Anda di halaman 1dari 3

Dampak Alih Fungsi Lahan Rawa

Faktor utama penyebab berkurangnya lahan rawa adalah kegiatan


reklamasi. Reklamasi atau penimbunan merupakan salah satu bentuk alih fungsi
rawa yang sedang marak terjadi. Beberapa kegiatan pembangunan, diantaranya
membuka kawasan pemukiman baru, juga prasarana jalan yang memadai. Kedua
aktivitas tersebut, rupanya paling banyak menyulap lahan rawa dengan jalan
reklamasi.
Problem utama yang menyertai perencanaan dan pelaksanaan reklamasi
berkisar pada permasalahan yang berhubungan dengan aspek teknis (engineering),
sosial ekonomis, yuridis, dan lingkungan. Ketiga aspek terakhir menjadi bahasan
yang paling mendasar diperdebatkan oleh banyak kalangan.
Dari aspek teknis yang menyangkut permasalahan perbaikan tanah, daya
dukung, settlement dan sliding dapat dipecahkan dengan perhitungan teknis yang
matang. Sementara itu karena lahan reklamasi berada di daerah perairan, maka
prediksi dan simulasi perubahan hidrodinamika saat pra dan pasca reklamasi dan
sistem drainasenya juga harus diperhitungkan. Karena perubahan hidrodinamika
dan buruknya sistem drainase ini yang biasanya berdampak negatif langsung
terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Sedangkan permasalahan teknis yang
lain hanya akan berdampak negatif bagi penghuni di atas lahan reklamasi tersebut.
Permasalahan sosial ekonomis biasanya berkisar pada silang pendapat dan
tarik ulur antara penentu kebijakan (pemda/pemkot), DPRD, investor, LSM, dan
masyarakat. Apakah dengan adanya reklamasi memberikan keuntungan bagi
semua pihak baik pemda/pemkot lewat PAD, investor, maupun masyarakat. Dan
biasanya yang mendapat porsi keuntungan paling kecil (kalau ada) adalah
masyarakat.
Permasalahan yuridis juga perlu mendapatkan perhatian. Landasan hukum
rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya perlu dilaksanakan dengan
tegas. Produk hukum tentang reklamasi (UU, PP, Keppres, Permen, Perda,
RTRW/RDTRK, dll) penulis yakin sudah cukup lengkap. Hanya pada masalah
ketegasan pelaksanaannya yang perlu dimaksimalkan.
Problem lingkungan yang terjadi akibat reklamasi yang kurang
perhitungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Misalnya reklamasi di daerah rawa-rawa yang semula sebagai polder alam
menampung limpasan banjir, karena diurug maka akan berubah fungsi dan
genangan banjir akan mencari daerah lain yang lebih rendah (Ni’am, 2007).
Ekosistem lahan rawa bersifat marjinal dan rapuh (fragile) yang rentan
terhadap perubahan baik oleh karena alam (kekeringan, kebakaran, kebanjiran)
maupun karena kesalahan pengelolaan (reklamasi, pembukaan, budidaya intensif).
Jenis tanah di kawasan rawa tergolong tanah bermasalah yang mempunyai
beragam kendala. Misalnya, tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik
(reversible drying), mudah ambles (subsidence), dan kahat hara (nutrients
defisiency). Tanah gambut mudah berubah menjadi bersifat hidrofob apabila
mengalami kekeringan. Gambut yang menjadi hidrofob tidak dapat lagi mengikat
air dan hara secara optimal seperti kemampuan semula (Noor dan Jumberi, 2005).
Rawa mempunyai karakteristik yang khas, dimana dampak yang terjadi
akibat kegiatan manusia atau perubahan alam dapat menyebabkan perubahan
lingkungan yang tidak bisa dikembalikan kepada kondisi awalnya (irreversible
impact). Alih fungsi lahan rawa, misalnya untuk pembangunan seperti
perumahan; perkantoran; dan lain-lain, dengan menggunakan metode pengurugan
atau penimbunan lahan rawa dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif.
Dampak-dampak tersebut antara lain adalah kurangnya daerah resapan air yang
kemudian dapat menyebabkan bencana banjir.
Jika penimbunan rawa terus dibiarkan, ancaman terhadap banjir semakin
besar. Jika hujan jatuh pada tanah yang sudah padat atau tanah yang menjadi
lapisan kedap air, maka dia berpotensi menjadi aliran permukaan. Sehingga
lambat laun akan menjadi banjir. Jika semua areal lebih banyak padat daripada
cekungnya, maka otomatis hujan yang turun semua berpotensi menjadi aliran
permukaan, tidak ada yang tersimpan (Anonim, 2005).
Pengembangan lahan rawa mempunyai banyak keterkaitan dengan gatra
lingkungan yang sangat rumit karena hakekat rawa selain mempunyai fungsi
produksi juga fungsi lingkungan. Apabila fungsi lingkungan ini menurun maka
fungsi produksi akan terganggu. Oleh karena itu perencanaan pengembangan rawa
harus dirancang sedemikian rupa untuk memadukan antara fungsi lahan sebagai
produksi dan penyangga lingkungan agar saling menguntungkan atau konpensatif
(Noor dan Jumberi, 2005).

Anda mungkin juga menyukai