Anda di halaman 1dari 67

MODUL SISTEM INFORMASI PERENCANAAN

PENENTUAN LOKASI TPA


KOTA MALANG

Oleh :

Mikael Renaldi Kukuh Yohapurnama / 1824036

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN TATA KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan “Modul Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Kota Malang” tepat pada waktu yang telah ditentukan. Penyusunan modul ini dilakukan
untuk memenuhi tugas besar mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan II. Selama proses
pengerjaan modul ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari pihak-pihak
tertentu. Oleh sebab itu kami selaku penulis ucapkan banyak terima kasih terutama kepada :

1. Bapak Widiyanto Hari Subagyo Widodo, ST.,M.Sc dan Ibu Annisa Hamidah Imaduddina
ST.,MSc selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Informasi Perencanaan II yang telah
memberikan banyak pengetahuan dan masukan selama perkuliahan maupun bimbingan
asistensi.

Penyusunan modul mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan II ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat
memperlancar proses pembuatan laporan ini. Kami berharap semoga laporan ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, khususnya mahasiswa Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam laporan ini karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
serta kritik dari pembaca yang berguna untuk membangun dan memotivasi diri, demi
kesempurnaan pengerjaan laporan ini dan kemajuan studi kami selanjutnya. Malang, Oktober 2020
Penulis

Malang, 26 November 2020

Mikael Renaldi Kukuh Y


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN .............................................................................................................................4
1.1 Pendahuluan ......................................................................................................................4
1.2 Ruang Lingkup ..................................................................................................................5
1.3 Ruang Lingkup Materi ......................................................................................................6
1.4 Ruang Lingkup Lokasi Penelitian ......................................................................................6
BAB II ..............................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................7
2.1 TPA Secara Umum ..................................................................................................................7
2.2 Fungsi TPA .............................................................................................................................8
2.3 Teori Penentuan Lokasi TPA ................................................................................................ 10
2.4 Kriteria Lokasi Variabel ....................................................................................................... 11
2.5 Variabel Yang Diteliti ............................................................................................................ 13
BAB III ........................................................................................................................................... 18
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 18
3.1 Studi Kasus ........................................................................................................................... 18
3.2 Analisa SKL & AKL ............................................................................................................. 18
3.2.1 Langkah Kerja ................................................................................................................ 20
3.3 Pendetailan Analisa AKL & Teknis ....................................................................................... 61
3.3.1 Langkah Kerja ................................................................................................................ 61
BAB IV ........................................................................................................................................... 65
PENUTUP ...................................................................................................................................... 65
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 65
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk di setiap wilayah terus meningkat disetiap tahunnya, entah
dari tingginya angka kelahiran, kematian hingga mobilitas penduduk dari wilayah luar
untuk bermukim di wilayah yang ingin di kunjungi maupun dikunjungi nya. Menurut
Damanhuri dan Padmi (2011) Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota
besar di Indonesia mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana
perkotaan, seperti masalah sampah. Menurut definisi World Health Organization (WHO)
sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu
yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Menurut Tchibanigkisus,1993) Sampah merupakan masalah yang perlu mendapat
perhatian serius, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kota. Adanya tingkat
pertumbuhan kota yang cukup pesat dan beragam aktifitas, penduduknya selalu
meninggalkan sisa yang dianggap sudah tidak berguna lagi yaitu sampah dan limbah.
Sampah merupakan buangan berupa padat yang merupakan polutan umum yang
menyebabkan turunnya nilai estetika lingkungan, membawa berbagai jenis penyakit,
menurunkan sumber daya alam, menimbulkan polusi, menyumbat saluran air dan berbagai
akibat negative lainnya. Sampah sendiri merupakan salah satu permasalahan utama yang
terus menurus dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia. jika tidak dilaksanakan
pengelolaan sampah yang efektif oleh instansi terkait, hal ini akan menimbulkan berbagai
permasalahan terkait kebersihan dan estetika kota serta terganggunya kenyamanan warga
yang bermukim dan beraktifitas di kota tersebut. Menurut Pedoman Pemanfaatan Kawasan
TPA Sampah (2000), Di kota-kota besar masalah sampah seringkali dikaitkan dengan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang merupakan tempat terakhir untuk
menimbun sampah. Keberadaan TPA ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah
persampahan, mengingat kurangnya kesadaran msyarakat untuk mengolah sampah
domestiknya sendiri. Peningkatan jumlah timbulan sampah yang tidak terkendali pada
akhirnya akan membuat kapasitas dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mencapai batas
maksimum atau overload. Menurut SNI 03-3241-1994, tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah
berupa tempat yang digunakan untuk mengkarantina sampah kota secara aman. TPA juga
adalah tempat atau sebuah lokasi sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaan mulai
dari sumber, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan. TPA
membutuhkan lahan yang luas untuk menampung sampah dalam waktu lama dan berlokasi
jauh dari tengah kota dan kawasan dengan kepadatan penduduk yang tinggi karena
merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman serta tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut Budihardjo (2006) Desain TPA
merupakan hal utama dalam pengelolaan TPA di Indonesia yang umumnya bersifat Open
Dumping atau Control Landfill. Sedangkan menurut Undang-undang no.18 Tahun 2008,
seluruh TPA harus bersifat Sanitary Landfill. TPA didesain untuk menampung dan
menyimpan sampah agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan serta menjadi
tempat pengelolaan sampah yang dapat mengolah sampah sehingga menghasilkan nilai
lebih Pada setiap wilayah tentunya memiliki permasalahan terhadap penanganan sampah
yang berdampak terhadap wilayah itu sendiri, terlebih seperti Kota Malang merupakan
salah satu Kota di Provinsi Jawa Timur dan merupakan Kota yang memiliki luas 110,06
km². Kota Malang memiliki 1 (satu) TPA yaitu TPA Supit Urang di Kecamatan Wagir.
TPA Supit Urang dinilai sudah tidak layak dan diproyeksikan kapasitasnya sudah tidak
mencukupi dalam menampung volume sampah, serta letaknya yang sangat dekat dengan
permukiman tentu sangat megganggu kenyamanan masyarakat sekitar serta TPA yang
berada di Kecamatan Wagir. Dengan pertumbuhan penduduk di Kota Malang sebesar
1,58% per 5 tahunnya, konsumsi pun bertambah dan produksi sampah semakin besar.

1.2 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dalam penelitian bertujuan untuk menjelaskan dan membatasi
lingkup penelitian yang dilakukan. Ruang lingkup ini terbagi menjadi dua yaitu ruang
lingkup lokai dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup wilayah studi berupa batasan dan
luas wilayah studi serta alasan pemilihan lokasi, sedangkan pembahasan lingkup materi
berupa batasan materi pembahasan yang bertujuan untuk mempermudah dalam kajian
materi ini.
1.3 Ruang Lingkup Materi
Dalam ruang lingkup materi ini berisi tentang batasan-batasan yang nantinya
merupakan garis batasan dalam penyusunan penelitian ini sehingga pembahasan menjadi
jelas, terstuktur dan tidak melebar dari materi. Lingkupan Materi yang akan dibahas
berkaitan dengan Penentuan lokasi pembangunan Tempat Pengolahan Akhir (TPA)
sampah di Kota Malang. Dalam studi ini peneliti melihat apa saja kriteria pembangunan
Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah yang di dapat dari kajian pustaka, serta untuk
penentuan lokasi TPA menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).

1.4 Ruang Lingkup Lokasi Penelitian


Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Kota malang terletak pada ketinggian antara 440-667 meter diatas permukaan air laut. Kota
Malang berada ditengah-tengah wilayah Kabupaten Malang yang secara astronomis
terletak 112,06°-112,07° bujur timur dan 7,06°- 8,02° lintang selatan, dengan batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec.Karangploso, Kabupaten Malang.

Kabupaten Malang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TPA SECARA UMUM


TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan
pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari pengolahan sampah
perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah sampah. Proses sampah itu sendiri
mulai dari timbulnya di sumber - pengumpulan - pemindahan/pengangkutan - pengolahan -
pembuangan. Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka
waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat
sampai puluhan dan ratusan tahun seperti plastik. Hal ini memberi gambaran bahwa di TPA masih
terdapat proses-proses yang menghasilkan beberapa zat yang dapat mempengaruhi lingkungan.
Zat-zat tersebut yang mempengaruhi lingkungan itulah yang menyebabkan adanya bentuk-bentuk
pencemaran.
Dalam diagram diatas dapat dijelaskan bahwa pada Tempat Pembuangan Sampah (TPA)
pertama kali untuk tempat mengumpulkan berbagai sampah dari rumah tangga maupun nonrumah
tangga. Tempat tersebut yang disebut sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan bentuk
wadah penampungan atas pengumpulan sampah. Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA), ada
sampah yang tidak langsung dibuang dan ada yang langsung dibuang serta ada yang diolah secara
fisik, kimia, dan biologi. Sampah yang tidak langsung dibuang biasanya dilakukan pemindahan
dan pengangkutan. Pemindahan sampah tersebut diangkut pada Tempat Pembuangan Akhir,
sedangkan sampah yang langsung dibuang akan ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir.
Untuk pengolahan sampah yang dibagi secara fisik, kimia, dan biologi, sampah-sampah tersebut
diuraikan terlebih dahulu sesuai bahan sampahnya. Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
terdapat syarat sebagai tempat tersebut, syarat-syarat tersebut yang menjadi lokasi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yaitu :

 Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, rawan longsor, rawan gempa,
 Bukan daerah rawan geologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air

tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan

sumber air, dll

 Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan >20%)


 Bukan daerah rawan terhadap kegiatan seperti bandara, pusat perdagangan
 Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.

2.2 FUNGSI TPA


TPA yakni Tempat Pembuangan Akhir memiliki fungsi sebagai akhir dari pembuangan
sampah yang telah dikumpulkan oleh petugas kebersihan sehingga dibawa pada satu tempat
sebagai penampungan sampah. Dalam TPA (Tempat Pembuangan Akhir) memiliki berbagai
fasilitas yang berfunsi antara lain :
 Prasarana jalan yang terdiri dari jalan masuk/akses, jalan penghubung, dan jalan
operasi/kerja. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan
pengangkutan sehingga efisiensi keduanya makin tinggi.
 Prasarana drainase, berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.
Drainase ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan.
 Fasilitas penerimaan, yaitu tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan
data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Biasanya berupa pos pengendali di
pintu masuk TPA.
 Lapisan kedap air, berfungsi mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar
TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Biasanya lapisan tanah lempung setebal
50 cm atau lapisan sintesis lainnya.
 Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar tidak lepas ke atmosfer. Gas
yang dimaksud berupa karbon dioksida atau gas metan.
 Fasilitas pengamanan lindi, berupa perpipaan lubang-lubang, saluran pengumpul,
dan pengaturan kemiringan dasar TPA sehingga lindi begitu mencapai dasar TPA
akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpul.
 Alat berat, berupa bulldozer, excavator, dan loader.
 Penghijauan, dimaksudkan untuk peningkatan estetika, sebagai buffer zone untuk
pencegahan bau dan lalat.
 Fasilitas penunjang, seperti pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower),
kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain-lain.

Berdasarkan fungsi dari fasilitas-fasilitas yang ada pada TPA tersebut menandakan bahwa
TPA merupakan tempat sampah yang telah direncanakan dengan baik dengan meninjau segala
dampak dan manfaat bagi lingkungan sekitar TPA.
2.3 TEORI PENENTUAN LOKASI TPA
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat sampah mencapai tahap
akhir dalam pengelolaannya. Menurut Sularmo, Buchari, Jaya, dan Tugiyono (2010), dalam
pengelolaan sampah dapat digunakan berbagai metode dari yang sederhana hingga tingkat
teknologi tinggi. Metode pembuangan akhir yang banyak dikenal adalah :

 Open dumping, yaitu cara pembuangan akhir yang sederhana karena sampah hanya
ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus.
 Control landfill, merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary
landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Setelah timbunan sampah
penuh, dilakukan penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan
dipadatkan.
 Control landfill, merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary
landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Setelah timbunan sampah
penuh, dilakukan penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan
dipadatkan.

Sumber dan komposisi sampah kota yaitu dari pemukiman dan pasar tradisional. Sampah
pasar pada umumnya mengandung sampah organik yang terdiri dari sampah sayuran, buah, dan
sejenisnya yang seragam sehingga memudahkan dalam pengelompokan. Sedangkan sampah
pemukiman cukup beragam dimana beberapa komposisi mengandung sampah organik dan sampah
anorganik.
2.4 KRITERIA LOKASI VARIABEL
Kriteria lokasi (faktor lokasi) dari fasilitas persampahan menentukan wilayah-wilayah
yang memenuhi syarat dan kelayakan sebagai lokasi pembuangan sampah. Lokasi pembuangan
sampah sebaiknya memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut (SNI 03-3241- 1994 tentang tata
cara penentuan lokasi pembuangan akhir sampah):

 Tempat penampungan sampah tidak boleh berlokasi di daerah banjir.


 Lokasinya terletak paling tidak setengah mil dari lokasi permukiman, zona dan
klasifikasi tata guna lahan tertentu, batasan wilayah banjir, dan lain-lain.
 Tidak mencemari sumber air baik air dalam maupun air permukaan.
 Kemiringan tanah harus kurang dari 25% untuk menghindari erosi tanah
 Lokasi harus mudah diakses. Dalam analisa kesesuaian lokasi pembuangan
sampah, diperlukan peta topografi, penggunaan lahan, utilitas, penduduk, jalan,
kawasan lindung, dan hidrogeologi. Melalui peta-peta tersebut, dapat ditentukan
wilayah mana yang memenuhi faktor lokasi pembuangan sampah, dan sesuai
sebagai lokasi pembuangan sampah (SNI 03-3241-1994 tentang tata cara
penentuan lokasi pembuangan akhir sampah).

Beberapa faktor lain yang mendukung suatu lokasi dijadikan tempat pembuangan sampah
(SNI 03-3241-1994 tentang tata cara penentuan lokasi pembuangan akhir sampah) adalah :

 Wilayah yang memiliki kemungkinan memperoleh utilitas Wilayah yang memiliki


jalur utilitas sebagai sarana pendukung tempat pembuangan sampah akan lebih
efektif dan efisien untuk operasionalisasi tempat pembuangan sampah.
 Kondisi jenis tanah Tanah yang bertekstur liat dan berdrainase baik akan memberi
pengaruh baik dalam mengeliminir atau mengurangi kemungkinan pencemaran.
 Wilayah kelandaian kurang dari 20%. Tingkat kelandaian yang kurang dari 20%
selain menghindari erosi tanah, juga memudahkan proses pengangkutan sampah
oleh gerobak atau truk sampah. Faktor penghambat dalam penentuan lokasi tempat
pembuangan sampah adalah:
 Wilayah lindung Wilayah yang memiliki tujuan konservasi alam tidak
boleh dicemari. Wilayah ini berfungsi juga sebagai kawasan penyangga
terhadap bau dan pencemaran lainnya.

 Wilayah genangan banjir Wilayah genangan banjir dapat berupa genangan


di sekitar bantaran sungai, dataran rendah seperti rawa, atau wilayah yang
tergenang setelah hujan deras.

 Wilayah terbangun Lokasi pembuangan sampah sebaiknya di daerah belum


terbangun. Aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial dari masyarakat akan
terpengaruh karena keberadaan tempat pembuangan sampah, sehingga
diharapkan penentuan lokasi tidak mengganggu kawasan terbangun.

 Kedekatan dengan jaringan jalan utama. Salah satu kriteria lokasi


pembuangan sampah adalah tidak terlalu dekat dengan permukiman
sehingga jika dihindari dari jaringan jalan utama akan relatif menjauhi
wilayah permukiman.

 Wilayah hidrogeologi Wilayah hidrogeologi diperlukan bagi sistem


drainase. Penempatan lokasi pembuangan sampah diharapkan tidak
mengganggu aliran wilayah hidrogeologi, sehingga tingkat pencemaran
terhadap muka air tanah dan air dalam bisa diminimasi. Dalam SNI ini lebih
menekankan pada aksebilitas yaitu memiliki akses yang baik dan mudah
dujangkau oleh masyarakat. Dalam pengertian lokasi pembuangan sampah,
jelas hal ini sangat bertolak belakang, karena dalam peraturannya lokasi
TPA akan cenderung menjauhi permukiman guna mengurangi dampak
pencemarannya. Sehingga aksebilitas dalam teori lokasi ini dapat
dianalogikan, jarak rata-rata dari lokasi sumber sampah menuju TPA yang
mudah dijangkau dan memiliki akses yang baik.

Tempat pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik berupa tempat yang digunakan
untuk mengkarantinakan sampah kota secara aman. Kriteria lokasi TPA harus memenuhi
persyaratan/ketentuan hukum, pengelolaan lingkungan hidup dengan AMDAL, serta tata ruang
yang ada. Kelayakan lokasi TPA ditentukan berdasarkan:
 Kriteria regional digunakan untuk menentukan kelayakan zone meliputi kondisi
geologi, hidrogeologi, kemiringan tanah, jarak dari lapangan terbang, cagar alam
banjir dengan periode 25 tahun.
 Kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik sebagai tambahan
meliputi iklim, utilitas, lingkungan biologis, kondisi tanah , demografi, batas
administrasi, kebisingan, bau, estetika dan ekonomi.
 Kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui dan
menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat. Cara pengerjaan yaitu
dengan melakukan analisis terhadap data sekunder, berupa peta topografi, geologi
lingkungan, hidrogeologi, bencana alam. peta administrasi, kepemilikan lahan, tata
guna lahan dan iklim, peta lahan pangan pertanian berkelanjutan (LP2B) data
primer berdasarkan kriteria, pembuatan peta skala 1: 25.000 atau 1:50.000 dan
identifikasi lokasi potensial.

2.5 VARIABEL YANG DITELITI


Menurut Nazir (2005), variabel adalah konsep yang mempunyai bermacammacam nilai.
Variabel juga merupakan indikator yang digunakan untuk menjelaskan rumusan masalah dari
suatu penelitian. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono,2013: 38). Berdasarkan tinjauan pustaka, didapatkan beberapa variable,
kriteria dan definisi operasional yang sesuai untuk dipergunakan dalam proses analisis. Dari
kriteria tersebut didapatkan definisi operasional dan tingkat pengukuran preferensi terhadap
responden agar data yang diperoleh lebih mikro dan proses penggalian analisis lebih mendalam
dan tepat sasaran. Berdasarkan tinjauan teori didapatkan variable, kriteria dan definisi operasional
seperti pada tabel berikut :
Jarak Permukiman Terdekat

Kriteria ini dipilih untuk menanggulangi dampak pemcemaran yang akan terjadi pada
lokasi TPA sampah yang baru. Penentuan jarak TPA terhadap sungai ditetapkan 500 meter sebagai
buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi untuk mencegah pencemaran air, gangguan bau, lalat, dan
bising yang ditimbulkan dari TPA sampah.. Penentuan jarak terhadap perumahan terdekat ini
berdasarkan atas tata cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241-
1994) dan standart Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SKSNI-7-
11-1991-03) yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. 2. Jarak Dari Badan Air
Kriteria ini dipilih untuk menanggulangi dampak pemcemaran yang akan terjadi pada lokasi TPA
sampah yang baru. Penentuan jarak TPA terhadap sungai ditetapkan 100 meter sebagai buffer tidak
layak. Buffer ini berfungsi sebagai sempadan untuk pengelolahan sungai dan sungai yang
dimaksud adalah sungai permanen. Penentuan jarak terhadap badan air ini berdasarkan atas tata
cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241-1994) dan standart Tata
Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SKSNI7-11-1991-03) yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Kepadatan Penduduk

Kriteria ini dipilih berdasarkan atas kondisi wilayah Kabupaten Sidoarjo yang cenderung
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Kepadatan penduduk ini berpengaruh pada penerimaan
lokasi TPA sampah disekitar masyarakat dan masalah penanggulangan pencemarannya.
Kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik guna mengurangi resiko konflik sosila dan
dampak penemarannya, sehingga kepadatan penduduk ini perlu dimasukan dalam kriteria
penentuan lokasi TPA sampah. Penentuan kriteria kepadatan penduduk ini berdasarkan atas Tata
Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241-1994) dan Tata Cara
Teknik Operasional Pengelolaan Sampah (SNI 19- 2454-2002)

Kemiringan/Kelerengan Tanah

Variabel kondisi tanah ini berpengaruh pada aliran air lindi sehingga kriteria kemiringan
tanah ini penting dimasukan dalam kriteria penentuan lokasi TPAsampah. Selain itu kemiringan
lereng berkaitan erat dengan kemudahan pekerjaan konstruksi dan operasional TPA sampah.
Semakin terjal suatu daerah semakin sulit perkerjaan konstruksi dan pengoperasiannya. Daerah
dengan kemiringan lereng lebih dan 20% dianggap tidak layak untuk menjadi TPA sampah.
Penentuan kriteria kemiringan/kelerengan tanah ini berdasarkan atas Tata Cara Pemilihan Lokasi
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SKSNI-7-11-1991-03) yang dikeluarkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum.

Kawasan Bebas Zona Bahaya Geologi

Kriteria ini dipilih berdasarkan atas kondisi wilayah Kabupaten Sidoarjo yang memiliki
penetapan kawasan rawan bencana yang telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten
Sidoarjo. Zona bahaya geologi merupakan daerah yang rentan terhadap gerakan tanah yang
merupakan daerah yang tidak layak bagi lokasi TPA, karena akan menimbulkan bencana baik
terhadap insfrastrukturnya sendiri maupun memicu terjadinya penyebaran pencemaran dan
membahayakan opoerasinya. Penentuan kriteria tidak berada pada zona bahaya geologi ini
berdasarkan atas tata cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241-
1994) dan standart Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SKSNI-7-
11-1991-03) yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Kawasan Bukan Wilayah Lindung

Kriteria ini dipilih berdasarkan atas kondisi wilayah Kabupaten Sidoarjo yang memiliki
penetapan kawasan lindung maupun kawasan bududaya yang telah diatur dalam Rencana Tata
Ruang Kabupaten Sidoarjo. Adapun fungsi dari kawasan lindung adalah kawasan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber
daya buatan, sehingga tidak cocok untuk digunakan sebagai lokasi TPA. Daerah lindung seperti
hutan lindung, cagar alam, cagar budaya dan sebagainya yang ditetapkan sebagai kawasan lindung
oleh peraturan perundangundangan dinyatakan sebagi daerah yang tidak layak untuk menjadi TPA
sampah. Penentuan kriteria tidak dalam wilayah lindung ini berdasarkan atas tata cara Pemilihan
Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241- 1994) dan standart Tata Cara
Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SKSNI-7-11-1991-03) yang dikeluarkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Kelulusan/Permeabilitas Tanah

Kriteria ini dipilih untuk menanggulangi dampak pencemaran yang akan terjadi pada lokasi
TPA sampah yang baru. Kelulusan tanah/permebeabilitas tanah ini berhubungan dengan material
batuan berbutir halus seperti batu lempung dan napal mempunyai daya peredaman yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan materialbesar atau kristalin. Batu gamping dianggap tidak layak
untuk menjadi TPA sampah karena batuan ini umumnya berongga. Jenis batuan ini sangat
berperan dalam mencegah atau mengurangi pencemaran air tanah dan air permukaan secara alami
yang berasal dari air lindi. Karena keterbatasan data tentang permabilitas tanah pada wilayah studi
maka data diganti dengan peta jenis tanah. Dimana jenis tanah juga berpengaruh dalam proses
penyerapan air permukaan. Penentuan kriteria kelulusan / permeabilitas tanah ini berdasarkan atas
tata cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241- 1994) dan standart
Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SKSNI-7-11-1991-03) yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Lokasi Mudah di Akses

Kriteria ini dipilih berdasarkan atas kemudahan akses menuju lokasi TPA sampah yang
penting sebagai penunjang proses pengelolahan sampah. Dimana akses menuju lokasi TPA dinilai
berdasarkan atas, semakin dekat jarak dengan ruas jalan lokal menuju lokasi TPA dan kondisi
prasarananya bagus, semakin bagus pula lokasi TPA tersebut. Penentuan kriteria lokasi mudah
diakses ini berdasarkan atas tata cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI
03-3241- 1994).

Jauh dari Jaringan Jalanan Utama

Kriteria ini dipilih berdasarkan atas kondisi wilayah Kabupaten Sidoarjo yang terdiri dari
jalan arteri. Penetapan lokasi TPA sampah diharuskan jauh dari jalan arteri, hal ini untuk
menghindari polusi udara dan kondisi macet. Penetapan jarak TPA sampah terhadap jalan raya
ditetapkan 150 meter sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagai daerah penyangga
terhadap estetika. Jalan yang diberi buffer adalah jalan utama.

Kawasan Terbangun dan Tak Terbangun

Kriteria ini dipilih untuk mengetahui wilayah yang belum terbangun yang akan diginakan
sebagai lokasi TPA sampah yang baru. Lahan kosong ini harus memiliki luas lebih dari 10Ha yang
tidak ada kegiatan apapun didalamnya yang merupakan lahan pertanian dan perkebunan.
Penentuan wilayah yang belum terbangun ini berdasarkan atas tata cara Pemilihan Lokasi Tempat
Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241-1994).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 STUDI KASUS


Dengan bertambahnya penduduk di Kota Malang sebesar 1,58% setiap 5 tahunnya,
konsumsi pun bertambah dan produksi sampah semakin besar. Serta dengan pertimbangan Kota
Malang sebagai Kota Pendidikan menyebabkan tarikan bagi masyarakat diluar Kota Malang yang
berdampak terhadap tingginya volume sampah yang dihasilkan di Kota Malang. Berdasarkan
permasalahan itu dibutuhkan kajian terhadap Penentuan Alternatif Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) di Kota Malang baru yang layak, memenuhi standart dan teori yang relevan dalam
pembangunannya.

3.2 ANALISA SKL & AKL


Sebelumnya telah dilakukan analisis SKL AKL sehingga di dapatlah wilayah dengan
kemampuan pengembangan rendah, sangat tinggi dan tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel dan gambar berikut ini :
3.2.1 Langkah Kerja
1. Buka Aplikasi Arcgis dan masukan Shp Kebencanaan dan Admin Kecamatan Kota Malang

2. Lalu klik ArcToolbox >> Conversion Tools >> To Raster >> Polygon To Raster.
3. Lalu pada Input Feature isi dengan shp kebencanaan >> pada Value Field pilih LAYER
>> lalu Cellsize ubah menjadi 10 >> Simpan di folder yang di inginkan.

4. Hasilnya seperti di bawah ini


5. Setelah itu Klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Reclass >> Reclassify

6. Lalu pada Input Raster isi dengan hasil ruster shp bencana >> isi new value sesuai skor
>> pilih tempat penyimpanan yang di inginkan >> Ok
7. Hasilnya seperti di bawah ini

8. Setelah itu klik kanan pada hasil Reclass >> Properties >> Unique Values >> pada Value
Field ubah menjadi Value >> atur warna >> Ok
9. Hasilnya seperti di bawah ini

10. Selanjutnya masukan shp kepadatan penduduk


11. Lalu ArcToolbox >> Conversion Tools >> To Raster >> Polygon To Raster

12. Pada Input Features masukan Shp kepadatan penduduk >> pada Value Field ubah menjadi
Skor >> ubah Cellsize menjadi 10 >> simpan di tempatvyang di inginkan >> Ok
13. Lalu klik kanan pada hasil raster kepadatan penduduk >> Properties >> Symbology >>
Unique Value >> ubah warna sesai dengan yang di inginkan >> Ok
14. Selanjutnya masukan Shp Sungai dan admin kecamatan kota malang
15. Klik ArcToolbox >> Conversion Tools >> To Raster >> Polyline To Raster

16. Pada input Features isi dengan shp sungai >> pada Value Field pilih Layer >> ubah cellsize
manjadi 10 >> pilih tempat penyimpanan >> Ok.
17. Lalu klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Distanca >> Euclidian Distance
18. Pada input Raster masukan hasil ruster sungai >> pada maximum distance isi 200 >> ubah
cellsize menjadi 10 >> Environments >> Processing Extent >> Ubah menjadi Same as
Layer Kecamatan_malang >> Ok >> Ok.
19. Setelah itu ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Reclass >> Reclassify

20. Pada input raster isi dengan hasil Euclidian Distance >> Classify >> ubah Classes menjadi
3 >> pada Method ubah menjadi manual >> ubah break values menjadi 100, 150, 200 >>
pilih tempat penyimpanan yang di inginkan >> Ok.
21. Lalu klik kanan pada hasil Reclass >> Properties >> Symbology >> Unique Value >> ubah
warna sesuai dengan yang di inginkan >> Ok
22. Selanjutnya masukan Shp permukiman dan admin kecamatan
23. Klik ArcToolbox >> Conversion Tools >> To Raster >> Polygon To Raster

24. Pada input features masukan shp permukiman >> pada value field pilih keterangan >>
Ubah Cellsize menjadi 10 >> simpan di folder yang di inginkan >> Ok
25. Lalu klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Distance >> Euclidean Distance
23. Pada input Raster masukan hasil ruster permukiman>> pada maximum distance isi
1100 >> ubah cellsize menjadi 10 >> Environments >> Processing Extent >> Ubah
menjadi Same as Layer Kecamatan_malang >> Ok >> Ok.
24. Klik ArcToolbox >> Spatial Abalyst Tools >> Reclass >> Reclassify

25. Pada input features masukan hasil Euclidian Distance >> Classify >> ubah Classes
menjadi 3 >> lalu ubah break values menjadi 500, 1000, 1100 >> pilih tempat
penyimpanan >> Ok
26. Lalu klik kanan pada pada hasil Reclass >> properties >> simbology >> Unique Value
>> ubah warna sesuai dengan yang di inginkan >> Ok.
27. Selanjutnya masukan Shp jalan utama dan admin kecamatan
28. Klik ArcToolbox >> Conversion Tools >> To Raster >> Polyline To Ruster

29. Pada input features masukan shp jalan utama >> pada value field ubah menjadi
Keterangan >> Ubah Celsize menjadi 10 >> simpan di folder yang di inginkan >> Ok.
30. Klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Distance >> Euclidean Distance
31. Pada input Raster masukan hasil ruster Jalan Utama>> pada maximum distance isi 350
>> ubah cellsize menjadi 10 >> Environments >> Processing Extent >> Ubah menjadi
Same as Layer Kecamatan_malang >> Ok >> Ok.
32. Klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Reclass >> Reclassify
33. Pada input raster masukkan raster ED_Jalan_Utama.tif > Classify > Pada Classes pilih
3 > Pada Break Values isi dengan 150, 300 dan 350 > Pilih penyimpanan yang
diinginkan (Reclass_Jalan_Utama.tif) > OK

34. Lalu klik kanan pada hasil Reclass >> properties >> Simbology >> Unique value >>
ubah warna sesuai dengan yang di inginkan >> Ok.
35. Selanjutnya masukan shp jalan lokal dan admin kecamatan
36. Klik ArcToolbox >> Conversion Tools >> To Raster >> Polyline to raster
37. Pada input features masukan shp jalan lokal >> pada value field pilih keterangan >>
ubah Cellsize menjadi 10 >> simpan di folder yang di inginkan >> Ok.

38. Klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Distance >> Euclidean Distance
39. Pada input raster masukkan raster jalan lokal (Jalan_Lokal.tif) > Pilih penyimpanan
yang diinginkan (ED_Jalan_Lokal.tif) > Maximum distance isi dengan 350 > Output
cell size isi 10 > Environments > Procesing Extent pilih same ay layer Kecamatan
Malang > OK > OK
40. Lalu Klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Reclass >> Reclassify
41. Pada input raster masukkan raster ED_Jalan_Lokal.tif > Classify > Pada Classes pilih
3 > Pada Break Values isi dengan 150, 300 dan 350 > Pilih penyimpanan yang
diinginkan (Reclass_Jalan_Lokal.tif) > OK

42. Setelag itu klik kanan pada hasil reclass >> Properties >> simbology >> ubah warna
sesuai dengan yang di inginkan >> Ok
43. Selanjutnya masukan Shp peruntukan kawasan dan admin kecamatan
44. Klik ArcToolbox >> Concersion Tools >> To raster >> polygon to ruster
45. Pada input features masukan shp peruntukan kawasan >> pada value field pilih
keterangan >> ubah cellsize menjadi 10 >> simpan di folder yang di inginkan >> Ok.

46. Klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Reclass >> Reclassify
47. Pada input raster masukkan raster Peruntukan_Kawasan.tif > Classify > Pada Classes
pilih 1 > Pilih penyimpanan yang diinginkan (Reclass_Peruntukan_Kawasan.tif) > OK
48. Lalu klik kanan pada hasil reclass >> properties >> simbology >> ubah warna sesuai
denganyang di inginkan >> Ok
49. Selanjutnya masukan shp landuse dan admin kecamatan
50. Klik ArcToolbox >> conversion tools >> to raster >> polygon to raster

51. Pada input features masukan shp landuse >> pada value field pilih keterngan >> ubah
cellsize menjadi 10 >> simpan di tempat yang di inginkan >> Ok.
52. Lalu klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Reclass >> Reclassify

53. Pada input raster masukan hasil raster landuse >> pilih tempat penyimpanan >> Ok.
54. Setelah itu klik kanan pada hasil reclass >> properties >> simbology >> unique value
>> ubah warna sesuai dengan yang di inginkan >> Ok.
3.3 PENDETAILAN ANALISA AKL & TEKNIS
Tahapan Selanjutnya adalah tahapan overlay. Tahapan ini digunakan untuk mendetailkan
daerah mana yang paling cocok dengan lokasi sesuai dari penilaian AKL dan Penilaian teknis
dengan menggunakan tool weighted overlay.

3.3.1 Langkah Kerja


1. Buka Aplikasi Arcgis dan masukan Semua AKL dan x` Reclass dari sungai, jalan utama,
jalan local, Permukiman

2. Klik ArcToolbox >> Spatial Analyst Tools >> Overlay >> Weighted Overlay
3. Masukan satu persatu dari semua raster dengan cara Add raster row > kemudian pada input
raster,pilih raster yang akan dimasukan.
4. Jika sudah selesai, maka klik set equal influence > pilih evaluation scale 1 to 3 by 1 > pilih
tempat penyimpanan > OK.
Hasilnya Seperti Di Bawah Ini :

Berdasarkan kajian pustaka diketahui bahwa pada faktor penanggulangan dampak


pencemaran yang menjadi bagian dari faktor penentuan alternatif lokasi TPA di Kota Malang
terdiri dari indikator kebencanaan, kepadatan penduduk, jarak dari badan air.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tempat pembuangan akhir (TPA) adalah tempat untuk menimbun sampah dan
merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. Perumusan lokasi TPA yang sesuai dan dapat
lebih produktif namun tetap dapat menaggulangi dampak negatif dari aktivitas pengolahan
sampah yang akan ditimbulkan yaitu pencemaran lingkungan setempat seperti pencemaran
air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama pemakaian TPA, pelepasan
gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah
kaca yang berkali-kali dapat membahayakan penduduk suatu tempat) serta gangguan lain
misalnya, debu, bau busuk, kutu, lalat, tikus atau polusi suara. Di Indonesia, penentuan
lokasi TPA dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994 yang
membagi kriteria pemilihan lokasi TPA menjadi tiga, yaitu :
 Kelayakan regional untuk menentukan zone layak atau zone tidak layak
 Kelayakan penyisih untuk menentukan tingkat kesesuaian dari beberapa
alternatiflokasi yang telah diperoleh pada penilaian tahap pertama
 Kelayakan rekomendasi untuk menetapkan lokasi terbaik dari beberapa alternative
lokasi yang telah diperoleh pada penilaian sebelumnya

Dari hasil analisis yang sudah dilakukan maka ditemukan dua kategori lokasi
alternatif pembuatan TPA baru Kota Malang. Luas Kesesuaian lahan lokasi alternatif Kota
Malang terbagi menjadi 2 yaitu kesesuaian lahan sedang dengan luas 397,842 Ha dan
kesesuaian lahan tinggi dengan luas 1303,308 Ha. Maka lokasi yang tepat untuk alternatif
TPA baru Kota Malang yaitu yang memiliki kesesuain lahan tinggi untuk lokasi alternatif
TPA yaitu 1303,308 Ha. Lokasi alternatif TPA baru Kota Malang ini telah di sesuaikan
dengan ketentuan fisik lingkungan serta ketentuan teknis,adapun dari hasil yang didapat
lokasi alternatif ini memiliki kelebihan dari segi fisik lingkungan serta dari segi teknis yang
memiliki jarak yang jauh dari sungai, memiliki kedalaman yang jauh antara muka air
dengan dasar lahan dan memiliki kondisi tanah dan batuan yang bagus. Tetapi hal ini pun
tak lepas dari kekurangannya yaitu lokasinya berada di tengah kota yang padat penduduk
sehingga keamanan dan kenyamanan penduduk terganggu dan dapat menurunkan nilai
lahan, serta berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai