Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan pembangunan yang pesat di kota Purwokerto belum diimbangi
kewaspadaan serius terhadap dampak lingkungan hidup. Hal itu biasa hadir sebagai risiko
suatu kota yang bergerak menjadi kota besar.Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Disamping itu,
pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah
yang semakin beragam, antara lain sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai
oleh proses alam. Pengelolaan dan penanganan sampah mutlak diperlukan yakni dengan
perhatian khusus karena menyangkut lingkungan yang sangat vital. Banyak kota-kota di
Indonesia dalam membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tidak memperhatikan
standar pembuatan TPA dan memperhatikan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Tak pelak jika banyak kasus dikota-kota besar timbul diakibatkan sampah
baik itu sampah rumah tangga maupun sampah industri karena tidak diolah dan dikelola
dengan baik. Sampah yang diproduksi warga Purwokerto dibuang di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel dan TPA Kaliori.
Istilah sampah pasti sudah tidak asing lagi ditelinga. Jika mendengar istilah
sampah, pastiyang terlintas dalam benak kita adalah setumpuk limbah yang menimbulkan
aroma bau busukyang sangat menyengat. Sampah diartikan sebagai material sisa yang
tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah adalah zat kimia, energi atau
makhluk hidup yang tidakmempunyai nilai guna dan cenderung merusak.
Sampah merupakan konsep buatan manusia,dalam proses-proses alam tidak ada
sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Besarnya timbunan sampah
yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik
langsung maupun tidak langsung bagi penduduk.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan topik yang saya pilih dan latar belakang diatas , saya ingin mengungkap
beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah perkembangan kota Purwokerto?
2. Bagaimana keadaan kebersihan lingkungan di Purwokerto?
3. Apa yang menyebabkan ditutupnya beberapa TPA di Purwokerto?
4. Bagaimana fungsi TPA sebenarnya?

1.3 Tujuan Masalah


Melihat beberapa permasalahan yang saya akan bahas, makalah ini sesungguhnya
memiliki tujuan:
1. Menjelaskan perkembangan kota Purwokerto sampai saat ini.
2. Menjelaskan mengenai keadaan kebersihan lingkungan di Purwokerto.
3. Menjelaskan penyebab ditutupnya beberapa TPA di Purwokerto.
4. Menjelaskan fungsi TPA yang seringkali tidak diketahui oleh masyarakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Kota Purwokerto

Purwokerto adalah ibu kota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia. Jumlah
penduduknya 292.782 jiwa pada tahun 2014. Berbagai julukan disandang kota di jalur
selatan Jawa Tengah ini dari kota wisata, kota kripik, kota transit, kota pendidikan sampai
kota pensiunan karena begitu banyaknya pejabat-pejabat negara yang pensiun dan akhirnya
menetap di kota ini. Di kota ini pula terdapat museum Bank Rakyat Indonesia, karena bank
pertama kali berdiri ada disini dan pendiri bank ini adalah Raden Bei Aria Wirjaatmadja putra
daerah Purwokerto. Purwokerto adalah sebuah kota yang tak otonom karena masih menjadi
bagian Kabupaten Banyumas sebagai pusat pemerintahan. Secara administratif, Purwokerto
terbagi menjadi 4 kecamatan dengan 27 kelurahan. Sebenarnya ada wacana pembentukan
Kota Purwokerto terlepas dari Kabupaten Banyumas terus bergulir. Kalau dilihat dari
sejarahnya, Purwokerto asalnya berstatus Kota Administratif (Kotif), di mana Kotif lainnya
di Indonesia sudah menyandang status Kota dengan otonomi tersendiri

Secara tradisional, Purwokerto bukan merupakan kota industri maupun perdagangan.


Sampai saat ini, aktivitas industri amat jarang ditemukan di Purwokerto, padahal Purwokerto
merupakan daerah potensial yang sangat strategis untuk melakukan investasi dalam bidang
Industri selain dari lahan yang masih luas, akses menuju kota-kota besar lainnya yang mudah,
juga tenaga kerja profesional di Purwokerto masih banyak. Kota ini bisa dikatakan tidak
memiliki industri dalam skala besar yang dapat menyerap ribuan tenaga kerja atau mencakup
wilayah puluhan hektare. Jika pun ada industri, itu umumnya industri-industri tradisional
yang hanya mempekerjakan puluhan pekerja (seperti industri rokok rumahan, industri mie
atau soun kering kecil-kecilan, pabrik pengolah susu skala kecil, industri peralatan dari logam
yang tidak seberapa, serta industri makanan oleh-oleh yang hanya ramai pada musim
Lebaran). Sektor perdagangan pun setali tiga uang. Di kota ini tidak ditemukan aktivitas
perdagangan dalam skala besar. Kota ini tidak memiliki pelabuhan atau fasilitas bongkar-
muat barang dalam skala yang secara ekonomi signifikan. Juga tidak terdapat areal
pergudangan yang dapat menyimpan komoditas dalam jumlah ribuan kubik. Pendek kata,
kota ini sama sekali bukan kota industri dan perdagangan.

3
Sampai dengan awal dekade 2000-an, kota ini lebih cocok disebut sebagai kota
pegawai dan anak sekolah. Mata pencaharian penduduk yang bisa diandalkan untuk hidup
cukup adalah dengan menjadi pegawai negeri maupun BUMN. Akhirnya, kota ini secara
ekonomi saat itu tidak terlalu berkembang. Perubahan secara cukup signifikan terjadi mulai
tahun-tahun 2000-an, yakni saat kota ini mulai dibanjiri mahasiswa-mahasiswa dari berbagai
kota di pulau Jawa untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi di sini (terutama di Universitas
Jenderal Soedirman dan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto UMP). Sejak saat itu,
aktivitas ekonomi rakyat yang berkenaan dengan kebutuhan mahasiswa pun menggeliat.
Ribuan kamar kos dibangun untuk disewakan kepada para mahasiswa pendatang. Ratusan
tempat makan didirikan untuk melayani kebutuhan lambung para mahasasiswa yang
menjalani siklus lapar setiap 6 jam. Kios-kios alat tulis bermunculan. Warnet tumbuh bagai
cendawan di musim semi. Bahkan, jasa pencucian baju (laundry) pun bermunculan guna
memenuhi kebutuhan pembersihan pakaian para mahasiswa yang memiliki sedikit waktu
untuk mencuci sendiri. Kondisi ini membuat perekonomian kota Purwokerto tumbuh cukup
signifikan sebagai kota jasa.

Di Akhir tahun 2011, telah berdiri Hotel bintang 5 Aston dengan 12 Lantai. Pada
pertengahan tahun 2012, telah tampak perubahan yang cukup signifikan dalam bidang
perdagangan. Bisa dilihat dari dibangunnya Rita Supermall dengan 16 lantai dan 2 basement
tepat di selatan alun-alun Purwokerto. Dan juga pemekaran Moro menjadi Mega Mall dengan
tiga tower.

Perkembangan pembangunan yang pesat di kota Purwokerto belum diimbangi


kewaspadaan serius terhadap dampak lingkungan hidup. Hal itu biasa hadir sebagai risiko
suatu kota yang bergerak menjadi kota besar.Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Disamping itu, pola
konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang
semakin beragam, antara lain sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh
proses alam. Pengelolaan dan penanganan sampah mutlak diperlukan yakni dengan perhatian
khusus karena menyangkut lingkungan yang sangat vital. Banyak kota-kota di Indonesia
dalam membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tidak memperhatikan standar
pembuatan TPA dan memperhatikan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Tak
pelak jika banyak kasus dikota-kota besar timbul diakibatkan sampah baik itu sampah rumah
tangga maupun sampah industri karena tidak diolah dan dikelola dengan baik. Sampah yang

4
diproduksi warga Purwokerto dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel
dan TPA Kaliori.

2.2 Keadaan Kebersihan Lingkungan di Purwokerto

Sampah sebagai hasil samping dari berbagai aktifitas/kegiatan dalam kehidupan


manusia maupun sebagai hasil dari suatu proses alamiah, yang sering menimbulkan
permasalahan serius diberbagai perkotaan di dunia, khususnya bagi kota Purwokerto.
Permasalahan sampah di berbagai perkotaan tidak saja mengancam aspek keindahan dan
kebersihan kota tersebut, namun lebih jauh akan memberikan dampak negative bagi
kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat apabila tidak ditangani secara baik. Pada
suatu perubahan pembangunan suatu kota tentu akan menimbulkan dampak bagi kota
tersebut. Dengan bertambahnya populasi penduduk kota maka, sudah tentu akan
menghasilkan produk-produk sampah yang memang harus dihadapi oleh kota tersebut. Oleh
sebab itu maka, produk sampah yang dihasilkan oleh masyarakat mestinya harus ditangani
dengan baik agar tidak menimbulkan masalah diatas masalah. Untuk mengatasi masalah
produk sampah sudah tentu dibutuhkan TPS ( Tempat Pembuangan Sampah ) sementara dan
selanjutnya akan diangkut dan dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah. Yang
biasa dan yang akan menjadi masalah dalam pembuangan sampah ke TPA adalah tempat
TPA yang kurang baik yang biasa dilakukan di berbagai kota yaitu dengan metode open
dumping dan sea dumping sudah tidak layak lagi, karena akhir dari pembuangan sampah ke
TPA akan menghasilkan masalah dan bukan menyelesaikan masalah. Sehingga diperlukan
TPA yang layak dan dapat dipergunakan diseluruh kota. Dalam hal ini adalah kota
Purwokerto yang pertumbuhan penduduknya semakin pesat dengan makin banyaknya jumlah
mahasiswa yang bersekolah di sini. Purwokerto bisa dikatakan sebagai kota pelajar yang
memiliki banyak Perguruan Tinggi. Sehingga mau tidak mau konsumsi masyarakat semakin
tinggi dan ini menimbulkan banyak sampah yang akan terbuang. Tempat pembuangan
sampah di Kota Purwokerto antara lain yaitu TPA Gunung Tugel dan TPA Kaliori.

Namun, Kota Purwokerto yang asri ini tengah mengalami permasalahan. Dua bulan
terakhir, Purwokerto mengalami permasalahan mengenai sampah. Sebagai kota kecil,
ternyata permasalahan sampah sudah mulai mengemuka. Setiap hari, setidaknya ada 960 ton
sampah yang dihasilkan. Pada awalnya, terjadi penolakan terhadap pembuangan sampah ke

5
tempat pembuangan akhir (TPA) Kaliori di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas.
TPA tersebut merupakan tempat pembuangan setelah TPA Gunung Tugel di Kedungrandu,
Kecamatan Patikraja ditutup. Keprihatinan yang muncul saat ini banyak dilontarkan warga
yang mendiami wilayah sekitar TPA. Sampah-sampah tersebut bersumber dari seluruh kota
Purwokerto. Seluruh sampah yang terkumpul di TPA Gunung Tugel dan TPA Kaliori terdiri
dari sampah rumah tangga, sampah terminal, sampah pasar, sampah industry dan sampah
jalan raya. Bau menyengat muncul pada siang hari atau saat sampah diratakan. Pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh sampah akhir-akhir ini berkembang dengan cepat. Telah
kita sadari masalah sampah sangat mengganggu kesehatan dan keseimbangan lingkungan
hidup. Untuk menanganinya perlu peran aktif masyarakat dan pemerintah khususnya
pemerintah daerah masing-masing.

Beberapa waktu lalu, sekitar 200 warga desa setempat mengadakan demo. Mereka
memblokade jalan menuju TPA Kaliori. Alasan warga memang cukup kuat, karena terjadi
pencemaran lingkungan akibat TPA tersebut. Warga menyebutkan kalau pencemaran tidak
hanya bau, tetapi juga air. Bahkan ada sumur yang biasanya dapat dimanfaatkan warga, kini
tidak bisa lagi akibat pencemaran tersebut. Kemudian air yang keluar dari TPA Kaliori juga
mencemari sawah. Banyak masyarakat sekitar TPA mengeluh seperti bau yang tidak sedap
ketika bekerja di sekitar TPA, ada yang menyatakan bahwa mengalami keluhan seperti batuk-
batuk dan juga bau tidak sedap. Kerugian yang ditimbulkan cukup besar bagi warga
setempat. Petani penggarap lahan berpendapat bahwa setiap tahunnya, satu petak sawah yang
dikerjakan petani mampu menghasilkan Rp7 juta per tahun. Kalau empat tahun, berarti ada
kerugian hingga Rp28 juta. Warga Kaliori telah sepakat untuk menutup dan memblokade
TPA setempat.

Karena timbulnya protes dari warga sekitar, akhirnya, Pemkab Banyumas tidak
memaksa pembuangan sampah ke TPA Kaliori. Pemkab juga memberikan tali asih kepada
petani yang dirugikan akibat pencemaran air TPA. Akibat blokade dan penutupan TPA di
Kaliori, membuat Pemkab Banyumas mengambil opsi berbeda yakni membuang sampah di
tempat pembuangan sementara (TPS) Tipar, Kecamatan Ajibarang, Banyumas. Padahal,
selama ini TPS Tipar merupakan tempat pembuangan untuk kecamatan-kecamatan di wilayah
barat Banyumas.

6
Pemkab mencoba untuk membuang sampah ke bekas TPA Gunung Tugel. Namun,
sama saja ada penolakan oleh warga sekitar terutama penduduk Kelurahan Karangklesem,
Kecamatan Purwokerto Selatan. Pemkab Banyumas juga tidak memaksakan pembuangan di
lokasi setempat. Berdasarkan perhitungan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), ada 40 truk
sampah terutama dari wilayah Kota Purwokerto yang sebagian besar masuk TPA jadi
menumpuk di tempat-tempat penampungan sementara sampah di sekitar pinggir jalan raya.
Dari 40 truk tersebut, ada tujuh truk yang dapat masuk ke tempat pengolahan sampah terpadu
(TPST). Di Purwokerto, sudah ada tujuh TPST, namun satu TPST baru mampu menampung
satu truk setiap harinya. Praktis ada 33 truk sampah yang tidak terangkut. Bahkan, kemudian
truk-truk untuk sementara tidak beroperasi. Sesungguhnya, sampah-sampah yang selama ini
masih ada di tempat-tempat penampungan sementara bisa diangkut menuju ke TPA Kaliori.
Di sisi lain, tentu saja, Pemkab bakal membenahi infrastruktur TPA supaya sampah tidak
longsor.

2.3 Penyebab ditutupnya Beberapa TPA di Purwokerto

Diketahui dibeberapa TPA yang ditutup karena menimbulkan kerugian untuk


beberapa warga yang tinggal di daerah dekat TPS tersebut. Seperti ucap seorang Bapak yang
saya ditemui di TPS daerah sumampir, beliau mengatakan bahwa sudah lima hari truk
sampah tidak datang untuk mengankut sampah padahal sampah di TPS tersebut kian
menumpuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau itu mengundang protes warga
karena cukup menganggu pernafasan dan kenyamanan warga sekitar. Setelah saya tanya
mengapa truk sampah bisa sampai lima hari tidak datang untuk mengambil sampah, petugas
tersebut tidak tahu. Bahkan beliau hanya mengira-ngira kalau di TPA mungkin saja terjadi
protes warga lagi. Saya pun bertanya kira-kita truk sampah dari TPS Sumampir ini membawa
sampah ke mana, dan kata beliau biasanya sampah di bawa ke Wangon, suatu Kabupaten
dekat Purwokerto. Penyebab sampah tersebut dibawa ke Wangon ini karena adanya kasus
TPA Kaliori yang sempat ditutup sehingga sampah pun di bagi-bagi TPA nya agar tidak
terpusat ke TPA Kaliori semua. Tetapi kata beliau pula, akibat truk sampah tidak mengangkut
sampah dari TPS sumampir ke Wangon ini juga bisa karena adanya protes warga juga di TPA
Wangon.

7
Protes warga juga mungkin diakibatkan karena adanya keresahan yag dirasakan akibat
kondisi yang ada pada TPA gunung Tugel dan TPA Kaliori yaitu menimbulkan bau yang
sangat tajam terutama pada tempat timbunan sampah dan berbahaya bagi orang yang sangat
sensitive dengan bau yang tajam karena dapat menimbulkan rasa pusing, mual hingga
muntah. Kondisi ini dapat mengganggu kesehatan para pekerja, pengunjung (dalam jangka
pendek), dan masyarakat yang bertempat tinggal di dekat kedua TPA tersebut. Kegiatan
pembakaran sampah dapat berakibat buruk karena adanya kandungan Dioxin. Dioxin adalah
salah satu zat beracun,zat kimia yang terbentuk dari hasil pembakaran sampah komersial atau
sampah dari perkotaan. terjadi terutama pada wajah dan tubuh bagian atas, pada kulit lainnya,
perubahan warna kulit, bulu pada tubuh yang berlebihan, dan kerusakan organ tubuh lainnya
seperti: ginjal dan saluran pencernaan. Dampak penyakit yang mengancan manusia di
lingkungan Tempat Pembuangan Akhir antara lain penyakit diare, kolera, tifus menyebar
dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat
bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Penyakit jamur dapat
juga menyebar (misalnya jamur kulit), serta adanya kemungkinan terjangkit penyakit yang
dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang
dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaaan
binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan atau sampah.

Kira-kira apa yang menyebabkan penumpukan sampah yang terjadi di beberapa TPA
di Purwokerto? Apa yang menyebabkan penimbunan sampah dibeberapa pinggir jalan di
Purwokerto? Padahal kebiasaan dan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya sudah semakin baik. Seperti beberapa orang yang saya perhatikan di kawasan
Alun-Alun Kota Purwokerto. Banyak orang yang berkunjung ke alun-alun dan tetap menaati
aturan yang ada yaitu membuang sampah pada tempatnya. Ketersediaan tempat sampah di
beberapa titik di kawasan Purwokerto pun sesungguhnya sudah mumpuni. Mungkin,
penyebab adanya penumpukan sampah tersebut diakibatkan karena adanya gaya hidup
masyarakat yang kian lama kian malas. Malas disini dalam hal untuk mengolah kembali
sampah dan menggunakan kembali.

Pemerintah Indonesia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mengelola


masalah lingkungan hidup sebaik-baiknya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Akan
tetapi maksud baik pemerintah ini perlu diimbangi oleh peran serta semua warga negara atau

8
masyarakat Indonesia yakni kesadaran dalam menjaga, memelihara dan mengelola
lingkungan hidup, sehingga akan tercipta suatu lingkungan hidup yang baik. Salah satu
penyebab dari semua pencemaran lingkungan hidup adalah barang-barang bekas yang sudah
tidak terpakai atau nama populernya adalah sampah. Dengan demikian meningkatnya jumlah
penduduk, timbulnya tempattempat pemukiman penduduk baru ditunjang dengan kemajuan
teknologi, maka volume sampah juga akan meningkat seirama dengan kegiatan manusia
tersebut, sehingga apabila penangulangan dan pengelolaan tidak baik akan menimbulkan
masalah besar dalam pelestarian lingkungan hidup.

Khususnya untuk penggunaan sampah pelastik, di Purwokerto masih banyak


masyarakat yang malas untuk membawa tas belanja sendiri sehingga penggunaan tas pelastik
dari pusat pertokoan/swalayan pun meningkat. Sesungguhnya hal ini dapat ditanggulangi
dengan membawa tas sendiri bisa tas tenteng/tas kain lainnya yang sekiranya cukup untuk
membawa belanjaan. Dengan tindakan seperti itu maka sampah tas pelastik dapat dikurangi.
Selain itu mungkin untuk rumah makan akhir-akhir kini pun mulai merasa bahwa
membungkus dengan plastik itu suatu hal yang praktis, padahal hal tersebut mampu
menimbulkan penumpukan sampah pelastik di daerah Purwokerto.

Dilain sisi, sampah botol minum, gelas pelastik dan sedotan juga merupakan sampah
pelastik yang menumpuk di Purwokerto. Gaya hidup masyarakat yang enggan untuk
membawa minum dengan menggunakan botol minum merupakan salah satu penyebab
maraknya sampah pelastik dari minuman kemasan. Ya, gelas pelastik ini juga merupakan
perubahan gaya hidup yang datang dari beberapa rumah makan yang ada di Purwokerto.
Beberapa rumah makan tidak mau menyajikan minum pada pelanggannya menggunakan
gelas dengan alas an kepraktisan sehngga mendorong rumah makan untuk menggunakan
gelas pelastik yang habis pakai tinggal buang. Selain itu, penggunaan sedotan kini semakin
sering, walaupun mungkin sedotan ini kecil namun jika penggunaannya sering maka akan
menghasilkan jumlah yang banyak. Kebanyakan rumah makan selalu menyajikan minuman
beserta dengan sedotannya karena kebanyakan pelangganpun lebih suka minum melalui
sedotan dari pada minum langsung dari gelasnya.

Selain kebiasaan tersebut, tingkat kepekaan masyarakat untuk menjaga kebersihan


lingkungan itu masih kurang. Hal ini terlihat beberapa orang yang berlalu lalang di beberapa
pusat keramaian di Purwokerto acuh dengan sampah yang mereka temui. Memang beberapa
mereka bisa membuang sampah yang mereka timbulkan namun mereka tidak peka dengan
9
keadaan sekitar yang memang sedang kotor/terdapat sampah. Misalkan, seperti saluran air
depan warung yang kotor dan bau yang saya temui di sekitar jalan Ahmad Yani di
Purwokerto, padahal warung tersebut menjual makanan namun karena posisi warung
bersebrangan dengan TPS maka saluran air tersebut kotor dan bau. Pemilik warung pun
terlihat tidak mau untuk membersihkan saluran air tersebut dan membiarkan tercemar.
Perilaku seperti inilah yang mungkin kurang baik untuk di contoh. Seharusnya pemilik
warung bisa menjaga lingkungan sekitarnya walau dekat sampah, terlebih warung tersebut
menjual makanan. Walaupun sesungguhnya bisa jadi kotor dan baunya saluran air tersebut
disebabkan karena adanya TPS namun hal tersebut bisa dihindari apabila pemilik warung
peka dengan kebersihan lingkungan sekitarnya, hal tersebut juga bisa dibilang masih menjadi
kewajiban pemilik warung untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Bukan hanya kebiasaan-kebiasaan warga yang sering menggunakan barang yang


terbuat dari pelastik untuk mendukung kegiatan mereka sehari-hari, melainkan kebiasaan
waarga khususnya warga di suatu pemukiman yang masih sering membuang sampah rumah
tangganya secara sembarangan pun kerap menimbulkan pemandangan tidak mengenakan di
kota Purwokerto. Seperti warga di daerah Perumahan Karang Asri. Hanya namanya saja yang
Asri, tetapi ketika saya menemui suatu tempat bekas warung yang kini sudah tidak digunakan
lagi, ternyata di belakang warung tersebut banyak sampah rumah tangga warga yang mereka
buang, sampah-sampah tersebut jelas menimbulkan bau yang tak sedap serta pemandangan
yang tidak enak dilihat. Walaupun pembuangan itu ada di belakang warung, namun masih
bisa terlihat dari pinggir jalan bagi masyarakat yang melewati jalan tersebut.

2.4 Fungsi TPA

Tanpa banyak masyarakat ketahui pula, sesungguhnya TPA memiliki beberapa fungsi
yang kerap kali tidak kita sadari. Fungsi tersebut antara lain sebagai prasarana drainase,
berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengantujuan untuk memperkecil
aliran yang masuk ke timbunan sampah. Drainase ini umumnya dibangun di sekeliling blok
atau zona penimbunan. Fasilitas penerimaan, yaitu tempat pemeriksaan sampah yang datang,
pencatatan data,dan pengaturan kedatangan truk sampah. Biasanya berupa pos pengendali di
pintumasuk TPA. Lapisan kedap air, berfungsi mencegah rembesan air lindi yang terbentuk
di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Biasanya lapisan tanah lempung setebal

10
50cm atau lapisan sintesis lainnya. Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar
tidak lepas ke atmosfer. Gas yang dimaksud berupa karbon dioksida atau gas metan. Fasilitas
pengamanan lindi, berupa perpipaan lubang-lubang, saluran pengumpul. Alat berat, berupa
bulldozer, excavator, dan loader. Penghijauan, dimaksudkan untuk peningkatan estetika,
sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat. Fasilitas penunjang, seperti pemadam
kebakaran, mesin pengasap (mist blower),kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain-lain.
Berdasarkan fungsi dari fasilitas-fasilitas yang ada pada TPA tersebut menandakan bahwa
TPA merupakan tempat sampah yang telah direncanakan dengan baik dengan meninjausegala
dampak dan manfaat bagi lingkungan sekitar TPA.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masyarakat kerap kali tidak terima dengan bau sampah yang menyengat dan adanya
perusakan lingkungan akibat sampah, namun kesadaran dari dalam diri mereka masih kurang.
Sebaiknya untuk keberlangsungan hidup dimasa yang datang kita bisa lebih peduli dengan
kebersihan lingkuangan terlebih dari benda kecil bernama sampah. Apabila kita mampu
memanfaatkan sampah-sampah seperti untuk mendaur ulangnya untuk dijadikan tas atau
pupuk mungkin permasalahan ini akan sedikit teratasi. Dengan begitu kita juga bisa
membantu pemerintah untuk meringankan permasalahan lingkungan yang timbul.

Jika dari dalam diri kita bisa memupuk rasa kepedulian yang tinggi terhadap
kebersihan dan kenyamanan lingkungan, maka akan tercipta juga lingkungan yang bersih dan
nyaman. Kita bisa saling gotong-royong membersihkan lingkungan dan mencari solusi
terbaik dalam mengatasi permasalahan sampah tersebut. Dengan tidak saling menyalahkan
dan menuduh kita dapat memperoleh jawaban dari persoalan yang sedang dihadapi. Terlebih
masalah sampah adalah masalah yang kian lama kian menimbulkan persoalan di setiap
daerah, namun dengan kerjasama antar masyarakat dan pemerintah pasti persoalan tersebut
dapat teratasi dan lingkungan menjadi tetap terjaga.

3.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan, keterbatasan dan kesimpulan mengenai kedaan


kebersihan lingkungan yang ada di Kota Purwokerto ada baiknya jika saran saya ini
dijalankan untuk kebaikan kebersihan kota kita. Saran tersebut antara lain:

- Perlunya strategi peran serta masyarakat dan program yang mendukung


pengomposan, serta kelebihan jumlah kompos yang dihasilkan di beli oleh
pemerintah daerah.
- Menyempurnakan kebijakan pengelolaan sampah dan tempat pembuangan akhir
(TPA) yang akan memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi para investor

12
dan perlu adanya aturan hukum/perda yang mengayomi tentang permasalahan
sampah, sehingga bagi pelanggar dapat diberikan sanksi yang tegas.
- Peningkatan koordinasi antar dinas-dinas terkait dan peningkatan sarana dan
prasarana di dalam pengelolaan sampah.
- Peningkatan sosialisasi kepada masyarakat secara persuasif, serta melakukan
pelatihan/training pada masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan
mengkedepankan prinsip 4R, sehingga sampah dapat dikelola menjadi benda yang
bermanfaat, sekaligus meningkatkan pendapatan warga, mulai dari tingkat RT
atau RW.
- Memberikan reward kepada warga yang peduli terhadap masalah sampah dan
lingkungan.
- Perlu dilakukan penelitian lain guna mengkaji kendala dan permasalahan yang
dihadapi oleh para stakeholder dalam pengelolaan sampah.

Sebaliknya adapun saran bagi pemerintah/pengolah sampah di TPA. Sebaiknya sampah


yang berada di sekitar TPA Gunung Tugel dan TPA Kaliori sebaiknya dikelola lebih lanjut
seperti pendaur-ulangan sampah atau pemisahan sampah organik dan anorganik agar tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap dan menjauhkan dari sumber penyakit. Selain itu,
memperluas daerah tempat pembuangan sampah sehingga timbunan sampah tidak semakin
membumbung tinggi akibat banyaknya sampah yang dikelola sehingga tidak membahayakan
masyarakat sekitar khususnya para pemulung. Untuk pengelolaan sampah di Purwokerto
antara swadaya masyarakat dengan Pemda perlu ditingkatkan kerja sama dalam hal
pengintesifkan kegiatan penyuluhan serta dikembangkan dan ditingkatkannya pula sistem
manajemen operasionalnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Purwokerto_(kota)

http://www.mongabay.co.id/2018/05/29/banyumas-darurat-sampah-ada-apa/

https://www.liputan6.com/regional/read/3542174/mengurai-benang-kusut-sampah-di-kota-
purwokerto

http://blogkuyago.blogspot.com/2011/06/pengamatan-kondisi-di-tpa-gunung-tugel.html

https://www.gatra.com/rubrik/nasional/pemerintahan-daerah/324633--TPA-Kaliori-Diblokir-Warga-
Purwokerto-Darurat-Sampah

14
LAMPIRAN

TPS Sumampir

TPS Ahmad Yani

15
TPA Gunung Tugel

TPA Kaliori

16
Saluran Pembuangan Air di depan TPS
Sumampir

Saluran Pembuangan Air di depan TPS Ahmad Yani

17
Sampah di sekitar pusat keramaian

Fasilitas tempat sampah dipusat keramaian

18

Anda mungkin juga menyukai