Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Febi Melina

Pertanian Organik Kelas/Prak/Kel : A1/07/01


Dosen : Yoscarini H.M., S.Hut, M.Si
Asisten : Muhammad Saiful M D., A.Md
Dea Tiara A., A.Md
Monica Ayu R H., A.

PEMBUATAN KOMPOS SEMI AEROBIK

Febi Melina
(J3M117043)

PROGRAM STUDI TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019

1
DAFTAR ISI

2
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pupuk sangat dibutuhkan oleh banyak orang untuk menambah unsur hara bagi
pertumbuhan tanaman. Anjuran penggunaan pupuk ataupun bahan lain yang sifatnya
organic dimaksudkan untuk mengurangi masalah yang sekarang timbul akibat
dipakainya bahan-bahan kimia yang telah terbukti merusak tanah dan
lingkungan.Seperti penggunaan pupuk kimia akan berakibat merusak tanah.
Penggunaan insektisida dan pestisida kimia dalam pengendalian predator, hama dan
penyakit juga merusak lingkungan yang keduanya berpengaruh terhadap system
pertanian.
Saat ini pertumbuhan jumlah penduduk semakin meningkat sehingga kebutuhan
akan bahan makanan juga semakin meningkat. Bahan makanan yang tersisa atau tidak
digunakan akan dibuang dan meningkatkan volume limbah rumah tangga maupun
industri. Limbah padat seperti daun daunan (serasah) dari pertanian dan perkebunan
merupakan salah satu jenis limbah yang dapat menjadi vektor penyakit apabila tidak
ditanggulangi dengan baik. Penumpukan sampah yang terlalu lama dapat
mengakibatkan pencemaran, yaitu bersarangnya hama-hama dan timbulnya bau yang
tidak diinginkan. Salah satu cara mengatasi limbah tersebut yaitu dengan cara
mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih berguna seperti kompos. Serasah pada
umumnya dapat terdekomposisi dengan baik di alam. Namun jika diikuti dengan
campur tangan manusia dalam pengolahannya tentunya akan menghasilkan kompos
yang lebih bermutu dan terbentuk lebih cepat. Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara
artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik, sedangkan proses pengomposan adalah
proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Proses ini
dapat terjadi secara aerob, anaerob maupun semi anaerobik. Membuat kompos adalah
mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih
cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air
yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan pengomposan activator (Sofian
2006).
mengolah menjadi kompos akan membuat tanah menjadi subur karena kandungan
unsur hara bertambah (Suryati, 2008). Pengolahan sampah organik untuk keperluan
pembuatan kompos dapat dilakukan secara sederhana, yaitu dengan menggunakan
teknologi komposter yang terbuat dari tong atau ember. Komposter itu sendiri dapat
bersifat aerob, anaerob dan semi anaerob. Praktikum ini melakukan pembuatan kompos
bersifat semi anaerob dengan menggunakan serasah, em4 dan nanas,

1.2 Tujuan

Mengetahui pembuatan kompos melalui proses semi aerobik dan memahami


faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan kompos serta melakukan
perbandingan hasil dengan standar kompos semi aerobik.

1.3 Manfaat

3
Praktikum ini memberikan manfaat yaitu menambah wawasan mengenai
pembuatan kompos sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
memberikan wawasan mengenai pemanfaatan serasah.

II. METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ember, baskom, plastik, botol
minuman, sekop kecil, pengaduk, gunting, pisau dan alat tulis. Sedangkan bahan
bahan yang digunakan yaitu serasah (daun kering), EM4, buah nanas, air, dan air
seni.

2.2 Prosedur Kerja

Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan kompos ini yaitu alat dan bahan yang
dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu. Serasah dan daun kering lainnya dikumpulkan
sebanyak banyaknya. Serasah yang telah dikumpulkan dicacah dan dipotong hingga berukuran
kecil (< 3 cm) dan dipisahkan dari batang serasah. Kemudian Serasah yang telah dipotong
kecil-kecil dimasukkan kedalam ember hingga ember tersebut penuh (3/4) dan didiamkan
selama seminggu. Minggu selanjutnya dilakukan pencampuran bahan - bahan yang digunakan
sebagai starter atau inokulum. Nanas dipotong kecil kecil kemudian di peras hingga airnya
keluar dan dicampur dengan serasah hingga merata. Setelah itu dilakukan juga pencampuran
EM4 dan diaduk hingga merata. Kemudian dilakukan pengukuran ketinggian serasah
tersebut dan dicatat. Setelah itu ember tempat serasah ditutup. Pengamatan dilakukan selama 4
minggu. Parameter yang diamati yaitu tinggi, Ph, Kelembapan, tekstur, warna dan bau
kompos. Pengamatan dilakukan dengan cara membuka penutup serasah (semi aerobik)

4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Tabel 1 Hasil Pengamatan Kompos


Berdasarkan hasil pengamatan kompos yang dilakukan didapatkan hasil pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Hasil Pengamatan kompos selama 3 minggu

Perlakuan dan Kondisi Tanggal

19Agustus 2019 26 Agustus 2019

Penambahan Serasah Penambahan serasah ¾ ember Penambahan serasah ¾ ember

Penambahan Nanas Belum ada Penambahan Nanas Dilakukan penambahan perasan air nanas

Penambahan EM4 Belum ada Penambahan EM4 Dilakukan penambahan EM4

5
Minggu Ke-

Perlakuan dan 1 2 3 4
Kondisi ( 26 Agustus 2019 ) ( 2 September 2019 ) (9 September 2019) (16 September 2019)

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

Tinggi (cm) 21 24 23 25 22 23 22 23

Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat


Warna
Kehitaman Kehitaman Kehitaman Kehitaman

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


Aroma
berbau berbau berbau berbau berbau berbau berbau berbau

pH 7.5 7.5 7.5 7.9 7 7 8 8

Suhu (oC) 21 21 31.5 32.5 32.9 32.9 33.9 32.8

Kelembaban (%) 50 50 25 25 25 25 25 35

Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Sedikt Sedikit


Tekstur
Halus Halus

6
Tabel 2. Ciri – ciri pupuk yang baik

Ciri-ciri pupuk yang baik Hasil akhir pupuk kelompok praktikan Keterangan

Kelembaban Hasil akhir pengukuran kelembapan pupuk sebesar Kelembaban pupuk tidak mencapai nilai
35% optimum yaitu sekitar 40-60%. Sehingga dapat
(Kelembaban dengan kisaran 40- mempengaruhi proses metabolisme mikroba
60% merupakan kisaran optimum
bagi metabolism mikroba)

Tinggi penyusutan Hasil akhir pengukuran tinggi penyusutan pupuk Peningkatan tinggi pupuk terjadi setelah proses
ialah 23 cm. pengadukan dengan hasil ukur yang berbeda-
(kompos yang baik akan beda
mengalami penyusutan tinggi)

pH Hasil akhir pengukuran Ph pupuk ialah 8 Ph akhir pupuk 8 yaitu bersifat basa. Ph ini
masih dikategorikan ph optimum untuk
(pH optimum berkisar antara 6 dan pertumbuhan mikroba
8)

Suhu kompos Hasil akhir pengukuran suhu pupuk ialah 32.8oC Suhu kompos tidak jauh berbeda dengan suhu
kamar yaitu 31oC tetapi suhu akhir ini tidak
(Suhu optimum pengomposan mencapai suhu optimum pengomposan
aerobik adalah 40-60oC)

Bau Hasil akhir pupuk tidak berbau Pupuk yang baik tidak menimbulkan bau
(kompos yang baik tidak berbau)

Warna Hasil akhir warna pupuk coklat keiteman Warna pupuk sesuai dengan literature yaitu
coklat keitaman seperti warna tanah
(warna kompos yang baik ialah
seperti warna tanah coklat
kehitaman)

7
Penyusutan Tinggi Kompos
30

25
Tinggi (cm)

20
sebelum
15 sesudah

10

5
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Grafik 1. Tinggi Penyusutan Kompos

3.2 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan ialah pembuatan kompos yang bersifat semi
aerobic. Pengomposan semiaerobik merupakan pengomposan yang dilakukan dengan
dan tanpa oksigen, biasanya dilakukan pada kondisi pengontrolan. Metode pembuatan
kompos secara semiaerobik adalah pembuatan kompos yang mana proses dekomposisi
bahan organik tidak seluruhnya proses berlangsung di area terbuka yang berhubungan
langsung dengan udara yang berisi oksigen dan tidak pula di wadah yang tertutup
rapat secara sempurna, misalnya pembuatan kompos dalam rorak (Agustina L 2011).
Berdasarkan table 1. Pembuatan kompos dilakukan dengan menggunakan
serasah yang dicampurkan dengan EM4 dan air perasan nanas. Selama proses
pengomposan, sejumlah jasad hidup seperti bakteri dan jamur, berperan aktifdalam
penguraian bahan organik kompleks menjadi lebih sederhana (Sulistyorini
2015).Untuk mempercepat perkembangbiakan mikroba, telah banyak ditemukan
produk isolat mikroba tertentu yang dipasarkan sebagai bioaktivator dalam pembuatan
kompos, salah satunya adalah Effective Microorganisms 4 (EM4) yang ditemukan
pertama kali oleh Prof. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Larutan EM4
mengandung mikroorganisme fermentor yang terdiri dari sekitar 80 genus,dan
mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam fermentasi
bahan organik. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada tigagolongan utama, yaitu
bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., dan jamur fermentasi (Indriani 2007).
Berdasarkan kandungan nutriennya, nanas mengandung enzim bromelin.
Enzim bromelin dapat berfungsi sebagai katalis biologi (biokatalisator) yang pada
dasarnya dapat berfungsi untuk mengkatalis setiap reaksi di dalam sel hidup, seperti
bakteri sehingga kerja bakteri lebih optimal. selain itu kulit nanas mengandung
karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. nanas mengandung 81,72 % air, 20,87 % serat
kasar, 17,53 karbohidrat, 4,41 % protein, 0,02 % lemak, 1,66 % serat basah, dan
13,65% gula reduksi. Di dalam limbah kulit nanas juga terkandung nitrogen sebesar
953,191 mg/l, fosfor sebesar 58,5154 mg/l dam kalium sebesar 1275 mg/l.
Karbohidrat dan gula merupakan unsur yang diperlukan mikroorganisme untuk
bertahan hidup (Mulyono 2014).

8
Pengamatan proses pengomposan dilakukan selama 4 minggu, adapun
perlakuan yang diamati ialah tinggi, warna, aroma, pH, suhu, kelembaban dan tekstur.
Hasil akhir Ph kompos yaitu 8 bersifat basa. Pada minggu pertama ph 7.5 dan
mengalami kenaikan pada minggu ke 2 menjadi 7,9 kemudian mengalami penurunan
menhadi ph 7 dan pada minggu ke 4 mengalami kenaikan tingkah ph menjadi 8. Nilai
pH kompos yang dihasilkan belum memenuhi standar SNI : 19-7030-2004 yaitu 6,80-
7,49 dimana, nilai pH kompos yang dihasilkan lebih tinggi daripada nilai
perbandingan C/N kompos yang ditetapkan. Peningkatan pH kompos disebabkan oleh
jumlah ammonia yang dihasilkan pada proses pengomposan. kenaikan pH disebabkan
karena terjadinya penguraian protein menjadi ammonia (NH3). Perubahan pH kompos
berawal dari pH agak asam karena terbentuknya asam-asam organik sederhana,
kemudian pH meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibat terurainya protein dan
terjadinya pelepasan ammonia. Peningkatan pH pada kompos yang dihasilkan juga
disebabkan oleh hasil akhir perombakan bahan-bahan organik berupa kation kation
basa yang dapat meningkatkan pH kompos (Widarti et al 2015). adanya reaksi dari
kation-kation basa, terutama kalium dan natrium yang merupakan logam alkali
pembentuk basa kuat, disamping kalsium dan magnesium yang dibebaskan selama
proses dekomposisi.
Suhu awal proses pengomposan ialah 21oC setelah minggu ke 2, 3 dan 4
mengalami kenaikan hingga suhu akhir sebesar 32.8 oC. Pada pengomposan secara
aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama.
Peningkatan suhu yang terjadi pada awal pengomposan ini disebabkan oleh panas
yang dihasilkan dari proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme (Nan
Djuarnani 2005). Temperatur yang dicapai pada proses pengomposan tersebut
termasuk temperatur optimum, tapi belum bisa membunuh mikroorganisme ataupun
unsur-unsur patogen lain yang terkandung dalam kompos. Untuk membunuh
mikroorganisme patogen (bibit penyakit), menetralisisr bibit hama seperti lalat dan
mematikan biji rumput pengganggu hanya bisa terjadi pada temperatur di atas 60oC
(Nan Djuarnani 2005). Bakteri yang terdapat dalam EM4 diketahui mempunyai suhu
pertumbuhan optimal pada kisaran 40oC (Indriani 2007), sehingga peningkatan suhu
pada kompos yang menggunakan EM4 mengindikasikan bakteri pengurai bekerja
dengan baik.
Berdasarkan Table 1 diatas dapat diketahui kelembaban pada saat awal
pembuatan kompos memiliki kelembaban yang cukup tinggi yaitu 50% kemudian
mengalami penurunan pada minggu ke 2, 3 dan minggu ke 4 kelembapan akhir
kompos sebesar 35%. Nilai kadar air kompos yang dihasilkan belum memenuhi
standar SNI : 19-7030-2004 (maksimal 50%), dimana, nilai kadar air kompos yang
dihasilkan lebih rendah daripada nilai kadara air maksimal kompos yang ditetapkan.
Hal ini disebabkan oleh kadar air kompos yang dihasilkan dipengaruhi oleh penguapan
air selama proses pengomposan. Hal ini didukung oleh pernyataan (Widarti et a l2015)
yang menyatakan terjadinya penurunan kadar air disebabkan karena pelepasan air dari
bahan organik yang terbuang dan karena proses perlindian pada masing-masing
komposter.Pada tahap awal pengomposan, mikroorganisma sangat aktif menyerap
bahan organik, dimana hasil proses degradasi ini menghasilkan cairan (lindi).
Pengamatan kondisi fisik warna dari proses pengomposan pada minggu
pertama kompos bewarna coklat hingga minggu ke 2 dan minggu ke 3 dan ke 4
kompos mulai berubah warna menjadi coklat kehitaman. Proses pengomposan yang
dilakuakan tidak menghasilkan bau. proses mempercepat proses pengomposan dengan
bantuan effective microorganisms (EM4) berlangsung secara anaerob (sebenarnya
semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya) tidak menghasilkan bau

9
hilang bila proses berlangsung dengan baik. Data tentang parameter tekstur kompos
secara umum menunjukkan bahwa sampai dengan pengamatan minggu ke 4 tekstur
kompos masih berupa butiran kasar yang terurai, artinya belum menunjukkan butiran
tekstur seperti tanah.
Berdasarkan grafik penyusutan tinggi kompos

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
(Berbentuk paragraph)

4.2 Saran

10
V. DAFTAR PUSTAKA

Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Jakarta (ID).Agromedia Pustaka

Agustina L. 2011. Teknologi Pertanian Organik Menuju Pertanian Berkelanjutan.Malang


(ID). UB Press.

Sulistyorini L. 2005. Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal


Kesehatan Lingkungan. 2(1): 77-84

Indriani, Y. H., 2006. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Mulyono. 2014. Membuat MOol dan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga. Jakarta (ID):
Agromedia.

Widarti, B.N., Wardhini,W.K.,dan Sarwono, E. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku
Pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal Integrasi Proses
5(2) : 75-80.
Djuarnani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agromedia Pustaka.

11
Lampiran I. Dokumentasi pembuatan kompos semi aerobik

(bagan gambar pembuatan kompos dari pemotongan serasah sampai penambahan nanas dan EM4)

Lampiran II. Dokumentasi pengamatan kompos semi aerobik

Minggu ke Sebelum diaduk Sesudah diaduk

1 -

12

Anda mungkin juga menyukai