dimasukkan table
- Jelaskan bahan bacaaan acuan yang perlu dibaca (cross referrence)
termasuk SOP lain
- SOP agar diuji coba : apakah mudah dipahami, mudah
pemakaiannya (user friendly) oleh petugas terkait
- Sesudah uji coba mungkin diperlukan penyempurnaan
- Sosialisasi-kan SOP
- Revisi SOP dilakukan sesuai kebutuhan perkembangan : ilmu,
informasi lain, perubahan unit/struktur. Bila SOP terkait dengan
unit/SOP lain, maka perubahan tsb harus dikoordinasikan
- Sebaiknya SOP disusun oleh suatu tim yang terdiri dari : petugas
yang akan melaksanakan proses kerja, petugas yang akan
melaksanaan pemeliharaan alat yang digunakan dalam proses kerja
tsb, penulis yang sudah biasa menulit SOP, petugas kesehatan
lingkungan / K3 / infeksi nosocomial
- Prioritas SOP Untuk memulai menyusun SOP dan melakukan
pilihan-pilihan proses kerja, perlu dikaji isu-isu sbb. : a. Bagaimana
dampak yang timbul, positif atau negatif terhadap pelayanan pasien
b. Bagaimana dampak terciptanya masalah pada staf/petugas c.
Apakah proses kerja tsb menciptakan limbah, masalah waktu,
keperluan peralatan baru, pengulangan pekerjaan d. Dampak-
dampak spesifik lainnya untuk RS Dari hal-hal tsb dapat dipilih SOP
yang ditentukan dengan skala prioritas
6) Format SOP dan Petunjuk Pengisian SOP
a. Format SOP Format SOP yang digunakan adalah sesuai dengan
Surat Edaran dari Direktur Pelayanan Medik Spesialistik No.
YM.00.02.2.2.837 tertanggal 1 Juni 18 2001, perihal Bentuk
Standar Operating Procedure (SOP), lihat lampiran. Format ini
diberlakukan pada tahun 2002.
b. Format ini dapat diberi tambahan sesuai dengan ketentuan RS
ybs dan atau Standar Profesi ybs
c. Petunjuk Pengisian SOP :
a) Kotak Heading : terdiri dari kotak-kotak Rumah Sakit,
Judul SOP, No. Dokumen, No. Revisi, Halaman,
Prosedur Tetap, Tanggal terbit, Ditetapkan Direktur
b) Heading dicetak pada setiap halaman
c) Kotak RS diberi nama RS, dapat diberi logo
d) Judul SOP : diberi judul sesuai proses kerjanya, misal :
Konsultasi Medis, Dr Jaga Ruangan, Biopsi ginjal,
Persiapan pasien operasi, dsb
e) No. dokumen : sesuai dengan ketentuan RS ybs, agar
dibuat sistematis termasuk seragam
f) No. revisi : merupakan status revisi, dianjurkan
menggunakan huruf, dokumen baru diberi huruf A,
dokumen revisi pertama diberi huruf B dst. Dapat juga
dengan angka. Untuk dokumen baru pemberian dapat
diberi nomor 0, dokumen revisi pertama diberi nomor 1,
dst.
g) Halaman : diisi nomor halaman ybs / total halaman,
contoh : halaman pertama : 1/5, halaman kedua : 2/5,
halaman terakhir : 5/5
h) Prosedur Tetap diberi penamaan sesuai ketentuan RS
misalnya : Prosedur, Prosedur Tetap, Petunjuk
Pelaksanaan, Prosedur Kerja dsb
i) Tanggal terbit : diberi tanggal sesuai terbitnya
Ditetapkan Direktur : diberi tanda tangan Direktur dan
namanya. Tanda tangan Direktur dapat dituangkan
dengan alternatif : pada halaman pertama saja atau pada
halaman terakhir saja
j) Kotak heading pada halaman-halaman berikut dapat
hanya memuat : kotak nama RS, judul SOP, no.
Dokumen, no. Revisi dan Halaman 19
k) isi SOP :
Pengertian : berisi penjelasan tentang istilah yang
mungkin sulit dipahami dan atau definisi 2.
Tujuan : berisi tujuan spesifik dari pelaksanaan SOP
Kebijakan : berisi kebijakan (RS dan atau
Bidang/Departemen) yang menjadi garis besar dan
dasar bagi SOP tsb. Dapat berisi beberapa kebijakan.
Bisa saja satu kebijakan menjadi dasar beberapa SOP,
sehingga tercantum dalam beberapa SOP tsb yang
„dipayunginya“
Prosedur : bagian ini merupakan bagian utama yang
menguraikan langkahlangkah kegiatan untuk
menyelesaikan proses kerja tertentu, dan staf / petugas
yang berwenang. Dapat dicantumkan alat / formulir /
fasilitas yang digunakan, waktu, frekuensi dalam proses
kerja tsb. Bila memungkinkan diuraikan secara lengkap
unsur-unsur : siapa, apa, dimana, kapan dan bagaimana
(who, what, where, when, how)
Unit terkait : berisi unit-unit yang terkait dan atau
prosedur terkait dalam proses kerja tsb.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja


dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu
melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3,
diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja
yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan. K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas
perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan


perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya
terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek
perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh.

3.2 SARAN

Jagalah keselamatan anda dalam kondisi yang aman dan patuhilah pada
peraturan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan mengurangi risiko
kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 1 Tahun 2007 Tntang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Harrington, J.M.2003. Buku Saku Kesehatan Kerja-Ed. 3. Jakarta: EGC

sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com

http://ilmuk3.blogspot.com/2010/09/sejarah-perkembangan-k3_07.html

Anda mungkin juga menyukai