Anda di halaman 1dari 25

DOKUMEN AMDAL

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) & RENCANA


PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL) PERTAMBANGAN BIJIH BESI DI
PESISIR PANTAI GLAGAH KULONPROGO

Di Susun Oleh :
MUHAMAD ASMAR
20180611044075

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Permasalahan pertambangan terasa semakin kompleks dengan munculnya


eforia otonomi daerah, dengan pelimpahan sebagian kewenangan kepada daerah, baik
tingkat satu maupun tingkat dua. Undang– undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
otonomi daerah, sebagimana telah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan
direvisi kembali menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah pada hakekatnya adalah penyerahan hak, wewenang, dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan Peraturan Perundang- undangan. Tujuan utama kebijakan otonomi daerah
adalah mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat agar dapat lebih cepat,
efektif dan efisien dalam melakukan aktivitas ekonominya. Keberhasilan Pemerintah
Daerah dalam melaksanakan kebijakan tersebut akan diukur dan dibuktikan dengan
adanya peningkatan aktivitas ekonomi penduduk dan banyaknya investasi yang
masuk ke daerah.
Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang terkenal dan
memiliki berbagai kekayaan lingkungan dan alam yang sangat berlimpah. Kekayaan
lingkungan tersebut dimanfaatkan masyarakat sekitar dan pemerintah untuk
membangun berbagai wisata. Selain itu Yogyakarta terkenal dengan keindahan
alamnya, namun seiring berjalannya waktu kekayaan dan keindahan di DIY akan
semakin teriris dan beralih fungsi menjadi pusat perekonomian bagi kaum inverstor -
investor, baik lokal maupun luar. Salah satu kawasan yang di perhatikan para investor
adalah kawasan pantai selatan, kawasan ini terkenal dengan kandungan pasirnya
yang mengandung besi yang berlimpah. Lebih sempitnya adalah Pantai Glagah yang
terletak di desa Temon, Kulon Progo menjadi salah satu lokasi yang terancam akan
ekosistem lingkungannya karena banyak pihak yang akan mengambil alih keuntungan
dari kandungan pasir besi tersebut.
Undang-Undang No 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
menjelaskan masalah otonomi daerah, bahwa suatu daerah otonom mempunyai
kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
termasuk didalamnya bidang pendapatan daerah. Dalam rangka meningkatkan
pendapatan daerah banyak wilayah kabupaten maupun kabupaten kota
memaksimalkan potensi alam untuk dapat meningkatkan pendapatan daerahnya, salah
satu daerah adalah Kabupaten Kulonprogo.
Kulonprogo adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Wates adalah Ibukota Kabupaten Kulonprogo. Nama Kulonprogo berarti sebelah
barat Sungai Progo. Sungai Progo adalah sungai yang membatasi kabupaten ini
dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di sebelah timur. Kabupaten
Kulonprogo dengan luas 586,27km2 yang terdiri atas 12 kecamatan. Pusat
pemerintahan berada di Kecamatan Wates, 25 km sebelah barat daya Kota
Yogyakarta. Jumlah penduduk Kulonprogo adalah 390.207 jiwa (BPS Provinsi DIY
tahun 2011). Selama ini sektor pertambangan baru menyumbang 1,18 % dari
pendapatan domestik bruto daerah, padahal potensi pertambangan di wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta cukup besar. Sumber daya tambang yang ada di DIY adalah
bahan galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin
serta breksi batu apung. Terdapat pula bahan galian Golongan A yang berupa batu
bara tetapi sangat terbatas jumlahnya. Wilayah Kulonprogo mempunyai berbagai
sumber tambang, seperti batu andesit, mangan, pasir besi dan emas. Potensi pasir besi
di daerah pesisir pantai Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta cukup besar,
karena diperkirakan mempunyai persediaan sebesar 605 juta ton (BPS Provinsi DIY
tahun 2011).
Selama ini potensi sumber daya alam pasir besi belum dimanfaatkan secara
maksimal, lahan pasir besi di wilayah pantai tersebut sebagian dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai lahan perkebunan. Pantai selatan Kulonprogo sepanjang 22 Km
dari muara Kali Progo sampai muara Kali Bogowonto memiliki cadangan bijih pasir
besi sebanyak 605.000.000 ton (Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Energi
Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulonprogo, 2012). Bijih pasir besi ini dapat
digunakan untuk bahan baku pembuatan baja, bijih besi dan semen.
Rencana penambangan pasir besi selain untuk mendukung pemenuhan
kebutuhan baja nasional juga diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap
wilayah sekitar, yang dapat berupa dua hal, yaitu Kontribusi ekonomi, diwujudkan
dengan adanya kegiatan perusahaan mempekerjakan penduduk sekitar atau
memberikan kesempatan berusaha yang terkait dengan kegiatan perusahaan tambang,
misalnya transportasi, warung makan, tempat penginapan. Dan konstribusi sosial,
dapat berupa permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar. Lahan
tambang seringkali juga bersinggungan dengan hajat hidup masyarakat.
Upaya pengelolaan lingkungan merupakan suatu upaya untuk meminimalisir ba
hkanmengeliminir dampak yang bersifat negatif dari setiap kegiatan serta
untuk memaksimalkandampak positif dari setiap kegiatan. Pelaksanaan pengelolaan
lingkungan di setiap rencana /usaha, adalah merupakan kepedulian dunia usaha dalam
mewujudkan program pembangunan yang berwawasan lingkungan, ramah
lingkungan, dan berkelanjutan untuk jangka panjang.
Dalam berbagai aturan, pengelolaan lingkungan hidup sering didefinisikan
sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Terkait dengan rencana kegiatan
pembangunan tambang Bijih Besi di Sepanjang Panjang Glagah, Kulonprogo
Yogyakarta, yang dilakukan oleh PT. Bumi Indonesia, sudah tentu akan berdampak
terhadap berbagai komponen lingkungan dan konsep pengelolaan adalah upaya
meminimalkan perubahan yang negatif yang terjadipada berbagai kompenen
lingkungan hidup serta memaksimalkan perubahan yang positif untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Tindak lanjut dari pengelolaan lingkungan hidup adalah pengawasan dan
mengevaluasi pencapaian pelaksanaan program untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemeliharaan, dan pemulihan guna
mencapai optimalisasi dampak positif dan minimalisasi dampak negatif yang terjadi
dalam kegiatan pembangunan tambang Bijih Besi di Kulonprogo Yogyakarta.
Kegiatan ini merupakan upaya pemantauan terhadap komponen lingkungan hidup
yang terkena dampak penting dan telah dikelola oleh pelaksana rencana kegiatan.
Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-fenomena
yang terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat proyek untuk memahami
perilaku dampak yangtimbul akibat usaha dan atau kegiatan sampai ke tingkat
kawasan atau bahkan regional tergantung pada skala masalah yang dihadapi.
Pemantauan merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, sistematis,
dan terencana. Pemantauan lingkungan merupakan upaya sistematis dan terencana
untuk memperolehdata kondisi lingkungan hidup secara periodik di ruang tertentu
berikut p erubahannyamenurut waktu. Pemantauan dilakukan terhadap komponen
lingkungan y ang relevauntuk digunakan sebagai indikator dalam mengevaluasi
penaatan (complia nce), kecenderungan (trendline), dan tingkat kritis (critical level)
dari suatu
pengelolaan lingkungan hidup.
Pemrakarsa mempunyai komitmen terhadap konsep pembangunan
berkelanjutan dan ramah lingkungan dan senantiasa melakukan penyempurnaan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara terus-menerus agar kegiatan dapat
memberikan keuntungan terhadap seluruh pihak yang terkait, karena itu rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
(RPL) dibuat sebagai pedoman bagi PT. Bumi Indonesia dalam mengelola dan
memantau lingkungan hidup dalam kaitannya dengan aktivitasnya.
BAB II
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL)

A. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Pengelolaan lingkungan hidup disusun untuk menangani dampak penting yang
telah diprediksi dari kajian AMDAL dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
rasional yang akan diterapkan melalui pendekatan teknologi, sosial ekonomi dan
institusi.
1. Pendekatan Teknologi
Pendekatan teknologi pengelolaan lingkungan yang berorientasi pada
teknologi yang dapat digunakan untuk mengelola dampak penting lingkungan
hidup dari suatu kegiatan. Pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
melalui aplikasi teknologi yang dapat diterapkan oleh PT. Bumi Indonesia
dengan mempertimbangkan biaya dan kemampuan.
2. Pendekatan Ekonomi
Pendekatan sosial ekonomi dilakukan dalam rangka menanggulangi dampak
besar dan penting melalui tindakan-tindakan yang bermotifkan sosial ekonomi,
misalnya melakukan sosialisasi rencana proyek kepada masyarakat
sekitar, penanganan masalah kamtibmas dan persepsi negatif masyarakat,
memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat (Kelurahan/Kecamatan
masing-masing lokasi kegiatan) sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki sepanjang dibutuhkan.
3. Pendekatan Institusi
Pendekatan institusi adalah mekanisme kelembagaan yang akan ditempuh
oleh PT. Bumi Indonesia dalam rangka menanggulangi dampak penting
lingkungan hidup. Pendekatan ini mencakup pengelolaan lingkungan melalui
koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam pengawasan dampak
lingkungan dan kerjasama dengan instansi terkait dalam pengendalian dampak
lingkungan. Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara berkala kepada
pihak-
pihak yang berkepentingan. Instansi yang berwenang dalam pengawasan dan
instansi yang terkait dalam koordinasi pengelolaan lingkungan.
B. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Prinsip dasar yang akan dilakukan pada Rencana Pengelolaan Lingkungan
hidup (RKL) yaitu untuk menghindari dampak negatif, meningkatkan dampak positif
danmereduksi/mengeliminasi dampak negatif yang diprakirakan akan timbul akibat
adanya Penambangan Galian Bijih Besi. Sistematika perumusan upaya pengelolaan
lingkungan untuk setiap tahap kegiatan meliputi :
a. Dampak lingkungan
b. Sumber dampak
c. Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup
d. Bentuk Pengelolaan lingkungan hidup
e. Lokasi pengelolaan lingkungan hidup
f. Periode pengelolaan lingkungan hidup
g. Institusi pengelolaan lingkungan hidup (PLH).
C. Matriks Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
1. Tahap Prakontruksi

Indikator
Lokasi Periode
Dampak Keberhasilan Institusi
Sumber Bentuk Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan
Lingkungan Pengelolaan Pengelolaan
Dampak Lingkungan Hidup Lingkungan Lingkungan
Yang Dikelola Lingkungan Lingkungan Hidup
Hidup Hidup
Hidup
Kesempatan Rekruitmen  Dapat mengurangi  Mengutamakan Desa 3 (Tiga) Bulan Instansi
kerja dan tenaga kerja pengangguran penduduk setempat Kulonprogo, sebelum Pelaksana: PT.
peluang diwilayah sekitar dalam perekrutan Yogyakarta. pekerjaan Bumi Indonesia
berusaha pertambangan tenaga kerja dan kontruksi  Instansi
 Munculnya usaha- memberikan training dimulai Pengawas: Bupati
usaha kecil di calon tenaga kerja Kulonprogo,
masyarakat sekitar  Memberikan batuan DLH dan
modal bagi usaha- Disnakersos.
usaha kecil secara Instansi penerima
bergilir laporan:
Disnakersos dan
DLH Kulonprogo
Sikap dan  Survei  Tidak timbul sikap  Sosialisasi rencana Desa 6 (Enam)  Instansi
persepsi dan dan persepsi kegiatan warga yang Kulonprogo, Bulan sebelum Pelaksana: PT.
masyarakat sosialisasi negatif dari terkena dampak Yogyakarta. pelaksanaan Bumi Indonesia
 Pengadaa masyarakatyang yang dilakukan penambangan  Instansi
n lahan dapat memicu secara transfaran Pengawas: Bupati
timbulnya  Pemberian Kulonprogo,
gangguan yang kompensasi atas DLH dan
tidak dikehendaki harga lahan yang Disnakersos.
 Pemberian hak dibebaskan Instansi penerima
pengganti aset berdasarkan laporan:
masyarakat sesuai kesepakatan dengan Disnakersos dan
dengan proporsi pemilik lahan DLH Kulonprogo
kepemilikan dengan prinsip
menguntungkan
masyarakat secara
wajar dengan tetap
memperhatikan
aspek kemampuan
pendanaan PT. Bumi
Indonesia

2. Tahap Kontruksi

Indikator
Dampak Lokasi Periode
Keberhasilan Institusi
Lingkungan Sumber Bentuk Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan
Pengelolaan Pengelolaan
Yang Dampak Lingkungan Hidup Lingkungan Lingkungan
Lingkungan Lingkungan Hidup
Dikelola Hidup Hidup
Hidup
Penurunan  Mobilisasi  Tidak  Penutupan bak Di sepanjang Secara  Instansi
kualitas peralatan menimbulkan kendaraan pengangkut jalur akses periodik Pelaksana: PT.
udara  Land pencemaran material (dump truck) mobilisasi sesuai Bumi Indonesia
ambient clearing dan partikel debu  Memasang plat alat dan dengan  Instansi
stripping (TSP), Timbal penghalang pada ban material, kebutuhan Pengawas: Bupati
 Pembuatan (pb) dan CO₂ kendaraan pengangkut terutama Kulonprogo,
jalan masuk  Tidak material yang DLH dan
menimbulkan  Memasang alat berdekatan Disnakersos.
risiko penyakit penyaring udara pada dengan Instansi penerima
ISPA dan iritasi knalpot setiap dump permukiman. laporan:
mata akibat truck dan alat berat Disnakersos dan
partikel debu bagi lainnya DLH Kulonprogo
pekerja dan  Penerapan standar K3
masyarakat bagi pekerja untuk
menggunakan masker
Kebisingan  Mobilisasi  Menurunnya  Setiap pekerja lapang Di sepanjang Secara  Instansi
peralatan sikap dan memakai earplug jalur akses periodik Pelaksana: PT.
 Land persepsi negatif  Menanam barrier alami mobilisasi sesuai Bumi Indonesia
clearing dan masyarakat akibat seperti menanam alat dan dengan  Instansi
stripping kebisingan pepohonan di material, kebutuhan Pengawas: Bupati
 Pembuatan  Menimbulkan sepanjang jalan yang terutama Kulonprogo,
jalan masuk kenyamanan dapat meredam suara yang DLH dan
warga sekitar, (ex. bambu kuning, berdekatan Disnakersos.
warga yg dilalui glodok) dengan Instansi penerima
sepanjang rute Setiap kendaraan permukiman. laporan:
jalan saat proyek agar memakai Disnakersos dan
mobilisasi alatperedam suara di DLH Kulonprogo
peralatan bagian knalpotnya
Erosi dan  Penggalian  Permukaan tanh  Menyediakan drainase Sekitar areal 2 kali  Instansi
Sedimentasi material tidak mengalami dan kolam penambangan selama Pelaksana: PT.
 Land kerusakan penampungan air hujan bijih besi pelaksanaan Bumi Indonesia
clearing dan  Air sungai tidak sementara dilokasi pekerjaan  Instansi
stripping mengalami penambangan kontruksi Pengawas: Bupati
kekerusahan dan  Menyediakan sumur Kulonprogo,
tidak terjadi peresapan air hujan DLH dan
pengendapan pada lahan terbuka Disnakersos.
lumpur akibat  Membuat kolam Instansi penerima
penambangan pengendapan (setting laporan:
pond) sesuai denga Disnakersos dan
kebutuhan dengan DLH Kulonprogo
menyesuaikan topografi
setempat
Gangguan Mobilisasi  Tidak terjadi  Pengaturan waktu dan Sepanjang Pengelolaan  Instansi
lalu lintas peralatan kemacetan di rute mobilisasi rute dilakukan Pelaksana: PT.
dan jalan raya  Kendaraan depan saat mobilisasi setiap Bumi Indonesia
kerusakan  Tidak terjadi mobilisasi agar pelaksanaan  Instansi
jalan kerusakan jalan memakai turning light mobilisasi Pengawas: Bupati
(lampu putar) berlangsung Kulonprogo,
 Melakukan perbaikan DLH dan
jalan apabila terjadi Disnakersos.
kerusakan Instansi penerima
 Kecepatan kendaraan laporan:
max 60 Km/Jam Disnakersos dan
DLH Kulonprogo
Gangguan Land clearing Biota air tidak  Air dari buangan Sekitar areal Selama  Instansi
biota air dan stripping mengalami tambang agar dilakukan penambangan masa Pelaksana: PT.
kepunahan akibat treatment terlebih kontruksi, Bumi Indonesia
aktivitas dahulu dengan cara operasi,  Instansi
penambangan membuat kolam sampai Pengawas: Bupati
pengendapan dan pasca Kulonprogo,
melakukan proses operasi DLH dan
aerasi disetiap kolam Disnakersos
 Dikolam penjernihan di  Instansi penerima
beri ikan sebagai wujud laporan:
bahwa air buangan Disnakersos dan
tambang tidak DLH
berbahaya bagi ikan
dan
biota air lainnya.
Potensi Pembangunan Berkurangnya  Melakukan program Desa Bersamaan  Instansi
Gangguan base camp dan masyarakat yang pengelolaan sanitasi Kulonprogo, dengan Pelaksana: PT.
Penyakit/Ke mobilisasi mengalami sakit berbasis masyarakat Yogyakarta. dimulainya Bumi Indonesia
sehatan peralatan akibat adaya  Melakukan pengelolaan kegiatan  Instansi
mobilisasi kebisingan, kualitas mobilisasi Pengawas: Bupati
pertambangan udara, air limbah dan peralatan Kulonprogo,
sampah dan bahan DLH dan
Disnakersos
 Instansi penerima
laporan:
Disnakersos dan
DLH
3. Tahap Operasi
Indikator
Dampak Lokasi Periode
Keberhasilan Institusi
Lingkungan Sumber Bentuk Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan
Pengelolaan Pengelolaan
Yang Dampak Lingkungan Hidup Lingkungan Lingkungan
Lingkungan Lingkungan Hidup
Dikelola Hidup Hidup
Hidup
Penurunan Kegiatan  Tidak  Penutupan bak Sepanjang Selama  Instansi
kualitas penambangan menimbulkan kendaraan pengangkut jalur akses kegiatan Pelaksana: PT.
udara dan pencemaran material (dump truck) atau rute masa Bumi Indonesia
ambient pengangkutan partikel debu dengan terpal mobilisasi kontruksi  Instansi
(TSP), Timbal (pb)  Melakukan penyiraman alat dan penambang Pengawas: Bupati
dan CO₂ rutin jalan yang material an Kulonprogo,
 Tidak berdebu akibat dampak berlangsung DLH dan
menimbulkan dari pengangkutan Disnakersos.
risiko penyakit material Instansi penerima
ISPA dan iritasi  Kecepatan kendaraan laporan:
mata akibat max 60 Km/Jam Disnakersos dan
partikel debu bagi  Setiap pekerja lapangan DLH Kulonprogo
pekerja menggunakan masker
dan masyarakat
Kebisingan Kegiatan  Menurunnya sikap  Setiap pekerja lapang Sepanjang Selama  Instansi
penambangan dan persepsi memakai earplug jalur akses kegiatan Pelaksana: PT.
dan negatif masyarakat  Membangun barrier atau rute masa Bumi Indonesia
pengangkutan akibat kebisingan alami seperti menanam mobilisasi kontruksi  Instansi
 Tidak pepohonan di alat dan penambang Pengawas: Bupati
Menimbulkan rasa sepanjang jalan yang material. an Kulonprogo,
tidak nyaman dapat meredam suara berlangsung DLH dan
terhadap (ex. bambu kuning, Disnakersos.
masyarakat sekitar, glodok) Instansi penerima
akibat kegiatan  Setiap kendaraan laporan:
maupun proyek agar memakai Disnakersos dan
pengangkutan alatperedam suara di DLH Kulonprogo
material bagian knalpotnya
Gangguan Kegiatan  Tidak terjadi  Pengaturan waktu dan Sepanjang Selama  Instansi
lalu lintas penambangan kemacetan di jalan rute mobilisasi jalur akses kegiatan Pelaksana: PT.
dan dan raya akibat  Menghindari jalan-jalan atau rute masa Bumi Indonesia
kerusakan pengangkutan pengangkutan yang arus lalu lintasnya mobilisasi kontruksi  Instansi
jalan material  Tidak terjadi cukup padat alat dan penambang Pengawas: Bupati
kerusakan jalan  Tonase muatan stiap material an Kulonprogo,
akibat kegiatan dump truck dapat berlangsung DLH dan
pengangkutan menyesuaikan dengan Disnakersos.
meterial jenis jalan yang akan Instansi penerima
dilewati laporan:
 Kecepatan kendaraan Disnakersos dan
max 60 Km/Jam DLH Kulonprogo
Potensi Kegiatan Berkurangnya  Melakukan program Desa Bersamaan  Instansi
Gangguan penambangan masyarakat yang pengelolaan sanitasi Kulonprogo dengan Pelaksana: PT.
Penyakit/Ke dan mengalami sakit berbasis masyarakat , dimulainya Bumi Indonesia
sehatan pengangkutan akibat dampak yang  Melakukan pengelolaan Yogyakarta. kegiatan  Instansi
material ditimbulkan adaya kebisingan, kualitas mobilisasi Pengawas: Bupati
kegiatan udara, air limbah dan peralatan Kulonprogo,
pertambangan sampah dan bahan DLH dan
Disnakersos
 Instansi penerima
laporan:
Disnakersos dan
DLH
4. Tahap Pasca Operasi
Indikator
Lokasi Periode
Dampak Keberhasilan Institusi
Sumber Bentuk Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan
Lingkungan Pengelolaan Pengelolaan
Dampak Lingkungan Hidup Lingkungan Lingkungan
Yang Dikelola Lingkungan Lingkungan Hidup
Hidup Hidup
Hidup
Sikap dan Kegiatan  Tidak timbul sikap  Sosialisasi bahwa Desa Pasca operasi  Instansi
persepsi penataan dan persepsi kegiatan Kulonprogo, kegiatan Pelaksana: PT.
masyarakat lahan negatif dari penambangan akan Yogyakarta. penambangan Bumi Indonesia
(Reklamasi masyarakatyang segera berakhir Bijih besi  Instansi
dan dapat memicu  Pembayaran Pengawas: Bupati
Revegetasi) timbulnya Jamsostek karyawan Kulonprogo,
gangguan yang yang telah emenuhi DLH dan
tidak dikehendaki peraturan ketenaga Disnakersos.
 Pemberian hak kerjaan  Instansi penerima
pengganti aset  Pihak pemrakarsa laporan:
masyarakat sesuai agar memenuhi Disnakersos dan
dengan proporsi kewajibannya DLH Kulonprogo
kepemilikan terhadap hak-hak
masyarakat setempat
maupun karyawan
Pendapata Kegiatan  Masyarakat  Masyarakat setempat Desa Pasca operasi  Instansi
n penataan berpartisipasi dilibatkan dalam Kulonprogo, kegiatan Pelaksana: PT.
masyarakat lahan dalam melakukan tahp revegetasi atau Yogyakarta. penambangan Bumi Indonesia
dan PAD (Reklamasi penghijauan pasca reboisasi lahan pasca Bijih besi  Instansi
dan kegiatan kegiatan Pengawas: Bupati
Revegetasi) penambangan penambangan Kulonprogo,
 Masyarakat dapat  Melakukan DLH dan
dilibatkan sosialisasi tentang Disnakersos
pembibitan dalam manfaat terhadap  Instansi penerima
areal nursery kegiatan reboisasi laporan:
atau penghijauan. Disnakersos dan
DLH Kulonprogo
Potensi Kegiata Berkurangnya  Melakukan program Desa  Instansi
Gangguan n masyarakat yang pengelolaan sanitasi Kulonprogo, Pelaksana: PT.
Penyakit/Kes penataan mengalami sakit berbasis masyarakat Yogyakarta. Bumi Indonesia
ehatan lahan akibat dampak yang  Melakukan  Instansi
ditimbulkan adaya pengelolaan Pengawas: Bupati
kegiatan kebisingan, kualitas Kulonprogo,
pertambangan udara, air limbah DLH dan
dan sampah Disnakersos
 Instansi penerima
laporan:
Disnakersos dan
DLH
BAB III
RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL)
A. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan lingkungan dimaksudkan untuk memantau pelaksanaan
pengelolaan dampak penting akibat kegiatan Penambangan Bijih Besi. Rencana
pemantauan lingkungan hidup ini, dapat diketahui secara dini perubahan lingkungan
yang terjadi dari hasil pengelolaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu, perlu
disusun secara sistematik alur pemantauan lingkungan hidup setiap jenis dampak
yang bersumber dari suatu kegiatan tertentu sebagai hasil pelaksanaan pengelolaan
lingkungan.
Usaha yang dilakukan untu melakukan rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup (RPL) pada usaha pembangunan pertambangan Bijih Besi yang akan
dilakukan oleh PT. Bumi Indonesia , dapat dipantau dari efek dan dampak uang
ditimbulkan dari usaha atau kegiatan penambangan bijih besi mulai dari tahap pra
kontruksi hingga tahap pasca operasi.
B. Matriks Pemantauan Lingkungan Hidup
1. Tahap Prakontruksi

Dampak Lingkungan Yang di Pantau Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup


Institusi
Pemantauan
Lingkungan Hidup
Jenis
Dampak Indikator Sumber Metode Pengumpulan Lokasi Waktu dan
Yang Parameter Dampak & Analisis Data Pantau Frekuensi
Timbul
Kesempatan  Proporsi pekerja Sosialisai, Metode : dengan cara Desa Satu kali  Pemrakarsa: PT.
kerja dan bagi tenaga lokal Survey Observasi/pengamatan Kulonprogo, selama tahap Bumi Indonesia
peluang  Terbukanya Pendahuluan, secara langsung Yogyakarta. prakontruksi  Pengawas: Bupati
berusaha lapangan kerja rekruitmen Alat : wawancara atau dilakukan Kulonprogo,
 Kesempatan tenaga kerja dengan mendengarkan DLH dan
berusaha bagi dan perizinan pendapat masyarakat Disnakersos.
masyarakat Teknik Sampling :  Penerima laporan
setempat Random Sampling Disnakersos dan
Analisis Data : DLH Kulonprogo
Menggunakan analisis
Deskriptif dengan
membandingkan
kondisi sebelum
adanya rencana
kegiatan
Sikap dan  Muncul  Survey dan Metode : dengan cara Desa Satu kali  Pemrakarsa: PT.
persepsi kecemburuan sosialisasi Observasi/pengamatan Kulonprogo, selama tahap Bumi Indonesia
masyarakat sosial pada  Pembebasan secara langsung Yogyakarta. prakontruksi  Pengawas: Bupati
masyarakat yang lahan Alat : wawancara atau dilakukan Kulonprogo,
direkrut sebagai  Perekrutan dengan mendengarkan DLH dan
tenaga kerja dan tenaga kerja pendapat masyarakat Disnakersos.
tidak di rekrut Teknik Sampling :  Penerima laporan
 Adanya protes Random Sampling Disnakersos dan
dan keluhan Analisis Data : DLH Kulonprogo
masyarakat Menggunakan analisis
terhadap dampak Deskriptif dengan
pekerjaan membandingkan
kontruksi sampai kondisi sebelum
taha operasi adanya rencana
kegiatan

2. Tahap Kontruksi

Dampak Lingkungan Yang di Pantau Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup


Institusi
Pemantauan
Lingkungan Hidup
Jenis
Dampak Indikator Sumber Metode Pengumpulan Lokasi Waktu dan
Yang Parameter Dampak & Analisis Data Pantau Frekuensi
Timbul
Penurunan Parameter udara  Mobilisasi Metode : cara uji TSP  Lokasi Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
kualitas yang dipantau peralatan menggunakan HVAS tapak dilakukan satu Bumi Indonesia
udara adalah NO₂, SO₂, CO,  Land dengan metode proyek kali selama  Pengawas: Bupati
ambient Ox dan TSP. clearing dan gravimetri  Rute tahap Kulonprogo,
stripping Analisis Data : mobilisasi kontruksi DLH dan
 Pembuatan Menggunakan analisis dan Disnakersos.
jalan masuk Deskriptif dengan pengangkut  Penerima laporan
membandingkan baku an material Disnakersos dan
mutu udara ambient DLH Kulonprogo
sesuai PP No. 41/1999
tentang baku mutu
udara ambient
Kebisingan Kebisingan (Leq)  Mobilisasi Metode : Pengukuran  Lokasi Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
peralatan langsung penambang dilakukan satu Bumi Indonesia
 Land Alat : Sound level an kali selama  Pengawas: Bupati
clearing dan meter  Rute tahap Kulonprogo,
stripping Analisis Data : mobilisasi kontruksi DLH dan
 Pembuatan Perhitungan matematis dan Disnakersos.
jalan masuk Leq
pengangkut  Penerima laporan
an material Disnakersos dan
DLH Kulonprogo

Gangguan Lokasi, jumlah dan Mobilisasi Metode dan Analisis Pintu keluar Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
lalu lintas jenis potensi peralatan dan Data : Survei masuk lokasi dilakukan pada Bumi Indonesia
dan konflik kendaraa di material pengamatan lapangan proyek dan saat mobilisasi  Pengawas: Bupati
kerusakan pintu keluar masuk di kawsan proyek rute jalur peralatan dan Kulonprogo,
jalan proyek dan jalan untuk mempelajari mobilisasi material DLH dan
sekitar proyek perilaku kendaraan Disnakersos.
pada saat keluar  Penerima laporan
masuk lokasi proyek Disnakersos dan
dan rute sepanjang DLH Kulonprogo
rute jalan
mobilisasi
Gangguan Matinya puluhan Kegiatan land Metode : Observasi Sungai, Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
biota air biota air seprti ikan clearing dan dengan melakukan kolam ikan, dilakukan satu Bumi Indonesia
dll stripping pengamatan secara pesisir pantai, kali selama  Pengawas:
langsung dan media air tahap Puskesmas
Analisis Data : lainnya. kontruksi setempat, KLH
Pemeriksaan dan Dinkes
Laboratorium Kulonprogo
 Penerima laporan
Dinkes
Kulonrogo dan
KLH Kulonprogo
Potensi Prporsi angka  Mobilisasi Metode : Di wilayah Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
Gangguan kejadian penyakit peralatan Pengumpulan data Pantai Glagah dilakukan Bumi Indonesia
Penyakit/Ke di daerah Pesisir  Land penyakit dari Kulonprogo setiap enam  Pengawas:
sehatan pantai Glagah cleaning dan Puskesmas setempat bulan sekali Puskesmas
shipping dan survey kuesioner selama setempat, KLH
 Pembanguna tentang gangguan beroperasi dan Dinkes
n base camp kesehatan yang Kulonprogo
diderita masyarakat  Penerima laporan
sekitar Dinkes
Alat : Kuesioner Kulonrogo dan
Analisis Data : data KLH Kulonprogo
dari puskesmas
dianalisis
kemungkinan oenyakit
yang timbul akibat
operasional
pertambangan bijih
besi dan data
kuesioner dianisis
secara deskriptif dan
dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
3. Tahap Operasional

Dampak Lingkungan Yang di Pantau Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup


Institusi
Pemantauan
Lingkungan Hidup
Jenis
Dampak Indikator Metode Pengumpulan Lokasi Waktu dan
Sumber Dampak
Yang Parameter & Analisis Data Pantau Frekuensi
Timbul
Penurunan Parameter udara Kegiatan Metode : cara uji TSP  Lokasi Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
kualitas yang dipantau penambangan menggunakan HVAS proyek dilakukan Bumi Indonesia
udara adalah NO₂, SO₂, dan dengan metode  Rute setiap enam  Pengawas: Bupati
ambient CO, Ox dan TSP. pengangkutan gravimetri mobilisasi bulan sekali Kulonprogo,
material Analisis Data : dan selama tahap DLH dan
Menggunakan analisis pengangkut operasi Disnakersos.
Deskriptif dengan an material  Penerima laporan
membandingkan baku Disnakersos dan
mutu udara ambient DLH Kulonprogo
sesuai PP No. 41/1999
tentang baku mutu
udara ambient
Kebisingan Kebisingan (Leq) Kegiatan Metode : Pengukuran  Lokasi Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
penambangan langsung penambang dilakukan Bumi Indonesia
dan Alat : Sound level an setiap enam  Pengawas: Bupati
pengangkutan meter  Rute bulan sekali Kulonprogo,
Analisis Data : mobilisasi selama tahap DLH dan
Perhitungan matematis dan operasi Disnakersos.
Leq pengangkut  Penerima laporan
an material Disnakersos dan
DLH Kulonprogo
Gangguan Lokasi, jumlah Mobilisasi Metode dan Analisis Pintu keluar Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
lalu lintas dan jenis potensi peralatan dan Data : Survei masuk lokasi dilakukan Bumi Indonesia
dan konflik kendaraa material pengamatan lapangan proyek dan setiap enam  Pengawas: Bupati
kerusakan di pintu keluar di kawsan proyek rute jalur bulan sekali Kulonprogo,
jalan masuk proyek dan untuk mempelajari mobilisasi selama tahap DLH dan
jalan sekitar perilaku kendaraan operasi Disnakersos.
proyek pada saat keluar  Penerima laporan
masuk lokasi proyek Disnakersos dan
dan rute sepanjang DLH Kulonprogo
rute jalan
mobilisasi
Potensi Prporsi angka  Mobilisasi Metode : Di wilayah Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
Gangguan kejadian penyakit peralatan Pengumpulan data Pantai Glagah dilakukan Bumi Indonesia
Penyakit/Ke di daerah Pesisir  Land cleaning penyakit dari Kulonprogo setiap enam  Pengawas:
sehatan pantai Glagah dan shipping Puskesmas setempat bulan sekali Puskesmas
 Pembangunan dan survey kuesioner selama tahap setempat, KLH
base camp tentang gangguan operasi dan Dinkes
kesehatan yang Kulonprogo
diderita masyarakat  Penerima laporan
sekitar Dinkes
Alat : Kuesioner Kulonrogo dan
Analisis Data : data KLH Kulonprogo
dari puskesmas
dianalisis
kemungkinan oenyakit
yang timbul akibat
operasional
pertambangan bijih
besi dan data
kuesioner dianisis
secara deskriptif dan
dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
4. Tahap Pasca Operasional

Dampak Lingkungan Yang di Pantau Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup


Institusi
Pemantauan
Lingkungan Hidup
Jenis
Dampak Indikator Metode Pengumpulan Lokasi Waktu dan
Sumber Dampak
Yang Parameter & Analisis Data Pantau Frekuensi
Timbul
Sikap dan Muncul keresahan Penataan lahan Metode : dengan cara Di Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
persepsi masyarakat Observasi/pengamatan Kulonprogo, dilakukan Bumi Indonesia
masyarakat dengan akan secara langsung Yogyakarta secara berkala  Pengawas: Bupati
berakhirnya Alat : wawancara atau selama masa Kulonprogo,
proses dengan mendengarkan pasca DLH dan
penambangan pendapat masyarakat perasional Disnakersos.
Teknik Sampling :  Penerima laporan
Random Sampling Disnakersos dan
Analisis Data : DLH Kulonprogo
Menggunakan analisis
Deskriptif dengan
membandingkan
kondisi sebelum
adanya rencana
kegiatan
Pendapata  Peningkatan Penataan lahan Metode : dengan cara Di Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
n kesejahteraan Observasi/pengamatan Kulonprogo, dilakukan Bumi Indonesia
masyarakat masyarakat secara langsung Yogyakarta secara berkala  Pengawas: Bupati
dan PAD  Peningkatan Alat : wawancara atau selama masa Kulonprogo,
PAD dengan mendengarkan pasca DLH dan
pendapat masyarakat perasional Disnakersos.
Teknik Sampling :  Penerima laporan
Random Sampling Disnakersos dan
Analisis Data : DLH Kulonprogo
Menggunakan analisis
Deskriptif
Potensi Proporsi angka Penataan lahan Metode : Di wilayah Pemantauan  Pemrakarsa: PT.
Gangguan kejadian penyakit Pengumpulan data Pantai Glagah dilakukan Bumi Indonesia
Penyakit/Ke di daerah Pesisir penyakit dari Kulonprogo secara berkala  Pengawas:
sehatan pantai Glagah Puskesmas setempat selama masa Puskesmas
dan survey kuesioner pasca setempat, KLH
tentang gangguan perasional dan Dinkes
kesehatan yang Kulonprogo
diderita masyarakat  Penerima laporan
sekitar Dinkes
Alat : Kuesioner Kulonrogo dan
Analisis Data : data KLH Kulonprogo
dari puskesmas
dianalisis
kemungkinan oenyakit
yang timbul akibat
operasional
pertambangan bijih
besi dan data
kuesioner dianisis
secara deskriptif dan
dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP
Masalah lingkungan merupakan masalah yang dapat berdampak untuk
keberlangsungan di masa depan. Seperti masalah yang terjadi di Daerah Istimewa
Yogyakarta tepatnya di Kulon Progo pantai Glagah. Saat dibangun menuai banyak
pro dan kontra, antara pihak pemerintah dengan masyarakat khusunya petani dan
nelayan di sekitar pantai. Karena dampak untuk kedepannya akan mempengaruhi
ekosistem dan kehidupan ekonomi yang sebelumnya bermata pencaharian sebagai
petani dan nelayan bagi masyarakat setempat.
Pemerintah sudah semestinya berhenti dari jeratan kaum kapitalis dan
beranjak memperdulikan masyarakat yang tidak di untungkan dengan kegiatan-
kegiatan yang menguntungkan kalangan elitis saja. Kebijakan pemerintah akan sangat
menentukan bagaimana masyarakat di Indonesia khususnya di jogja akan dibentuk
maka dari itu kebijakan yang ada harus simetris dan berjalan lurus dengan upaya
mensejahterakan masyarakat. Segala aktivitasnya tidak lain adalah untuk masyarakat
semata.
Segala elemen baik dari elemen masyarakat, LSM, pemerintah, maupun
perusahaan harus tetap berjalan berdampingan untuk menjaga kelestarian lingkungan,
bukanya ada beberapa pihak yang memilih jalur untuk merusak lingkungan demi
sesuatu yang tidak sebanding harganya, sinergisitas antar elemen adalah kunci untuk
menjaga bumi agar tetap dalam kondisi yang nyaman bagi para penguninya

Anda mungkin juga menyukai