Anda di halaman 1dari 3

RESUME ETIK LEGAL KEPERAWATAN PALIATIF

KASUS EUTANASIA

Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Paliatif

Disusun oleh:
Lukman Noor Hakim A22020185 Gayuh Pangesti, Amk A22020178
Nur Fitria Hasanah A22020194 Sigit Bahariawan A22020216
Oktarina Siski Abrianti A22020200 Agus Istikmal A22020162
Karina Nahar Achsanti A22020244 Muhamad Noer A22020191
Nur Maini Fitriyanti A22020195 Kasiyanto A22020183
Samsul Arifin A22020214 Nur Ngaisah A22020196
Setiyo Aji Nugroho A22020215 Marleni A22020187
Oyi Widodo, Amk A22020201 Rindy Eki Prawita A22020208
Oki Hendri Prajanto A22020199 Sri Lestariningsih A22020219
Purwaning Rahmawati A22020205

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
2021
RESUME

A. Judul Kasus
Eutanasia & kasus Aruna Shanbaug yang koma 42 tahun
B. Ringkasan Kasus
Salah satu kasus pengajuan eutanasia paling miris pernah terjadi di India. Kasus ini
menimpa seorang perawat, Aruna Ramchandra Shanbaug yang koma selama 42
tahun. Aruna koma setelah mendapat serangan seksual. Kasus Aruna Shanbaug sangat
mendunia karena sangat miris dan menyayat hati.
Aruna Shanbaug akhirnya meninggal dunia pada Senin 18 Mei 2015. Aruna
meninggal dunia akibat serangan jantung menyusul pneumonia yang dideritanya
setelah 42 tahun koma. Kepala medis di Rumah Sakil King Edward Memorial (KEM),
Mumbai, dr Ahmad Pazare mengatakan kondisi wanita 68 tahun itu sempat membaik
sebelum akhirnya mendadak serangan jantung.
Penderitaan Aruna bermula pada, Selasa 27 November 1973. Aruna yang kala itu
masih berusia 25 tahun bekerja sebagai perawat junior di King Edward Memorial
Hospital Parel Mumbai India. Dia diserang oleh Sohanlal Bhartha Walmiki di
basement Rumah Sakit, Aruna diikat dan dilakukan kekerasan seksual secara brutal.
Setelah kejadian, Aruna ditinggal begitu saja dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Setelah sebelas jam dari kejadian dia baru ditemukan dalam keadaan sangat
mengenaskan.
Aruna mengalami kebutaan dan otaknya rusak sehingga koma. Karena penderitaan
yang begitu lama teman Aruna (Pinki Virani) mengajukan eutanasia kepada
Mahkamah Agung India pada tanggal 24 Januari 2011. Saat itu Aruna sudah koma
selama 37 tahun. Pada 7 Maret 2011 pengadilan menolak permohonan eutanasia
untuk Aruna.
Hukum di India tidak memperbolehkan eutanasia. Terlebih, pihak rumah sakit
mengungkapkan bahwa Aruna masih bisa menerima makanan dan merespons lewat
ekspresi wajah.
Meski permohonan eutanasia Aruna ditolak, masalah suntik mati itu menjadi
perbincangan seantero India. Pro dan kontra eutanasia bagi Aruna menjadi
pembahasan banyak orang. Namun, akhirnya Mahkamah Agung memutuskan bahwa
alat penyokong kehidupan kepada pasien yang sakit parah bisa dilepas. Tetapi
syaratnya harus diajukan keluarga dan disupervisi dokter serta pihak pengadilan.
Itulah tonggak pertama eutanasia pasif di India. Namun lahirnya aturan hukum
tersebut tidak lantas membuat Aruna bisa meninggal dengan tenang. Pengadilan tidak
memperbolehkan alat penyokong kehidupan Aruna dihentikan. Sebab, Virani yang
mengajukan eutanasia tidak mempunyai ikatan darah dengan Aruna. Virani bukan
keluarga Aruna.
C. Analisa Etik yang berkaitan
1. Autonomi
Pada kasus diatas, prinsip auotonomi sulit diidentifikasi karena pasien tidak bisa
menyatakan keputusan tentang hidupnya sendiri. Orang yang mengajukan
eutanasia bukan berasal dari keluarga dan hukum di negara tersebut tidak
melegalkan orang lain mengajukan keputusan eutanasia pasif.
2. Beneficienci dan nonmaleficienci
Pada prinsip benificienci dan nonmaleficienci, keputusan untuk tetap
mempertahankan peralatan yang menyokong kehidupan dianggap membawa
dampak yang baik untuk kelangsungan hidup klien. Akan tetapi mengingat
lamanya kondisi klien dalam kondisi koma, sehingga muncul komplikasi penyakit
pneumonia dan jantung karena perawatan juga merugikan klien untuk bisa
mnegakhiri hidupnya dengan tenang.

Anda mungkin juga menyukai