Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN

SAMPAH B

“EVALUASI DAMPAK KESEHATAN MANUSIA AKIBAT


SAMPAH”

Disusun oleh:

Aprila Yuliade (P2.31.33.1.17.006)

Christian Anggakusuma R. (P2.31.33.1.17.009)

Rizky Amalia (P2.31.33.1.17.032)

Rizqia Syaffa Sabila (P2.31.33.1.17.033)

KELOMPOK 6

Dosen pembimbing: Catur Puspawati, ST., MKM

2 D-IV A

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II

Jalan Hang Jebat III Blok F No.3, RT.4/RW.8, Gunung, Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
1. Penyakit yang Dapat Ditularkan Melalui Sampah dan Cara Penularan
Penyakit ke Dalam Tubuh Manusia
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat
perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga dan jamur. Penyakit
demam berdarah disebabkan oleh vektor Aedes aegypty yang hidup berkembangbiak di
lingkungan, pengelolaan sampah yang kurang baik, banyaknya kaleng, ban bekas dan
plastik dengan genangan air.
Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang menyengat
yang mengandung amonia hydrogen, solfide dan metylmercaptan. Penyakit saluran
pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan banyaknya lalat yang hidup
berkembangbiak di sekitar lingkungan tempat penumpukan sampah. (Prasasti, et. al,
2005).
Insidensi penyakit kulit meningkat karena adanya bibit penyakit yang hidup dan
berkembangbiak di tempat pembuangan dan pengumpulan sampah yang kurang baik.
Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun melalui udara. Penyakit
kecacingan terjadi dikarenakan membuang sampah secara sembarangan dan masyarakat
kurang menjaga kebersihan dirinya, misalnya makan tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu dan lain-lain. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara ini
dengan sendirinya dapat mempengaruhi daya kerja dan kreatifitas seseorang, yang
berakibat menurunnya nilai produktifitas serta bias mengakibatkan kerugian ekonomi di
jangka pendek maupun jangka panjang, serta timbulnya permasalahan sosial ekonomi
keluarga maupun masyarakat (Nurmaini, 2005).
Berikut ini kami uraikan 3 macam penyakit akibat pengelolaan sampah yang paling
sering terjadi
1) Cholera
Penyakit cholera disebabkan oleh Vibrio cholera, dikatakan berasal dari India
tetapi pernah terdapat di seluruh dunia. Cholera adalah penyakit usus halus yang akut
dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak kematian. Masa tunasnya
berkisar antara beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala utamanya adalah
muntaber, dehidrasi, dan kolaps dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan gejala cholera
yang khas adalah tinja yang menyerupai air cucian beras,tetapi sangat jarang ditemui,
sehingga cholera klasik jarang didapat. Namun demikian keganasan cholera tidak
menjadi berkurang karenanya ; orang dewasa dapat meninggal dalam waktu setengah
sampai dua jam, disebabkan dehidrasi.
Wabah-wabah cholera terutama sangat ganas, sebelum ditemukannya
chemoterapeutika dan antibiotika bagi pengobatanya serta vaksin bagi pencegahanya.
Angka kematiannya berkisar sekitar 50% pada masa lalu. Saat ini, orang sudah
mengetahui segala seluk beluk penyakit cholera, namun demikian, penyakit ini masih
terus saja mewabah, terutama di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia di mana sanitasi
lingkungan masih sangat tidak memadai. Reservoir bakteri cholera adalah manusia
yang menderita penyakit, sedangkan penularan terjadi secara langsung dari orang ke
orang, ataupun tidak lansung lewat lalat, air serta makanan dan minuman.

2) Thyphus Abdominalis
Sama dengan cholera, thypus juga merupakan penyakit yang menyerang usus
halus. Penyebabnya adalah Salmonella typhi, terdapat di seluruh dunia, dengan
reservoir manusia pula. Beda dengan cholera, angka kematian Thypus berkisar antara
10% sebelum penemuan antibiotika dan menurun sampai 2%-3% setelahnya. Gejala
utama adalah panas yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi
1-3 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi. Kasus thypus yang tidak spesifik
juga banyak ditemui,terutama diantara anak anak penularan dapat terjadi dari orang
ke orang, atau tidak langsung dari makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri.
Sama halnya dengan cholera, orang sudah banyak tahu tentang segi kedokteran serta
pencegahannya, tetapi di Negara kita ini wabah masih sering dijumpai.
Salah satu masalah yang menyulitkan pemberantasannya adalah didapatnya
pembawa (carrier) kuman thyphus, yakni, yang pernah menderita ataupun tidak
pernah menderita penyakit ini. Di daerah tropis, dimana terdapat banyak kasus batu
ginjal ataupun batu kandung kemih dan kandung empedu, Salmonella sering
“tinggal” pada batu-batu tersebut tanpa menimbulkan gejala pada pembawanya.
Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki lingkungan
dan berkesempatan menyebar. Kasus terkenal sebagai Typhid Mary. Pembawa ini
selama hidupnya bekerja sebagai koki ; tetapi di mana ia bekerja, selalu terjadi kasus
typhus. Persamaan yang didapat hanyalah Mary sebagai pengolah makanan.
Pemeriksaan pada Mary selanjutnya menunjukan bahwa dia adalah pembawa kuman
typhus. Imunisasi hanya dapat member proteksi untuk 3-6 bulan saja.

3) Dysentierie Amobea
Dysenterei amoeba disebut juga amoebasis disebabkan oleh E.histolyyica,
suatu protozoa. Penyakit ini didapat di seluruh dunia dalam bentuk endemie. Gejala
utamanya adalah tinja yang tercampur darah dan lender. Berbeda dari Dysenterie
basillaris, dysentirie ini tidak menyebabkan dehidrasi. Penyakit ini sering pula
ditemukan dengan gejala yang nyata, sehingga seringkali menadi khronis. Tetapi
apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti abses hati,
radang otak, dan perforasi usus.
Amoebasis ini seringkali menyebar lewat air dan makanan yang
terkontaminasi tinja dengan kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh lalat, karena
amoeba membentuk kista yang tahan lama di dalam lingkungan diluar tubuh, maka
penularan mudah terjadi dengan penyebabnya kista-kista tersebut. Selain penderita
amoebasis, didapat pula banyak pembawa atau carrier kista yang tidak merasa sakit.
Carrier kista ini banyak ditemukan di daerah endemis amiebasis. Pemberantasan atau
pengendalian penyakit ini tidak dilakukan secara rutin, karena vaksin tidak tersedia.
Pengobatanya tidak dapat sempurna, seperti halnya dengan penyakit-penyakit
protozoa lainya. Karena gejala yang tidak nyata dan tidak akut, maka masyarakat
seringkali tidak memperhatikannya. Tetapi, karena Amoebasis ini khronis, maka
penderita sering tidak dapat bekerja, dan produksivitasnya menjadi rendah, selain itu,
karena tubuh menjadi lemah, maka daya tahan tubuh terhadap penyakit lain menjadi
berkurang karenanya
Supaya penyakit-penyakit tersebut di atas tidak terjadi, maka sampah harus
dikelola dendan sebaik-baiknya. Pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah
tersebut tidak tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi medium
perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi
dalam penelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak
menimbulkan bau, tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.
Teknik pembuangan sampah dapat dilihat mulai dari sumber sampah sampai
pada tempat pembuangan akhir sampah. Usaha pertama adalah mengurangi sampah
baik dari segi kualitas dan kuantitas dengan meningkatkan pemeliharaan dan kualitas
barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi penggunaan
bahan baku, serta meningkatkan penggunaan bahan yang dapat teruai secara alamiah.
Kesulitan dalam pengelolaan sampah antara lain cepatnya perkembangan
teknologi, meningkatnya tingkat hidup masyarakat, kebiasaan pengelolaan sampah
yang tidak efisien, kegagalan dalam daur ulang atau pemanfaatan kembali barang
bekas, semakin sulitnya mendapat lahan untuk mendapatkan tempat pembungan akhir
sampah, kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan peraturan. rendahnya peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah dan masih banyak lagi kendala yang lain.

2. Cara Penanggulangan Sampah


Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan
dalam keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu:
1) Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material
yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak
sampah yang dihasilkan.
2) Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai
embali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal
ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum barang tersebut menjadi
sampah.
3) Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna
lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah
banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah
menjadi barang lain. Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah
kaca, dan sampah logam, merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan
material setelah menjadi sampah, untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang
material tersebut.
4) Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang
barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga
telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan,
Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan
pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
5) Respect (Menghargai); rasa menghargai dan cinta pada alam tempat kita
menggantungkan hidup kita sangat penting untuk ditumbuhkan. Rasa menghargai
yang tumbuh dalam diri kita akan memunculkan sikap bijaksana terhadap alam.

Selain itu, untuk melaksanakan penanganan yang berkelanjutan, saat ini mulai
dikembangkan penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengurangi
penggunaan pupuk kimia yang dari segi harga juga mahal. Penggunaan kompos telah
terbukti mampu mempertahankan kualitas unsur hara tanah, meningkatkan waktu air
dalam tanah, serta mampu memelihara mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan
dalam proses penyerapan humus oleh tanaman.

Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik juga harus


diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian insentif bagi para
petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan menggunakan pupuk
kompos, akan mendorong petani lainnya untuk menjalankan sistem pertanian organik.
Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pertanian organik.

3. Peran Pemerintah dalam Menangani Sampah

Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan,


pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah
dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan kebijakan pengelolaan sampah, dan
pelaksanaan pengelolaannya, maka dari itu peran pemerintah sangat diharakan guna
terwujudnya penanganan yang teratur dan seimbang.
Kebijakan pengelolaan sampah harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena
mempunyai cakupan nasional. Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi:

1) Penetapan instrumen kebijakan:


a. Instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan (beleidregels), undang- undang
dan hukum yang jelas tentang sampah dan perusakan lingkungan
b. Instrumen ekonomi: penetapan instrumen ekonomi untuk mengurangi beban
penanganan akhir sampah (sistem insentif dan disinsentif) dan pemberlakuan
pajak bagi perusahaan yang menghasilkan sampah, serta melakukan uji dampak
lingkungan.
2) Mendorong pengembangan upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re-use),
dan mendaur-ulang (recycling) sampah, dan mengganti (replace).
3) Pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan.
4) Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan sampah:
a. Penetapan kriteria dan standar minimal penentuan lokasi penanganan akhir
sampah.
b. Penetapan lokasi pengolahan akhir sampah.
c. Luas minimal lahan untuk lokasi pengolahan akhir sampah.
d. Penetapan lahan penyangga.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/

http://biologi.unas.ac.id

http://staffnew.uny.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai