Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENGELOLAAN SAMPAH

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN


TPA REGIONAL PAYAKUMBUH

Disusun Oleh :
Kelas 2B
Kelompok 2
Annisa Asafitri Delica (201110042)
Batrisyia Nazifah Irhad (201110045)
Marisya Rama Ningrum (201110058)
Nada Fauziatul Husnah (201110062)
Putri Handayani (201110067)
Rika Nurta Saputri (201110071)

Riri Septiara (201110073)


Sahrul Fauzy (201110074)
Sylvi Amalia (201110077)

Dosen Pembimbing :
Dr. Muchin Riviwanto, SKM, M.Si
Mukhlis, MT
Instruktur :
Ikhsan Surya, S.ST

PRODI D-III SANITASI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Berdasarkan praktikum Pengelolaan sampah yang dilaksanakan pada hari
Jum’at, 25 Maret 2022 , di TPA Ragional Payukumbuh telah diperiksa dan
disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Instruktur

Dr. Muchsin Riviwanto, SKM, M.Si Ihsan Surya,S.ST

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan
karunia-nya kelompok dapat menyelesaikan laporan praktikum Pengelolaan
Sampah tentang “TPA Ragional Payukumbuh” ini tepat pada waktunya.
Kelompok mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu :
1. Dr. Muchsin Riviwanto, SKM, M.Si
2. Mukhlis, MT
selaku dosen pengelolaan sampah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kelompok
tekuni ini dalam menyelesaikan laporan praktikum Pengelolaan Sampah dan
terimakasih kelompok ucapkan kepada instruktur Ihsan Surya,ST serta teman-
teman yang telah membantu dalam penyelesaian laporan.
Dengan disusunnya laporan ini, semoga dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan kepada para pembaca umumnya, dan bagi kelompok khususnya.
Kelompok menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya
kelompok mengharapkan ada kritik dan saran yang membangun.

Padang, 27 Maret 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR .........................................................................................ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2 Tujuan .........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1Pengertian Sampah ......................................................................................4

2.2Jenis-Jenis Sampah.......................................................................................4

2.3Pengelolaan Sampah.....................................................................................9

2.4Penerapan Konsep 3R……………………………………………………13

2.5Tempat Pembuangan Akhir (Landfilling) .................................................14

2.6Komposting………………………………………………………………17

2.7Timbulan Sampah…………………………………………………….….19

2.8Kriteria Kelayakan Pemilihan tempat pembuangan akhir (TPA)………..22

2.9Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Masalah Sampah…………….……..25

BAB III HASIL KEGIATAN PRAKTIK LAPANGAN

3.1Waktu Dan tempat……………………………………………………….29

3.2Profil TPA Regional payukumbuh ……………………………………...29

3.3Sarana yang ada di TPA Regional Payukumbuh........................................30

3.4Kuisioner Penilaian Terhadap TPA Regional Payakumbuh.......................32

BAB IV HASIL DAN PERMASALAHAN

4.1Hasil…………………………………………………………...…………39

4.2Pembahasan………………………………………………………………41

iii
BAB VI PENUTUP

5.1 Kesimpulan ..............................................................................................47

5.2 Saran……………………………………………………………………..48

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan zat
anorganik dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola supaya tidak
membahayakan bagi lingkungan dan melindungi investasi pembangunan
(Budi Utomo dan Sulastoro, 1999). Kehadiran sampah kota merupakan salah
satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola kota, terutama
dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Keberadaan sampah tidak
diinginkan bila dihubungkan dengan faktor kebersihan, kesehatan,
kenyamanan dan keindahan (estetika). Tumpukan onggokan sampah yang
mengganggu kesehatan dan keindahan lingkungan merupakan jenis
pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi lingkungan yang
bersifat sosial (R. Bintarto, 1983:57). Selain dikarenakan jumlah penduduk
yang meningkat, volume produksi sampah kian hari semakin bertambah
seiring dengan tingginya aktivitas/ kegiatan manusia yang berlangsung
didalam kota tersebut. Bank Dunia mencatat produksi sampah perkotaan
Indonesia mencapai 10 juta per tahun. Penanganan masalah sampah di kota-
kota perlu mendapatkan perhatian serius, hal ini merupakan salah satu wujud
pelestarian lingkungan. Persoalan sampah yang sering ditemui di jalan-jalan,
selokan dan kanal drainase serta sulitnya penentuan lokasi Tempat
Pemprosesan Akhir (TPA) sampah merupakan tantangan dalam pelaksanaan
konsep menjaga kelestarian lingkungan agar seimbang danselaras.
Sampah, sampai saat ini merupakan persoalan nasional yang belum
memiliki pemecahan optimal bahkan cenderung menjadi masalah yang
tetaplah menjadi masalah setiap tahunnya. Penanganan dan pengelolaan
sampah masih lemah, salah satunya dikarenakan kebijakan atau program
pengelolaannya yang kurang terintegrasi serta kurangnya dukungan dan peran
serta masyarakat (baik dunia usaha maupun masyarakat umum).
Menangani sampah memang persoalan yang tidak mudah, semakin
meningkatnya jumlah penduduk dibarengi dengan semakin tingginya tingkat
konsumsi tidak sebanding dengan ketersediaan TPA untuk menampungnya,

1
SDM SKPD yang menangani kebersihan, terbatasnya fasilitas pendukung
pengelolaan sampah, serta konsep pengelolaan sampah yang masih
konvensional, hingga sampai kepada masalah sosial yang ditimbulkan dari
sampah (seperti, bau yang menyengat, air limbah sampah yang mencemari
sungai, terganggunya kesehatan, serta rendahnya keaktifan masyarakat untuk
mematuhi ketentuan pembuangan sampah). Pengelolaan sampah dalam UU
No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah diartikan sebagai kegiatan
yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah.
Salah satu pilar pelaksanaan tata kepemerintahan yang baik (good
governance) adalah komitmen pada lingkungan hidup, yang berarti diperlukan
penanganan pengelolaan sampah yang tetap berasaskan pada kelestarian
lingkungan hidup, serta dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap
lingkungan hidup diupayakan seminimal mungkin. Pemerintah daerah
sebenarnya telah berupaya untuk melakukan pengelolaan sampah
diwilayahnya melalui instansi pelaksana dibidang kebersihan, namun
pengelolaan tersebut masih menggunakan cara-cara yang konvensional serta
dilaksanakan tanpa melakukan integrasi pengelolaan yang komprehensif.
Di dalam governance terdapat tiga komponen atau pilar yang terlibat.
Pertama, public governance yang merujuk pada lembaga pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai tata kepemerintahan yang baik di lembaga-
lembaga pemerintahan. Kedua, corporate governance yang merujuk pada
dunia usaha swasta, sehingga dapat diartikan sebagai tata kelola perusahaan
yang baik. Ketiga, civil society atau masyarakat luas. Idealnya, hubungan
antar ketiga komponen (lembaga kepemerintahan, dunia usaha, dan
masyarakat) di atas harus dalam posisi seimbang, sinergis dan saling
mengawasi atau checks and balances. Jika dikaitkan dengan kepedulian
terhadap lingkungan, maka ketiga komponen tersebut haruslah memiliki pola
pikir yang sama terhadap pengelolaannya yang efektif.
Sampah adalah barang buangan. Sampah adalah materi sisa yang tidak
diinginkan setelah berakhirnya suatu proses yang merupakan konsep buatan
manusia. Sampah merupakan masalah bagi orang di seluruh dunia ini karena

2
sampah merupakan suatu barang yg tidak terpakai lagi. Seiring dengan
semakin tingginya populasi manusia, maka produksi sampah juga akan
semakin tinggi. Hal itu tidak bisa dielakkan.
Sampah sebagai materi sisa jelas sudah tidak dibutuhkan lagi dan
tidak memiliki nilai ekonomi, sedangkan kesadara masyarakat sendiri untuk
membuang sampah pada tempatnya juga masih rendah. Masalah lainnya dari
sampah adalah penanganan sampah. Selama ini sampah sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pemerintah, sedangkan pemerintah sendiri kekurangan dana,
teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengangan sampah itu sendiri.
Biaya retribusi yg selama ini di bayar oleh masyarakat diakuin oleh
pemerintah hanya menutupi 10% dari biaya penanganan sampah. Tempat
pembuangan sampah (TPS) dan tempat pemprosesan akhir (TPA) serta tong-
tong sampah selama ini selalu di tolak keberadaannya oleh masyarakat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagimana cara pemprosesan akhir sampah di TPA
Regional Payukumbuh
1.1.1 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat memahami maksud dari pengertian TPA


b. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari TPA Regional Payukumbuh
c. Mahasiswa dapat mengetahui dampak yang disebabkan oleh sampah
yang ada di TPA Regional payukumbuh
d. Mahasiswa dapat mengetahui volume timbulan sampah di TPA
Regional payukumbuh

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga
untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang rusak
atau bercacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berlebihan atau ditolak
atau dibuang. (Kamus Istilah Lingkungan, 1994). Sampah adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan yang berwujud padat, baik berupa zat organik maupun anorganik
yang bersifat dapat terurai maupun tidak terurai dan dianggap sudah tidak berguna
lagi sehingga dibuang ke lingkungan. (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003).
Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan
sampah atau bahan buangan. Sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh
organisme yang ada di alam ini bersifat organik, kecuali sampah yang berasal dari
aktifitas manusia yang dapat bersifat organik maupun anorganik. Contoh sampah
organik adalah sisa-sisa bahan makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan,
kertas, kayu, bambu dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik misalnya plastik,
logam, gelas-gelas bekas minuman dan karet. Tempat penampungan sampah yang
disebut dengan Tempat Pembuangan Akhir sebaiknya pewadahan sampah
dilakukan pemilihan-pemilihan berdasarkan sifat dan jenisnya untuk macam
buangan organik dan anorganik. Ini dapat bermanfaat untuk proses daur ulang
bahan buangan sehingga menjadi bermanfaat.
2.2 Jenis-jenis Sampah
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti
sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya.
Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk,
seperti plastik, wadah pembungkus makanan, kertas, plastik
mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu dan sebagainya.
Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang
laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah
anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus

4
makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan
kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.
A. Menurut UU Nomor 18 tahun 2008 pasal 2 ayat 1 Sampah yang dikelola
terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik
Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik.Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal
dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. Sedangkan sampah
spesifik meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodic
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri atas menurut UU No 18 Tahun 2008 pasal 19
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
Pengurangan sampah meliputi kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
Penanganan sampah meliputi kegiatan:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

5
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah; dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
B.Berdasarkan Sumbernya

Berdasarkan sumbernya sampah dibedakan atas:

1. Sampah alam
2. Sampah manusia
3. Sampah konsumsi
4. Sampah nuklir
5. Sampah industry
6. Sampah pertambangan

C.Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya sampah dibedakan oleh:

1. Sampah organik - dapat diurai (degradable)


2. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

D.Berdasarkan bentuknya

Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan
lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai:

1) Sampah Padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia,


urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur,

6
sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya
sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang
yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan,
kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-
potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka


dapat dibagi lagi menjadi:

1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh


proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa
hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses
biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:
3. Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena
memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
4. Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak
dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo
coal dan lain-lain.
2) Sampah Cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak
diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

1. Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini
mengandung patogen yang berbahaya.
2. Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar
mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.
3. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika
dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah
dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

7
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari
aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya
pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri
akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira
mirip dengan jumlah konsumsi.Untuk mencegah sampah cair adalah pabrik
pabrik tidak membuang limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.

3) Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui


proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang
terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat
menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

4) Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa
digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat
digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang
disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada
dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah
manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk
didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).
Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui
sistem urinoir tanpa air
5) Sampah Konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh


(manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang
dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan
manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh
lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri.

8
6) Limbah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang
menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan
hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-
tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat
yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang
namun kadang masih dilakukan).

2.3 Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah menurut undang-undang No 18 Tahun 2008
adalah kegiatan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah berdasarkan
pasal 20 undang-undang No 18 Tahun 2008 meliputi kegiatan pembatasan
timbulan sampah, pendaur ulang sampah dan pemanfataan kembali sampah.
Sedangkan penanganan sampah berdasarkan pasal 22 undang-undang No 18
Tahun 2008 meliputi:
1. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,
2. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu,
3. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,
4. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah,
5. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

9
a. Pola pemilahan

Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah


terletak pada pemilahan. Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi
sulit, mahal dan beresiko tinggi mencemari lingkungan dan membahayakan
kesehatan.Pemilahan adalah memisahkan antara jenis sampah yang satu
dengan jenis yang lainnya. Minimal pemilahan menjadi dua jenis: sampah
organik dan non organik. Sebab sampah organik yang menginap satu hari
saja sudah dapat menimbulkan bau, namun tidak demikian halnya dengan
sampah non organik (www.esp.or.id)
Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan.
Setiap pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan kemampuan masyarakat yang akan memilah.
Umumnya pemilahan di lokasi yang telah melakukan program pengelolaan
sampah adalah sebagai berikut (www.esp.or.id)
Gambar 2.8 Diagram Pewadahan Sampah Untuk Mempermudah
Pemilahan.

Pemilahan sampah non organik yang dapat didaur ulang kemudian


di tindak lanjuti untuk dijual agar dapat mendatangkan keuntungan
ekonomi.

10
Gambar 2.9 Urutan Dari Kiri Ke Kanan Pengumpulan Sampah Non-Organik
Untuk Dijual
1. Model 1: Pemilahan Oleh Rumah Tangga
Pemilahan paling baik dilakukan mulai dari sumbernya, yaitu rumah tangga.
Setiap anggota keluarga baik ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya
memiliki tanggung jawab yang sama dalam pemilahan di rumah tangga
(www.esp.or.id)
2. Model 2: Pemilahan Oleh Petugas (Tingkat Komunal)
Jika pemilahan di rumah sulit dan perlu waktu lama untuk diterapkan,
sedangkan di wilayah RT atau RW tersedia area yang cukup luas, maka
model yang kedua ini cocok diterapkan (www.esp.or.id)
b. Pola Pengumpulan Pertama (Dari Rumah Ke TPS)

Pengumpulan pertama umumnya didukung oleh prasarana yang


terdiri dari pewadahan dan gerobak pengangkut. Bentuk, ukuran dan bahan
prasarana pendukung ini sangat bervariasi. Prinsipnya, pewadahan sampah
yang ditempatkan di area terbuka harus dilengkapi dengan penutup agar air
hujan tidak masuk. Tong atau bak sampah juga perlu mempertimbangkan
kemudahan bagi petugas sampah untuk mengeluarkan sampah dan
memindahkannya ke dalam gerobak sampah (www.esp.or.id)

c. Pola Penanganan Sampah di TPS

Penanganan sampah di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) adalah


kewenangan pemerintah daerah. Namun agar sistem pengelolaan sampah di
masyarakat dapat bersinergi dengan sistem lanjutannya, pengetahuan tentang
penanganan sampah di TPS sangat penting (www.esp.or.id)

11
Gambar 2.10 Penanganan sampah di rumah, TPS, dan TPA.
Sumber : www.esp.or.id
Keterangan:
1. Sampah dihasilkan dari rumah
2. Tukang sampah mengumpulkan sampah di gerobak
3. Tukang sampah memindahkan sampah dari gerobak ke TPS
4. Sampah dipindahkan dari TPS ke truk oleh petugas pengangkut truk Dinas
Kebersihan
5. Sampah dari truk ditimbun di TPA
Masalah teknis yang sering timbul di TPS umumnya disebabkan oleh:
1. Ketidaksesuaian kapasitas TPS dengan jumlah sampah yang masuk,
sehingga banyak sampah yang tidak tertampung dan berceceran.
2. Jadwal pengangkutan ke TPA yang tidak lancar, sehingga sampah
terkadang harus ’menginap’ di TPS.
d. Pola Pengolahan

Pengolahan sampah adalah upaya yang sangat penting untuk


mengurangi volume sampah dan mengubah sampah menjadi material yang
tidak berbahaya. Pengolahan dapat dilakukan di sumber, di TPS, maupun di
TPA. Prinsipnya adalah dilakukan setelah pemilahan sampah dan sebelum
penimbunan akhir, sehingga sering juga disebut pengolahan antara
(www.esp.or.id)

12
1. Pencacahan: pengolahan fisik dengan memotong/mengurangi
ukuran sampah agar lebih mudah diolah, misalnya untuk proses
pengomposan rumah tangga
2. Pemadatan: pengolahan fisik dengan menambah densitas
(kepadatan) sampah agar volumenya berkurang, terutama untuk
menghemat penggunaan truk untuk pengangkutan sampah ke
TPA.
3. Pengomposan/komposting: pengolahan sampah organik melalui
pembusukan (proses biologis) yang terkendali. Hasil yang
diperoleh disebut kompos.
4. Daur ulang sampah non organik: pengolahan fisik dan kimia
untuk mengubah sampah non organik menjadi material baru yang
dapat dimanfaatkan kembali. Contoh: melelehkan plastik dan
mencacahnya menjadi bijih plastik, membuat bubur kertas untuk
menjadikan kertas daur ulang, dan membuat kerajinan atau hasta
karya.
5. Pembakaran: pengolahan fisik dengan membakar sampah pada
temperatur tinggi (diatas 1000 derajat celcius). Pembakaran atau
insinerasi sangat mahal dan perlu teknologi tinggi agar tidak
berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Karena itu,
insinerasi tidak cocok untuk tingkat RT atau RW, yang jumlah
sampahnya masih dibawah 120 ton per hari.
2.4 Penerapan Konsep 3R (Reduse, Reuse, Recycle)
Penerapan konsep 3R merupakan konsep yang hampir sama pada
konsep pemilahan, yaitu pengelolaan sampah pada sumbernya. Konsep ini
adalah untuk mengurangi sampah ke TPA dengan berbagai langkah langsung
ke sumbernya, yaitu kegiatan rumah tangga. Adapun cara yang dilakukan
dengan konsep 3R ini adalah dengan melakukan reduse, reuse, dan recycle.

1) Reduse (Mengurangi)
Reduse adalah salah satu dari konsep 3R yang berarti mengurangi.
Maksud dari konsep ini adalah mengurangi pemakaian barang dan

13
mengurangi jumlah sampah. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan
membawa tas saat ke pasar, mengurangi penggunaan plastik, dan
mencegah pemakaian styrofoam. Jadi reduse dapat dilaksanakan dengan
menggunakan barang yang tidak digunakan habis pakai sehingga
mengurangi jumlah sampah.
2) Reuse (Menggunakan Kembali)
Reuse adalah salah satu konsep dari 3R yang berarti menggunakan
kembali atau menggunakan ulang. Maksud dari pernyataan tersebut adalah
kira jangan langsung membuang barang yang digunakan begitu saja
menjadi sampah. Misalnya penggunaan kertas, kita bisa menggunkan
kertas di sebaliknya. Kemudian penggunaa kantong-kantong plastik dan
penggunaan kembali botol-botol. Melakukan konsep reuse maka
diharapkan jumlah sampah akan menurun dan tidak terakumulasi di TPA.
3) Recycle (Mendaur Ulang)
Recycle adalah konsep 3R yang berarti mendaur ulang barang-barang
yang sudah tidak terpakai menjadi barang jenis baru yang dapat digunakan
kembali. Contoh satu dari kegiatan recycle ini adalah mendaur ulang
sampah organik menjadi kompos dan membuat berbagai macam aneka
kerajinan menggunakan kertas bekas (bubur kertas), bungkus makanan,
serta botol bekas.
Kegiatan mendaur ulang ini sama seperti reuse dan recycle, yaitu
berfungsi untuk mengurangi jumlah sampah langsung dari sumbernya.
Selain berfungsi untuk mengurangi jumlah sampah, hasil daur ulang juga
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hasil daur ulang dapat dijual
dengan keuntungan yang cukup menggiurkan karena memiliki modal yang
rendah yaitu berupa sampah.
2.5 Tempat Pembuangan Akhir (Landfilling)
Metode terakhir dalam pengelolaan dan pengolahan sampah adalah
dengan cara pembuangan akhir atau landfilling. Cara ini merupakan salah
satu cara yang masih banyak dilaksanakan di Indonesia, yang memiliki
pengelolaan sampah yang kurang baik. Metode ini di negara maju sudah
mulai ditinggalkan, karena metode ini merupakan langkah terakhir dalam

14
pengelolaan sampah domestik apabila pemilahan dan prinsip 3R tidak
bisa dilaksanakan.
Pembuangan akhir bukan merupakan suatu pilihan yang baik
dalam pengelolaan sampah domestik. Pengelolaan sampah tipe dengan
landifilling bukan solusi yang berkelanjutan. Artinya metode ini tidak
mampu menyelesaikan masalah sampah karena timbul beberapa
permasalahan baru. Adapun metode pengolahan pada pembuangan akhir

1. Metode Open Dumping (Timbunan Terbuka)

Metode open dumping merupakan metode penimbunan sampah


tebuka. Metode ini adalah penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa
aplikasiteknologi yang memadai. Metode ini memiliki akses yang sangat
mudah dengan biaya yang sangat murah. Namun, lokasi open dumping ini
dilakukan di sembarang tempat. Karena tanpa perhitungan teknologi, maka
kapasitasnya sembarang,penutupan sampah dilakukan seadanya, dan tidak
memiliki batas dari timbunan terbuka tersebut.

Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi atau cairan


yang timbul akibat pembusukan sampah melalui kapiler-kapiler air dalam
tanah hingga mencemari sumber air tanah. Air lindi dampaknya lebih
sering terjadi saat musim hujan. Efek pencemaran bisa berakumulasi
jangka panjang dan pemulihannya bisa membutuhkan puluhan tahun.
Metode ini sudah tidak populer karena selain sudah tidak akan
diperbolehkan lagi juga berpotensi pada pencemaran lingkungan. Selin itu,
remedasi tidak dilakukan sehingga kontaminan atau pencemarnya cukup
tinggi.

2. Metode Controlled Landfill

Metode controlled landfill adalah tempat pembuangan sampah


akhir yang tertimbun dan terkontrol. Berbeda dengan metode oped
dumping, metode ini lebih mempertimbangkan aspek fisik dan teknologi
yang ada. Lokasi mempertimbangkan kondisi hidrologi dan geologi dan
kapasitas sudah cukup dirancang dengan baik.

15
Metode ini juga telah memiliki pagar pada lokasi landfill. Selain
itu, karakteristik dari metode ini adalah terdapat penanganan lindi dan
kompaksi sampah yang dilakukan secara parsial. Manfaat yang diperoleh
dari controlled landfill ini antara lain resiko lingkungan yang lebih rendah,
resiko banjir lebihkecil, perencanaan jangka panjang, mudah diakses
pemulung, dan dekomposisi aerobik sampah oleh organik. Kerugian dari
metode ini adalah terjadi pencemaran lingkungan, biaya yang lebih tinggi
dibandingakan open dumping, dan biaya perawatan mahal.

3. Metode Sanitary Landfill

Metode terakhir dalam Tempat Pembuangan Akhir adalah sanitary


landfill. Metode ini merupakan metode TPA yang paling maju diantara
metode yang lain, dimana metode ini mengelola sampah dengan
melakukan pelapisan geotekstil yang tahan karat pada permukaan tanah
sebelum ditimbuni sampah. Geotekstil berfungsi mengalirkan air lindi ke
bak penampungan agar tidak mancemari air tanah. Air lindi selanjutnya
diolah menjadi pupuk organik cair. Setelah sampah ditimbun, kemudian
dilapisi lagi dengan geotekstil di bagian atasnya dan ditutup dengan tanah.

Metod sanitary landfill memiliki kapasitas yang terancang dengan


baik dan lokasinya berdasarkan studi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL). Pernutupan sampah dilakukan dengan teratur dan
di sanitary landfill tidak ditemukan adanya pemulung. Manfaat dari
penggunaan sanitary landfill adalah resiko lingkungan yang minimal,
perencanaan jangka panjang yang diinginkan, resiko dari gasi lindi dan gas
dapat diminimalisir, resiko longsor minimal, dan jenis sampah lebih
lengkap. Kerugian dari metode ini diantaranya adalah biaya investasi yang
mahal, dekomposisi sampah lambat, biaya operasional yang mahal, tidak
adanya kesempatan sampah berpotensi recycle dapat digunakan lagi, dan
akses pemulung yang terbatas

16
2.6 Komposting
Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui
proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali. Produk utama
komposting adalah kebersihan lingkungan, karena jumlah sampah organik
yang dibuang ke TPA menjadi berkurang. Adapun kompos sebagai produk
komposting adalah hasil tambahan atau bonus yang dapat kita gunakan
untuk tanaman sendiri ataupun untuk dijual. Proses perubahan sampah
organik menjadi kompos merupakan proses metabolisme alami dengan
bantuan makhluk hidup. Untuk itu, ada beberapa faktor yang wajib
dipenuhi (www.esp.or.id).

Gambar 2.11 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Kompos


Sumber : www.esp.or.id

a. Mikroorganisme atau mikroba


Mikroorganisme atau mikroba yaitu makhluk hidup berukuran mikro
(sangat kecil) yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop, misalnya
bakteri dan jamur. Mikroba inilah yang ’memakan’ sampah dan hasil
pencernaannya adalah kompos. Semakin banyak jumlah mikroba maka
semakin baik proses komposting. Mikroba ini dapat diperoleh dari kompos
yang sudah jadi ataupun dari lapisan atas tanah yang gembur (humus).
b. Udara
Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara).
Aliran udara yang kurang baik selama komposting akan menyebabkan
mikroba jenis lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak
hidup, sehingga timbul bau menyengat dan pembentukan kompos tidak

17
terjadi. Oleh karena itu, wadah yang berlubang ataupun, pembalikan dan
pengadukan secara teratur sangat penting dalam komposting.
c. Kelembaban
Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50 – 70%.
Jika terlalu lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi
organik sehingga bakteri mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah
di tempat yang cukup kering. Namun juga jangan terlalu kering karena
mikroba membutuhkan air sebagai media hidupnya. Maka siram atau
percikkan lah air jika terlalu kering.
d. Suhu
Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu yang
cukup tinggi (fase aktif). Suhu akan turun secara bertahap yang
menandakan fase pematangan kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk
komposting adalah 45 – 70 derajat celcius.
e. Nutrisi
Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi.
Kandungan karbon dan nitrogen yang ada dalam sampah organik
merupakan sumber makanan mikroba. Perbandingan kedua unsur ini
akan berubah saat komposting berakhir.
f. Faktor lainnya
Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel
sampah organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu
sekitar 6 - 8 minggu. Variasi waktu tergantung pada jenis sampah
organik dan ada tidaknya unsur tambahan yang mempercepat proses
komposting seperti EM4. Ukuran partikel sampah juga perlu diperhatikan
dalam pengomposan rumah tangga. Kulit pisang dan sayuran misalnya,
perlu dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam komposter.

18
Untuk komposting dengan metoda ini, dibutuhkan lahan yang cukup,
yaitu untuk:
1) Area penerimaan sampah
2) Area pemilahan dan pencacahan (jika diperlukan, terutama untuk
sampah pertamanan)
3) Area sampah non organik/lapak
4) Ruang pengomposan (windrow)
5) Ruang pengayakan kompos
6) Gudang kompos
7) Gudang peralatan
8) Instalasi pengelolaan lindi (air sampah)
Instalasi pengomposan sebaiknya dilengkapi juga dengan kantor,
sebagai ruang untuk pemantauan, dan dilengkapi juga dengan fasilitas air
bersih, toilet dsb.
2.7 Timbulan Sampah
2.7.1 Sumber dan JenisSampah
Menurut SNI 19-2454-2002 Sampah perkotaan adalah limbah yang
bersifat padat terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang
dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan yang timbul di kota.
Sumber dan jenis sampah menurut Tchobanoglous (1997:51-52)
yang dikutip oleh Ade Basyarat pada tesisnya “kajian terhadap penetapan
lokasi TPA sampah Leuwinanggung- Kota Depok” , sumber sampah
dibedakan atas tujuh kategori yaitu permukiman, kawasan komersial,
kawasan perkotaan, kawasan industri, ruang terbuka, lokasi pengolahan
dan kawasan pertanian.

19
Tabel 2. 1 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan
Sumber Sampah
Sum Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi Tipe
ber Sampah
Permukiman Tempat tinggal satu keluarga Sampah makanan,sampah
dan banyak,apartemen kecil, kering,sampah debu, dan
sedang dan besar sampah khusus
Komersial Toko, restoran, pasar, kantor, Sampah makanan,
hotel, motel,bengkel, fasilitas sampah kering, debu dan
kesehatan sampah berbahaya
Perkotaan Gabungan tempat tinggal dan Sampah gabungan yang
komersial berasal dari permukiman
dan komersial
Industri Konstruksi, pabrik, kimia, Barang industri rumah
penyulingan tangga, sisa pengepakan,
sisa
makanan, industry
konstruksi, sampah
berbahaya, debu dan
sampah khusus
Ruang Terbuka Jalan, taman, ruang bermain, Sampah khusus dan
pantai, tempat rekreasi, lorong, sampah kering
tanah kosong
Lokasi Air bersih,air limbah, proses Limbah pengolahan,
Pengolahan pengolahan industry buangan endapan
Pertanian Lahan pertanian, ladang dan Sampah tanaman, sampah
kebun pertanian, sampah kering,
dan sampah berbahaya
Sumber. Tchnobanoglous (1997:52)

Sedangkan menurut Enri Damanhuri (2011:14) dilihat dari


sumbernya, maka sampah perkotaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota
di Indonesia biasanya dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu

20
sampah dari kegiatan rumah tangga atau permukiman, pasar, komersial,
perkantoran, hotel dan restoran, industri dan penyapuan jalan dan taman :

a. Sampah kegiatan rumah tangga


Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau
lingkungan rumah tangga. Dari kelompok sumber ini umumnya
berupa sisa makanan, plastik, kertas,karton/dos, kain, kaca daun,
logam dan kadang-kadang sampah berukuran besar seperti dahan
pohon.
Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai dinegara
industri,seperti mebel, tv bekas, kasur, dll. Kelompoj ini dapat
meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau
sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan
permukiman , maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah
susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan
B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya : baterei,
lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas, dll.

b. Sampah pasar

Sampah yang berasal dari kegiatan pasar tradisional, umumnya


terdiri dari sisa sayur mayur, tulang dan sisa makanan mentah
lainnya.

c. Sampah kegiatan komersial

Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan,


pusat perdagangan, pasar, hotel, dll. Dari sumber ini umumnya
dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan
juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak
dihasilkan sisa sayur, buah, makanan yang mudah membusuk.
Secara umum sampah dari sumber ini adalah mirip dengan
sampah domestik tetapi dengan persen komposisi yang berbeda

21
d. Sampah dari kegiatanperkantoran

Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran,


sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dll. Dari sumber
ini potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah
komersial non pasar. Jenis sampahnya umumnya kertas.

e. Sampah dari hotel danrestoran

Sampah dari kegiatan ini umumnya adalah sisa sayur


mayur mentah, daging/ ikan, serta sisa makanan matang lainnya

f. Sampah dari industry

Kegiatan umum dalam lingkungan industri dan rumah


sakit tetap menghasilkan sampah sejenis sampah domestik seperti
sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang perlu mendapat perhatian
adalah bagaimana agar sampah yang tidak sejenis sampah kota
tersebut tidak masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota.

g. Sampah dari penyapuan jalan dantaman

Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan


kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran drainase kota
dan fasilitas umum lainnya. Dari daerah iniumumnya dihasilkan
sampah berupa daun/ dahan pohon, pasir, sampah umum dari
pejalan kaki atau pengguna fasilitas seperti pembungkus plastik,
kertas dan karton. Kadang dimasukkan pula sampah dari sungai
atau drainase air hujan yang cukup banyak dijumpai.
Sampahdari masing-masing sumber tersebut dapat dikatakan
mempunyai karakteristik yang khassesuai dengan besaran dan
variasi aktivitasnya.

2.8 Kriteria Kelayakan Pemilihan Tempat Pemprosesan Akhir(TPA)


Kelayakan lokasi suatu TPA menurut SNI 03-3241-1994 tentang tata
cara pemilihan lokasi TPA dapat dilihat sebagai berikut:
1. Kriteria Regional
Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona

22
layak atau tidak layak sebagai berikut :
1) Kondisi Geologi
a. Tidak berlokasi didaerah patahan
b. tidak boleh di zona bahaya geologi
2) Kondisi hidrogeologi
a. tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3meter
b. tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6cm/det
c. jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter
di hiliraliran
d. dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut
di atas, maka harus diadakan masukan teknologi
e. kemiringan zona harus kurang dari 20%
f. jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter
untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500
meter untuk jenislain.
g. tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir
dengan periode ulang25 tahun
2. Kriteria Penyisih

Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA
terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut ;

1) Iklim
a. hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makinbaik
b. angin : arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai
makinbaik
2) utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebihbaik
3) lingkungan biologis
a. habitat : kurang bervariasi dinilai makinbaik
b. daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai
makinbaik
4) ketersediaan tanah
a. produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebihtinggi
b. kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih

23
lama dinilai lebih baik
c. ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup,
dinilai lebih baik
d. status tanah : makin bervariasi dinilai tidakbaik.
5) Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makinbaik
6) batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakinbaik
7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakinbaik
8) Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakinbaik
9) estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik
10) ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton)
dinilaisemakin baik
b. Kriteria Penetapan

Kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk


menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat

c. Parameter Scoring SK SNIT-11-1991-03


Menurut Enri Damanhuri (2011) tahapan dalam proses pemilihan
lokasi TPA adalah menentukan satu atau dua lokais terbaik dari daftar
lokasi yang dianggap potensial. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara
pembobotan. Tata cara yang paling sederhana yang dilakukan di Indonesia
adalah melalui SNI 19-3241-1994 (sebelumnya SNI T-11-1991-03, tidak
ada perbedaan dengan versi 1994) yaitu tentang tata cara pemilihan lokasi
TPA. Cara ini ditujukan agar daerah (kota kecil/ sedang) dapat memilih
sitenya sendiri secara mudah tanpa melibatkan tenaga ahli dari luar seperti
konsultan. Data yang dibutuhkan hendaknya cukup akurat agar hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip yang digunakan adalah dengan
menyajikan parameter-parameter yang dianggap dapat berpengaruh dalam
aplikasi landfilling, seperti:

1) Parameter umum : batas administrasi, status kepemilikan lahan, kapasitas


lahan, pola partisipasimasyarakat
2) Parameter fisika tanah : permeabilitas tanah, kedalaman akuifer, sistem
aliran air tanah, pemanfaatan air tanah, ketersediaan tanahpenutup

24
3) Parameter fisik lingkungan fisik: bahaya banjir, intensitas hujan, jalan
akses, lokasi site, tata guna tanah, kondisi site, diversitas habitat,
kebisingan dan bau dan permasalahan etika
Masing-masing parameter ini ditentukan bobot skala pentingnya
dengan besaran 3 sampai 5. Masing-masing parameter tersebut diuraikan
lebih lanjut kriteria pembatasnya dengan menggunakan penilaian antara 0 -
10. Menurut Ade Basyarat (2006), proses perhitungan skor dengan
pemberian nilai pada masing masing kriteria pembatasnya sesuai dengan
tingkat pengaruhnya terhadap kelayakan lokasi TPA sampah dengan cara
menjumlahkan nilai. Selanjutnya dari hasil penjumlahan tersebut dilakukan
penggolongan 3 (tiga) kategori tingkat ektivitas parameter (layak, layak
dipertimbangkan dan tidak layak) berdasarkan lebar interval kelas.

Nilai interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai


berikut:

I = R/ N

Dimana :

I : lebarinteval

R : rentang, yaitu data terbesar dikurangi dataterkecil

N : banyak kelas interval, dicari dengan menggunakan aturan Sturges, yaitu:

1 + 3,3 log n
2.9 Dampak yang ditimbulkan akibat masalah sampah
1.Perkembangan faktor penyakit
Wadah sampah merupakan tempat yang sangat ideal bagi
pertumbuhan faktor penyakit terutama lalat dan tikus. Hal ini disebabkan
dalam wadah sampah tersedia sisa makanan dalam jumlah yang besar.
Tempat Penampungan Sementara / Container juga merupakan tempat
berkembangnya faktor tersebut karena alasan yang sama. Sudah tentu ini
akan menurunkan kualitas kesehatan lingkungan sekitarnya.
Faktor penyakit terutama lalat sangat potensial berkembangbiak di
lokasi TPA. Hal ini terutama disebabkan oleh frekwensi penutupan

25
sampah yang tidak dilakukan sesuai ketentuan sehingga siklus hidup lalat
dari telur menjadi larva telah berlangsung sebelum penutupan
dilaksanakan. Gangguan akibat lalat umumnya dapat ditemui sampai
radius 1-2 km dari lokasi TPA

2.Pencemaran Udara

Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan


sumber bau tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif
sekitarnya seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain.
Pembakaran sampah seringkali terjadi pada sumber dan lokasi
pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses pengangkutan
sehingga menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap yang timbul
sangat potensial menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya.

Sarana pengangkutan yang tidak tertutup dengan baik juga sangat


berpotensi menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui,
terutama akibat bercecerannya air lindi dari bak kendaraan.Pada instalasi
pengolahan terjadi berupa pelepasan zat pencemar ke udara dari hasil
pembuangan sampah yang tidak sempurna; diantaranya berupa : partikulat,
SO x, NO x, hidrokarbon, HCl, dioksin, dan lain-lain. Proses dekomposisi
sampah di TPA secara kontinu akan berlangsung dan dalam hal ini akan
dihasilkan berbagai gas seperti CO, CO2, CH4, H2S, dan lain-lain yang
secara langsung akan mengganggu komposisi gas alamiah di udara,
mendorong terjadinya pemanasan global, disamping efek yang merugikan
terhadap kesehatan manusia di sekitarnya.

Pembongkaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi


pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau. Disamping itu juga
sangat mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada
instalasi yang tidak memenuhi syarat teknis.Seperti halnya perkembangan
populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga timbul akibat penutupan sampah

26
yang tidak dilaksanakan dengan baik. Asap juga seringkali timbul di TPA
akibat terbakarnya tumpukan sampah baik secara sengaja maupun tidak.
Produksi gas metan yang cukup besar dalam tumpukan sampah
menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang dihasilkan akan
sangat mengganggu daerah sekitarnya.

3. Pencemaran Air

Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial


menghasilkan lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran
atau tanah sekitarnya akan menyebabkan terjadinya pencemaran.Instalasi
pengolahan berskala besar menampung sampah dalam jumlah yang cukup
besar pula sehingga potensi lindi yang dihasilkan di instalasi juga cukup
potensial untuk menimbulkan pencemaran air dan tanah di
sekitarnya.Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari
lingkungan sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang
mencemari air tanah di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan,
kecepatan aliran air tanah akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan
terjadi cemaran terhadap sumur penduduk yang trerletak pada elevasi yang
lebih rendah.

Pencemaran lindi juga dapat terjadi akibat efluen pengolahan yang


belum memenuhi syarat untuk dibuang ke badan air penerima.
Karakteristik pencemar lindi yang sangat besar akan sangat mempengaruhi
kondisi badan air penerima terutama air permukaan yang dengan mudah
mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yang
ada.

4. Pencemaran Tanah

Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya


di lahan kosong atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan
menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya

27
sampah organik dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan
Berbahaya (B3). Bila hal ini terjadi maka akan diperlukan waktu yang
sangat lama sampai sampah terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut.
Selama waktu itu lahan setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk
terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.

5. Gangguan Estetika

Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan


pandangan yang sangat buruk sehingga mempengaruhi estetika lingkungan
sekitarnya. Hal ini dapat terjadi baik di lingkungan permukiman atau juga
lahan pembuangan sampah lainnya.Proses pembongkaran dan pemuatan
sampah di sekitar lokasi pengumpulan sangat mungkin menimbulkan
tumpahan sampah yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan
gangguan lingkungan. Demikian pula dengan ceceran sampah dari
kendaraan pengangkut sering terjadi bila kendaraan tidak dilengkapi
dengan penutup yang memadai.

Di TPA ceceran sampah terutama berasal dari kegiatan


pembongkaran yang tertiup angin atau ceceran dari kendaraan pengangkut.
Pembongkaran sampah di dalam area pengolahan maupun ceceran sampah
dari truk pengangkut akan mengurangi estetika lingkungan sekitarnya.
Sarana pengumpulan dan pengangkutan yang tidak terawat dengan baik
merupakan sumber pandangan yang tidak baik bagi daerah yang
dilalui.Lokasi TPA umumnya didominasi oleh ceceran sampah baik akibat
pengangkutan yang kurang baik, aktivitas pemulung maupun tiupan angin
pada lokasi yang sedang dioperasikan. Hal ini menimbulkan pandangan
yang tidak menyenangkan bagi masyarakat yang melintasi / tinggal
berdekatan dengan lokasi tersebut.

6. Dampak Sosial

28
Hampir tidak ada orang yang akan merasa senang dengan adanya
pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat permukimannya.
Karenanya tidak jarang menimbulkan sikap menentang / oposisi dari
masyarakat dan munculnya keresahan. Sikap oposisi ini secara rasional
akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan dan taraf
hidup mereka, sehingga sangat penting untuk mempertimbangkan dampak
ini dan mengambil langkah-langkah aktif untuk menghindarinya.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Nama Tempat : TPA Regional Payakumbuh
Hari/Tanggal : Jumat,25 Maret 2022
Waktu : 11.30 - 14.00 WIB
Lokasi : Payakumbuh
Materi :Daerah Pelayanan TPA Regional
Kelompok :2

3.2 Profil TPA Regional Payakumbuh


Nama : TPA Regional Payakumbuh
Sistem Pengelolaan : Sanitary Landfill
Luas (Ha) :16,76 Ha, terpakai ± 8 Ha,
Sel Landfill = 2,6 Ha
Topografi : Lembah berbukit-bukit
Wilayah Pelayanan : 4 Kabupaten/kota ( kota payakumbuh,
Kota bukittinggi, kab. Limapuluh kota,
sebagian wilayah kab. Agam
Rencana Volume Sampah (m3/tahun): ± 60.000 m3
Rencana Volume Maksimal (m3): 400.000 m3 (untuk 1 sel landfill)
Masa operasional :2012 Payakumbuh, 2013
2016 oleh UPTD di Dinas Prasjal Tarkim

29
Prov. Sumbar,2017 oleh UPTD Dinas Perki
mtan Prov. Sumbar, Tahun 2018
sekarang oleh UPTD
Persampahan Dinas LH Prov. Sumbar
Masa pakai : 7 tahun (untuk 1 sel landfill)
Lokasi :Kelurahan Kapalo Koto, Kec. Payakumbuh
Selatan
Jarak dengan perumahan/permukiman terdekat: +1 km
Jarak dengan sungai atau badan air terdekat : +2 km
Izin Lingkungan : Persetujuan Sekretaris
Daerah Kota Payakumbuh
terhadap Dokumen Evaluasi Lingkungan Hi
dup (DELH)TPA Regional No. 660/18/
KLH-2011 tanggal 3 Oktober 2011
Status Tanah : Hibah dari Pemko
Payakumbuh ke Pemprov.
Sumbar Tahun 2018 seluas 13,8 Ha.
3.3 Sarana yang ada di TPA Regional Payukumbuh
a. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air
hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan
sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit
lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke
timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang
pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya.
Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran
limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan
sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona
penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA
juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di
atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup harus
dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.

30
b. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah
yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada
umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari
maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan
pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut
sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan
dapat dijalankan.
c. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang
terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan
ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun
dinding.
Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan
alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan,
dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang
relatif tinggi.
d. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan
metan dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat
sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses
pemanasan global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian
agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu
dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada
titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah
penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan
menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan
dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam
pemanasan global.
e. Fasilitas Pengamanan Lindi

31
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan
pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu
ditangani dengan baik.
Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas
pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran
pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara
otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada
mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan.
Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang
ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit
pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi
sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan cara pemompaan.
Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya:
penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering,
sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas
maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya
pengolahan air limbah.
f. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer,
excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda dalam operasionalnya.
Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi
kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi
penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat
efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam
kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer
atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat
berat tersebut.

32
3.4 Kuisioner Penilaian Terhadap TPA Regional Payakumbuh

DAFTAR KUESIONER

DALAM RANGKA KEGIATAN PEMANTAUAN DAMPAK


LINGKUNGAN TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH

I. Lokasi TPA
- Desa / Jalan : Kapalo Koto Ampangan
- Kecamatan : Payakumbuh Selatan
- Kab. /Kota : Payakumbuh
1. Berapa jarak lokasi TPA dengan permukiman terdekat? 2 Km
2. Berapa jarak lokasi TPA dengan sumber air yang dipergunakan
penduduk? 2 Km
3. Berapa jarak lokasi TPA dari pusat kota? 6 Km
4. Berapa jarak lokasi TPA dengan tepi jalan besar ? 2 Meter
II. Sarana dan Prasarana Lokasi TPA
1. Apakah ada peralatan untuk pengolahan sampah (alat berat)? Ada
2. Adakah peralatan PPPK di kantor TPA? Ada
3. Apakah ada pipa gas untuk menampung gas-gas yang dikeluarkan
oleh tumpukan sampah? Ada
4. Apakah ada sumur kontrol di lokasi TPA? 1 buah
5. Adakah sarana pembuatan kompos di lokasi TPA? Ada
6. Adakah pohon pelindung di sekitar lokasi TPA? Ada
III. Pengambilan Sampel
1. Pernahkah dilakukan pengambilan / pemeriksaan sampel air
terhadap sumber air bersih disekitar lokasi TPA?
(Ya/Tidak)
2. Bila Ya, parameter apa saja yang menonjol (Parameter kimia)? BOD,
COD, dan N
3. Pernahkah dilakukan pemeriksaan sampel air di laboratorium
dari sumur kontrol di lokasi TPA? (Ya/Tidak)
4. Bila Ya, parameter apa saja yang menonjol? BOD, COD, dan N
IV. Lalat

33
1. Berapa kali pengukuran angka kepadatan lalat dalam satu tahun ? -
2. Berapa angka kepadatan lalat rata-rata ? -
3. Berapa kali frekwensi penyemprotan lalat dalam 1 (satu) tahun?
Tidak dilakukan lagi karena tidak efektif
V. Lain-lain
1. Jenis sarana air bersih yang dikonsumsi penduduk di sekitar lokasi
TPA? Sumur bor
2. Jenis penyakit apa saja yang menonjol di sekitar TPA? Berdasarkan
data puskesmas tidak ada
3. Metode apa saja yang digunakan dalam sistem pengelolaan sampah di
lokasi TPA tersebut? Controlled Landfill
4. Apakah ada sistem pengolahan terhadap lindi yang dikeluarkan
tumpukan sampah? A d a
5. Dimana tempat tinggal pengelola TPA? ±2 Km dari TPA Regional
Payakumbuh

Petugas

( ................................ )

34
FORMULIR PENGAWASAN
TEMPAT PEMBUANGAN
SAMPAH (TPA)

LOKASI : TPA Regional Payakumbuh KAB./KOTA : Kota Payakumbuh

N ITEM HASIL KET.


O PENGAWAS
AN
1 TEKNIK PENGELOLAAN SAMPAH 1 Baik
Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10

2 LETAK LOKASI TERHADAP


A. Pemukiman
3 Sedang
Baik : 1 Sedang : 3 Buruk :
10

1 Baik
B. Sumber Air Bersih

Baik : 1 Sedang : 2 Buruk :


6 Sedang
2
C. Sungai/Pantai

Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 6

35
3 PENGOLAHAN SAMPAH
A. Penyebaran dan Pemadatan
1 Baik
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk :
6
Baik
1
B. Penutupan dengan tanah

Baik : 1 Sedang : 2 Buruk :


6 1 Baik
C. Penanganan terhadap sampah
khusus/sampah toksik/bahan
buangan berbahaya

Baik : 1 Sedang : 3 Buruk :


10

4 TERSEDIANYA SARANA &


FASILITAS KERJA
A. Alat keselamatan kerja 2 Sedang

Baik : 1 Sedang : 2 Buruk :


6
1 Baik

B. Alat pemadam kebakaran

Baik : 1 Sedang : 2 Buruk :


6

36
5 PENCEMARAN LINGKUNGAN
A. Masalah bau
2 Sedang
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk :
8

2 Sedang
B. Masalah asap

Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 3 Sedang


8
C. Sumber air bersih 1 Baik

Baik : 1 Sedang : 3 Buruk :


10
D. Pengaliran air dan lindi

Baik : 1 Sedang : 3 Buruk :


10
6 TINGKAT KEPADATAN VEKTOR
A. Lalat
3 Sedang
Baik : 1 Sedang : 3 Buruk :
10

3 Sedang
B. Tikus

Baik : 1 Sedang : 3 Buruk :


10
TOTAL NILAI 27

KESIMPULAN : SEDANG

37
Catatan : BAIK=1-18 ; SEDANG=19-59 ; BURUK=60-124

Petugas

( ................................ )

38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
TPA (Tempat Pemprosesan Akhir) Regional Payakumbuh terletak di
Kelurahan Kapalo Koto, Kecamatan Payakumbuh Selatan. Awalnya TPA
Regional ini direncanakan akan dibangun di Baso, Kabupaten Agam. Akan tetapi
lokasi ini tidak layak secara teknis sehingga dipindahkan ke Payakumbuh dengan
lahan seluas 8 Ha dari 17 Ha lahan dari Pemerintahan Kota Payakumbuh yang
sudah direncanakan untuk lahan TPA. Jarak lokasi TPA dengan permukiman
terdekat yaitu 100 meter, jarak TPA dengan sumber air yang dipergunakan
penduduk 50 meter, jarak lokasi TPA dari pusat kota 4 km dan jarak lokasi TPA
dengan tepi jalan besar yaitu 3 km. Pengoperasian TPA Regional ini mulai
dilakukan sejak Januari 2013. Sebelumnya pengoperasian TPA telah dilakukan
oleh Pemerintahan Kota Payakumbuh, akan tetapi tidak sesuai dngan prosedur
karena kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM).
Pembangunan TPA Regional ini dilaksanakan mulai tahun 2009 hingga
2012 dengan bantuan dana dari APBN, APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten/Kota. Periode desain TPA ini yaitu 20 tahun dengan melakukan
proses pemilahan sampah terlebih dahulu lalu penimbangan. Akan tetapi, sampah
yang masuk ke TPA masih belum dipilah. Mengacu kepada UU no 18 tahun
2008, yaitu setiap pemerintahan kota/ kabupaten dilarang untuk melakukan
sistem pemrosesan sampah secara open dumping, sehingga TPA Regional
Payakumbuh melakukan sistem operasional sanitary landfill dengan penimbunan
dilakukan setiap hari 2 kali. Alat yang digunakan pada saat kunjungan lapangan
yaitu excavator yang digunakan untuk menggaruk sampah dan bulldozer
fungsinya memadatkan dan meratakan sampah
TPA Regional ini melayani empat kabupaten kota yang ada di Sumatera
Barat, meliputi Kota Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota
Bukitinggi, dan , Kabupaten Agam. TPA ini setiap harinya menerima 250 ton,

39
sampah yang paling banyak berasal dari kota Bukittinggi yaitu sebanyak 100
ton/hari.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 13 april
2019 di TPA Regional Payakumbuh , sampah yang ada di TPA ini datang dari
daerah sekitar Bukittinggi dan Payakumbuh. Sampah di TPA sebelum di buang
di kelompokkan terlebih dahulu sebelum diproses. Jenis sampah yang ada di
TPA Regional Payakumbuh yaitu sampah organic, sampah anorganic, sampah
rumah tangga, dan sampah non B3.

Instrumen Pengumpulan Data Kunjungan TPA Payakumbuh


Daerah pelayanan TPA Regional
No Parameter Keterangan

1. Bagaimana keselamatan truk Pakai penutup dan sampah tidak


pengangkut sampah (pakai tercecer
penutup/tidak), jika pakai pentup
apakah sampah masih tercecer
atau tidak

2. Apakah membayar/tidak ( biaya Tidak dibayar secara langsung,


restribusi) tetapi setelah sampah diantar oleh
petugas dan di catat maka akan di
beri slip pembayaran dan akan
dibayar oleh pemerintah kota.

3. Apakah semua sampah sudah Lebih kurang sudah hampir semua


terangkut ke TPA,jika sudah terangkut ke TPA, volume
berapa volume timbulan sampah timbulan sampah masyarakat rata
masyarakat yang ada di TPA rata 200 (m3/h)

4. Apakah daerah TPA memiliki area Di sebelah kanan lokasi TPA ada
pembatas bukit, tetapi dibagian bawah belum
ada dan secara langsung berbatasan
40
dengan permukiman.

5. Berapa truk masing-masing 80 truk/hari


digunakan setiap harinya

6. Jam berapa operasional truk dalam Jam 08.00 - 17.00 WIB


pengangkutan sampah

8. Apa jenis sampah dominan yang Sampah non B3 dan sampah rumah
ada di TPA tangga

9. Bagaimana kondisi jalan dan Kondisi jalan dan tanjakan naik


tanjakan dan turun dalam kondisi baik

10. Bagiamana jalan masuknya truk Truk sampah melalui daerah


pemukiman berkepadatan sedang

Jadi, TPA Regional Payukumbuh memiliki system operasional yang baik,baik


itu dari segi truk pengangut maupun alat berat yang bekerja di TPA Regional
Payukumbuh tersebut.
TPA Regional Payukumbuh memiliki posisi jauh dari padatan penduduk sehingga
kecil kemungkinan untuk menduduk mendapatkan dampak buruk dari TPA Regional
Payukumbuh.
4.2 Pembahasan

4.2.1 Timbunan Sampah

Sampah yang dihasilkan terdiri dari berbagai jenis sampah, seperti


sampah makanan, sampah dapur dan lainnya dengan total sampah yang masuk adalah
250 ton/ hari. Proses penimbunan sampah ini terlebih dahulu melakukan pemilahan
sampah organik dan anorgaik, sampah organik akan dijual ke petani sebagai pupuk
kompos sedangkan sampah anorganik dimasukkan kedalam tempat pemrosesan akhir
dengan dipadatkan, diratakan dan ditimbun sebanyak 2 kali.
41
4.2.2 Kondisi Eksisting TPA Regional Payakumbuh

a. Operasional TPA

TPA regional Payakumbuh menggunakan metode pengelolaan landfill.


Pertama truk sampah mengangkut sampah yg telah penuh dari TPS. Sesampainya di
TPA truk sampah ditimbang terlebih dahulu, setelah itu truk langsung membawa
menuju ke tempat penimbunan sampah, selanjutnya truk menuju tenpat pencucian
truk dan lalu timbang kembali truk sebelum keluar dari TPA.

TPA regional Payakumbuh ini melayani 4 kabupaten kota yaitu Bukuttinggi,


Agam, Payakumbuh dan Lima Puluh Kota.. TPA Regional ini beroperasi selama 15
jam dari jam 07.30 – 22.00 WIB. Sampah yang masuk akan ditimbang terlebih
dahulu, kemudian sampah dibawa ke landfill untuk di buang. Setelah itu truk yang
kosong kembali ditimbang untuk mengetahui berat truk sehingga dapat dihitung berat
sampah yang masuk. Kemudian sampah akan diurug setiap hari dengan menggunakan
tanah yang berasal dari bukit khusus sebagai penutup lahan. Terdapat 13 orang
pekerja, termasuk security di TPA ini. Pekerja diberi atribut lengkap sehingga dapat
membedakanya dengan tamu atau orang lain. Masyarakat yang akan mengambil lindi
diwajibkan untk melapor di pos jaga yang berada di pintu masuk TPA.

Gambar 4.22 Bagan Alur Sampah TPA Regional Payakumbuh


c. Kontruksi TPA

42
Pembangunan TPA regional Payakumbuh ini meliputi beberapa material
seperti beton, bata, pasir pada pembangunan gedung seperti kantor di sekitar TPA
serta tempat dilakukannya penimbangan dan penyimpanan alat-alat berat untuk
operasional. Selain itu pada landfill digunakan lapisan geomembran yang dikenal
dengan Flexible Membrane Liner (FML). Jenis liner ini dibuat dari bermacam-macam
material plastik termasuk polyvinyl chloride (PVC) dan high density polyethylene
(HDPE). Jenis liner ini tahan terhadap sejumlah besar bahan kimia dan kedap air
(impermeable). Di Ohio, HDPE geomembran harus memiliki ketebalan minimimal
15 mm untuk landfill sampah kota. Geomembran dan geokomposit digunakan sebagai
lapisan penghalang untuk mencegah masuknya lindi ke dalam air tanah.

Salah satu jenis geomembran yang banyak digunakan adalah Carbofol.


Carbofol merupakan jenis geomembran yang terbuat dari HDPE dan diproduksi
dengan beragam ketebalan lapisan, yaitu 1,5 mm – 3 mm. Carbofol biasanya
digunakan sebagai pelapis dasar untuk melindungi air tanah dari kontaminasi
pencemar. Untuk melindungi air tanah biasanya digunakan Carbofol dengan
ketebalan 1,5 mm bahkan lebih tipis lagi. Carbofol ini tahan lama, dan tahan terhadap
zat-zat kimia serta radiasi sinar – UV. Jenis Carbofol dengan permukaan seperti kaca
memiliki kelebihan karena dapat memperlihatkan kebocoran yang terjadi sehingga
dapat dilakukan perbaikan dengan segera. Selain itu Carbofol juga mudah, cepat, dan
efisien dalam pemasangan.

d. Instalasi Pengolahan Lindi TPA


Instalasi pengolahan air lindi di TPA regional Payakumbuh ini meliputi kolam
pengumpul (Equalisasi), anaerobik, maturasi dan wetland.
1. Kolam Pengumpul
Kolam pengumpul pada IPL ini berguna untuk menampung air lindi yang
berasal dari landfill agar diolah selanjutnya di IPL. Sehingga meminimalisasi
terjadinya pencemaran langsung air lindi pada badan air.
2 Kolan anaerobik

43
Pengolahan dengan sistem anaerobik dilakukan pada kondisi tanpa
kehadiran oksigen atau dengan kondisi oksigen dapat diabaikan. Sistem
pengolahan anaerob menghasilkan produk akhir berupa CO2 dan CH4, penguraian
secara anaerob dapat mereduksi BOD 50-90% (Winarto, 1986). Dalam proses ini
dapat terbentuk H2S, NH3, dan CH4 yang menyebabkan bau busuk. Proses
anaerobik berjalan lebih lambat daripada proses aerob, karena pada proses anaerob
terbentuk senyawa antar lain asam asetat atau asam lemak, sedangkan pada proses
aerob bahan organik terurai sempurna menjadi CO2 dan H2O.
3 Kolam maturasi (Aerobic)
Fungsi utama kolam maturasi adalah untuk merombak “sludge” disamping
itu juga untuk menentukan kualitas effluen pada tingkat akhir. Kolam maturasi
seluruhnya bersifat aerob dan dapat dipertahankan sampai kedalaman 3 meter.
Pada dua seri kolam maturasi masing-masing mempunyai kisaran waktu 7 hari.
Waktu tersebut dibutuhkan untuk menurunkan BOD menjadi 25% .
4 Kolam wet land
Constructed wetland merupakan suatu rawa buatan yang di buat untuk
mengolah air limbah domestik, untuk aliran air hujan dan mengolah lindi
(leachate) atau sebagai tempat hidup habitat liar lainnya.Di TPA ini pada
kolam wetland di masukkan/ ditanam eceng gondok yang bekerja untuk
mengurangi zat-zat pencemar yang ada. Pengolahan lindi terjadi ketika air
lindi melewati akar tanaman, kemudian air lindi akan diserap oleh akar
tanaman dengan bantuan bakteri

Gambar 4.2.2 Denah Instalasi Pengolahan Lindi TPA Regional Payakumbuh

44
4.2.3 Permasalahan di TPA Regional Payakumbuh

1. Aspek Pembiayaan
Salah satu permasalahan yang paling besar di TPA ini adalah dalam
pembiayaan, dimana dalam pengoperasian TPA ini memerlukan biaya yang
cukup tinggi sehingga operasional TPA ini terganggu karena kekurangan
biaya.
2. Aspek Peran Serta Masyarakat
Untuk peran masyarakat itu sendiri jika dilihat dari jumlah sampah
yang masuk ke TPA ini, dapat disimpulkan bahwa masyarakat kurang
berperan aktif dalam pengelolaan sampah ini, hal tersebut dapat dilihat bahwa
masyarakat tidak melakukan pemilahan terlebih dahulu di sumber untuk
mereduksi jumlah sampah yang masuk ke TPA, sehingga sampah yang masuk
ke TPA masih tercampur.
4.2.4 Rekomendasi Perbaikan

Berdasarkan permasalah di atas maka dapat diberikan beberapa


rekomendasi untuk perbaikan pengoperasian di TPA Regional Payakumbuh,
antara lain:

1. Untuk pemerintah dan lembaga terkait agar dapat mendukung kelancaran


dari pengoperasian TPA Regional Payakumbuh ini

2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam


pengelolaan sampah sehingga jumlah sampah yang masuk ke TPA
berkurang

Dari praktikum yang telah dilaksanakan di TPA Regional Payakumbuh di


dapatkan data volume timbulan di masyarakat : Wilayah TPA regional
payakumbuh terdiri atas kota Bukittinggi, kabupaten Agam, kabupaten Lima
puluh kota dan kota payakumbuh. Volume timbulan rata-rata perhari sampah
yang masuk ke TPA regional payakumbuh adalah rata-rata 200 (m3/h)

45
No Nama kota Jumlah jiwa Jumlah Volume
keseluruhan timbulan perhari

1. 117.097 jiwa 21,51 (m3/h)


Kota bukittinggi
2. 476.881 jiwa 87,62 (m3/h)
Kabupaten agam
3. 366.668 jiwa 67,37 (m3/h)
Kab. Lima puluh kota
4. 127.826 jiwa 23,48 (m3/h)
Kota payakumbuh

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
46
Dari praktikum yang telah dilaksanakan di TPA Regional Payakumbuh
dapat disimpulakan bahwa pada TPA Regional Payakumbuh truk penganggkut
sampahnya sudah mengggunakan penutup yang bertujuan agar sampah yang
dibawa tidak tercecer. Pada TPA Regional Payakumbuh biaya restribusi tidak
dibayar secara langsung melainkan setelah sampah diantar oleh petugas dan di
catat maka akan di beri slip pembayaran dan akan dibayar oleh pemerintah kota.

TPA regional Payakumbuh menggunakan metode pengelolaan landfill.


Pertama truk sampah mengangkut sampah yg telah penuh dari TPS.
Sesampainya di TPA truk sampah ditimbang terlebih dahulu, setelah itu truk
langsung membawa menuju ke tempat penimbunan sampah, selanjutnya truk
menuju tenpat pencucian truk dan lalu timbang kembali truk sebelum keluar dari
TPA.

Semua sampah yang berasal dari wilayah regional TPA lebih kurang
sudah hampir semua terangkut ke TPA, dan diketahui bahwa volume timbulan
sampah masyarakat rata rata 220 ton/hari. Di TPA Regional Payakumbuh sudah
memiliki araea pembatas yang terletak di sebelah kanan lokasi TPA dan ada
bukit, tetapi dibagian bawah belum ada dan secara langsung berbatasan dengan
permukiman.

Setiap hari biasanya sekitar 80 truk yang digunakan untuk mengangkut


sampah yang mulai beroperasional dari pukul 08.00 - 17.00 WIB. Jenis sampah
dominan yang ada di TPA Regional Payakumbuh yaitu sampah rumah tangga
dan sampah non B3. Jalan masuknya truk pengangkut sampah di TPA Regional
Payakumbuh melalui daerah pemukiman berkepadatan sedang dan kondisi jalan
dan tanjakan yang dilalui truk menuju ke TPA naik turun dengan kondisi baik.

5.2 Saran

a. Untuk TPA Regional Payukumbuh

47
Untuk lebih meningkatkan upaya pengelolaan dampak disekitar lokasi
TPA akibat Kegiatan pengelolaan sampah di TPA Regional payukumbuh serta
untuk lebih melakukaan pengadaan teknologi di TPA Regional Payukumbuh,
supaya TPA Regional dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

b. Untuk Mahasiswa

Sebaiknya mahasiwa mampu melakukan pengamatan di TPA Regional


Payukumbuh dengan baik dan benar sesuai dengan persyaratan sehingga hasil
yang didapatkan sesuai dengan ketentuan TPA yang ada.

48
DAFTAR PUSTAKA

Kompas, (10 Januari 2004), Sampah Dan


Pemerintah. http://www.kompas.com

Wardhana, Wisnu Arya, (1995), Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi


Offset,Yogyakarta.

Supardi, I. 1994. LINGKUNGAN HIDUP dan KELESTARIANNYA.


Bandung: Alumni.

Sumaatmadja, H Nursid. 2000. Manusia dalam Konteks Sosial Budaya


dan Lingkungan Hidup. Bandung: CV Alfabet.

Bapedalda Provinsi Bali dan PPLH UNUD. 2005. Status Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Bali. Denpasar.

PPLH UNUD. 2007. Kajian Sosial Kemasyarakatan Model Pengelolaan


Sampah Di Lingkungan Pemukiman Perkotaan Di Provinsi Bali.
Laporan Penelitian Kerjasama PPLH UNUD dengan PUSREG Bali-
Nusra. Denpasar.

Wahyu W., L.G. 2008. Studi Kualitas Hasil dan Efektivitas Pengomposan
Secara Konvensional Versus Modern di TPA Temesi- Gianyar Bali.
Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Denpasar.

http://www.jala-sampah.or.id/index.htm.

http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/peng_sampah_info/

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah


LAMPIRAN

No Keterangan Gambar
1. Lokasi pemprosesan
sampah

2. Tempat pengolahan air lindi


(IPAL)
3. Lokasi disekitar TPA

Anda mungkin juga menyukai