Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH

”SANITARY LANDFILL”

Dosen Pengampu : Iwan Suryadi, SKM, M. Kes

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6
Aina Mardiyah (R0218005)
Alliya Azmi Naranti Putri (R0218007)
Anila Khedini A. (R0218011)
Diasmara Anandhyta (R0218037)
Fika Nurhasanah (R0218047)
Ilham Dhenhas Saputra (R0218057)
Putri Atiiqoh Ainiyyah (R0218091)
Reza Oktalaila Nur Azzizah (R0218097)

PROGRAM STUDI D4 KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2

C. Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Sanitary Landfill..........................................................................3

B. Pengelompokkan Metode Landfilling Disesuaikan dengan Cara atau Metode yang


Digunakan...................................................................................................................3

C. Pemilihan Calon Lokasi Pengurukan..........................................................................8

D. Penyiapan Sarana dan Prasarana.................................................................................9

E. Sistem Pengelolaan Lindi (Leachate).........................................................................11

F. Pemantauan dan Pemanfaatan Lahan.........................................................................11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................................12

B. Saran...........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................13

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tahun 2016 jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 65.200.000 ton per
tahun dengan penduduk sebanyak 261.115.456 orang. Proyeksi penduduk Indonesia
menunjukkan angka penduduk akan terus bertambah sehingga akan berdampak
meningkatnya jumlah timbulan sampah. Permasalahan pengelolaan sampah terus
menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Riset terbaru Suistanable Waste Indonesia
(SWI) mengungkapkan sebanyak 24 persen sampai yang tidak terkelola. Hal ini berarti
terdapat sekitar 65 juta ton sampah yang dihasilkan di Indonesia setiap harinya.
Sebanyak 7 persen sampah yang didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah
organik yaitu sebanyak 60 persen dan sampah plastik sebanyak 14 persen.
Masalah sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Volume sampah
yang akan terus meningkat dan keterbatasan lahan untuk area pembuangan akhir menjadi
masalah. Apabila sampah-sampah yang tertimbun dibiarkan, maka akan menjadi masalah
baru seperti polusi udara, tanah, air yang dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia.
Penanganan sampah merupakan upaya dalam mengurangi, menyimpan sementara dan
mengolah sampah. Penanganan sampah yang tidak menganggu kesehatan makhluk hidup
dan mencemari lingkungan harus dipikirkan oleh pemerintah dan semua elemen
masyarakat. Bukan hanya pemerintah saja yang menangani masalah sampah, namun
seluruh masyarakat juga harus berpartisipasi membantu pemerintah dalam penanganan
dan pengelolaan sampah.
Upaya pertama dalam pengolahan sampah ialah pemilahan sampah dari sumber
penghasil sampah, baik berasal dari rumah tangga, industri, pasar, fasilitas umum, dan
lain-lain. Kemudian memilah dan memisahkan sampah organik (kulit buah, sayuran,
daun, dan lain-lain) dan sampah anorganik (plastik, kaca, kaleng, dan lain-lain). Sampah
yang masih dapat digunakan dan didaur ulang kembali dapat dijual untuk dilakukan
proses daur ulang sebelum dibawa ke tempat pembuangan sementara. Setelah berada di
tempat pembuangan sementara, sampah dikumpulkan dan dipilah lagi. Kemudian dibawa
ke tempat pembuangan akhir.
Konsep sanitary landfill ini merupakan metode tempat pembuangan akhir yang
dinilai paling maju karena telah digunakan di negara-negara maju yaitu dengan

1
menimbun sampah pada tanah yang berlekuk kemudian ditutup dengan tanah. Konsep ini
merupakan salah satu sitem pemusnahan sampah yang baik karena menimbun sampah
dengan tanah dan tidak dibiarkan pada ruang terbuka, sehingga tidak menganggu
lingkungan sekitar. Sampah dimasukkan ke lubang yag telah digali dengan
memperhitungkan tinggi dan lebar sel sampah. Terdapat pipa-pipa pengalir air lindi (air
yang berasal dari timbunan sampah) pada dasar tempat pembuangan yang kemudian akan
diolah menjadi energi. Selain itu, terdapat pipa-pipa di antara sel-sel sampah untuk
menangkap gas metan yang dikeluarkan dari sampah tersebut yang kemudian akan diolah
menjadi energi.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem pengelolaan sampah menggunakan
metode Sanitary Landfill?

2. Sebutkan dan jelaskan beberapa pengelompokkan metode landfilling disesuaikan


dengan cara atau perlakuan yang digunakan!

3. Bagaimana tahapan memilih calon lokasi pengurukan?

4. Bagaimana persiapan sarana dan prasarana untuk melaksanakan pengelolaan sampah


dengan sistem Sanitary Landfill?

5. Bagaimana sistem pengelolaan Lindi (Leachate)?

6. Mengapa harus dilakukan pemantauan dan pemanfaatan lahan selama pengoperasian


metode Sanitary Landfill?

C. Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan sistem pengelolaan sampah menggunakan
metode Sanitary Landfill.

2. Mengetahui beberapa pengelompokkan metode landfilling menurut cara dan


perlakuan yang digunakan.

3. Mengetahui cara memilih calon lokasi pengurukan.

2
4. Mengetahui sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melaksanakaan sistem
pengelolaan sampah menggunakan metode Sanitary Landfill.

5. Mengetahui bagaimana pengelolaan Leachate.

6. Mengetahui pentingnya pemantauan dan pemanfaatan lahan selama pengoperasian


metode Sanitary Landfill.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Sanitary Landfill


Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan
terhadap penimbunan: penyimpanan (sementara, pengumpulan, pemindahan, atau
pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah) dengan suatu cara yang sesuai
dengan prinsipprinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti teknik (engineering),
perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan-pertimbangan
lingkungan lainnya serta mempertimbangkan sikap masyarakat (Wahid Iqbal dan Nurul
C, 2009: 277).
Menurut UU nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan
sampah dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan serta
memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah pada dasarnya ingin menangani
atau mengubah sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis dan kemanfaatan
serta mengubahnya menjadi material yang tidak membahayakan lingkungan.
Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara sehat
dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk menampung
sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi lapis sedemikian
rupa sehingga sampah tidak berada dialam terbuka (Tchobanoglous, et al., 1993).
Pada prinsipnya landfill dibutuhkan karena:
1. Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak dapat
menyingkirkan seluruh limbah
2. Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut

3
3. Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara kimia, atau sulit
untuk dibakar.

B. Pengelompokan Metode Landfilling Disesuaikan dengan Cara atau Perlakuan


yang Digunakan
a. Berdasarkan penanganan sampahnya:
 Landfill tradisional (sanitary landfill):
− Cara yang dikenal di Indonesia
− Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5-0,6 m) sampai ketinggian sekitar 1,2 - 1,5 m
− Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan operasi alat berat agar
teratur
− Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa (dozer atau loader) dan
mencapai 0,6 - 0,8 ton/m3
− Membutuhkan penutupan harian 10 - 30 cm, paling tidak dalam 48 jam
− Kondisi di lapisan (lift) teratas bersifat aerob (ada oksigen), sedang bagian bawah
anaerob (tidak ada oksigen) sehingga dihasilkan gas metan
 Landfill dengan kompaksi:
− Banyak digunakan untuk lahan-urug yang besar dengan dozer khusus yang bisa
memadatkan sampah pada ketebalan 30 - 50 cm, dan dicapai densitas timbunan
0,8 - 1,0 ton/m3
− Proses yang terjadi menjadi anaerob
− Karena densitas tinggi, serangga dan tikus sulit bersarang
− Keuntungan dibanding lahan-urug tradisional:
 Tanah penutup menjadi berkurang
 Truk mudah berlalu lalang
 Masa layan lebih lama
 Namun biaya operasi menjadi meningkat
 Landfill dengan pemadatan sampah dengan baling:
− Banyak digunakan di Amerika Serikat
− Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat menjadi ukuran tertentu (misalnya
bervolume 1 m3). Kepadatan mencapai lebih dari 1,0 ton/m3
− Transportasi lebih murah karena sampah lebih padat, dan benbentuk praktis
− Pengurugan di lapangan lebih mudah (dengan fork-lift)
− Pengaturan sel lebih mudah dan sistematis
− Butuh investasi dan operasi alat/mesin. Biaya menjadi sangat mahal
− Dihasilkan lindi hasil pemadatan yang perlu mendapat perhatian
 Landfill dengan pemotongan dan aerasi sampah terlebih dahulu :
− Sampah dipotong dengan mesin pemotong 5080 mm. Sampah menjadi lebih
homogen, lebih padat (0,8 – 1,0 ton/m3), dapat ditimbun lebih tebal (> 1,5 M)
− Dapat digunakan sebagai pengomposan (aerobik) in-situ: sel-sel dengan ketingian
50 cm. memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat
menghindari lalat

4
− Binatang pengerat (tikus dsb) berkurang karena rongga dalam timbunan berkurang
/ dihilangkan, dan timbunan lebih padat
− Bila tidak ada masalah bau, maka tidak perlu tanah penutup
− Pembusukan lebih cepat sehingga stabilitas lebih cepat

− Butuh alat pemotong sehingga biaya menjadi mahal

b. Berdasarkan kondisi site:


 Metode area:
− Dapat diterapkan pada site yang relatif datar,
− Sampah membentuk sel-sel sampah yang saling dibatasi oleh tanah penutup
− Setelah pengurugan akan membentuk slope
− Penyebaran dan pemadatan sampah berlawanan dengan kemiringan
 Metode slope/ramp:
− Sebagian tanah digali
− Sampah kemudian diurug pada tanah
− Tanah penutup diambil dari tanah galian
− Setelah lapisan pertama selesai, operasi berikutnya seperti metode area
 Metode parit (trench):
− Site yang ada digali, sampah ditebarkan dalam galian, dipadatkan dan ditutup
harian
− Digunakan bila air tanah cukup rendah sehingga zone non-aerasi di bawah landfill
cukup tinggi ( ≥ 1,5 m)
− Digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang
− Operasi selanjutnya seperti metode area
 Metode pit/canyon/quarry:
− Memanfaatkan cekungan tanah yang ada (misalnya bekas tambang)
− Pengurugan sampah dimulai dari dasar
− Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metode area

− Kenyataan di lapangan, cara tersebut dapat berkembang lebih jauh sesuai dengan
kondisi

c. Berdasarkan proses biodegradasi sampah


Seperti halnya pengomposan, maka pada dasarnya landfilling adalah pengomposan
dalam reaktor yang luas. Oleh karenanya terdapat kemungkinan pembusukan sampah
secara aerobik maupun secara anaerobik.
 Landfill anaerobik:
− Landfill yang banyak dikenal saat ini, khususnya di Indonesia. Timbunan sampah
dilakukan lapis perlapis tanpa memperhatikan ketersediaan oksigen di dalam
timbunan.

5
− Kondisi anaerob menghasilkan gas metan (gas bakar). Dihasilkan pula uap-uap
asam-asam organik, dan H2S yang menyebabkan jenis landfill ini berbau bila
tidak ditutup tanah.
− Karena kondisinya anaerob, stabilitas sampah tidak cepat tercapai, dan dihasilkan
leachate dengan konsentrasi tinggi
 Landfill semi-aerobik :
− Dikenal pula sebagai metode Fukuoka, karena universitas inilah yang
memperkenalkan pada awal tahun 1980-an
− Dihindari tergenangnya leachate dalam timbunan, melalui sistem pengumpul
leachate dengan pipa yang berdiameter besar, sehingga 2/3 luas panampang pipa
terisi udara
− Sistem drainase leachate ini berhubungan dengan sistem penangkap gas vertikal
− Tanah penutup tidak perlu terlalu kedap
 Landfill aerobik:
− Mengupayakan agar timbunan sampah tetap mendapat oksigen. Dengan
demikian proses pembusukan lebih cepat, seperti halnya pengomposan biasa.
− Leachate yang dihasilkan relatif lebih baik dibanding landfill anaerob. Juga bau
akan banyak berkurang. Disamping itu, tidak dibutuhkan penutup tanah harian.
− Dapat dilakukan dengan pendekatan: lapisan sampah dibiarkan beberapa hari
berkontak dengan oksigen, sebelum diatasnya dilapis sampah lain. Bila perlu
dilakukan pembalikan pada lapisan sampah tersebut. Dibutuhkan area yang luas.

− Cara lain adalah memasukkan udara ke dalam timbunan secara sistematis,


sehingga proses pembusukan berjalan secara aerob.

d. Berdasarkan jenis limbah yang akan diurug:


Di negara maju, pembagian landfill dilakukan berdasarkan jenis limbah yang akan
diurug, seperti:
− Landfill sampah kota dan sejenisnya
− Landfill limbah industri
− Landfill yang dapat menerima kedua jenis limbah tersebut, dikenal sebagai co-
disposal
Di Indonesia untuk landfill limbah berbahaya (B3) Kep Bapedal 04/IX/1995
membagi landfill menjadi:
− Landfill Kategori 1 dengan double liner
− Landfill Kategori 2 dengan single liner
6
− Landfill Kategori 3 dengan clay liner

e. Berdasarkan aplikasi tanah penutup dan penanganan leachate:


Menurut versi Jepang, landfill sampah kota dibagi berdarkan aplikasi tanah penutup,
yang menjadi keharusan dari sanitary landfill standar, serta penanggulangan leachate
 Controlled tipping
− Peningkatan dari open dumping. Calon lahan telah dipilih dan disiapkan secara
baik.
− Aplikasi tanah penutup tidak dilakukan setiap hari
− Konsep ini banyak dikenal di Indonesia yang mirip dengan konsep controlled
landfill
 Sanitary landfill with a bund and dailiy cover soil
− Perdefinisi merupakan sanitary landfill
− Peningkatan controlled tipping.
− Lahan penimbunan dibagi menjadi berbagai area, yang dibatasi oleh tanggul
ataupun parit.
− Penutupan timbunan sampah setiap hari, sehingga masalah bau, asap dan lalat
dapat dikurangi.
 Sanitary landfill with leachate recirculation
− Masalah lindi (leachate) sudah diperhatikan.
− Terdapat sarana untuk mengalirkan lindi dari dasar landfill ke penampungan
(kolam)
− Lindi kemudian dikembalikan ke timbunan sampah melalui ventilasi biogas tegak
atau langsung ke timbunan sampah.
 Sanitary landfill with leachate treatment
− Lindi dikumpulkan melalui sistem pengumpul, kemudian diolah secara lengkap
seperti layaknya limbah cair

− Pengolahan yang diterapkan bisa secara biologi maupun secara kimia.

f. Berdasarkan jenis sel di timbunan:


− Secara tidak teratur (open dumping): sampah diurug / ditimbun tanpa aturan yang
jelas
− Metode sandwich: sampah diurug secara lapis perlapis
− Metode sel: sampah diurug mejadi sel-sel

C. Pemilihan Calon Lokasi Pengurukan


Tahapan dalam proses pemilihan lokasi landrilling adalah menentukan satu atau
dua lokasi terbaik dari calon lokasi yang dianggap potensial. Dalam proses ini kriteria

7
digunakan semaksimal mungkin guna proses penyaringan. Guna memudahkan evaluasi
pemilihan sebuah lahan yang dianggap paling baik, digunakan beberapa tolok ukur
untuk merangkum semua penilaian dari parameter yang digunakan. Biasanya hal ini
dilakukan dengan cara pembobotan. Ada beberapa metode penilaian calon lokasi yang
diterapkan di Indonesia, yang paling sederhana adalah SNI T-11-1991-03, khususnya
untuk site di kota kecil. Metode lain antaranya adalah Metode Le Grand.
Secara umum pemilihan site landfilling dalam SNI T-11-1991-03 dibagi
berdasarkan 3 (tiga) tahapan, yaitu [58, 65]:
a. Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi
daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona
kelayakan.
b. Tahap penyisihan yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua
lokasi terbaik di antara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada
tahap regional. Pada tahap ini disusun beberapa parameter penentu disertai bobot
dan nilainya.
c. Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi tepilih sesuai dengan
kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
Persyaratan umum lokasi pembuangan akhir berdasarkan cara tersebut adalah
sebagai berikut:

− Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan daerah.


− Jenis tanah kedap air.
− Daerah yang tidak produktif untuk pertanian.
− Dapat dipakai minimal untuk 5 - 10 tahun.
− Tidak membahayakan/mencemarkan sumber air.
− Jarak dari daerah pusat pelayanan ± 10 km.
− Daerah yang bebas banjir.
Penilaian berdasarkan Metode Le Grand [56] digunakan untuk menilai suatu calon
lokasi, khususnya ditinjau dari sudut hidrogeologi. Terdapat 10 langkah dalam penilaian
tersebut, yaitu:
− Langkah 1: menentukan jarak horizontal antara lokasi dengan sumber air minum.
− Langkah 2: menentukan jarak vertikal (kedalaman) muka air tanah terhadap dasar
lahan urug.
− Langkah 3: menentukan kemiringan hidrolis air tanah dan arah alirannya.

8
− Langkah 4: menetukan potensi pencemaran dan kemampuan sorpsi.
− Langkah 5: catatan tentang keakuratan data.
− Langkah 6: catatan tentang kondisi sekitar.
− Langkah 7: penentuan deskripsi hidrogeologi calon lokasi berdasarkan langkah 1
sampai 6
− Langkah 8: penentuan kaitan jenis limbah dengan media tanah di bawah site.
− Langkah 9: penentuan Protection of Aquifer Rating (PAR) berdasarkan langkah 7
dan langkah 8
− Langkah 10: iterasi ulang bila terjadi perbaikan site dengan masukan teknologi

D. Penyiapan Sarana dan Prasarana


Lahan di lokasi TPA yang direncanakan biasanya dibagi menjadi:
a. Lahan Efektif:
merupakan bagian lahan yang digunakan sebagai lokasi pengurugan atau penimbunan
sampah. Lahan efektif direncanakan sebesar ± 70% dari luas total keseluruhan TPA
b. Lahan Utilitas:

merupakan bangunan atau sarana lain di TPA khususnya agar pengurugan dan
kegiatan lainnya dapat berlangsung, seperti jalan, jembatan timbang, bangunan kantor,
hanggar, bangunan pengolah leachate, bangunan pencucian kendaraan, daerah buffer
(pohon-pohon) lingkungan, dan sebagainya. Lahan utilitas direncanakan luasnya
mencapai sekitar 30% dari lahan yang tersedia. Lahan utilitas ini akan
mengakomodasi berbagai sarana dan prasarana penunjang yang diperlukan dalam
pengelolaan site.
Sarana dan prasarana di sebuah kegiatan TPA akan terdiri dari:
a. Sarana untuk perlindungan terhadap lingkungan:
 Sistem liner dasar dan dinding yang kedap
 Drainase sekeling TPA dan dalam area pengurugan sampah
 Sarana penangkap, pengumpul dan pengolah lindi
 Sumur pemantau
 Ventilasi gasbio
 Sarana analisa air
 Jalur hijau penyangga
 Pengendali vector
b. Peralatan untuk pengoperasian:
 Alat berat: trackloader dan bulldozer
 Stok tanah penutup

9
 Alat transportasi local
 Cadangan bahan bakar
 Cadangan insektisida
 Pelataran pengurugan
c. Sarana penunjang:
 Pagar dan papan nama site
 Jembatan timbang
 Pos penjaga, kantor, garasi, rumah penjaga, gudang, workshop, bengkel, tempat
cuci mobil
 Jalan akses dan operasi
 Fasilitas pengolahan selain pengurugan : daur ulang, pengomposan, insinerasi, dan
lain-lain
 Prasarana penunjang (hidrant kebakaran, reservoir penampungan air, sumur
pemantauan, dan lain-lain).
 Lahan penunjang kegiatan lain, seperti transit sampah, dsb

E. Sistem Pengelolaan Lindi (Leachate)


Lindi (Leachate) adalah cairan yang merembes melalui tumpukan sampah dengan
membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil proses dekomposisi materi
sampah atau dapat pula didefinisikan sebagai limbah cair yang timbul akibat masuknya
air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi terlarut,
termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis.
Secara teoritis leachate tidak akan keluar dari timbunan sampah sebelum kapasitas
serap air dari sampah terlampaui. Kualitas dan kuantitas leachate tergantung dari banyak
faktor, antara lain karakteristik dan komposisi sampah, jenis tanah penutup, iklim, kondisi
kelembaban dalam timbulan sampah serta waktu penimbunan sampah. Tanah penutup
yang baik dapat mencegah atau meminimasi air yang masuk kedalam lahan urug,
terutama berasal dari air hujan. Penetrasi air yang masuk merupakan sumber terbentuknya
leachate yang merupakan pencemar bagi lingkungan. Semakin banyak air yang masuk
maka semakin banyak pula leachate yang ditimbulkan dan yang harus dikelola.Secara
umum leachatemengandung zat organik dan anorganik dengan konsentrasi tinggi,
terutama pada timbunan sampah yang masih baru. Oleh karena itu dalam pengelolaan
sebuah TPA yang baik tidak terlepas dari pengelolaan leachatenya.

10
F. Pemantauan dan Pemanfaatan Lahan
Selama pengoperasian, perlu dilakukan pemantauan terus menerus, khususnya
terhadap kualitas sampah yang masuk, kuantitasi kualitas lindi yang dihasilkan, kualitas
lindi hasil pengolahan, kuantitas dan kualitas gasbio dan penyebarannya, kualitas
lingkungan lainnya sekitar lokasi TPA, khususnya masalah bau, air tanah dan sumur-
sumur penduduk, air sungai, kemungkinan terjadinya longsor, dsb. Pemantauan juga perlu
dilaksanakan setela pasca operasi, paling tidak selama 10 tahun terhadap leachate, gasbio
dan settelement.
Lahan TPA setelah pengoperasian akan berupa suatu areal kosong yang cukup luas.
Keberadaan area ini dapat difungsikan menjadi berbagai macam kegunaan, diantaranya
area rekreasi, taman, lahan penghijauan, lahan pertanian atau perkebunan, fasilitas
komersial. Operasi penambangan kembali sampah yang sudah tua dalam urugan (landfill
mining) untuk diolah dijadikan kompos, dan tanah penutup juga sudah banyak diterapkan
sehingga lahannya dapat dijadikan lahan TPA lagi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara sehat


dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk menampung
sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi lapis sedemikian
rupa sehingga sampah tidak berada dialam terbuka. Pengelompokan Metode Landfilling
Disesuaikan dengan Cara atau Perlakuan yang digunakan berdasarkan penanganan
sampah, berdasarkan kondisi site, Berdasarkan proses biodegradasi sampah, Berdasarkan
jenis limbah yang akan diurug, Berdasarkan aplikasi tanah penutup dan penanganan
leachate, dan Berdasarkan jenis sel di timbunan. Sanitary landfill mengalami
dekomposisi secara aeroh dan anaerob, Hasil yang diperoleh dari dekomposisi aerob
adalah asam dan alkohol,yang dikonsumsi oleh mikro organisme yang akan
menghasilkan methana dan karbon dioksida. Gasmethana menyebabkan kondisi

11
gasmasuk ke rumah. konsentrasi ledakan dalam penelitian gas lain yang diproduksi
secara anaerob adalah hidrogen sulfidayang berbau busuk dan mudah meledak.

B. Saran
Metode pengelolaan sampah dengan cara sanitary landfill sangat dianjurkan
untuk mengurangi sampah yang ada di lingkungan, namun hal tersebut harus dilakukan
sesuai prosedure dan harus dilakukan pengawasan yang lebih ketat.

DAFTAR PUSTAKA

Kalimah, Siti Mila. 2018. Pengolahan Sampah dengan Sistem Control Landfill. Balai
Lingkungan Hidup Daerah Hota Serang. https://bhld.serangkota.go.id. (Diakses
tanggal 29 September 2019)

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri. 2018. Riset: 24 Persen
Sampah di Indonesia Masih Tak Terkelola. http://litbang.kemendagri.go.id. (Diakses
tanggal 29 September 2019)

Damanhuri, Enri. 2008. Pengurugan (Landfilling) Sampah, Diklat Kuliah Pengelolaan Sampah.
http://www.kuliah.ftsl.itb.ac.id. (Diakses tanggal 29 September 2019)

12
13

Anda mungkin juga menyukai