Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembuatan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan atau KA


ANDAL ini adalah salah satu bagian dari dokumen AMDAL yang
memiliki tujuan dan fungsi yang sangat penting.
Sebagaimana yang telah ditetapkan pada PERATURAN MENTERI
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018 yaitu :
1. Tujuan Penyusunan Andal

Untuk menyampaikan telaahan secara cermat dan mendalam


tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
2. Fungsi Penyusunan Andal

Untuk memberikan pertimbangan guna pengambilan keputusan


kelayakan atau ketidaklayakan dari rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diusulkan

Sampah menjadi persoalan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia


terutama di daerah-daerah yang padat penduduknya, karena belum ada
sistem pengolahan sampah yang lebih baik. Upaya yang dilakukan
Pemerintah Provinsi Lampung Khususnya kota Bandar Lampung dalam
pengelolaan sampah dengan cara konvensional khususnya pengelolaan
sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Matahari.
Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah juga merupakan
salah satu program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan
tempat penampungan akhir sampah. Pengelolaan kebersihan di Kota
Bandar Lampung khusunya di Kecamatan Kemiling telah ditangani
secara serius dan nyata melalui program-program yang dibiayai oleh
APBD Kota Bandar Lampung. Pengelolaan sampah di Kecamatan
Kemiling dimulai dari tingkat yang paling mendasar adalah dengan
membersihkan sampah-sampah dari pusat produksi sampah yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti tempat permukiman, toko,
pasar, tempat perdagangan dan perkantoran, dan tempat kegiatan social
(masjid, gereja, rumahsakit, dan terminal). Kegiatan tersebut berupa
pengumpulan pertama (primer) yaitu pengumpulan sampah dari proses
produksi ke Lokasi Pembuangan Sementara (LPS), yang pelaksanaannya
ditangai secara gotong-royong oleh warga masyarakat melalui RT/RW dan
kelurahan. Sedangkan pengumpulan tahap kedua (sekunder) dari tempat
pembuangan sampah sementara ke tempat pembuangan akhir
pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Bandar Lampung.
Sampah-sampah yang terproduksi yang dapat diangkut dari LPS pada
akhirnya akan membutuhkan fasilitas pemusnahan (disposal) agar tercipta
suatu lingkungan yang bersih, tidak tercemar dan tidak membahayakan
kehidupan manusia. Penambahan jumlah penduduk dan perluasan
pembangunan kabupaten telah mendorong terjadinya perubahan
penggunaan lahan. Sehingga dengan akan beroperasinya TPA Matahari
dapat meminimalisasi permasalahan timbunan sampah di tempat-tempat
produksi sampah. Dan permasalahan yang paling mendasar adalah
pertanahan atau tersedianya lahan yang memadai guna menunjang
pembangunan TPA tersebut serta pendanaan maupun prosedur
pembangunannya. Selain itu pembangunan TPA Matahari dengan luas
sekitar 14,3 Ha di kecamatan Kemiling diharapkan tidak hanya memenuhi
sarana kehidupan saja, melainkan harus dapat menciptakan keseimbangan
dengan kelestarian lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari Penyusunan Kerangka Acuan Analisis dampak Lingkungan


(KA-ANDAL) Pembangunan TPA Matahari adalah untuk terciptanya
pembangunan yang berwawasan lingkungan serta pembangunan sarana
pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus tetap
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungannya.

Tujuan Penyusunan Kerangka Acuan Analisis dampak Lingkungan (KA-


ANDAL) Pembangunan TPA Matahari adalah:
1. menunjukkan tingkat kepedulian pihak pemrakarsa dalam upaya
menjalankan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat yang tinggal di sekitar
lokasi kegiatan dan pihak terkait tentang rencana kegiatan
pembangunan TPA yang bersifat spesifik untuk kegiatan-kegiatan
yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sehingga
masyarakat dapat memberikan masukan, saran dan tanggapan atas
rencana kegiatan tersebut.
3. Masyarakat berhak mengetahui setiap rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib UKL-UPL.
4. Pemrakarsa bersama-sama Bapedalda wajib memberitahukan kepada
masyarakat setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan
diterbitkan rekomendasi UKL-UPL.
5. Mengetahui kualitas/rona lingkungan di lokasi rencana pembangunan
dan sekitarnya.
6. Sebagai instrumen pengikat bagi pemrakarsa untuk melaksanakan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
7. Mengkaji dan memperkirakan dampak lingkungan serta mengevaluasi
dampak terhadap lingkungan hidup dari rencana kegiatan pada tahap
pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi terhadap komponen
lingkungan hidup serta mengidentifikasi dampak yang muncul akibat
kegiatan pembangunan.
8. Menyusun rencana pencegahan, penanggulangan dan pengendalian
dampak negatif serta mengoptimalkan dan meningkatkan dampak
positif akibat rencana usaha/kegiatan pembangunan.
9. Menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
yang dituangkan dalam bentuk Dokumen UKL dan UPL.
BAB II
RUANG LINGKUP STUDI

2.1 Lingkup Rencana Kegiatan

2.1.1 Gambaran Lokasi Kegiatan

Secara geografis, kota ini menjadi pintu gerbang utama pulau Sumatra,
tepatnya kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta. Kota Bandar
Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang terbagi ke
dalam 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan dengan populasi penduduk
1.015.910[7] jiwa (berdasarkan data tahun 2017). Saat ini kota Bandar
Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan perekonomian di
provinsi Lampung

Kecamatan Kemiling yang menjadi lokasi rencana proyek meliputi


sembilan kelurahan yaitu: Kelurahan Beringin Raya, Kelurahan Kedaung,
Kelurahan Kemiling Permai, Kelurahan Pinang Jaya, Kelurahan Sumber
Agung, Kelurahan Sumber Rejo, Kelurahan Beringin Jaya, Kelurahan
Kemiling Raya, Kelurahan Sumber Rejo Sejahtera. Batas Kecamatan
Kemiling dengan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut:

Batas Wilayah
Utara Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Lampung
Selatan

Selatan Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Langkapura, dan


Kecamatan Tanjung Karang Barat
Barat Kecamatan Teluk Betung Barat
Timur Kecamatan Kabupaten Pesawaran

Luas lahan TPA Matahari seluruhnya adalah 14,3 ha yang terdiri dari lima
wilayah. Luas efektif TPA yaitu luas yang digunakan untuk
menimbunsampah adalah 80% dari seluruh luas lahan, 20% digunkaan
untuk prasarana TPA seperti pintu masuk, jalan, kantor dan instalasi
pengolahan lindi.

Gambar 1. Peta Kota Bandar Lampung

2.2 Lingkup wilayah Studi

Untuk batas wilayah studi ditentukan berdasarkan batas proyek/tapak


kegiatan rencana pembangunan TPA, batas administrative, batas sosial dan
batas ekologi.

 Batas proyek
Batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana atau usaha atau kegiatan
akan melakukan aktivitas prakonstruksi, konstruksi dan operasi, dari ruang
ini lah bersumber dampak terhadap lingkungan. Batas proyek ditentukan
berdasarkan batas tapak proyek rencana tata letak kegiatan pembangunan
TPA yang mana saat ini sebagian besar masih ditanami penduduk serta
sebagian lagi merupakan lahan milik Desa Sumber Agung.

 Batas administrative
Batas administrative pembangunan TPA ditetapkan berdasarkan status
administrasi wilayah dimana kegiatan proyek dilaksanakan yaitu di Desa
Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung.

 Batas sosial
Batas sosial merupakan ruang disekitar rencana kegiatan/usaha yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan, sesuai dengan
proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang \diperkirakan
akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha/kegiatan.
Untuk pembanguanan TPA Matahari ini penduduk terkena dampak
bertempat tinggal di sepanjang jalan akses ke TPA yang berjarak sekitar
0,5 km dari lokasi TPA.

 Batas ekologis
Batas ekologis merupakan ruang persebaran dampak dari suatu rencana
usaha/kegiatan menurut media transportasi limbah, dimana proses alami
berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami
perubahan mendasar. Batas ekologi TPA Matahari, meliputi:
a. Perubahan bentang lahan alam yang meliputi daerah tempat
pembangunan TPA
b. Batas ekologi yang terkait dengan udara yaitu komponen kebauan
yang dapat dirasakan pengaruhnya pada jarak radius 0,5 km.
c. Batas ekologi dari komponen biotis adalah persebaran vector lalat
yang kepadatannya tinggi dalam radius 0,2 km.

2.3 Lingkup Rona Lingkungan Awal

2.3.1 Komponen Fisika

1. Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, iklim Bandar Lampung


tipe A; sedangkan menurut zone agroklimat Oldeman 1978, tergolong
zona D3, yang berarti lembap sepanjang tahun. Curah hujan berkisar
antara 2.257 – 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun.
Kelembaban udara berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37 °C. Kecepatan
angin berkisar 2,78-3,80 knot dengan arah dominan dari Barat (Nopember-
Januari), Utara (Maret-Mei), Timur (Juni-Agustus), dan Selatan
(September-Oktober).

Parameter iklim yang sangat relevan untuk perencanaan wilayah perkotaan


adalah curah hujan maksimum, karena terkait langsung dengan kejadian
banjir dan desain sistem drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang
tercatat di stasiun klimatologi Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan
Teluk Betung Utara), dan Sukamaju Kubang (Kecamatan Panjang), curah
hujan maksimum terjadi antara bulan Desember sampai dengan April, dan
dapat mencapai 185 mm/hari.

2. Topografi

Topografi Kota Bandar Lampung sangat beragam, mulai dari dataran


pantai sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan ketinggian
permukaan antara 0 sampai 500 m daerah dengan topografi perbukitan
hinggga bergunung membentang dari arah Barat ke Timur dengan puncak
tertinggi pada Gunung Betung sebelah Barat dan Gunung Dibalau serta
perbukitan Batu Serampok disebelah Timur. Topografi tiap-tiap wilayah di
Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

 Wilayah pantai terdapat disekitar Teluk Betung dan Panjang dan pulau
di bagian Selatan
 Wilayah landai/dataran terdapat disekitar Kedaton dan Sukarame di
bagian Utara
 Wilayah perbukitan terdapat di sekitar Telukbetung bagian Utara
 Wilayah dataran tinggi dan sedikit bergunung terdapat disekitar
Tanjung Karang bagian Barat yaitu wilayah Gunung Betung,
Sukadana Ham, dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok
di bagian Timur.
3. Hidrologi

Dilihat secara hidrologi maka Kota Bandar Lampung mempunyai 2


sungai besar yaitu Way Kuripan dan Way Kuala, dan 23 sungai-sungai
kecil. Semua sungai tersebut merupakan DAS (Daerah Aliran Sungai)
yang berada dalam wilayah Kota Bandar Lampung dan sebagian besar
bermuara di Teluk Lampung.

Dilihat dari akuifer yang dimilikinya, air tanah di Kota Bandar Lampung
dapat dibagi dalam beberapa bagian berdasarkan porositas dan
permaebilitas yaitu:

 Akuifer dengan produktivitas sedang, berada di kawasan pesisir Kota


Bandar Lampung, yaitu di Kecamatan Panjang, Teluk Betung Selatan,
dan Teluk Betung Barat.
 Air tanah dengan akuifer produktif, berada di Kecamatan Kedaton,
Tanjung Senang, Kedaton, bagian selatan Kecamatan Kemiling,
bagian selatan Tanjung Karang Barat, dan sebagian kecil wilayah
Kecamatan Sukabumi.
 Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas, berada di
bagian utara Kecamatan Kemiling, bagian utara Tanjung Karang
Barat, Tanjung Karang Pusat, Teluk Betung Utara, dan sebagian kecil
Kecamatan Tanjung Karang Timur.
 Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas, berada di
sebagian besar Kecamatan Rajabasa dan Tanjung Karang Timur.
 Akuifer dengan produktivitas rendah, berada di bagian utara
Kecamatan Panjang, Tanjung Karang Timur, dan bagian barat
Kecamatan Teluk Betung Selatan.
 Air tanah langka, berada di Kecamatan Panjang.
2.4 Isu Isu Pokok

2.4.1 Rencana Tahapan kegiatan dan Komponen Kegiatan yang Akan


Ditelaah Berkaitan Dengan Dampak yang Akan Ditimbulkan

Rencana tahapan pembangunan TPA Matahari dan sarana


penunjangnya terdiri dari empat tahapan yaitu tahap pra konstruksi,
konstruksi, operasi, dan pasca operasi. Ketiga tahap ini digunakan untuk
memudahkan pembahasan rencana kegiatan yang akan ditelaah karena
diperkirakan dan dapat diduga akan menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan.

Tahap Pra konstruksi

1. Penetapan lahan dan perizinan peruntukkan


2. Pengukuran lahan penyelidikan tanah
3. Sosialisasi kepada masyarakat

Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Mobilisasi materi dan alat berat
3. Penyiapan lahan penampung urugan
4. Pembuatan saluran drainase
5. Pembukaan dan pematangan lahan
6. Pembangunan instalasi sarana dan prasarana TPA
7. Pembuatan pagar area dan jalan kerja

Tahap Operasi
1. Mobilisasi tenaga kerja
2. Pemrosesan sampah
3. Pengoperasian alat

Tahap Pasca Operasi


1. Bioremediasi lahan
2.4.2 Identifikasi Dampak Potensial

Identifikasi dampak potensial dilakukan dengan metode matrik sederhan.


Identifikasi dampak ini dilakukan dengan mencatat semua dampak yang
mungkin timbul tanpa melihat besaran dan pentingnya dampak yang akan
ditimbulkan. Identifikasi dampak potensial dilakukan berdasarkan
masukan masing-masing tenaga ahli dan pengamatan lapangan. Hasil
identifikasi dampak potensial adalah sebagai berikut:
1. Kualitas Udara (debu dan bau)
Kegiatan konstruksi yang didalamnya tercakup kegiatan pembukaan
dan pematangan lahan, mobilisasi peralatan dan material konstruksi
bangunan, serta pembuatan jalan kerja akan menghasilkan gas emisi
dan debu yang berpengaruh terhadap kualitas udara ambien di
sekitarnya. Pada tahap operasi, kegiatan pengangkutan, bongkar
muatan sampah dan proses pengolahan sampah dalam TPA Matahari
yang tentunya dilakukan pengoprasian alat akan menyebabkan
menurunnya kualitas udara akibat emisi kendaraan, debu dan bau
yang ditimbulkan

2. Kebisingan dan Getaran


Kebisingan dapat disebabkan mobilisasi material konstruksi serta
pelaksanaan konstruksi bangunan dengan menggunakan peralatan
berat seperti pada kegiatan pemancangan pondasi juga akan
mempengaruhi intensitas kebisingan dan getaran terutama dalam
tapak proyek. Sementara pada tahap operasi, kebisingan yang terjadi
lebih diakibatkan oleh aktifitas kendaraan pengangkut sampah
3. Kualitas Air Permukaan
Pada tahap operasi kualitas air permukaan akan dipengaruhi oleh
buangan limbah cair dari kegiatan domestik karyawan TPA
Matahari, limbah sisa kegiatan produksi serta leacheat yang
ditimbulkan oleh sampah di dalam lokasi kegiatan.

4. Kualitas Air Tanah


Limbah sisa cair kegiatan produksi maupun leacheat dari timbulan
sampah yang meresap ke dalam tanah dapat mempengaruhi kualitas
air tanah setempat.

5. Sampah Padat
Sampah pada kegiatan konstruksi proyek sebagian besar akan berupa
sisa/puing-puing bahan dan material proyek. Sementara pada tahap
operasi limbah padat akan berupa ceceran sampah di badan jalan
maupun sampah yang di hasilkan oleh kegiatan produksi.

6. Flora dan Fauna


Perubahan fungsi lahan dari lahan berumput menjadi bangunan TPA
Matahari dapat mempengaruhi keberadaan flora dan fauna darat
setempat

7. Biota Perairan
Limbah dan leacheat yang teralir ke sungai dapat mempengaruhi
kualitas biota perairan setempat.

8. Kesempatan Kerja
Dampak terhadap pendapatan masyarakat merupakan dampak
turunan akibat terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha
pada tahap konstruksi dan operasional TPA matahari

9. Estetika Lingkungan
Dampak terhadap estetika lingkungan merupakan dampak turunan
akibat ceceran sampah padat, pengotoran badan jalan, kerusakan
badan jalan serta penghijauan yang berlangsung sejak masa
konstruksi dan operasional proyek.

10. Sanitasi Lingkungan


Dampak terhadap sanitasi lingkungan merupakan dampak turunan
akibat limbah padat dan air limbah yang dihasilkan selama tahap
konstruksi dan operasional proyek

11. Kemanan dan Ketertiban Masyarakat


Dampak terhadap Kemanan dan Ketertiban Masyarakat merupakan
dampak turunan akibat limbah/polutan dan gangguan lingkungan
yang terjadi selama tahap konstruksi dan operasional proyek.

12. Persepsi Masyarakat


Penetapan lokasi proyek serta dampak primer dan sekunder yang
terjadi salam tahap konstruksi dan operasi proyek, akan
berpengaruh terhadap persepsi masyarakat yang menetap di sekitar
lokasi proyek.

13. Kesehatan Masyarakat


Dampak terhadap kesehatan masyarakat juga merupakan dampak
turunan yang muncul selama tahap konstruksi dan operasi proyek
yang diakibatkan oleh gas pollutan, debu, bau, kebisingan, dan
timbulnya vektor penyakit.

14. Lalu Lintas


Kegiatan mobilisasi kegiatan peralatan dan material pada tahao
konstruksi akan berpengaruh terhadap kelancaran lalu lintas dan
kondisi badan jalan. Pada tahap operasi proyek, aktivitas dari
kendaraan pengangkut sampah, residu sampah maupun hasil
produksi TPA Matahari juga akan berdampak terhadap volume lalu
lintas di sekitar lokasi kegiatan.

15. Persepsi Masyarakat


Penetapan lokasi proyek serta dampak primer dan sekunder yang
terjadi salam tahap konstruksi dan operasi proyek, akan
berpengaruh terhadap persepsi masyarakat yang menetap di sekitar
lokasi proyek.

2.4.3 Identifikasi Dampak Penting

Pelingkupan pada tahap ini bertujuan untuk mengelompokkan dampak


penting hipotetik agar diperoleh prioritas dampak penting hipotetik
lingkungan hidup. Prioritas dampak penting hipotetik yang akan timbul
pada seriap tahapan kegiatan yaitu pada tahap pra konstruksi, konstruksi
dan operasi proyek TPA Matahari berdasarkan hasil proses pelingkupan
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas Udara
2. Kualitas Air Tanah
3. Kualitas Air Permukaan
4. Lalu lintas
5. Persepsi Masyarakat
6. Kesehatan Masyarkat
7. Sanitasi Lingkungan
BAB III
METODE

Anda mungkin juga menyukai