PENDAHULUAN
Batas proyek
Batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana atau usaha atau kegiatan
akan melakukan aktivitas prakonstruksi, konstruksi dan operasi, dari ruang ini
lah bersumber dampak terhadap lingkungan. Batas proyek ditentukan
berdasarkan batas tapak proyek rencana tata letak kegiatan pembangunan
TPA yang mana saat ini sebagian besar masih ditanami penduduk serta
sebagian lagi merupakan lahan milik Desa Bersih Selalu.
Batas administrative
Batas administrative pembangunan TPA ditetapkan berdasarkan status
administrasi wilayah dimana kegiatan proyek dilaksanakan yaitu di Desa
Talangagung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Depok.
Batas sosial
Batas sosial merupakan ruang disekitar rencana kegiatan/usaha yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan, sesuai dengan
proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang \diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha/kegiatan.
Untuk pembanguanan TPA Talangagung ini penduduk terkena dampak
bertempat tinggal di sepanjang jalan akses ke TPA yang berjarak sekitar 0,5
km dari lokasi TPA.
Batas ekologis
Batas ekologis merupakan ruang persebaran dampak dari suatu rencana
usaha/kegiatan menurut media transportasi limbah, dimana proses alami
berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar. Batas ekologi TPA Talangagung , meliputi:
a. Perubahan bentang lahan alam yang meliputi daerah tapak
pembangunan TPA
b. Batas ekologi yang terkait dengan udara yaitu komponen kebauan yang
dapat dirasakan pengaruhnya pada jarak radius 0,5 km.
c. Batas ekologi dari komponen biotis adalah persebaran vector lalat yang
kepadatannya tinggi dalam radius 0,2 km.
1. Iklim
Hasil pengumpulan data iklim dari Stasiun Klimatologi provinsi Jawa
barat sebagai stasiun klimatologi terdekat dengan rencana lokasi proyek yang
tercatat selama 3 tahun antara 2010 - 2013, menunjukkan suhu udara rata-rata
bulanan berkisar antara 29 – 32oC. Angin yang dari arah selatan dan juga barat
daya membuat curah hujan disekitar wilayah rencana lokasi proyek TPA
menjadi cukup tinggi, hal ini menyebabkan kelembaban rata-rata Kecamatan
Pancoran Mas berkisar antara 65-96 % dengan suhu maksimum terjadi pada
bulan Agustus dan suhu minimum terjadi pada bulan Desember sampai Januari.
(Sumberdata:http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/meteorologi/Prakiraan_Cuaca_Propin
si.bmkg?pro).
(b)
(c)
(d)
Gambar 4. Hasil Pemantauan Udara Ambien untuk SO2 (a), Partikulat (b),
H2S (c), dan Kebisingan (d) di beberapa lokasi di Kota Depok
3. Fisiografi dan Morfologi
Secara Geomorfologis Kecamatan Pancoran Mas sangat strategis,
terletak pada 06019’ – 06028’ Lintang Selatan dan 106043’ BT-106055’ Bujur
Timur yaitu terletak ditengah jantung perkotaan Kota Depok, yang
dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk dan pusat perbelanjaan, pertokoan
serta perkantoran dan tempat ibadah. Kecamatan Pancoran Mas mempunyai
luas wilayah ± 1.919 ha, dengan ketinggian wilayah dari permukaan air laut
sekitar 50 sampai dengan 60 meter dengan permukaan tanah yang relatif datar
dan berbukit. Kecamatan Pancoran Mas terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, 106
Rukun Warga (RW) dan 627 Rukun Warga (RT) dengan jumlah penduduk
240.920 jiwa per Maret 2013 (Sumber: Pemerintah kota Depok, 2014)
4. Kualitas Air
Perusahaan Daerah Air minum (PDAM) Tirta Kahuripan
merupakan penyelenggara penyedia air utama ke kota Depok termasuk
kecamatan Pancoran Mas. Tingkat pelayanan air untuk kota Depok dari
PDAM Tirta Kahuripan mencakup 49,63% dari seluruh pelayanan. Kapasitas
air minum kota depok yang dilayani oleh PDAM Tirta Kahuripan adalah 333
liter/detik dari total produksi air minum PDAM Tirta Kahuripan di wilayah
Kota Depok. Berdasarkan data SLHD kota Depok tahun 2010 masih terdapat
15,46% penduduk yang memanfaatkan air sumur dalam memenuhi kebutuhan
air bersihnya dan terdapat 0,70% yang menggunakan sumur tidak terlindungi.
5. Jenis Tanah
Secara umum jenis tanah yang terdapat di Kota Depok menurut
RTRW Kota Depok) terdiri dari:
a. Tanah alluvial, tanah endapan yang masih muda, terbentuk dari
endapan lempung, debu dan pasir, umumnya tersingkap di
jalur-jalur sungai, tingkat kesuburan sedang – tinggi.
b. Tanah latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut
perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis – basaltis,
tingkat kesuburannya rendah – cukup, mudah meresapkan air,
tahan terhadap erosi, tekstur halus.
c. Asosiasi latosol merah dan laterit air tanah, tanah latosol yang
perkembangannya dipengaruhi air tanah, tingkat kesuburan sedang,
kandungan air tanah cukup banyak, sifat fisik tanah sedang –
kurang baik.
6. Penggunaan Lahan
Jenis penggunan lahan di Kota Depok dapat dibedakan menjadi
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Jenis kawasan yang perlu dilindungi
terdiri dari Cagar Alam Kampung Baru (Kelurahan Depok) area pinggir
sungai dan situ. Berdasarkan jenis kawasan lindung yang ada
menggambarkan bahwa kondisi morfologis Kota Depok relatif datar. Badan
air yang terdiri dari sungai dan situ-situ lokasinya tersebar menvcakup luasan
551,61 Ha (2,08%) dari total luas Kota Depok.
Luas penggunaan lahan sawah di Kota Depok tahun 2008 adalah 972
Ha,sedangkan Luas penggunaan lahan bukan sawah adalah 19.057 Ha. Luas
panen tanaman padi sawah 848 ha dan produksinya 5.333,30 ton. Tanaman
palawija yang diusahakan diKota Depok antara lain, ubi kayu, ubi jalar, jagung,
dan kacang tanah. Jenis tanaman hortikultura yang paling banyak diusahakan di
Kota Depok tahun 2008 adalah kacang panjang luas panennya 602 ha,
kemudian kangkung yang luas panennya 363 ha, dan mentimun yang luas
panennya 304 ha. Produksi buah belimbing mencapai 42.732 kwintal dari 26.805
pohon belimbing produktif. Produksi jambu biji mencapai 33.213 kwintal,
dari 17.320 tanaman jambu biji produktif. Produksi rambutan mencapai
20.252 kwintal dari 13.832 tanaman produktif. Selain itu masih banyak
buah-buahan yang diusahakan antara lain durian, dukuh/langsat, pepaya dan
lain-lain. Selain buah-buahan tanaman hias juga merupakan produk pertanian
unggulan Kota Depok. Luas panen tanaman hias anggrek 135.593 m2 dengan
produksi 427.670 tangkai.Tanaman hias Aglaonema luas panennya mencapai
59.547 pohon, dengan produksi 15.052tangkai (pot). Jenis tanaman hias lainnya
yang diusahakan masyarakat Depok antara lain: heliconia, mawar, melati, dan
palem.
Luas areal perikanan di Kota Depok Tahun 2008 untuk kolam air
tenang adalah 216,82 ha, luas kolam pembenihan 15,97 ha, kolam ikan hias
8,39ha, dan ada 634 unit japung. Produksi ikan pada budidaya kolam air
tenang mencapai 1.460,65 ton. Produksi ikan hias mencapai 67.697,89 ribu ekor.
Produksi ikan pada kolam pembenihan 13.239,86 ribu ekor
Jenis peternakan yang diusahakan di Kota Depok antara lain : sapi perah,
sapi potong, kambing, domba, kelinci, kerbau, kuda, anjing. Untuk jenis
unggasnya adalah ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan itik.
.(Sumber: Proyeksi Penduduk BPS Kota Depok dalam Kota Depok Dalam
Angka)
2. Tenaga Kerja
3. Ekonomi
Dari sisi penerimaan APBD kota Depok pada tahun 2003,
penerimaan daerah yang terbesar berasal dari dana perimbangan yaitu
sekitar 85% atau Rp 315.103.996.476,00 dari total nilai APBD sebesar Rp
369.678.000.000,00 sedangkan penerimaan yang berasal dari Pendapatan
Asli Daerah menyumbang Rp 41.165.629.524,00 atau sekitar 11%.
Sedangkan penerimaan lain sebesar 13 milyar rupiah.
Tabel 3. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kota Depok 2009
(Sumber: Pemerintah kota Depok, 2009)
2. Pengelolaan Sampah
Daerah pelayanan sampah saat ini hanya pada wilayah rumah
tangga, pasar, komersial/jalan dan industri/rumah sakit dimana timbulan
sampah yang dihasilkan adalah 4.265 m3/hari. Untuk wilayah komersial
dan pemukiman masih dikelola secara konvensional.
Berikut data timbulan sampah Kota Depok Per kecamatan pada
tabel 6:
(Sumber: DKP Kota Depok 2010 dalam Buku Putih Kota Depok)
Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Mobilisasi materi dan alat berat
3. Penyiapan lahan penampung urugan
4. Transportasi tanah urug
5. Pembuatan saluran drainase
6. Pembukaan dan pematangan lahan
7. Pembangunan instalasi sarana dan prasarana TPA
8. Pembuatan jalan kerja
Tahap Operasi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Transportasi sampah
3. Pengoperasian utilitas
9. Biota Perairan
Limbah yang dibuang ke sungai dapat mempengaruhi kualitas
biota perairan setempat.
13. Kamtibmas
Dampak terhadap kamtibmas merupakan dampak turunan akibat
limbah/polutan dan gangguan lingkungan yang terjadi selama tahap
konstruksi dan operasional proyek.
BAB III
METODE STUDI
Angin
Data arah dan kecepatan angin dalam serangkaian waktu
(time series) akan dikumpulkan dari stasiun meteorologi
terdekat. Data yang diperoleh kemudian akan diolah untuk
memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind
rose yang diperoleh akan digunakan untuk memprakirakan
arah dan tingkat pencemaran udara.
Curah hujan
Data curah hujan dikumpulkan dengan mencatat data
hujan dari stasiun-stasiun penakar hujan yang ada di
wilayah studi untuk periode 10 tahun terakhir untuk
mengetahui hujan rata-rata tahunan dan tipe curah
hujannya.
b) Metode Analsis Data
Suhu dan kelembaban udara
Analisis data suhu udara dan kelembaban akan dilakukan
dengan menetapkan suhu ratarata, suhu maksimum dan
minimum, kelembaban rata-rata dan kelembaban
maksimum dan minimum. Sedangkan untuk menghitung
suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata udara dilakukan
dengan menghitung suhu dan kelembanan rata-rata secara
aritmatik. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
wilayah yang akan dilalui jalur pipa adalah daerah dengan
topografi relatif datar pada dataran rendah (low land).
Angin
Data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pengukuran
arah dan kecepatan angin kemudian diolah untuk
memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind
rose yang diperoleh akan digunakan untuk memprakirakan
arah dan kecepatan angin dominan.
Curah hujan
Dengan memperhatikan topografi yang relatif datar, maka
perhitungan tebal hujan rata-rata daerah penelitian
menggunakan metode Poligon Thiessen. Metode Poligon
Thiessen dipergunakan untuk menghitung hujan rata-rata
dengan cara membuat poligon yang mewakili luas
persebaran hujan masing-masing stasiun pencatat hujan.
Dari masing-masing stasiun hujan dihubungkan satu sama
lain dengan garis. Pada garis penghubung tersebut ditarik
garis tegaklurus pada titik tengahnya sehingga garis-garis
yang tegak lurus tersebut akan berpotongan pada suatu
titik. Dari banyak perpotong garis pada titik-titik di antara
tiga stasiun pencatat hujan tersebut akan membentuk suatu
poligon yang banyak seperti Gambar 3.1.
( N−1 ) x Ci
∝= x 100 %
L
Catatan : ∝ = besar lereng (%)
N = jumlah kontur yang terpotong diagonal
Ci = kontur interval ( 12,5 m untuk Peta Rupa Bumi skala
1:25.000 dan 25 m untuk skala 1:50.000)
L = panjang diagonal (m)
Dengan diperolehnya data kemiringan lereng masing-masing
grid maka peta lereng dapat
disusun berdasarkan nilai kemiringan lereng tersebut. Hasil
pemetaan kemudian dicek di
lapangan dengan melakukan pengukuran di beberapa lokasi
sampel, hasilnya kemudian dianalisis untuk mengetahui
klas kemiringan lereng dan topografi daerah penelitian.
Tabel 3.3 Aspek-Aspek Relief yang Merupakan Gabungan
yang Erat antara Topografi, Kemiringan Lereng dan Beda
Tinggi Relatif
b. Geologi
a) Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data geologi meliputi jenis batuan, struktur
geologi dan stratigrafi dilakukan dengan pengumpulan
data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
dengan metode observasi lapangan yakni mengamati,
melihat, mengukur dan mencatat fenomena geologi,
batuan di lapangan. Data sekunder berupa data dari
laporan hasil penelitian terdahulu dan dari peta-peta
geologi daerah setempat.
b) Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan menggunakan teknik
analisis deskriptif secara langsung di lapangan dan
bantuan data sekunder untuk mendeskripsikan kondisi
geologi setempat.
Tabel 3.4 Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi
3.1.1.3.Hidrologi dan Kualitas Air
a. Hidrologi
a) Metode Pengumpulan Data
Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi meliputi
komponen-komponen sebagai berikut:
Hidrologi atau air permukaan
Karakteristik fisik sungai, danau dan rawa
Rata-rata debit dekade, bulanan dan tahunan
Kadar sedimentasi (lumpur), tingkat erosi
Kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah
Kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air
Tingkat penyediaan dan Kebutuhan atau pemanfaatan air
Tabel 3.5 Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Hidrologi
Masing-masing komponen dan paramerter lingkungan yang
diprakirakan terkena dampak tersebut akan dikumpulkan
baik dari lapangan maupun instansi terkait, dengan rencana
lokasi pengambilan sampel disajikan pada Peta Rencana
Lokasi Pengambilan Sampel, yang selanjutnya akan
dianalisis untuk menentukan skala Kualitas Lingkungannya.
b. Kualitas Air
a) Kualitas Air Tanah
Untuk mengetahui kualitas air tanah pada lokasi
penelitian, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air
sumur penduduk. Cara pengukuran, perhitungan dan
evaluasi kualitas air tanah berpedoman pada Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990. Parameter-
parameter kualitas air tanah yang akan diukur disajikan
pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Parameter Air Tanah atau Sumur yang akan Diukur
(sesuai PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002)
Biologi
Vegetasi x
Satwa liar x
Biota air tawar x
Biota air laut x
Sosial-Ekonomi-
Budaya
Kependudukan
Pola kepemilikan
lahan
Pendapatan
masyarakat
Kesempatan
berusaha
Proses sosial
Sikap dan persepsi
masyarakat
Kesehatan
Masyarakat x
Sanitasi x
lingkungan
Tingkat kesehatan
masyarakat
Keterangan:
A. Tahap Prakonstruksi
1. Penetapan lahan dan perizinan peruntukan
2.Pengukuran lahan penyelidikan tanah
3. Sosialisasi kepada masyarakat
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Mobilisasi materi dan alat berat
3. Penyiapan lahan penampung urugan
4. Transportasi tanah urug
5. Pembuatan saluran drainase
6. Pembukaan dan pematangan lahan
7. Pembangunan instalasi saran dan prasarana TPA
8. Pembuatan jalan kerja
C. Tahap Operasi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Transportasi sampah
3. Pengoperasian Utilitas
D. Tahap Pasca Operasi
1. Bioremediasi lahan
3.2.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak
Sifat penting dampak akan ditetapkan dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Dampak besar dan penting
merupakan satu kesatuan makna “dampak penting”. Hal ini berarti
bahwa tidak selalu yang hanya mempunyai dampak besar saja yang
bersifat penting, tetapi dampak yang kecil pun dapat bersifat penting.
Untuk mengetahui apakah dampak-dampak tersebut mempunyai sifat
penting tertentu, maka dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor
penentu dampak penting untuk selanjutnya dievaluasi bersama-sama
dengan besaran dampak-dampak tersebut, untuk mengambil
keputusan apakah dampak tersebut merupakan dampak besar dan
penting agar dapat disimpulkan menjadi dampak lingkungan besar dan
penting. Penentuan Tingkat kepentingan dampak dilakukan pada
semua dampak-dampak hipotesis dengan mengacu pada kriteria
penentu dampak penting sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27
tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), yaitu:
Jumlah manusia yang terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak
Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
P
Kualitas air laut
Transportasi darat
Biologi
Vegetasi P
Satwa liar
Biota air tawar P
Biota air laut
P
P
Sosial-Ekonomi-
Budaya
Kependudukan
Pola kepemilikan
lahan
Pendapatan
masyarakat
Kesempatan
berusaha
Proses sosial
Sikap dan persepsi
masyarakat
Kesehatan
Masyarakat P
Sanitasi P
lingkungan
Tingkat kesehatan
masyarakat
Keterangan:
A. Tahap Prakonstruksi P = Dampak Penting
1. Penetapan lahan dan perizinan peruntukan TP = Dampak Tidak Penting
2.Pengukuran lahan penyelidikan tanah
3. Sosialisasi kepada masyarakat
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Mobilisasi materi dan alat berat
3. Penyiapan lahan penampung urugan
4. Transportasi tanah urug
5. Pembuatan saluran drainase
6. Pembukaan dan pematangan lahan
7. Pembangunan instalasi sarana dan prasarana TPA
8. Pembuatan jalan kerja
C. Tahap Operasi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Transportasi sampah
3. Pengoperasian Utilitas
D. Tahap Pasca Operasi
1. Bioremediasi lahan
3.3. Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting
Tujuan dilakukan evaluasi dampak besar dan penting lingkungan
akibat dari komponen kegiatan yang direncanakan adalah
memutuskan/menentukan jenis dampak hipotetik yang akan dikelola, jenis
dampak tersebut ditelaah secara holistik, dan memberikan arahan atau
alternatif pengelolaannya. Metode evaluasi dampak penting yang digunakan
adalah non matrik yaitu dengan pendekatan deskriptif-kualitas berdasarkan
informasi besaran dan tingkat kepentingan masing-masing jenis dampak
penting hipotetik dengan bagan alir. Adapun keputusan tentang jenis
dampak hipotetik yang akan dikelola adalah jenis dampak yang termasuk
kategori dampak penting yang dikelola (PK) yang ditetapkan berdasarkan
dua kriteria sederhana berikut:
Pada prameter linkungan yang memiliki Baku Mutu Lingkungan tertentu:
apabila tingkat kepentingannya (ΣP) > 3 dan dampak negatif yang
diprakirakan akan terjadi menyebabkan perubahan nilai pada parameter
tertentu sehingga nilai itu akan melebih baku mutu yang berlaku, maka
kesimpulan dampaknya termasuk kategori dampak penting yang dikelola
(PK).
Pada prameter linkungan yang tidak memiliki Baku Mutu Lingkungan:
Apabila (ΣP) ≥ 3 dan besaran angka prakiraan dampak ≥ (+/-) 2, maka
kesimpulan dampaknya masuk kategori dampak penting yang dikelola
(PK).
Diluar kedua kriteria tersebut di atas masuk dalam kategori dampak tidak
penting dan tidak dikelola (TPK).
Diluar kedua kriteria di atas, kesimpulan hasil evaluasi adalah dampak
tidak penting dan tidak dikelola (TPK). Bila dampak yang disimpulkan
merupakan dampak penting yang dikelola (PK), maka dampak-dampak
itulah yang akan dijadikan dasar untuk penyusunan Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Hasil evaluasi dampak
besar dan penting disajikan dalam Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting
Komponen Komponen Rencana Kegiatan T
o. Lingkungan Pr Konstruksi Op P ot
a erasi as al
Konstr ca L
uksi O e
pe o
ra p
si ol
1 d
Geo-Fisika-
Kimia 1 9
. Kualitas udara /1 /2 /1 /1 /2 /3 /1 /1
ambien 1
. Kebisingan 1
Erosi tanah /1 /1 /1 /2 /1 /1 /2 /1 /2 2/
. Sistem 1
drainase dan irigasi 2
. Kualitas air 2 8
permukaan /2 /2 /2 /2 /8
. 2 7
Kualitas air /2 /3 /2 /2 /9
laut 3 8
. Transportasi /2 /2 /3 /3 /1
darat 0
. 3 1
/2 /2 /1 /2 /3 0/
1
0
1
/2 /2 /2 /1 /2 /2 /2 /2 6/
1
5
Biologi
Vegetasi 2 9
. Satwa liar /2 /2 /2 /1 /2 /9
Biota air tawar 2 9
. Biota air laut /1 /3 /3 /2 /2 /1
1
. 2 8
/1 /2 /2 /1 /2 /8
. 2 6
/1 /2 /1 /2 /6
Sosial-
Ekonomi-Budaya 1
. Kependuduka /2 /2 /2 /1 /2 /1 /2 0/
n 1
. Pola 2
kepemilikan lahan 6
. Pendapatan /2 /2 /2 /6
masyarakat 8
. Kesempatan /2 /2 /2 /2 /8
berusaha 7
. Proses sosial /2 /2 /2 /1 /7
Sikap dan 1
. persepsi /2 /2 /2 /2 /2 /2 /2 /2 /1 7/
masyarakat 1
7
1
/2 /2 /2 /2 /2 /2 /2 4/
1
4
Kesehatan
Masyarakat 2 8
. Sanitasi /2 /2 /2 /2 /8
lingkungan 2 4
. Tingkat /2 /2 /4
kesehatan
masyarakat
BAB IV
PELAKSANA STUDI
4.1 Pemrakarsa
a. Identitas Proyek
b. Nama Perusahaan
Alamat Kantor : Gedung Trisakti, Lantai 9 Jl. Kyai Tapa No. 1B.
Jakarta, 10110, Indonesia P.O. Box 1012 Jkt.
Alamat Kantor : Gedung Trisakti, Lantai 9 Jl. Kyai Tapa No. 1B.
Jakarta, 10110, Indonesia P.O. Box 1012 Jkt.
Tim pelaksana Studi AMDAL ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: ketua
tim, koordinator bidang fisik kimia beserta beberapa orang anggota, koordinator
bidang biologi dengan beberapa orang anggota, koordinator bidang sosial
ekonomi dan budaya dengan beberapaorang anggota, koordinator bidang
kesehatan masyarakat dengan seorang anggota dan beberapa narasumber. Susunan
tim penyusun AMDAL selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1.
1. Konsultasi Masyarakat
a. Jasa tenaga ahli : 11%
b. Survei lapangan/kegiatan konsultasi masyarakat : 19%
c. Dokumentasi/pelaporan : 4%
BULAN KE
No KEGIATAN I II III IV V VI VII VIII
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 a. Perijinan ke instansi terkait
b. koordinasi dengan pemerintah setempat
2 PENGUMUMAN PUBLIK
a. Memasang papan pengumuman di desa dan
kecamatan
b. Pengumuman di Media Elektronik
c. Pengumuman di media cetak
d. pengumpulan data tanggapan masyarakat
3 KONSULTASI MASYARAKAT
a. koordinasi dengan pemerintah setempat
b. Konsultasi Masyarakat di desa/kecamatan
c. Pengolahan Data hasil konsultasi masyarakat
d. pengolahan data hasil diskusi-konsultasi
e. penyusunan data sekunder
4 PENYUSUNAN KA ANDAL
a. penulisan draft KA ANDAL
c. penyempurnaan KA ANDAL
d. Penyerahan KA ANDAL ke pemrakarsa
e. Penyerahan KA ANDAL ke komisi penilai
AMDAL
f. Presentasi KA ANDAL di Komisi Penilai
AMDAL
g. Penyempuraan dan Persetujuan KA ANDAL
5 PENYUSUNAN ANDAL-RKL-RPL
a. pengumpulan data lapangan
b. analisis laboratorium
c. Pengolahan Data hasil konsultasi masyarakat
d.penyusunan ANDAL
e/ Peyusunan RKL
f. Penyusunan RPL
g. Konsultasi ANDAL-RKL-RPL kepada
pemrakarsa
h. penyempurnaan ANDAL-RKL-RPL
i. penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke pemrakarsa
j. Penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke komisi
penilai AMDAL
k. presentasi ANDAL-RKL-RPL di komisi
penilai AMDAL
l. penyempurnaan dan persetujuan ANDAL-
RKL-RPL
DAFTAR PUSTAKA
Godang Jaya Tua, PT. Naviogat Organik Energy Indonesia, PT. KA-ANDAL Pembangunan
TPST Bantar Gebang-Bekasi. 2009
(Sumber:http://www.jbic.go.jp/wp-content/uploads/projects/2012/11/3934/1-4-
6_KA_ANDAL_BAB_2B.pdf) Diunduh tanggal 2 Januari 2015 /10.20
WIB
(Sumber: http://www.academia.edu/7267999/ANALISIS_RONA_LINGKUNGAN_Tanti
(Sumber: http://www.academia.edu/4304667/1_4_7_KA_ANDAL_BAB_3)