Anda di halaman 1dari 19

PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAN SAMPAH – B

“Aspek Sosial Perilaku Manusia Terhadap Pengelolaan


Sampah”

Kelompok 10

Nama Anggota : 1. Annisa Rahmawati (P21335118011)

2. Jihan Salma Salsabilla (P21335118027)

3. Widya Kusuma Muslim (P21335118072)

4. Winra Nadeak (P21335118076)

Kelas : 2 D-IV A
Dosen Pengajar : Catur Puspawati, ST, MKM
Tugiyo, SKM, M.Si
Agus Riyanto, SKM, MKM
Endang Uji Wahyuni, SKM, MKM
Suryadi, SKM
KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Daerah khusus Ibukota
Jakarta 12120
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1 Pengertian Perilaku........................................................................................3
2.2 Unsur-unsur Perilaku.....................................................................................4
2.3 Perilaku Masyarakat Dalam Mengolah Sampah............................................6
2.4 Faktor Pembentuk Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Sampah
Permukiman ........................................................................................................9
2.5 Instrumen Pengolahan Sampah......................................................................12
BAB III PENUTUP.............................................................................................14
3.1 Kesimpulan....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Aspek Sosial Perilaku Manusia terhadap Pengelolaan
Sampah”. Sebagai tugas dan bahan diskusi, yang diberikan oleh dosen Mata
Kuliah Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah-B.

Kami berterima kasih kepada para dosen yaitu Ibu Catur Puspawati, ST,
MKM, Bapak Tugiyo, SKM, M.Si, Bapak Agus Riyanto, SKM, MKM, Ibu Endang
Uji Wahyuni, SKM, MKM, dan Bapak Suryadi, SKM, kami menyadari bahwa
makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh Karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis haturkan permohonan maaf atas segala maaf, bila
penyusunan Makalah ini dianggap kurang berkenan, terutama oleh pihak dianggap
dirugikan dan lain-lain. Oleh karena itu keritikan yang bersikap konstruktis
senantiasa kami harapkan, baik dari pembimbing maupun yang membaca Makalah
ini agar kami dapat memperbaiki diri.

Oleh sebab itu akibat segalah kekurangan isi Makalah kami, kami ucapkan
banyak terimakasih jika ada segalah kritik dan saran dari berbagai pihak pembaca.
Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa membalas kebaikan yang telah diperbuat
dan memaafkan setiap kekeliruan yang telah kami lakukan. Kami menyadari bahwa
Makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh sebab itu kami akan sangat berterima
kasih sekirahnya mendapatkan masukan untuk menyempurnakan.

Kelompok 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pertumbuhan sektor perekonomian pada sebuah kota memicu timbulnya
arus urbanisasi yang pada akhirnya dapat menimbulkan permasalahan pada sektor
perumahan dan permukiman. Dengan berkembangnya wilayah permukiman,
penyediaan sarana dan prasarana sebagai faktor pendukung berfungsinya sebuah
permukiman juga mengalami pertumbuhan mengikuti arah perkembangan
permukiman. Penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang tidak dapat
mengimbangi dari pertumbuhan wilayah permukiman akan berdampak terhadap
munculnya kekumuhan pada wilayah permukiman tersebut (Kadoatie,2005:27).
Munculnya permukiman kumuh di perkotaan merupakan sebuah
permasalahan yang sering dihadapi sejumlah kota besar di Indonesia. Minimnya
penyediaan sarana dan prasarana di permukiman kumuh umumnya
dilatarbelakangi oleh permasalahan legalitas permukiman tersebut, sehingga
berdampak kepada semakin turunnya kualitas lingkungan permukiman. Sebagai
contoh, dengan tidak tersedianya sarana persampahan maka masyarakat akan
cenderung mencemari permukiman dengan sampah sehingga timbulan sampah
akan teronggok di setiap sudut permukiman.
Peningkatan kualitas lingkungan terdiri dari berbagai aspek, salah satu
aspek yang sangat berpengaruh adalah aspek pengelolaan sampah di lingkungan
permukiman. Menurut Wibowo dan Darwin (2006:1) persampahan telah menjadi
agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di
Indonesia. Faktor keberhasilan pelaksanaan pengelolaan sampah sepenuhnya akan
tergantung pada kemauan Pemerintah Daerah atau Kota dan masyarakat.
Kemauan ini dapat di mulai dari pemahaman dan kesadaran akan pentingnya
sektor pengelolaan sampah sebagai salah satu pencerminan keberhasilan
pengelolaan kota.
Penanganan sampah permukiman memerlukan partisipasi aktif individu

1
dan kelompok masyarakat selain peran pemerintah sebagai fasilitator.
Ketidakpedulian masyarakat terhadap sampah akan berakibat terjadinya degradasi
kualitas lingkungan yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau tinggal
masyarakat di sebuah wilayah. Degradasi kualitas lingkungan dipicu oleh perilaku
masyarakat yang tidak ramah dengan lingkungan, seperti membuang sampah di
badan air (Widiati dalam Alkadri et al eds,1999:264).
Permasalahan sampah dapat diatasi jika masyarakat maupun Pemerintah
mampu dan memiliki kemauan dalam menjalankan tugas dan kewajiban
pengelolaan sampah dengan penuh tanggung jawab. Bentuk keterlibatan
masyarakat sebagai pihak yang menghasilkan sampah dengan proporsi terbesar,
dapat dilaksanakan dengan membudayakan perilaku pengelolaan sampah
semenjak dini dari rumah tangga, sebagai struktur terendah dalam pengelolaan
sampah perkotaan (Nurdin,2004).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PERILAKU

 Perilaku adalah serangkaian tindakan yang dibuat oleh individu,


organisme, sistem, atau entitas buatan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri
atau lingkungannya, yang mencakup sistem atau organisme lain di sekitarnya serta
lingkungan fisik (mati). Perilaku adalah respons yang dikomputasi dari sebuah
sistem atau organisme terhadap berbagai rangsangan atau input, baik internal atau
eksternal, sadar atau bawah sadar, terbuka atau rahasia, dan sukarela atau tidak
sukarela.
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia
itu sendiri, perilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik
dapat diamati secara langsung atau tidak langsung. Dan hal ini berarti bahwa
perilaku terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi
yakni yang disebut rangsangan, dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan
menghasilakan reaksi perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003)
Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme dalam hal ini
manusia terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan yang
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
(Notoatmojdo,1997) Perilaku atau aktfitas individu dalam pengertian yang
lebih luas mencakup perilaku yang nampak (over behavior) dan perilaku yang
tidak nampak (inert behavior). Perilaku manusia tidak muncul dengan sendirinya

3
tanpa pengaruh stimulus yang di terima, baik stimulus yang bersifat eksternal
maupun internal. Namun demikian, sebagian besar perilaku manusia adalah akibat
respon terhadap stimulus eksternal yang diterima (Bimo,1999:12). Selanjutnya
perilaku adalah sikap yang di ekspresikan (Myers,1983). Perilaku dengan sikap
saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

2.2 Unsur-unsur Perilaku

Dikemukakan oleh Samsudin (1987), unsur perilaku terdiri atas perilaku


yang tidak nampak seperti pengetahuan(cognitive) dan sikap(affective), serta
perilaku yang nampak seperti keterampilan(psychomotoric) dan tindakan
nyata(action).

Faktor yang mempengaruhi hal itu adalah:

1. Ciri-ciri biologis, mencakup:


 Umur, umur berpengaruh terhadap bagaimana perilaku induvidu,
termasuk bagaimana kemampuannya untuk bekerja, dan merespon
stimulus yang diberikan individu lainnya.
 Jenis kelamin, wanita lebih patuh terhadap aturan dan otoritas,
sedangkan pria lebih agresif sehingga lebih besar mencapai
kesuksesan walaupun perbedaan itu terbukti sangat kecil.
 Status perkawinan, penelitian membuktinkan bahwa orang yang
telah berumah tangga relatif lebih baik dibandingkan dengan yang
masih single.
 Jumlah atau banyaknya tanggungan, penelitian menunjukkan
bahwa lebih banyak tanggungan dalam keluarga berpengaruh
terhadap produktivitas karyawan.
 Masa kakerja, revelensi masa kerja adalah berkaitan dengan
senioritas dalam pekerjaan.
2. Kepribadian, kepribadian sebagai cara dengan mana individu bereaksi dan

4
berinteraksi dengan orang lain. Bentuk-bentuk kepribadian pada akhirnya
mempengaruhi perilaku organisasi.
3. Kemampuan, yang dimaksud dengan kemampuan adalah kapasitas
seseorang untuk melaksanakan beberapa kegiatan dalam satu pekerjaan.
Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan kemampuan yang
terstruktur untuk mengeksploitasi kinerja-kinerja yang menghasilkan
produktifitas.
4. Pembelajaran atau Belajar, belajar adalah proses perubahan yang relatif
konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena adanya pengalaman atau
latian. Belajar tidak hanya mengubah sikap dan pikiran tetapi yang lebih
penting lagi belajar harus mengubah perilaku subjek ajar.
5. Sikap, sikap merupakan faktor yang harus dipahami agar dapat
memahami individu lain. Dengan saling memahami sikap individu maka
organisasi dapat berjalan dengan baik.
6. Persepsi, merupakan suatu proses memperhatiakan dan menyeleksi,
mengorganisasikan, dan menafsirkan stimulus lingkungan.
7. Kepuasan kerja, kepuasan kerja mempengaruhi produktifitas atau kinerja
karyawan, semakin puas individu tersebut dalam bekerja maka akan betah
berada dalam organisasi, dan bila individu tidak puas maka akan
mempengaruhi kinerjanya, seperti berhenti kerja atau selalu terlambat
datang.
8. Stress, stresss dapat mengakibatkan tidak sinkronnya mental dan fisik
individu, yang bisa menyebabkan menjadi tidak produktif individu
tersebut dalam organisasi.
Pola perilaku setiap orang bisa saja berbeda tetapi proses terjadinya adalah
mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan
dan ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenweig, 1995).
Skinner juga membedakan adanya dua proses yaitu:
1. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan
oleh ransangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam
ini disebut electing stimulation karena menimbulkan respon respon

5
yang relative tetap.
Missal: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan,
cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya.
Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosional misalnya
mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus
ujian meluapkan kegembiraanya dengan mengadakan pesta dan
lain sebagainya.
2. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation
atau reinforce, karena memperkuat respon.
Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan
tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job
skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasnya (stimulus
baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksankan tugasnya

2.3 PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENGOLAH SAMPAH

Untuk menciptakan lingkungan yang terbebas dari sampah, tentunya


perilaku masyarakat yang menempati lingkungan tersebut haruslah baik
khususnya dalam pengelolaan sampah. Menurut PP No 81 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Sampah, bahwa pengelolaan sampah yang baik adalah pengelolaan
yang mengacu kepada dua sistem, yaitu sistem pengurangan sampah dan sistem
penanganan sampah. Sistem pengurangan sampah meliputi 3 indikator, antara
lain:

1) pembatasan timbunan sampah, dan;

2) pendaur ulangan sampah;

3) pemanfaatan kembali sampah.

6
Sistem penanganan sampah meliputi 5 indikator, antara lain:

1) pemilahan sampah;

2) pengumpulan sampah;

3) pengangkutan sampah;

4) pengolahan, dan

5) pemrosesan akhir sampah.

Kedua sistem pengelolaan sampah yang baik tersebut akan tercapai apabila
masyarakat dan pemerintah setempat mau berjalan beriringan, apabila hanya salah
satunya saja yang melaksanakan, maka pengelolaan sampah belum 100% baik.

Prinsip-Prinsip Umum Pengelolaan Sampah Rumah Tangga yang Baik


antara lain meliputi perilaku masyarakat dalam hal kemana membuang sampah,
waktu membuang sampah, frekuensi membuang sampah perhari, melakukan
pemilahan sampah organic dan non-organic, tidak membakar sampah,
mengadakan kegiatan gotong royong.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya


tindakan seseorang, pengelolaan sampah berhubungan erat dengan intelektual
seseorang, pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat
sesuatu (ide, fenomena) yang pernah diajarkan. Pengetahuan responden tentang
pengelolaan sampah dibangun berdasar kemampuan berpikir sesuai dengan
kenyataan yang responden lihat dan temukan di lingkungan sekitar responden
berada.

Pengetahuan baik dan memiliki perilaku yang tidak baik dalam mengolah
sampah disebabkan oleh faktor kurangnya informasi mengenai cara pengolahan
sampah yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian menyatakan bahwa meskipun
seseorang memiliki sikap atau keyakinan yang peduli lingkungan namun

7
ketidakadaan informasi itu dapat menyebabkan orang tersebut tidak dapat
bertindak secara efektif pada sikap dan keyakinannya. Informasi merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Semakin banyak seseorang memperoleh informasi tentang pengolahan


sampah yang baik maka pengetahuannya akan semakin baik dan akan memiliki
perilaku yang baik pula, dalam konteks penelitian ini yaitu perilaku pengolahan
sampah yang baik. Faktor lain yang mempengaruhi seseorang dengan
pengetahuan yang baik tetapi perilaku pengolahan sampah tidak baik adalah
sarana dan prasarana dalam mengolah sampah.
Perilaku Masyarakat:

1. Sampah dikelola, dipilah dan diproses tahap awal mulai dari tempat
timbulan sampah itu sendiri (dalam hal ini mayoritas adalah lingkungan
rumah tangga). Upaya ini setidaknya dapat mengurangi timbulan
sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut ke TPS sehingga
bebannya menjadi berkurang.
2. Melakukan Pengelolaan sampah organik menjadi kompos dan sampah
anorganik dipilah serta dikumpul menurut jenisnya sehingga
memungkinkan untuk di daur-ulang.
3. Melakukan penimbunan atau pembakaran sampah akhir dapat
dilakukan dengan menggunakan incinerator.

Tanpa system komunal ini mustahil sampah dapat diatasi dengan tuntas atau
berkelanjutan (sustainable). Cara penanganan seperti ini sebenarnya bertujuan
untuk :

1. Membudayakan cara pembuangan sampah yang baik mulai dari


lingkungan rumah tangga hingga ke TPS dengan menggunakan kresek/box
sampah.
2. Menata TPS menjadi pusat pemanfaatan sampah organik dan anorganik

8
secara maksimal.
3. Menjadikan sampah organik dan anorganik yang tersisa dari pengelolaan
di tingkat komunal menjadi bahan baku bahan pembangkit listrik dan
biogas berbasis sampah kota.
4. Program pengelolaan sampah berbasis komunal ini secara pasti akan
memotong mata rantai distribusi sampah dari TPS ke TPA.
5. Menciptakan usaha baru di tingkat masyarakat, yang akhirnya akan
memandirikan masyarakat dalam mengelola sampahnya sendiri.

2.4 Faktor Pembentuk Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Sampah


Permukiman

Berikut ini adalah tiga faktor ekstrernal atau faktor lingkungan tersebut
merupakan aspek yang bersifat membentuk perilaku atau faktor yang
mengkondisikan individu dan masyarakat untuk berperilaku yang sesuai dengan
lingkungannnya. Menurut Sumaatmaja (1988), dalam hubungan antara perilaku
dengan lingkungan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu lingkungan alam/fisik
(kepadatan, kebersihan), lingkungan sosial (organisme sosial, tingkat pendidikan,
mata pencaharian, tingkat pendapatan) dan lingkungan budaya (adat istiadat,
peraturan, hukum). Sehingga dari pendapat tersebut diatas bahasan tentang faktor
pembentuk perilaku akan didekatkan kepada aspek fisik lingkungan, aspek sosial
dan aspek budaya.

1) .Aspek Fisik

Aspek fisik berikut ini adalah kondisi lingkungan fisik wilayah sekitar
yang dapat mempengaruhi atau membentuk perilaku individu atau warga dalam
mengelola sampah permukiman. Kondisi fisik yang akan dibahas mencakup
antara lain bangunan rumah tinggal, sarana prasaran persampahan dan sungai
sebagai bagian lingkungan tempat tinggal.

9
Kondisi konstruksi bangunan yang memiliki karakteristik khas tepian
sungai yang berbentuk panggung sangat mempengaruhi perilaku penghuni rumah
dalam mengelola sampah yang dihasilkannya. Keberadaan kolong dibawah lantai
rumah yang berfungsi sebagai ruang adaptasi dari adanya pasang surut air sungai,
juga berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah. Pembuangan sampah tersebut
umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas pembersian lantai atau aktivitas
menyapu lantai dan sampah-sampah tersebut langsung di arahkan atau dibuang di
kolong rumah tanpa diadakan proses pewadahan.

Aspek fisik berikutnya adalah ketersediaan sarana prasarana persampahan


baik yang bersifat individu maupun komunal. Sarana persampahan yang
disediakan oleh individu di Kampung Kamboja secara umum hanya berupa
tempat sampah. Alasan tidak adanya tempat penampungan sampah disekitar
kampung dan cara yang paling mudah, ldalam memusnahkan sampah yang
dihasilkannya adalah alasan-alasan yang sering kemukakan sebagaian warga
dalam menanggapi pertanyaan mengapa warga beralih dari membuang sampah ke
TPS menjadi membuang atau memusnahkan sampahnya di sungai.

2) Aspek Sosial

Aspek sosial dalam pembentukan perilaku individu maupun masyarakat


dalam pengelolaan sampah adalah kondisi sosial kemasyarakatan yang mampu
mempengaruhi baik positif maupun negatif terhadap individu maupun masyarakat
dalam mengelola sampah permukiman

Mata pencaharian penduduk secara tidak langsung mempengaruhi pola


pengelolaan sampah di wilayah ini. Pekerjaan dengan intensitas waktu bekerja
yang cenderung tanpa adanya hari libur menjadikan perhatian masyarakat kepada
permasalahan sampah di lingkungan tempat tinggalnya memiliki porsi yang cukup
rendah. Tingginya aktivitas rutin pekerjaan, bahkan tidak sedikit warga yang
memiliki pekerjaan lebih dari satu bidang pekerjaan menyebabkan adanya
kecenderungan kurangnya waktu untuk aktivitas interaksi sosial kemasyarakatan

10
yang dapat berfungsi sebagai forum non formal terhadap pengembangan atau
perbaikan wilayah tinggal khususnya masalah persampahan permukiman masing-
masing.

Fenomena pembuangan sampah di sungai yang dianggap sebagai sesuatu


yang wajar dapat terjadi akibat mekanisme kontrol sosial yang tidak berjalan.
Dengan tidak adanya sangsi, masyarakat menjadi leluasa dalam melakukan
perilaku negatif tersebut.

Usaha sosialisasi tentang pengelolaan sampah dan kegiatan-kegiatan


kebersihan yang dilakukan oleh kelurahan dirasakan belum menjadi faktor yang
resisten terhadap perbaikan perilaku warga dalam mengelola sampah. Penerapan
peraturan yang bersifat represif dan menekan dengan sangsi yang cukup
memberatkan belum dapat dilakukan oleh aparat dengan pertimbangan ukuran
kesiapan warga dan minimnya persediaan sarana prasarana persampahan di
wilayah setempat yang dapat mendukung perubahan pengelolaan sampah
permukiman.

Belum adanya individu atau kelompok warga kampung yang mampu


menggerakan atau memiliki inisiatif untuk memotivasi warga dalam mengelola
sampah dengan konsep pengelolaan sampah yang kontekstual dengan lingkungan
setempat juga mempengaruhi perilaku masyarakat.

3) Aspek Budaya

Aspek budaya dalam pembentukan perilaku individu maupun masyarakat


dalam pengelolaan sampah adalah kondisi budaya masyarakat atau kebiasaan
masyarakat yang berpengaruh dalam membentuk perilaku masyarakat pengelolaan
sampah permukiman.

Pandangan terhadap sampah yang merupakan bahan atau material untuk di


buangan atau dimusnahkan, masih melekat pada sebagian besar masyarakat.
Padahal, pada beberapa jenis sampah yang dihasilkan terdapat material-material
sampah yang dapat di daur ulang atau mempunyai nilai ekonomis, seperti kertas,
plastik PET dan plastik PP. Dengan belum ditanganinya sampah yang memiliki

11
nilai tersebut oleh individu atau warga dan jumlahnya yang cukup signifikan. Hal
ini salah satunya disebabkan oleh faktor kreativitas untuk memanfaatkan sampah
yang masih layak digunakan, termasuk dukungan informasi terhadap pemanfaatan
sampah.

Selain itu, tindakan pembuangan sampah secara langsung tanpa


dilakukannya pewadahan terlebih dahulu dilatarbelakangi oleh sikap individu atau
warga yang menganggap bahwa sampah yang di buang di sekitar rumah nantinya
juga akan hanyut oleh arus pasang surut air sungai.

Upaya pembinaan yang bersifat perwakilan dari warga kampung dan


rendahnya monitoring perkembangan pembinaan merupakan salah satu penyebab
stagnannya pembinaan yang selama ini telah dilaksanakan.

2.5 Instrumen Pengolahan Sampah

Sebagai instrumen yang bergerak secara sukarela, Howlett & Ramesh


(1995:83) berpendapat bahwa karakteristik dari instrumen sukarela adalah
kecilnya peran keterlibatan pemerintah dalam suatu kebijakan. Sehingga yang
diharapkan adalah peran dari unit terkecil masyarakat yaitu keluarga, organisasi
sukarela dan juga pasar. Pemerintah memiliki perspektif bahwa dengan instrumen
ini maka kebijakan dapat dilakukan dengan baik.

Berdasarkan hal tersebut, maka ditemui beberapa instrumen yang termasuk


dalam voluntary instrument pada kebijakan pengelolaan sampah di TPA
Bantargebang, yaitu: PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), IPI (Ikatan
Pemulung Indonesia), InSWA (Indonesia Solid Waste Association), Bank Sampah
dan Waste4Change. Peran setiap instrumen dalam pengelolaan sampah tersebut
kemudian disajikan dalam tabel berikut untuk mengetahui peran yang dimiliki
oleh setiap voluntary instrument yang bergerak pada kebijakan pengelolaan
sampah di TPA Bantargebang.

12
a. Family & Community
Peran dan tanggungjawab dari masyarakat dalam pengelolaan
sampah sudah dimulai sejak pemilahan sampah di sumber, menghindari
membuang sampah di jalanan, dan mengirimkan sampah sesuai dengan
sistem pembuangan dan pengangkutan sampah yang ada. Keluarga dan
masyarakat secara keseluruhan juga memiliki peran dalam memberikan
pendidikan primer dan keterampilan tambahan bagi keluarganya mengenai
pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah di tingkat keluarga yang
dianggap dapat dimaksimalkan adalah pada komposting dan bank sampah.

b. Voluntary Organizations
Organisasi sukarela dalam kebijakan pengelolaan sampah menjadi
penggerak dalam proses pengelolaan sampah di masyarakat karena dalam
mengelola sampah yang ada di TPA Bantargebang, diperlukan dukungan
dan kerjasama dari banyak pihak tidak terkecuali organisasi sukarela yang
sifatnya lebih non-formal dan dapat membantu melayani tujuan-tujuan
kebijakan publik. Perannya ada dalam kegiatan pengurangan dan
penanganan sampah, memiliki peran untuk memberikan pendidikan dan
pelatihan, melakukan penelitian dan pengembangan, menjalankan
sosialisasi kepada masyarakat dan turut mengadvokasikan berbagai isu
tentang pengelolaan sampah. Di sisi lain, hanya bank sampah yang
memiliki peran pendanaan untuk operasional bank sampah dan tabungan
kepada nasabah. Peran organisasi sukarela juga tak jarang masuk dalam
sebagai kemitraan bagi pihak lainnya dalam pengelolaan sampah.

c. Private Market
Instrumen yang sangat direkomendasikan dalam keadaan tertentu
karena caranya yang efektif dan efisien. Waste4Change merupakan
perusahaan wirausaha sosial (social enterprise) yang menyediakan jasa
pengelolaan sampah pribadi, baik untuk individu maupun perusahaan yang
dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab. Dari 15 program

13
yang dibuat dan dijalankan oleh Waste4Change, semuanya memiliki ciri
khasnya masing-masing dan berperan dalam pengurangan dan penanganan
sampah, mengadakan pendidikan & pelatihan, melakukan penelitian &
pengembangan, serta menjadi mitra dari kliennya dan memperoleh
keuntungan dari pendanaan atas layanan pengelolaan sampah yang
disediakan.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Perilaku adalah respons yang dikomputasi dari sebuah sistem atau organisme
terhadap berbagai rangsangan atau input, baik internal atau eksternal, sadar atau
bawah sadar, terbuka atau rahasia, dan sukarela atau tidak sukarela. Dapat
dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecendrungan yang
potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada
suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Maka pada dasarnya setiap
perilaku masyarakat terhadap pengolahan sampah pasti dilakukan secara
bervariasi, tergantung pada keseharian dari perorangan, selain itu perilaku dalam
pengolahan sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk pengetahuan
mengenai pengolahan sampah yang baik dan semacamnya, karena jika seseorang
tidak memiliki cukup pengetahuan mengenai pengolahan sampah akan
menimbulkan rasa tanggung jawab yang kurang baik dan tidak peduli dan itu
terjadi akibat dari fakro pembentuk perilaku manusia terhadap pengelolaan
sampah seperti aspek fisik lingkungan, aspek sosial dan aspek budaya.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perilaku

http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/definisi-pengertian-perilaku-
menurut-ahli.html?m=1

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/download/24878/22197&ved
=2ahUKEwjhkNzDybjpAhX07HMBHeaDDcEQFjAFegQIBhAB&usg=AOvVaw
02tz4-1ihEjzs1uvtCYrrT

Eko, Hermawan. 2010. Skripsi Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Sampah


Permukiman di Kampung Kamboja Kota Pontianak,
http://antologi.upi.edu/file/Studi_Komparasi_Perilaku_Masyarakat_dalam_Pengel
olaan_Sampah_Rumah_Tangga_di_Desa_Babakan_dan_Desa_Ciwaringin_Keca
matan_Ciwaringin_Kabupaten_Cirebon.pdf

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/49120f312bc568a153044f077440ce
c8.pdf

https://www.kompasiana.com/amp/ghusyarahimapramudhitan/faktorfaktor-yang-
mempengaruhi-perilaku-individu-dalam-organisasi_551f737aa33311e32bb66ef3

https://core.ac.uk/download/pdf/11722663.pdf

http://jurnal.unpad.ac.id/dharmakarya/article/download/14789/7890&ved=2ahUK
EwjA3qO3wrjpAhUrIbcAHVL1DF8QFjANegQICBAB&usg=AOvVaw0y5z06cj
G297nDcfzaOAQk&cshid=1589636845311

http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035

Halim D K. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta : Bumi Aksara


Soedjadi, Keman. 2005. “Jurnal Kesehatan Lingkungan”. Vol II. Jakarta :
Departemen Kesehatan

16

Anda mungkin juga menyukai