Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENGELOLAAN SAMPAH

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN


TPA REGIONAL PAYAKUMBUH

Oleh :

Annisa Asafitri Delica (201110042)


Batrisyia Nazifah Irhad (201110045)
Marisya Rama Ningrum (201110058)
Nada Fauziatul Husnah (201110062)
Putri Handayani (201110067)
Rika Nurta Saputri (201110071)

Riri Septiara (201110073)


Sahrul Fauzy (201110074)
Sylvi Amalia (201110077)

Dosen Pembimbing :
Dr. Muchin Riviwanto, SKM, M.Si
Mukhlis, MT

Instruktur :
Ihsan Surya,S.ST

PRODI D-III SANITASI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Berdasarkan praktikum Pengelolaan sampah yang dilaksanakan pada hari Jum’at, 25
Maret 2022 , di TPA Ragional Payukumbuh telah diperiksa dan disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Instruktur

Dr. Muchsin Riviwanto, SKM, M.Si Ihsan Surya,S.ST


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunia-nya
kelompok dapat menyelesaikan laporan praktikum Pengelolaan Sampah tentang “TPA Ragional
Payukumbuh” ini tepat pada waktunya.
Kelompok mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu :
1. Dr. Muchsin Riviwanto, SKM, M.Si
2. Mukhlis, MT
selaku dosen pengelolaan sampah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kelompok tekuni ini dalam
menyelesaikan laporan praktikum Pengelolaan Sampah dan terimakasih kelompok ucapkan
kepada instruktur Ihsan Surya,ST serta teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan.
Dengan disusunnya laporan ini, semoga dapat memberikan manfaat dan pengetahuan kepada
para pembaca umumnya, dan bagi kelompok khususnya. Kelompok menyadari laporan ini masih
jauh dari sempurna, oleh karenanya kelompok mengharapkan ada kritik dan saran yang
membangun.

Padang,27 Maret 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR .....................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................

C. Tujuan .....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian Sampah ...................................................................................................

B.Jenis-Jenis Sampah....................................................................................................

C.Pengelolaan Sampah..................................................................................................

D.Penerapan Konsep 3R................................................................................................

E.Tempat Pembuangan Akhir (Landfilling) .................................................................

F.Komposting……………………………………………………………………….

G.Timbulan Sampah…………………………………………………………………

H.Kriteria Kelayakan Pemilihan tempat pembuangan akhir (TPA)…………………

I.Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Masalah Sampah……………………………....

BAB III HASIL KEGIATAN PRAKTIK LAPANGAN

A.Waktu Dan tempat………………………………………………………………..

B.Profil TPA Regional payukumbuh ............................................................................

BAB IV HASIL DAN PERMASALAHAN

A.Hasil………………………………………………………………………………

B.Pembahasan……………………………………………………………………........

Kesehatan Udara di Lingkungan Rumah Sakit ...................................................................


BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................

B. Saran ...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik dianggap
tidak berguna lagi dan harus dikelola supaya tidak membahayakan bagi lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan (Budi Utomo dan Sulastoro, 1999). Kehadiran sampah
kota merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola kota,
terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Keberadaan sampah tidak
diinginkan bila dihubungkan dengan faktor kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan
keindahan (estetika). Tumpukan onggokan sampah yang mengganggu kesehatan dan
keindahan lingkungan merupakan jenis pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi
lingkungan yang bersifat sosial (R. Bintarto, 1983:57). Selain dikarenakan jumlah penduduk
yang meningkat, volume produksi sampah kian hari semakin bertambah seiring dengan
tingginya aktivitas/ kegiatan manusia yang berlangsung didalam kota tersebut. Bank Dunia
mencatat produksi sampah perkotaan Indonesia mencapai 10 juta per tahun. Penanganan
masalah sampah di kota-kota perlu mendapatkan perhatian serius, hal ini merupakan salah
satu wujud pelestarian lingkungan. Persoalan sampah yang sering ditemui di jalan-jalan,
selokan dan kanal drainase serta sulitnya penentuan lokasi Tempat Pemprosesan Akhir
(TPA) sampah merupakan tantangan dalam pelaksanaan konsep menjaga kelestarian
lingkungan agar seimbang danselaras.
Sampah, sampai saat ini merupakan persoalan nasional yang belum memiliki pemecahan
optimal bahkan cenderung menjadi masalah yang tetaplah menjadi masalah setiap tahunnya.
Penanganan dan pengelolaan sampah masih lemah, salah satunya dikarenakan kebijakan atau
program pengelolaannya yang kurang terintegrasi serta kurangnya dukungan dan peran serta
masyarakat (baik dunia usaha maupun masyarakat umum).
Menangani sampah memang persoalan yang tidak mudah, semakin meningkatnya jumlah
penduduk dibarengi dengan semakin tingginya tingkat konsumsi tidak sebanding dengan
ketersediaan TPA untuk menampungnya, SDM SKPD yang menangani kebersihan,
terbatasnya fasilitas pendukung pengelolaan sampah, serta konsep pengelolaan sampah yang
masih konvensional, hingga sampai kepada masalah sosial yang ditimbulkan dari sampah
(seperti, bau yang menyengat, air limbah sampah yang mencemari sungai, terganggunya
kesehatan, serta rendahnya keaktifan masyarakat untuk mematuhi ketentuan pembuangan
sampah). Pengelolaan sampah dalam UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
diartikan sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Salah satu pilar pelaksanaan tata kepemerintahan yang baik (good governance) adalah
komitmen pada lingkungan hidup, yang berarti diperlukan penanganan pengelolaan sampah
yang tetap berasaskan pada kelestarian lingkungan hidup, serta dampak negatif yang
ditimbulkannya terhadap lingkungan hidup diupayakan seminimal mungkin. Pemerintah
daerah sebenarnya telah berupaya untuk melakukan pengelolaan sampah diwilayahnya
melalui instansi pelaksana dibidang kebersihan, namun pengelolaan tersebut masih
menggunakan cara-cara yang konvensional serta dilaksanakan tanpa melakukan integrasi
pengelolaan yang komprehensif.
Di dalam governance terdapat tiga komponen atau pilar yang terlibat. Pertama, public
governance yang merujuk pada lembaga pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai tata
kepemerintahan yang baik di lembaga-lembaga pemerintahan. Kedua, corporate governance
yang merujuk pada dunia usaha swasta, sehingga dapat diartikan sebagai tata kelola
perusahaan yang baik. Ketiga, civil society atau masyarakat luas. Idealnya, hubungan antar
ketiga komponen (lembaga kepemerintahan, dunia usaha, dan masyarakat) di atas harus
dalam posisi seimbang, sinergis dan saling mengawasi atau checks and balances. Jika
dikaitkan dengan kepedulian terhadap lingkungan, maka ketiga komponen tersebut haruslah
memiliki pola pikir yang sama terhadap pengelolaannya yang efektif.
Sampah adalah barang buangan. Sampah adalah materi sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses yang merupakan konsep buatan manusia. Sampah merupakan
masalah bagi orang di seluruh dunia ini karena sampah merupakan suatu barang yg tidak
terpakai lagi. Seiring dengan semakin tingginya populasi manusia, maka produksi sampah
juga akan semakin tinggi. Hal itu tidak bisa dielakkan.
Sampah sebagai materi sisa jelas sudah tidak dibutuhkan lagi dan tidak memiliki nilai
ekonomi, sedangkan kesadara masyarakat sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya
juga masih rendah. Masalah lainnya dari sampah adalah penanganan sampah. Selama ini
sampah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan pemerintah sendiri
kekurangan dana, teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengangan sampah itu sendiri.
Biaya retribusi yg selama ini di bayar oleh masyarakat diakuin oleh pemerintah hanya
menutupi 10% dari biaya penanganan sampah. Tempat pembuangan sampah (TPS) dan
tempat pemprosesan akhir (TPA) serta tong-tong sampah selama ini selalu di tolak
keberadaannya oleh masyarakat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagimana cara pemprosesan akhir sampah di TPA Regional
Payukumbuh
1.1.1 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat memahami maksud dari pengertian TPA


b. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari TPA Regional Payukumbuh
c. Mahasiswa dapat mengetahui dampak yang disebabkan oleh sampah yang ada di
TPA Regional payukumbuh
d. Mahasiswa dapat mengetahui volume timbulan sampah di TPA Regional
payukumbuh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud
biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembuatan
manufaktur atau materi berlebihan atau ditolak atau dibuang. (Kamus Istilah Lingkungan, 1994).
Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat, baik berupa zat organik
maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak terurai dan dianggap sudah tidak
berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan. (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003).
Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan sampah atau bahan
buangan. Sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat
organik, kecuali sampah yang berasal dari aktifitas manusia yang dapat bersifat organik maupun
anorganik. Contoh sampah organik adalah sisa-sisa bahan makanan yang berasal dari tumbuhan
atau hewan, kertas, kayu, bambu dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik misalnya plastik,
logam, gelas-gelas bekas minuman dan karet. Tempat penampungan sampah yang disebut
dengan Tempat Pembuangan Akhir sebaiknya pewadahan sampah dilakukan pemilihan-
pemilihan berdasarkan sifat dan jenisnya untuk macam buangan organik dan anorganik. Ini dapat
bermanfaat untuk proses daur ulang bahan buangan sehingga menjadi bermanfaat.

2.1 Jenis-jenis Sampah


Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut
menjadi kompos.
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik,
wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman,
kaleng, kayu dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau
sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah
anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol
dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS,
maupun karton.
A. Menurut UU Nomor 18 tahun 2008 pasal 2 ayat 1 Sampah yang dikelola terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik
Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.Sampah sejenis sampah
rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
Sedangkan sampah spesifik meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodic
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri
atas menurut UU No 18 Tahun 2008 pasal 19
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
Pengurangan sampah meliputi kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
Penanganan sampah meliputi kegiatan:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah
ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
B.Berdasarkan Sumbernya

Berdasarkan sumbernya sampah dibedakan atas:

1. Sampah alam
2. Sampah manusia
3. Sampah konsumsi
4. Sampah nuklir
5. Sampah industry
6. Sampah pertambangan

C.Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya sampah dibedakan oleh:

1. Sampah organik - dapat diurai (degradable)


2. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

D.Berdasarkan bentuknya

Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan
dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai:

1) Sampah Padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan
sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik,
metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari
barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas,
potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput
pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi
menjadi:

1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi
baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan
perkebunan.
2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat
dibagi lagi menjadi:
3. Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai
secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
4. Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau
diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
2) Sampah Cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan
kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

1. Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen
yang berbahaya.
2. Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat
cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.
3. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan
dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai
emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri
(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi.
Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah
sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.Untuk mencegah sampah cair adalah
pabrik pabrik tidak membuang limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.

3) Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur


ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar
kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di
lingkungan pemukiman.

4) Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan
terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat
menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana
perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan
utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah
manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah
perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan
dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air
5) Sampah Konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna


barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini
adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah
kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari
proses pertambangan dan industri.

6) Limbah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan
uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh
karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk
melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar
laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).

2.3 Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah menurut undang-undang No 18 Tahun 2008 adalah kegiatan
sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pengurangan sampah berdasarkan pasal 20 undang-undang No 18 Tahun 2008
meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendaur ulang sampah dan pemanfataan
kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah berdasarkan pasal 22 undang-undang No
18 Tahun 2008 meliputi:
1. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah,
2. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah
ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,
3. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir,
4. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah,
5. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
a. Pola pemilahan

Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak pada


pemilahan. Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi sulit, mahal dan beresiko tinggi
mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.Pemilahan adalah memisahkan
antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang lainnya. Minimal pemilahan menjadi dua
jenis: sampah organik dan non organik. Sebab sampah organik yang menginap satu hari
saja sudah dapat menimbulkan bau, namun tidak demikian halnya dengan sampah non
organik (www.esp.or.id)
Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap pilihan
memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan kondisi lingkungan
dan kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya pemilahan di lokasi yang telah
melakukan program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut (www.esp.or.id)
Gambar 2.8 Diagram Pewadahan Sampah Untuk Mempermudah Pemilahan.

Pemilahan sampah non organik yang dapat didaur ulang kemudian di tindak
lanjuti untuk dijual agar dapat mendatangkan keuntungan ekonomi.

Gambar 2.9 Urutan Dari Kiri Ke Kanan Pengumpulan Sampah Non-Organik Untuk Dijual

1. Model 1: Pemilahan Oleh Rumah Tangga


Pemilahan paling baik dilakukan mulai dari sumbernya, yaitu rumah tangga. Setiap
anggota keluarga baik ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya memiliki tanggung
jawab yang sama dalam pemilahan di rumah tangga (www.esp.or.id)
2. Model 2: Pemilahan Oleh Petugas (Tingkat Komunal)
Jika pemilahan di rumah sulit dan perlu waktu lama untuk diterapkan, sedangkan di
wilayah RT atau RW tersedia area yang cukup luas, maka model yang kedua ini cocok
diterapkan (www.esp.or.id)
b. Pola Pengumpulan Pertama (Dari Rumah Ke TPS)

Pengumpulan pertama umumnya didukung oleh prasarana yang terdiri dari


pewadahan dan gerobak pengangkut. Bentuk, ukuran dan bahan prasarana pendukung ini
sangat bervariasi. Prinsipnya, pewadahan sampah yang ditempatkan di area terbuka harus
dilengkapi dengan penutup agar air hujan tidak masuk. Tong atau bak sampah juga perlu
mempertimbangkan kemudahan bagi petugas sampah untuk mengeluarkan sampah dan
memindahkannya ke dalam gerobak sampah (www.esp.or.id)

c. Pola Penanganan Sampah di TPS

Penanganan sampah di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) adalah kewenangan


pemerintah daerah. Namun agar sistem pengelolaan sampah di masyarakat dapat bersinergi
dengan sistem lanjutannya, pengetahuan tentang penanganan sampah di TPS sangat penting
(www.esp.or.id)

Gambar 2.10 Penanganan sampah di rumah, TPS, dan TPA.


Sumber : www.esp.or.id
Keterangan:
1. Sampah dihasilkan dari rumah
2. Tukang sampah mengumpulkan sampah di gerobak
3. Tukang sampah memindahkan sampah dari gerobak ke TPS
4. Sampah dipindahkan dari TPS ke truk oleh petugas pengangkut truk Dinas Kebersihan
5. Sampah dari truk ditimbun di TPA
Masalah teknis yang sering timbul di TPS umumnya disebabkan oleh:
1. Ketidaksesuaian kapasitas TPS dengan jumlah sampah yang masuk, sehingga banyak
sampah yang tidak tertampung dan berceceran.
2. Jadwal pengangkutan ke TPA yang tidak lancar, sehingga sampah terkadang harus
’menginap’ di TPS.
d. Pola Pengolahan

Pengolahan sampah adalah upaya yang sangat penting untuk mengurangi volume
sampah dan mengubah sampah menjadi material yang tidak berbahaya. Pengolahan dapat
dilakukan di sumber, di TPS, maupun di TPA. Prinsipnya adalah dilakukan setelah
pemilahan sampah dan sebelum penimbunan akhir, sehingga sering juga disebut
pengolahan antara (www.esp.or.id)
1. Pencacahan: pengolahan fisik dengan memotong/mengurangi ukuran sampah
agar lebih mudah diolah, misalnya untuk proses pengomposan rumah tangga
2. Pemadatan: pengolahan fisik dengan menambah densitas (kepadatan) sampah
agar volumenya berkurang, terutama untuk menghemat penggunaan truk untuk
pengangkutan sampah ke TPA.
3. Pengomposan/komposting: pengolahan sampah organik melalui pembusukan
(proses biologis) yang terkendali. Hasil yang diperoleh disebut kompos.
4. Daur ulang sampah non organik: pengolahan fisik dan kimia untuk mengubah
sampah non organik menjadi material baru yang dapat dimanfaatkan kembali.
Contoh: melelehkan plastik dan mencacahnya menjadi bijih plastik, membuat
bubur kertas untuk menjadikan kertas daur ulang, dan membuat kerajinan atau
hasta karya.
5. Pembakaran: pengolahan fisik dengan membakar sampah pada temperatur
tinggi (diatas 1000 derajat celcius). Pembakaran atau insinerasi sangat mahal dan
perlu teknologi tinggi agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan
manusia. Karena itu, insinerasi tidak cocok untuk tingkat RT atau RW, yang
jumlah sampahnya masih dibawah 120 ton per hari.
2.4 Penerapan Konsep 3R (Reduse, Reuse, Recycle)
Penerapan konsep 3R merupakan konsep yang hampir sama pada konsep pemilahan,
yaitu pengelolaan sampah pada sumbernya. Konsep ini adalah untuk mengurangi sampah ke
TPA dengan berbagai langkah langsung ke sumbernya, yaitu kegiatan rumah tangga.
Adapun cara yang dilakukan dengan konsep 3R ini adalah dengan melakukan reduse, reuse,
dan recycle.
1) Reduse (Mengurangi)
Reduse adalah salah satu dari konsep 3R yang berarti mengurangi. Maksud dari
konsep ini adalah mengurangi pemakaian barang dan mengurangi jumlah sampah. Cara
yang bisa dilakukan adalah dengan membawa tas saat ke pasar, mengurangi penggunaan
plastik, dan mencegah pemakaian styrofoam. Jadi reduse dapat dilaksanakan dengan
menggunakan barang yang tidak digunakan habis pakai sehingga mengurangi jumlah
sampah.
2) Reuse (Menggunakan Kembali)
Reuse adalah salah satu konsep dari 3R yang berarti menggunakan kembali atau
menggunakan ulang. Maksud dari pernyataan tersebut adalah kira jangan langsung
membuang barang yang digunakan begitu saja menjadi sampah. Misalnya penggunaan
kertas, kita bisa menggunkan kertas di sebaliknya. Kemudian penggunaa kantong-
kantong plastik dan penggunaan kembali botol-botol. Melakukan konsep reuse maka
diharapkan jumlah sampah akan menurun dan tidak terakumulasi di TPA.
3) Recycle (Mendaur Ulang)
Recycle adalah konsep 3R yang berarti mendaur ulang barang-barang yang sudah tidak
terpakai menjadi barang jenis baru yang dapat digunakan kembali. Contoh satu dari
kegiatan recycle ini adalah mendaur ulang sampah organik menjadi kompos dan
membuat berbagai macam aneka kerajinan menggunakan kertas bekas (bubur kertas),
bungkus makanan, serta botol bekas.
Kegiatan mendaur ulang ini sama seperti reuse dan recycle, yaitu berfungsi untuk
mengurangi jumlah sampah langsung dari sumbernya. Selain berfungsi untuk
mengurangi jumlah sampah, hasil daur ulang juga memiliki nilai ekonomi yang cukup
tinggi. Hasil daur ulang dapat dijual dengan keuntungan yang cukup menggiurkan karena
memiliki modal yang rendah yaitu berupa sampah.
2.5 Tempat Pembuangan Akhir (Landfilling)
Metode terakhir dalam pengelolaan dan pengolahan sampah adalah dengan cara
pembuangan akhir atau landfilling. Cara ini merupakan salah satu cara yang masih
banyak dilaksanakan di Indonesia, yang memiliki pengelolaan sampah yang kurang baik.
Metode ini di negara maju sudah mulai ditinggalkan, karena metode ini merupakan
langkah terakhir dalam pengelolaan sampah domestik apabila pemilahan dan prinsip 3R
tidak bisa dilaksanakan.
Pembuangan akhir bukan merupakan suatu pilihan yang baik dalam pengelolaan
sampah domestik. Pengelolaan sampah tipe dengan landifilling bukan solusi yang
berkelanjutan. Artinya metode ini tidak mampu menyelesaikan masalah sampah karena
timbul beberapa permasalahan baru. Adapun metode pengolahan pada pembuangan akhir

1. Metode Open Dumping (Timbunan Terbuka)

Metode open dumping merupakan metode penimbunan sampah tebuka. Metode


ini adalah penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasiteknologi yang memadai.
Metode ini memiliki akses yang sangat mudah dengan biaya yang sangat murah. Namun,
lokasi open dumping ini dilakukan di sembarang tempat. Karena tanpa perhitungan
teknologi, maka kapasitasnya sembarang,penutupan sampah dilakukan seadanya, dan
tidak memiliki batas dari timbunan terbuka tersebut.

Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi atau cairan yang timbul
akibat pembusukan sampah melalui kapiler-kapiler air dalam tanah hingga mencemari
sumber air tanah. Air lindi dampaknya lebih sering terjadi saat musim hujan. Efek
pencemaran bisa berakumulasi jangka panjang dan pemulihannya bisa membutuhkan
puluhan tahun. Metode ini sudah tidak populer karena selain sudah tidak akan
diperbolehkan lagi juga berpotensi pada pencemaran lingkungan. Selin itu, remedasi
tidak dilakukan sehingga kontaminan atau pencemarnya cukup tinggi.

2. Metode Controlled Landfill

Metode controlled landfill adalah tempat pembuangan sampah akhir yang


tertimbun dan terkontrol. Berbeda dengan metode oped dumping, metode ini lebih
mempertimbangkan aspek fisik dan teknologi yang ada. Lokasi mempertimbangkan
kondisi hidrologi dan geologi dan kapasitas sudah cukup dirancang dengan baik.

Metode ini juga telah memiliki pagar pada lokasi landfill. Selain itu, karakteristik
dari metode ini adalah terdapat penanganan lindi dan kompaksi sampah yang dilakukan
secara parsial. Manfaat yang diperoleh dari controlled landfill ini antara lain resiko
lingkungan yang lebih rendah, resiko banjir lebihkecil, perencanaan jangka panjang,
mudah diakses pemulung, dan dekomposisi aerobik sampah oleh organik. Kerugian dari
metode ini adalah terjadi pencemaran lingkungan, biaya yang lebih tinggi dibandingakan
open dumping, dan biaya perawatan mahal.

3. Metode Sanitary Landfill

Metode terakhir dalam Tempat Pembuangan Akhir adalah sanitary landfill.


Metode ini merupakan metode TPA yang paling maju diantara metode yang lain, dimana
metode ini mengelola sampah dengan melakukan pelapisan geotekstil yang tahan karat
pada permukaan tanah sebelum ditimbuni sampah. Geotekstil berfungsi mengalirkan air
lindi ke bak penampungan agar tidak mancemari air tanah. Air lindi selanjutnya diolah
menjadi pupuk organik cair. Setelah sampah ditimbun, kemudian dilapisi lagi dengan
geotekstil di bagian atasnya dan ditutup dengan tanah.

Metod sanitary landfill memiliki kapasitas yang terancang dengan baik dan
lokasinya berdasarkan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Pernutupan sampah dilakukan dengan teratur dan di sanitary landfill tidak ditemukan
adanya pemulung. Manfaat dari penggunaan sanitary landfill adalah resiko lingkungan
yang minimal, perencanaan jangka panjang yang diinginkan, resiko dari gasi lindi dan
gas dapat diminimalisir, resiko longsor minimal, dan jenis sampah lebih lengkap.
Kerugian dari metode ini diantaranya adalah biaya investasi yang mahal, dekomposisi
sampah lambat, biaya operasional yang mahal, tidak adanya kesempatan sampah
berpotensi recycle dapat digunakan lagi, dan akses pemulung yang terbatas.

2.6 Komposting
Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan
yang terkontrol atau terkendali. Produk utama komposting adalah kebersihan lingkungan,
karena jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA menjadi berkurang. Adapun
kompos sebagai produk komposting adalah hasil tambahan atau bonus yang dapat kita
gunakan untuk tanaman sendiri ataupun untuk dijual. Proses perubahan sampah organik
menjadi kompos merupakan proses metabolisme alami dengan bantuan makhluk hidup.
Untuk itu, ada beberapa faktor yang wajib dipenuhi (www.esp.or.id).

Gambar 2.11 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Kompos


Sumber : www.esp.or.id

a. Mikroorganisme atau mikroba


Mikroorganisme atau mikroba yaitu makhluk hidup berukuran mikro (sangat kecil) yang
hanya dapat dilihat melalui mikroskop, misalnya bakteri dan jamur. Mikroba inilah yang
’memakan’ sampah dan hasil pencernaannya adalah kompos. Semakin banyak jumlah
mikroba maka semakin baik proses komposting. Mikroba ini dapat diperoleh dari
kompos yang sudah jadi ataupun dari lapisan atas tanah yang gembur (humus).
b. Udara
Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara). Aliran udara yang
kurang baik selama komposting akan menyebabkan mikroba jenis lain (yang tidak baik
untuk komposting) yang lebih banyak hidup, sehingga timbul bau menyengat dan
pembentukan kompos tidak terjadi. Oleh karena itu, wadah yang berlubang ataupun,
pembalikan dan pengadukan secara teratur sangat penting dalam komposting.
c. Kelembaban
Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50 – 70%. Jika terlalu
lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi organik sehingga bakteri
mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah di tempat yang cukup kering. Namun
juga jangan terlalu kering karena mikroba membutuhkan air sebagai media hidupnya.
Maka siram atau percikkan lah air jika terlalu kering.
d. Suhu
Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu yang cukup tinggi
(fase aktif). Suhu akan turun secara bertahap yang menandakan fase pematangan
kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk komposting adalah 45 – 70 derajat celcius.
e. Nutrisi
Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi. Kandungan karbon
dan nitrogen yang ada dalam sampah organik merupakan sumber makanan mikroba.
Perbandingan kedua unsur ini akan berubah saat komposting berakhir.
f. Faktor lainnya
Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel sampah
organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu sekitar 6 - 8 minggu. Variasi
waktu tergantung pada jenis sampah organik dan ada tidaknya unsur tambahan yang
mempercepat proses komposting seperti EM4. Ukuran partikel sampah juga perlu
diperhatikan dalam pengomposan rumah tangga. Kulit pisang dan sayuran misalnya,
perlu dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam komposter.
Untuk komposting dengan metoda ini, dibutuhkan lahan yang cukup, yaitu untuk:
1) Area penerimaan sampah
2) Area pemilahan dan pencacahan (jika diperlukan, terutama untuk sampah
pertamanan)
3) Area sampah non organik/lapak
4) Ruang pengomposan (windrow)
5) Ruang pengayakan kompos
6) Gudang kompos
7) Gudang peralatan
8) Instalasi pengelolaan lindi (air sampah)
Instalasi pengomposan sebaiknya dilengkapi juga dengan kantor, sebagai ruang
untuk pemantauan, dan dilengkapi juga dengan fasilitas air bersih, toilet dsb.
2.7 Timbulan Sampah
2.6.1 Sumber dan JenisSampah
Menurut SNI 19-2454-2002 Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat
terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan
harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan yang timbul di kota.
Sumber dan jenis sampah menurut Tchobanoglous (1997:51-52) yang dikutip
oleh Ade Basyarat pada tesisnya “kajian terhadap penetapan lokasi TPA sampah
Leuwinanggung- Kota Depok” , sumber sampah dibedakan atas tujuh kategori yaitu
permukiman, kawasan komersial, kawasan perkotaan, kawasan industri, ruang terbuka,
lokasi pengolahan dan kawasan pertanian.

Tabel 2. 1 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan Sumber Sampah
Sumber Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi Tipe Sampah
Permukiman Tempat tinggal satu keluarga dan Sampah makanan,sampah
banyak,apartemen kecil, sedang dan kering,sampah debu, dan
besar sampah khusus
Komersial Toko, restoran, pasar, kantor, hotel, Sampah makanan, sampah
motel,bengkel, fasilitas kesehatan kering, debu dan sampah
berbahaya
Perkotaan Gabungan tempat tinggal dan Sampah gabungan yang
komersial berasal dari permukiman dan
komersial
Industri Konstruksi, pabrik, kimia, Barang industri rumah
penyulingan tangga, sisa pengepakan, sisa
makanan, industry
konstruksi, sampah
berbahaya, debu dan sampah
khusus
Ruang Terbuka Jalan, taman, ruang bermain, pantai, Sampah khusus dan sampah
tempat rekreasi, lorong, tanah kosong kering
Lokasi Pengolahan Air bersih,air limbah, proses Limbah pengolahan, buangan
pengolahan industry endapan
Pertanian Lahan pertanian, ladang dan kebun Sampah tanaman, sampah
pertanian, sampah kering, dan
sampah berbahaya
Sumber. Tchnobanoglous (1997:52)

Sedangkan menurut Enri Damanhuri (2011:14) dilihat dari sumbernya, maka


sampah perkotaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota di Indonesia biasanya
dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu sampah dari kegiatan rumah tangga atau
permukiman, pasar, komersial, perkantoran, hotel dan restoran, industri dan penyapuan
jalan dan taman :

a. Sampah kegiatan rumah tangga


Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah
tangga. Dari kelompok sumber ini umumnya berupa sisa makanan, plastik,
kertas,karton/dos, kain, kaca daun, logam dan kadang-kadang sampah berukuran
besar seperti dahan pohon.
Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai dinegara
industri,seperti mebel, tv bekas, kasur, dll. Kelompoj ini dapat meliputi rumah
tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada
dalam suatu kawasan permukiman , maupun unit rumah tinggal yang berupa
rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3
(bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya : baterei, lampu TL, sisa obat-
obatan, oli bekas, dll.

b. Sampah pasar

Sampah yang berasal dari kegiatan pasar tradisional, umumnya terdiri dari
sisa sayur mayur, tulang dan sisa makanan mentah lainnya.

c. Sampah kegiatan komersial

Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan,
pasar, hotel, dll. Dari sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa kertas,
plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional,
banyak dihasilkan sisa sayur, buah, makanan yang mudah membusuk. Secara
umum sampah dari sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi
dengan persen komposisi yang berbeda

d. Sampah dari kegiatanperkantoran

Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah, rumah


sakit, lembaga pemasyarakatan, dll. Dari sumber ini potensial dihasilkan sampah
seperti halnya dari daerah komersial non pasar. Jenis sampahnya umumnya
kertas.

e. Sampah dari hotel danrestoran

Sampah dari kegiatan ini umumnya adalah sisa sayur mayur mentah,
daging/ ikan, serta sisa makanan matang lainnya

f. Sampah dari industry

Kegiatan umum dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap


menghasilkan sampah sejenis sampah domestik seperti sisa makanan, kertas,
plastik, dll. Yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana agar sampah yang
tidak sejenis sampah kota tersebut tidak masuk dalam sistem pengelolaan
sampah kota.

g. Sampah dari penyapuan jalan dantaman

Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman,
tempat parkir, tempat rekreasi, saluran drainase kota dan fasilitas umum lainnya.
Dari daerah iniumumnya dihasilkan sampah berupa daun/ dahan pohon, pasir,
sampah umum dari pejalan kaki atau pengguna fasilitas seperti pembungkus
plastik, kertas dan karton. Kadang dimasukkan pula sampah dari sungai atau
drainase air hujan yang cukup banyak dijumpai. Sampahdari masing-masing
sumber tersebut dapat dikatakan mempunyai karakteristik yang khassesuai
dengan besaran dan variasi aktivitasnya.

2.8 Kriteria Kelayakan Pemilihan Tempat Pemprosesan Akhir(TPA)


Kelayakan lokasi suatu TPA menurut SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan
lokasi TPA dapat dilihat sebagai berikut:
1. Kriteria Regional
Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak
layak sebagai berikut :
1) Kondisi Geologi
a. Tidak berlokasi didaerah patahan
b. tidak boleh di zona bahaya geologi
2) Kondisi hidrogeologi
a. tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3meter
b. tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6cm/det
c. jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hiliraliran
d. dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka
harus diadakan masukan teknologi
e. kemiringan zona harus kurang dari 20%
f. jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan
turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenislain.
g. tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode
ulang25 tahun
2. Kriteria Penyisih

Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu
terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut ;

1) Iklim
a. hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makinbaik
b. angin : arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai makinbaik
2) utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebihbaik
3) lingkungan biologis
a. habitat : kurang bervariasi dinilai makinbaik
b. daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makinbaik
4) ketersediaan tanah
a. produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebihtinggi
b. kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai
lebih baik
c. ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih
baik
d. status tanah : makin bervariasi dinilai tidakbaik.
5) Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makinbaik
6) batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakinbaik
7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakinbaik
8) Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakinbaik
9) estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakinbaik
10) ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilaisemakin
baik
b. Kriteria Penetapan

Kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui dan


menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat

c. Parameter Scoring SK SNIT-11-1991-03


Menurut Enri Damanhuri (2011) tahapan dalam proses pemilihan lokasi TPA
adalah menentukan satu atau dua lokais terbaik dari daftar lokasi yang dianggap
potensial. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara pembobotan. Tata cara yang paling
sederhana yang dilakukan di Indonesia adalah melalui SNI 19-3241-1994 (sebelumnya
SNI T-11-1991-03, tidak ada perbedaan dengan versi 1994) yaitu tentang tata cara
pemilihan lokasi TPA. Cara ini ditujukan agar daerah (kota kecil/ sedang) dapat memilih
sitenya sendiri secara mudah tanpa melibatkan tenaga ahli dari luar seperti konsultan.
Data yang dibutuhkan hendaknya cukup akurat agar hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan. Prinsip yang digunakan adalah dengan menyajikan parameter-
parameter yang dianggap dapat berpengaruh dalam aplikasi landfilling, seperti:

1) Parameter umum : batas administrasi, status kepemilikan lahan, kapasitas lahan, pola
partisipasimasyarakat
2) Parameter fisika tanah : permeabilitas tanah, kedalaman akuifer, sistem aliran air tanah,
pemanfaatan air tanah, ketersediaan tanahpenutup
3) Parameter fisik lingkungan fisik: bahaya banjir, intensitas hujan, jalan akses, lokasi site,
tata guna tanah, kondisi site, diversitas habitat, kebisingan dan bau dan permasalahan
etika
Masing-masing parameter ini ditentukan bobot skala pentingnya dengan besaran 3
sampai 5. Masing-masing parameter tersebut diuraikan lebih lanjut kriteria pembatasnya
dengan menggunakan penilaian antara 0 -10. Menurut Ade Basyarat (2006), proses
perhitungan skor dengan pemberian nilai pada masing masing kriteria pembatasnya sesuai
dengan tingkat pengaruhnya terhadap kelayakan lokasi TPA sampah dengan cara
menjumlahkan nilai. Selanjutnya dari hasil penjumlahan tersebut dilakukan penggolongan 3
(tiga) kategori tingkat ektivitas parameter (layak, layak dipertimbangkan dan tidak layak)
berdasarkan lebar interval kelas. Nilai interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
I = R/ N

Dimana :

I : lebarinteval

R : rentang, yaitu data terbesar dikurangi dataterkecil

N : banyak kelas interval, dicari dengan menggunakan aturan Sturges, yaitu:

1 + 3,3 log n

2.9 Dampak yang ditimbulkan akibat masalah sampah


1.Perkembangan faktor penyakit
Wadah sampah merupakan tempat yang sangat ideal bagi pertumbuhan faktor
penyakit terutama lalat dan tikus. Hal ini disebabkan dalam wadah sampah tersedia
sisa makanan dalam jumlah yang besar. Tempat Penampungan Sementara / Container
juga merupakan tempat berkembangnya faktor tersebut karena alasan yang sama.
Sudah tentu ini akan menurunkan kualitas kesehatan lingkungan sekitarnya.
Faktor penyakit terutama lalat sangat potensial berkembangbiak di lokasi
TPA. Hal ini terutama disebabkan oleh frekwensi penutupan sampah yang tidak
dilakukan sesuai ketentuan sehingga siklus hidup lalat dari telur menjadi larva telah
berlangsung sebelum penutupan dilaksanakan. Gangguan akibat lalat umumnya dapat
ditemui sampai radius 1-2 km dari lokasi TPA

2.Pencemaran Udara

Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan sumber bau
tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif sekitarnya seperti
permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain. Pembakaran sampah seringkali
terjadi pada sumber dan lokasi pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses
pengangkutan sehingga menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap yang timbul
sangat potensial menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya.

Sarana pengangkutan yang tidak tertutup dengan baik juga sangat berpotensi
menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui, terutama akibat
bercecerannya air lindi dari bak kendaraan.Pada instalasi pengolahan terjadi berupa
pelepasan zat pencemar ke udara dari hasil pembuangan sampah yang tidak
1
sempurna; diantaranya berupa : partikulat, SO x, NO x, hidrokarbon, HCl, dioksin,
dan lain-lain. Proses dekomposisi sampah di TPA secara kontinu akan berlangsung
dan dalam hal ini akan dihasilkan berbagai gas seperti CO, CO2, CH4, H2S, dan lain-
lain yang secara langsung akan mengganggu komposisi gas alamiah di udara,
mendorong terjadinya pemanasan global, disamping efek yang merugikan terhadap
kesehatan manusia di sekitarnya.

Pembongkaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi pengolahan


berpotensi menimbulkan gangguan bau. Disamping itu juga sangat mungkin terjadi
pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi yang tidak memenuhi
syarat teknis.Seperti halnya perkembangan populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga
timbul akibat penutupan sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik. Asap juga
seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya tumpukan sampah baik secara sengaja
maupun tidak. Produksi gas metan yang cukup besar dalam tumpukan sampah
menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang dihasilkan akan sangat
mengganggu daerah sekitarnya.

3. Pencemaran Air

Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial


menghasilkan lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran atau tanah
sekitarnya akan menyebabkan terjadinya pencemaran.Instalasi pengolahan berskala
besar menampung sampah dalam jumlah yang cukup besar pula sehingga potensi lindi
yang dihasilkan di instalasi juga cukup potensial untuk menimbulkan pencemaran air
dan tanah di sekitarnya.Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari
lingkungan sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air
tanah di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air tanah
akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap sumur penduduk
yang trerletak pada elevasi yang lebih rendah.

Pencemaran lindi juga dapat terjadi akibat efluen pengolahan yang belum
memenuhi syarat untuk dibuang ke badan air penerima. Karakteristik pencemar lindi
yang sangat besar akan sangat mempengaruhi kondisi badan air penerima terutama air
permukaan yang dengan mudah mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga
mematikan biota yang ada.

2
4. Pencemaran Tanah

Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya di lahan


kosong atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan menyebabkan lahan
setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya sampah organik dan mungkin
juga mengandung Bahan Buangan Berbahaya (B3). Bila hal ini terjadi maka akan
diperlukan waktu yang sangat lama sampai sampah terdegradasi atau larut dari lokasi
tersebut. Selama waktu itu lahan setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk
terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.

5. Gangguan Estetika

Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan pandangan
yang sangat buruk sehingga mempengaruhi estetika lingkungan sekitarnya. Hal ini
dapat terjadi baik di lingkungan permukiman atau juga lahan pembuangan sampah
lainnya.Proses pembongkaran dan pemuatan sampah di sekitar lokasi pengumpulan
sangat mungkin menimbulkan tumpahan sampah yang bila tidak segera diatasi akan
menyebabkan gangguan lingkungan. Demikian pula dengan ceceran sampah dari
kendaraan pengangkut sering terjadi bila kendaraan tidak dilengkapi dengan penutup
yang memadai.

Di TPA ceceran sampah terutama berasal dari kegiatan pembongkaran yang


tertiup angin atau ceceran dari kendaraan pengangkut. Pembongkaran sampah di
dalam area pengolahan maupun ceceran sampah dari truk pengangkut akan
mengurangi estetika lingkungan sekitarnya. Sarana pengumpulan dan pengangkutan
yang tidak terawat dengan baik merupakan sumber pandangan yang tidak baik bagi
daerah yang dilalui.Lokasi TPA umumnya didominasi oleh ceceran sampah baik
akibat pengangkutan yang kurang baik, aktivitas pemulung maupun tiupan angin pada
lokasi yang sedang dioperasikan. Hal ini menimbulkan pandangan yang tidak
menyenangkan bagi masyarakat yang melintasi / tinggal berdekatan dengan lokasi
tersebut.

6. Dampak Sosial

Hampir tidak ada orang yang akan merasa senang dengan adanya
pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat permukimannya. Karenanya tidak

3
jarang menimbulkan sikap menentang / oposisi dari masyarakat dan munculnya
keresahan. Sikap oposisi ini secara rasional akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan pendidikan dan taraf hidup mereka, sehingga sangat penting untuk
mempertimbangkan dampak ini dan mengambil langkah-langkah aktif untuk
menghindarinya.

4
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Nama Tempat : TPA Regional Payakumbuh
Hari/Tanggal : Jumat,25 Maret 2022
Waktu : 11.30 - 14.00 WIB
Lokasi : Payakumbuh
Materi :Daerah Pelayanan TPA Regional
Kelompok :2

3.2 Profil TPA Regional Payakumbuh


Nama : TPA Regional Payakumbuh
Sistem Pengelolaan : Sanitary Landfill
Luas (Ha) :
16,76 Ha, terpakai ± 8 Ha, Sel Landfill = 2,6 Ha
Topografi : Lembah berbukit-bukit
Wilayah Pelayanan : 4 Kabupaten/kota ( kota payakumbuh, kota
bukittinggi, kab. Limapuluh kota,
sebagian wilayah kab.agam
Rencana Volume Sampah (m3/tahun) : ± 60.000 m3
Rencana Volume Maksimal (m3) : 400.000 m3 (untuk 1 sel landfill)
Masa operasional : 2012 oleh Pemda Payakumbuh, 2013-

2016 oleh UPTD di Dinas Prasjal Tarkim 
Prov. Sumbar,2017 oleh UPTD Dinas Perkimta

Prov. Sumbar, Tahun 2018-
sekarang oleh UPTD
  Persampahan Dinas LH Prov. Sumbar
Masa pakai : 7 tahun (untuk 1 sel landfill)
Lokasi : Kelurahan Kapalo Koto, Kec. Payakumbuh 
Selatan
Jarak dengan perumahan/permukiman terdekat: +1 km
5
Jarak dengan sungai atau badan air terdekat : +2 km
Izin Lingkungan :
Persetujuan Sekretaris Daerah Kota Payakumbuh
terhadap Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup 
(DELH)TPA Regional No. 660/18/KLH-
2011 tanggal 3 Oktober 2011
Status Tanah : Hibah dari Pemko Payakumbuh ke Pemprov.
Sumbar Tahun 2018 seluas 13,8 Ha.
3.4 Sarana yang ada di TPA Regional Payukumbuh
a. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan
tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air
hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil
rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi
yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya.
Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan
dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini
umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang
telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan
air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup
harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
b. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang
datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas
ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar dimana
kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan penggunaan jembatan
timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat
memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan
administrasi ringan dapat dijalankan.
c. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di
dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus dibentuk di
seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding.

6
Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang
baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan
lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi.
d. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan
dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya.
Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas
metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas
bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari
timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi
tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan
menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara
pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
e. Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan
banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat
organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah
maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.
Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi
yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun
pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar
TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang
disediakan.
Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya
dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan
dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA
tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan.
Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya:
penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke
dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya,
atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah.

7
f. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator
dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam
operasionalnya.
Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam
kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang
dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah
maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan
dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya memiliki
ketiga jenis alat berat tersebut.

3.5 Kuisioner Penilaian Terhadap TPA Regional Payakumbuh

DAFTAR KUESIONER

DALAM RANGKA KEGIATAN PEMANTAUAN DAMPAK LINGKUNGAN


TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH

I. Lokasi TPA
- Desa / Jalan : Kapalo Koto Ampangan
- Kecamatan : Payakumbuh Selatan
- Kab. /Kota : Payakumbuh
1. Berapa jarak lokasi TPA dengan permukiman terdekat? 2 Km
2. Berapa jarak lokasi TPA dengan sumber air yang dipergunakan penduduk? 2 Km
3. Berapa jarak lokasi TPA dari pusat kota? 6 Km
4. Berapa jarak lokasi TPA dengan tepi jalan besar ? 2 Meter
II. Sarana dan Prasarana Lokasi TPA
1. Apakah ada peralatan untuk pengolahan sampah (alat berat)? Ada
2. Adakah peralatan PPPK di kantor TPA? Ada
3. Apakah ada pipa gas untuk menampung gas-gas yang dikeluarkan oleh
tumpukan sampah? Ada
4. Apakah ada sumur kontrol di lokasi TPA? 1 buah
5. Adakah sarana pembuatan kompos di lokasi TPA? Ada
6. Adakah pohon pelindung di sekitar lokasi TPA? Ada
III. Pengambilan Sampel
8
1. Pernahkah dilakukan pengambilan / pemeriksaan sampel air terhadap
sumber air bersih disekitar lokasi TPA? (Ya/Tidak)
2. Bila Ya, parameter apa saja yang menonjol (Parameter kimia)? BOD, COD, dan
N
3. Pernahkah dilakukan pemeriksaan sampel air di laboratorium dari sumur
kontrol di lokasi TPA? (Ya/Tidak)
4. Bila Ya, parameter apa saja yang menonjol? BOD, COD, dan N
IV. Lalat
1. Berapa kali pengukuran angka kepadatan lalat dalam satu tahun ? -
2. Berapa angka kepadatan lalat rata-rata ? -
3. Berapa kali frekwensi penyemprotan lalat dalam 1 (satu) tahun? Tidak dilakukan
lagi karena tidak efektif
V. Lain-lain
1. Jenis sarana air bersih yang dikonsumsi penduduk di sekitar lokasi TPA? Sumur
bor
2. Jenis penyakit apa saja yang menonjol di sekitar TPA? Berdasarkan data
puskesmas tidak ada
3. Metode apa saja yang digunakan dalam sistem pengelolaan sampah di lokasi TPA
tersebut? Controlled Landfill
4. Apakah ada sistem pengolahan terhadap lindi yang dikeluarkan tumpukan
sampah? A d a
5. Dimana tempat tinggal pengelola TPA? ±2 Km dari TPA Regional Payakumbuh

Petugas

( ................................ )

9
FORMULIR PENGAWASAN TEMPAT
PEMBUANGAN SAMPAH (TPA)

LOKASI : TPA Regional Payakumbuh KAB./KOTA : Kota Payakumbuh

NO ITEM HASIL KET.


PENGAWASAN
1 TEKNIK PENGELOLAAN SAMPAH 1 Baik
Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10
2 LETAK LOKASI TERHADAP
A. Pemukiman
3 Sedang
Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10

B. Sumber Air Bersih


1 Baik
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 6

C. Sungai/Pantai Sedang
2
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 6

10
3 PENGOLAHAN SAMPAH
A. Penyebaran dan Pemadatan
1 Baik
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 6

Baik
B. Penutupan dengan tanah
1
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 6
C. Penanganan terhadap sampah
khusus/sampah toksik/bahan buangan 1 Baik
berbahaya

Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10

4 TERSEDIANYA SARANA & FASILITAS KERJA


A. Alat keselamatan kerja
2 Sedang
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 6

B. Alat pemadam kebakaran


1 Baik
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 6
5 PENCEMARAN LINGKUNGAN
A. Masalah bau
2 Sedang
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 8

B. Masalah asap
2 Sedang
Baik : 1 Sedang : 2 Buruk : 8
C. Sumber air bersih 3 Sedang

Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10


11
D. Pengaliran air dan lindi 1 Baik

Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10


6 TINGKAT KEPADATAN VEKTOR
A. Lalat
3 Sedang
Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10

B. Tikus
3 Sedang
Baik : 1 Sedang : 3 Buruk : 10
TOTAL NILAI 27

KESIMPULAN : SEDANG

Catatan : BAIK=1-18 ; SEDANG=19-59 ; BURUK=60-124

Petugas

( ................................ )

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
TPA (Tempat Pemprosesan Akhir) Regional Payakumbuh terletak di Kelurahan
Kapalo Koto, Kecamatan Payakumbuh Selatan. Awalnya TPA Regional ini direncanakan
akan dibangun di Baso, Kabupaten Agam. Akan tetapi lokasi ini tidak layak secara teknis
sehingga dipindahkan ke Payakumbuh dengan lahan seluas 8 Ha dari 17 Ha lahan dari
Pemerintahan Kota Payakumbuh yang sudah direncanakan untuk lahan TPA. Jarak lokasi
TPA dengan permukiman terdekat yaitu 100 meter, jarak TPA dengan sumber air yang
12
dipergunakan penduduk 50 meter, jarak lokasi TPA dari pusat kota 4 km dan jarak lokasi
TPA dengan tepi jalan besar yaitu 3 km. Pengoperasian TPA Regional ini mulai dilakukan
sejak Januari 2013. Sebelumnya pengoperasian TPA telah dilakukan oleh Pemerintahan
Kota Payakumbuh, akan tetapi tidak sesuai dngan prosedur karena kurangnya Sumber Daya
Manusia (SDM).
Pembangunan TPA Regional ini dilaksanakan mulai tahun 2009 hingga 2012 dengan
bantuan dana dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Periode desain TPA
ini yaitu 20 tahun dengan melakukan proses pemilahan sampah terlebih dahulu lalu
penimbangan. Akan tetapi, sampah yang masuk ke TPA masih belum dipilah. Mengacu
kepada UU no 18 tahun 2008, yaitu setiap pemerintahan kota/ kabupaten dilarang untuk
melakukan sistem pemrosesan sampah secara open dumping, sehingga TPA Regional
Payakumbuh melakukan sistem operasional sanitary landfill dengan penimbunan dilakukan
setiap hari 2 kali. Alat yang digunakan pada saat kunjungan lapangan yaitu excavator yang
digunakan untuk menggaruk sampah dan bulldozer fungsinya memadatkan dan meratakan
sampah
TPA Regional ini melayani empat kabupaten kota yang ada di Sumatera Barat,
meliputi Kota Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Bukitinggi, dan , Kabupaten
Agam. TPA ini setiap harinya menerima 250 ton, sampah yang paling banyak berasal dari
kota Bukittinggi yaitu sebanyak 100 ton/hari.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 13 april 2019 di TPA
Regional Payakumbuh , sampah yang ada di TPA ini datang dari daerah sekitar Bukittinggi
dan Payakumbuh. Sampah di TPA sebelum di buang di kelompokkan terlebih dahulu
sebelum diproses. Jenis sampah yang ada di TPA Regional Payakumbuh yaitu sampah
organic, sampah anorganic, sampah rumah tangga, dan sampah non B3.

Instrumen Pengumpulan Data Kunjungan TPA Payakumbuh


Daerah pelayanan TPA Regional
No Parameter Keterangan

1. Bagaimana keselamatan truk Pakai penutup dan sampah tidak tercecer


pengangkut sampah (pakai
penutup/tidak), jika pakai pentup
13
apakah sampah masih tercecer atau
tidak

2. Apakah membayar/tidak ( biaya Tidak dibayar secara langsung, tetapi


restribusi) setelah sampah diantar oleh petugas dan
di catat maka akan di beri slip
pembayaran dan akan dibayar oleh
pemerintah kota.

3. Apakah semua sampah sudah terangkut Lebih kurang sudah hampir semua
ke TPA,jika sudah berapa volume terangkut ke TPA, volume timbulan
timbulan sampah masyarakat yang ada sampah masyarakat rata rata 200 (m3/h)
di TPA

4. Apakah daerah TPA memiliki area Di sebelah kanan lokasi TPA ada bukit,
pembatas tetapi dibagian bawah belum ada dan
secara langsung berbatasan dengan
permukiman.

5. Berapa truk masing-masing digunakan 80 truk/hari


setiap harinya

6. Jam berapa operasional truk dalam Jam 08.00 - 17.00 WIB


pengangkutan sampah

8. Apa jenis sampah dominan yang ada di Sampah non B3 dan sampah rumah
TPA tangga

9. Bagaimana kondisi jalan dan tanjakan Kondisi jalan dan tanjakan naik dan
turun dalam kondisi baik

10. Bagiamana jalan masuknya truk Truk sampah melalui daerah pemukiman
berkepadatan sedang

14
Jadi, TPA Regional Payukumbuh memiliki system operasional yang baik,baik itu dari
segi truk pengangut maupun alat berat yang bekerja di TPA Regional Payukumbuh tersebut.
TPA Regional Payukumbuh memiliki posisi jauh dari padatan penduduk sehingga kecil
kemungkinan untuk menduduk mendapatkan dampak buruk dari TPA Regional Payukumbuh.
4.2 Pembahasan

4.2.1 Timbunan Sampah

Sampah yang dihasilkan terdiri dari berbagai jenis sampah, seperti sampah
makanan, sampah dapur dan lainnya dengan total sampah yang masuk adalah 250 ton/ hari.
Proses penimbunan sampah ini terlebih dahulu melakukan pemilahan sampah organik dan
anorgaik, sampah organik akan dijual ke petani sebagai pupuk kompos sedangkan sampah
anorganik dimasukkan kedalam tempat pemrosesan akhir dengan dipadatkan, diratakan dan
ditimbun sebanyak 2 kali.

4.2.2 Kondisi Eksisting TPA Regional Payakumbuh

a. Operasional TPA

TPA regional Payakumbuh menggunakan metode pengelolaan landfill. Pertama truk


sampah mengangkut sampah yg telah penuh dari TPS. Sesampainya di TPA truk sampah
ditimbang terlebih dahulu, setelah itu truk langsung membawa menuju ke tempat penimbunan
sampah, selanjutnya truk menuju tenpat pencucian truk dan lalu timbang kembali truk sebelum
keluar dari TPA.

TPA regional Payakumbuh ini melayani 4 kabupaten kota yaitu Bukuttinggi, Agam,
Payakumbuh dan Lima Puluh Kota.. TPA Regional ini beroperasi selama 15 jam dari jam 07.30
– 22.00 WIB. Sampah yang masuk akan ditimbang terlebih dahulu, kemudian sampah dibawa ke
landfill untuk di buang. Setelah itu truk yang kosong kembali ditimbang untuk mengetahui berat
truk sehingga dapat dihitung berat sampah yang masuk. Kemudian sampah akan diurug setiap
hari dengan menggunakan tanah yang berasal dari bukit khusus sebagai penutup lahan. Terdapat
13 orang pekerja, termasuk security di TPA ini. Pekerja diberi atribut lengkap sehingga dapat
membedakanya dengan tamu atau orang lain. Masyarakat yang akan mengambil lindi diwajibkan
untk melapor di pos jaga yang berada di pintu masuk TPA.
15
Gambar 4.22 Bagan Alur Sampah TPA Regional Payakumbuh
c. Kontruksi TPA

Pembangunan TPA regional Payakumbuh ini meliputi beberapa material seperti beton,
bata, pasir pada pembangunan gedung seperti kantor di sekitar TPA serta tempat dilakukannya
penimbangan dan penyimpanan alat-alat berat untuk operasional. Selain itu pada landfill
digunakan lapisan geomembran yang dikenal dengan Flexible Membrane Liner (FML). Jenis
liner ini dibuat dari bermacam-macam material plastik termasuk polyvinyl chloride (PVC) dan
high density polyethylene (HDPE). Jenis liner ini tahan terhadap sejumlah besar bahan kimia dan
kedap air (impermeable). Di Ohio, HDPE geomembran harus memiliki ketebalan minimimal 15
mm untuk landfill sampah kota. Geomembran dan geokomposit digunakan sebagai lapisan
penghalang untuk mencegah masuknya lindi ke dalam air tanah.

Salah satu jenis geomembran yang banyak digunakan adalah Carbofol. Carbofol
merupakan jenis geomembran yang terbuat dari HDPE dan diproduksi dengan beragam
ketebalan lapisan, yaitu 1,5 mm – 3 mm. Carbofol biasanya digunakan sebagai pelapis dasar
untuk melindungi air tanah dari kontaminasi pencemar. Untuk melindungi air tanah biasanya
digunakan Carbofol dengan ketebalan 1,5 mm bahkan lebih tipis lagi. Carbofol ini tahan lama,
dan tahan terhadap zat-zat kimia serta radiasi sinar – UV. Jenis Carbofol dengan permukaan
seperti kaca memiliki kelebihan karena dapat memperlihatkan kebocoran yang terjadi sehingga
dapat dilakukan perbaikan dengan segera. Selain itu Carbofol juga mudah, cepat, dan efisien
dalam pemasangan.

d. Instalasi Pengolahan Lindi TPA

16
Instalasi pengolahan air lindi di TPA regional Payakumbuh ini meliputi kolam pengumpul
(Equalisasi), anaerobik, maturasi dan wetland.
1. Kolam Pengumpul
Kolam pengumpul pada IPL ini berguna untuk menampung air lindi yang berasal dari
landfill agar diolah selanjutnya di IPL. Sehingga meminimalisasi terjadinya pencemaran
langsung air lindi pada badan air.
2 Kolan anaerobik
Pengolahan dengan sistem anaerobik dilakukan pada kondisi tanpa kehadiran oksigen
atau dengan kondisi oksigen dapat diabaikan. Sistem pengolahan anaerob menghasilkan
produk akhir berupa CO2 dan CH4, penguraian secara anaerob dapat mereduksi BOD 50-90%
(Winarto, 1986). Dalam proses ini dapat terbentuk H2S, NH3, dan CH4 yang menyebabkan
bau busuk. Proses anaerobik berjalan lebih lambat daripada proses aerob, karena pada proses
anaerob terbentuk senyawa antar lain asam asetat atau asam lemak, sedangkan pada proses
aerob bahan organik terurai sempurna menjadi CO2 dan H2O.
3 Kolam maturasi (Aerobic)
Fungsi utama kolam maturasi adalah untuk merombak “sludge” disamping itu juga
untuk menentukan kualitas effluen pada tingkat akhir. Kolam maturasi seluruhnya bersifat
aerob dan dapat dipertahankan sampai kedalaman 3 meter. Pada dua seri kolam maturasi
masing-masing mempunyai kisaran waktu 7 hari. Waktu tersebut dibutuhkan untuk
menurunkan BOD menjadi 25% .
4 Kolam wet land
Constructed wetland merupakan suatu rawa buatan yang di buat untuk mengolah
air limbah domestik, untuk aliran air hujan dan mengolah lindi (leachate) atau sebagai
tempat hidup habitat liar lainnya.Di TPA ini pada kolam wetland di masukkan/ ditanam
eceng gondok yang bekerja untuk mengurangi zat-zat pencemar yang ada. Pengolahan
lindi terjadi ketika air lindi melewati akar tanaman, kemudian air lindi akan diserap oleh
akar tanaman dengan bantuan bakteri

17
Gambar 4.2.2 Denah Instalasi Pengolahan Lindi TPA Regional Payakumbuh
4.2.3 Permasalahan di TPA Regional Payakumbuh

1. Aspek Pembiayaan
Salah satu permasalahan yang paling besar di TPA ini adalah dalam pembiayaan,
dimana dalam pengoperasian TPA ini memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga
operasional TPA ini terganggu karena kekurangan biaya.
2. Aspek Peran Serta Masyarakat
Untuk peran masyarakat itu sendiri jika dilihat dari jumlah sampah yang masuk ke
TPA ini, dapat disimpulkan bahwa masyarakat kurang berperan aktif dalam pengelolaan
sampah ini, hal tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat tidak melakukan pemilahan
terlebih dahulu di sumber untuk mereduksi jumlah sampah yang masuk ke TPA, sehingga
sampah yang masuk ke TPA masih tercampur.
4.2.4 Rekomendasi Perbaikan

Berdasarkan permasalah di atas maka dapat diberikan beberapa rekomendasi untuk


perbaikan pengoperasian di TPA Regional Payakumbuh, antara lain:

1. Untuk pemerintah dan lembaga terkait agar dapat mendukung kelancaran dari
pengoperasian TPA Regional Payakumbuh ini

2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan


sampah sehingga jumlah sampah yang masuk ke TPA berkurang

Dari praktikum yang telah dilaksanakan di TPA Regional Payakumbuh di dapatkan


data volume timbulan di masyarakat : Wilayah TPA regional payakumbuh terdiri atas kota
Bukittinggi, kabupaten Agam, kabupaten Lima puluh kota dan kota payakumbuh. Volume
18
timbulan rata-rata perhari sampah yang masuk ke TPA regional payakumbuh adalah rata-
rata 200 (m3/h)

No Nama kota Jumlah jiwa Jumlah Volume


keseluruhan timbulan perhari

1. 117.097 jiwa 21,51 (m3/h)


Kota bukittinggi
2. 476.881 jiwa 87,62 (m3/h)
Kabupaten agam
3. 366.668 jiwa 67,37 (m3/h)
Kab. Lima puluh kota
4. 127.826 jiwa 23,48 (m3/h)
Kota payakumbuh

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan di TPA Regional Payakumbuh dapat
disimpulakan bahwa pada TPA Regional Payakumbuh truk penganggkut sampahnya sudah
mengggunakan penutup yang bertujuan agar sampah yang dibawa tidak tercecer. Pada TPA
Regional Payakumbuh biaya restribusi tidak dibayar secara langsung melainkan setelah
sampah diantar oleh petugas dan di catat maka akan di beri slip pembayaran dan akan
dibayar oleh pemerintah kota.

TPA regional Payakumbuh menggunakan metode pengelolaan landfill. Pertama truk


sampah mengangkut sampah yg telah penuh dari TPS. Sesampainya di TPA truk sampah
ditimbang terlebih dahulu, setelah itu truk langsung membawa menuju ke tempat
19
penimbunan sampah, selanjutnya truk menuju tenpat pencucian truk dan lalu timbang
kembali truk sebelum keluar dari TPA.

Semua sampah yang berasal dari wilayah regional TPA lebih kurang sudah hampir
semua terangkut ke TPA, dan diketahui bahwa volume timbulan sampah masyarakat rata
rata 220 ton/hari. Di TPA Regional Payakumbuh sudah memiliki araea pembatas yang
terletak di sebelah kanan lokasi TPA dan ada bukit, tetapi dibagian bawah belum ada dan
secara langsung berbatasan dengan permukiman.

Setiap hari biasanya sekitar 80 truk yang digunakan untuk mengangkut sampah yang
mulai beroperasional dari pukul 08.00 - 17.00 WIB. Jenis sampah dominan yang ada di TPA
Regional Payakumbuh yaitu sampah rumah tangga dan sampah non B3. Jalan masuknya
truk pengangkut sampah di TPA Regional Payakumbuh melalui daerah pemukiman
berkepadatan sedang dan kondisi jalan dan tanjakan yang dilalui truk menuju ke TPA naik
turun dengan kondisi baik.

4.2 Saran

a. Untuk TPA Regional Payukumbuh

Untuk lebih meningkatkan upaya pengelolaan dampak disekitar lokasi TPA akibat
Kegiatan pengelolaan sampah di TPA Regional payukumbuh serta untuk lebih
melakukaan pengadaan teknologi di TPA Regional Payukumbuh, supaya TPA Regional
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

b. Untuk Mahasiswa

Sebaiknya mahasiwa mampu melakukan pengamatan di TPA Regional


Payukumbuh dengan baik dan benar sesuai dengan persyaratan sehingga hasil yang
didapatkan sesuai dengan ketentuan TPA yang ada.
20
DAFTAR PUSTAKA

Kompas, (10 Januari 2004), Sampah Dan Pemerintah. http://www.kompas.com

Wardhana, Wisnu Arya, (1995), Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi


Offset,Yogyakarta.

Supardi, I. 1994. LINGKUNGAN HIDUP dan KELESTARIANNYA. Bandung: Alumni.

21
Sumaatmadja, H Nursid. 2000. Manusia dalam Konteks Sosial Budaya
dan  Lingkungan                Hidup. Bandung: CV Alfabet.

http://www.jala-sampah.or.id/index.htm.

http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/peng_sampah_info/

Undang-Undang  No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Bapedalda Provinsi Bali dan PPLH UNUD. 2005. Status Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi Bali. Denpasar.

PPLH UNUD. 2007. Kajian Sosial  Kemasyarakatan  Model Pengelolaan Sampah Di  
Lingkungan Pemukiman Perkotaan Di Provinsi Bali. Laporan Penelitian Kerjasama
PPLH UNUD dengan PUSREG Bali-Nusra. Denpasar.

Wahyu W., L.G. 2008. Studi Kualitas Hasil dan Efektivitas Pengomposan Secara
Konvensional Versus Modern di TPA Temesi- Gianyar Bali. Tesis Magister Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

LAMPIRAN

No Keterangan Gambar
1. Lokasi pemprosesan sampah

22
2. Tempat pengolahan air lindi
(IPAL)

23
3. Lokasi disekitar TPA

24

Anda mungkin juga menyukai