Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan hidayahnya sehingga makalah Teknik Pemukiman ini dapat
penulis rampungkan tepat pada waktunya.
Teknik Pemukiman ini merupakan suatu hal wajib bagi seluruh mahasiswa
yang memprogram matakuliah ini. Hal ini dilakukan untuk menerapkan teori yang
didapatkan dalam ruang kuliah dengan dilapangan secara langsung.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak PUJIONO, ST.,
M.SC dan semua pihak yang telah membantu dalam merampungkan makalah ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak, baik secara
pribadi yang ditunjukan kepada Dosen, dan teman-teman serta semua pihak yang
telah membantu kami.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya. Sehingga penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran
dari para pembaca. Baik itu berupa saran atau kritik yang sifatnya membangun
untuk dapat menyempurnakan laporan seperti ini di masa-masa yang akan datang.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
RUMUSAN MASALAH ...................................................................................
BAB 1 Pendahuluan...........................................................................................
1.1 Pendahuluan..................................................................................................
1.2 Pembahasan...................................................................................................
1.3 Rumusan Masalah.........................................................................................
1.4 Tujuan...........................................................................................................
BAB 2 Tinjauan Pustaka ....................................................................................
1. Pengertian Permukiman.................................................................................
2. Faktor dalam Permukiman.............................................................................
3. Aspek dalam Permukiman..............................................................................
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1
penduduk di desa berurbanisasi untuk menambah penghasilannya.
Penduduk yang berpenghasilan tinggi dapat membangun maupun menyewa
perumahan dan permukiman dengan tempat yang strategis. Sedangkan
untuk penduduk yang berpenghasilan rendah maupun yang tidak
berpenghasilan, akan tinggal di daerah yang kotor dan liar. Seperti di
daerah bantaran Sungai Ciliwung yang tidak hanya mengalir di Kota
Jakarta, tetapi juga daerah Depok dan Bogor. Seiring berkembangnya
zaman dan dampak pertumbuhan penduduk, Sungai Ciliwung kini tidak lagi
bersih seperti dahulu. Sungai Ciliwung yang dulunya bersih kini sudah
terkena dampak pencemaran air. Warga yang tinggal di sekitar bantaran
sungai seringkali membuang sampah atau limbah sembarangan di sungai
tersebut. Selain karena sampah dan limbah, penyebab banjir adalah karena
banyaknya permukiman kumuh di daerah bantaran Sungai Ciliwung
tersebut. Karena permukiman kumuh tersebut, pemerintah DKI Jakarta
mengadakan relokasi di daerah bantaran Sungai Ciliwung ke rumah susun
agar dapat mengembalikan fungsi Sungai Ciliwung seperti semula dan
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari dua permasalahan yaitu
apakah pelaksanaan relokasi permukiman warga bantaran Sungai Ciliwung
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan apakah
pelaksanaan relokasi permukiman warga bantaran Sungai Ciliwung
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Tujuan dari
penulisan skripsi ini terdiri dari dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
2
Kota Belawan merupakan pintu gerbang
Kota Medan dari jalur transportasi laut. Status Pelabuhan Belawan
merupakan pelabuhan internasional dengan intensitas yang sangat tinggi
menempatkan kawasan ini menjadi salah satu pusat pertumbuhan kawasan
strategis nasional. Namum dibalik tingkat perkembangan ekonomi kawasan
yang sangat tinggi, terdapat permasalahan kemiskinan yang juga tertinggi
dibandingkan dengan kawasan Kota Medan lainnya. Status Pelabuhan
Belawan merupakan
pelabuhan internasional dan menjadi salah satu kawasan strategis nasional
tampaknya tidak sejalan dengan kondisi perekonomian warganya terutama
di kawasan Kelurahan Bagan Deli, yang mayoritas bermata pencaharian
sebagai nelayan/penangkap kerang. Di samping itu, juga telah terjadi
pencemaran pantai yang bersumber dari limbah industri/pabrik di hulu dan
sampah rumah tangga. Sampah masih merupakan masalah karena telah
mencemari sungai dan lokasi tempat tinggal masyarakat. Hal ini
dikarenakan masih banyaknya anggota masyarakat yang membuang
sampah ke sungai. Akibat masalah pencemaran ini, di
kawasan Bagan Deli juga dijumpai masalah yang berhubungan dengan
adanya bangunan kumuh. Rumah-rumah penduduk dibangun dengan semi
permanen dengan ukuran relatif kecil dan terbuat dari papan dan tepas.
Rumah tersebut dibangun seadanya di atas paluh yang jika air laut surut
3
daratannya terlihat sangat kotor karena sampah dan kotoran manusia yang
berserakan
sehingga membuat
perumahan/lingkungan ini menjadi sangat kumuh. Sangat banyak masalah
kesehatan yang ada di lingkungan kumuh ini, diantaranya penyakit ISPA,
penyakit kulit serta rendahnya pemenuhan kebutuhan pokok yang
mencakup masalah gizi yang belum lengkap. Berdasarkan kondisi di atas,
penelitian ini
akan mengungkapkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kekumuhan
di Kelurahan Bagan Deli agar dapat menjawab permasalahan dan membuat
solusi dalam bentuk perencanaan penataan permukiman kumuh dan
lingkungan.
1.2. Pembahasan
4
tersebut. Selain karena sampah dan limbah, penyebab banjir adalah karena
banyaknya permukiman kumuh di daerah bantaran Sungai Ciliwung
tersebut. Karena permukiman kumuh tersebut, pemerintah DKI Jakarta
mengadakan relokasi di daerah bantaran Sungai Ciliwung ke rumah susun
agar dapat mengembalikan fungsi Sungai Ciliwung seperti semula dan
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
5
hidup masyarakat sehingga dapat membantu memberantas kemiskinan
kota.3 Sehubungan dengan hal itu, Pemerintah Provinsi Jakarta
mengadakan pengadaan tanah yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan umum yaitu pengadaan tanah adalah
kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang
layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dalam undang-undang ini
pengadaan tanah adalah untuk kepentingan umum, artinya menyediakan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum pihak yang berhak. Pengadaan tanah untuk kepentingan
umum diselenggarakan oleh pemerintah. Masyarakat wajib melepaskan
tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
setelah pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atau berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.4 Salah
satu kegiatan pemerintah yang sesuai adalah dengan pelaksanaan relokasi
permukiman warga bantaran Sungai Ciliwung ke tempat yang memiliki
prasarana, sarana dan utilitas umum yang lebih layak. Dengan adanya
relokasi, maka fungsi Sungai Ciliwung akan kembali normal agar tidak
terjadi banjir dan penduduk bantaran Sungai Ciliwung akan diberikan
tempat tinggal yang baru sebagai ganti rugi. Sehingga tanah negara yang
terdapat di bantaran Sungai Ciliwung tersebut dapat dipergunakan sebaik-
baiknya demi kepentingan masyarakat. Pengadaan tanah yang dilakukan
oleh pemerintah daerah tersebut adalah berupa relokasi permukiman kumuh
yang terdapat di bantaran Sungai Ciliwung ke permukiman yang
mempunyai sarana dan prasarana yang lebih memadai agar warga yang
dahulu tinggal di bantaran sungai mendapatkan kehidupan yang layak,
aman, dan tenteram. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 huruf o Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 yaitu tanah untuk kepentingan umum
digunakan untuk pembangunan penataan permukiman kumuh perkotaan
dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat
6
berpenghasilan rendah dengan status sewa. Permukiman kumuh yang
terdapat di bantaran Sungai Ciliwung harus dilakukan penataan kembali
dengan tujuan untuk meningkatan kualitas lingkungan dan pemeliharaan
sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Pelaksanaan relokasi yang merupakan pembangunan nasional bagi
kepentingan umum bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan
proses pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk
mewujudkan tujuan nasional.
7
mendapatkan penghidupan yang setara atau lebih baik dari sebelum
relokasi, dan penerima dampak mendapatkan kompensasi penuh selama
proses transisi dan meminimalisir kerusakan jaringan sosial dan peluang
ekonomi. 9 Selain itu, prinsip tersebut juga mencakup peluang
pengembangan bagi penerima dampak, demokratis, partisipatioris, terbuka
dan akuntabel serta kemandirian dan keberlanjutan. Dengan adanya prinsip-
prinsip tersebut, relokasi harus dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip yang
berlaku agar mendapatkan penghidupan yang setara atau lebih baik dari
sebelum relokasi. Penduduk yang direlokasi adalah semua penduduk yang
tinggal didaerah bantaran Sungai Ciliwung yang tidak memiliki
kemampuan ekonomi yang cukup. Pemerintah membantu penduduk
tersebut untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi mereka dengan cara
memindahkan tempat tinggal yang tidak layak ke tempat tinggal yang baru
berupa rumah susun yang telah disediakan pemerintah sesuai tata ruang
yang berlaku. Pelaksanaan relokasi ini juga harus menganut prinsip
keberlanjutan yang dimana relokasi harus terus dilakukan agar kondisi
perkotaan tertata sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sungai Ciliwung yang selalu menjadi penyebab banjir di provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta menjadi normal sesuai fungsinya sebagai daerah
resapan air saat hujan. Sehingga tujuan dari relokasi itu akan tercapai
apabila dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip relokasi. Agar
pelaksanaan relokasi membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
bagi negara dan rakyat terutama dalam rangka mencapai masyarakat yang
adil dan makmur, pemerintah menyediakan ganti kerugian untuk penduduk
berupa rumah susun agar mereka tidak tinggal di bantaran Sungai Ciliwung.
Tujuan pemerintah mengadakan relokasi adalah agar Sungai Ciliwung
berfungsi normal kembali. Karena pemerintah melakukan relokasi dan
normalisasi sungai maka aliran Sungai Ciliwung saat ini sudah berjalan
normal kembali. Sebelumnya aliran Sungai Ciliwung menjadi sempit
karena kumuhnya permukiman warga dan banyaknya warga yang
membuang sampah sembarangan ke sungai sehingga aliran sungai tidak
8
berfungsi normal dan menyebabkan banjir. Setelah Sungai Ciliwung
berfungsi normal kembali, para warga dapat merasakan kenyamanan dan
kesejahteraan yaitu berupa berkurangnya terjadi banjir karena Sungai
Ciliwung sudah berjalan normal kembali dan mendapatkan tempat tinggal
yang legal dan lebih layak. Tujuan relokasi adalah agar tidak adanya banjir
karena Sungai Ciliwung sudah berfungsi normal kembali dan mendapatkan
tempat tinggal yang legal dan lebih layak sehingga masyarakat akan hidup
lebih sejahtera. Selain itu juga agar masyarakat mempunyai tempat tinggal
dan fasilitas MCK yang layak, meningkatkan kemampuan sosial ekonomi
warga, kesehatan warga terjamin karena tidak tinggal di permukiman
kumuh, agar fungsi sungai sebagai penampung air kembali seperti semula
dan meningkatkan kelestarian sumber daya alam perkotaan Sesuai dengan
tujuan dari pengadaan tanah yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 yaitu bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak
yang berhak. Pelaksanaan relokasi permukiman bantaran Sungai Ciliwung
tersebut harus sesuai dengan asas-asas yang terdapat dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan umum. Asasasas tersebut dimaksudkan
untuk melindungi hak setiap orang atas tanahnya agar tidak dilanggar atau
dirugikan ketika berhadapan dengan keperluan negara atas tanah untuk
pembangunan bagi kepentingan umum. Asas kemanusiaan adalah asas yang
harus memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi
manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia
secara proporsional. Berdasarkan Pembukaan alinea ke-4 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat teori perlindungan
hukum yang menyatakan bahwa melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Perlindungan hukum menjadi kebutuhan bagi
masyarakat agar segala bentuk hak yang melekat pada masyarakat itu dapat
digunakan secara baik, meskipun pada sisi yang lain masyarakat juga
9
memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan juga. Konsep perlindungan
hukum terkait dengan pengadaan hak atas tanah tidak hanya bagaimana
pemberian ganti kerugian bagi pihak yang berjalan dengan baik. Dengan
demikian pemerintah sebelum melakukan pengadaan tanah seharusnya
memperjelas status tanah terkait alas haknya, sehingga pemberian ganti
kerugian tidak dapat dipermainkan termasuk bagi warga yang tidak
memiliki alas hak tersebut disamakan dengan warga yang sudah memiliki
alas hak ketika pengadaan tanah dilaksanakan.
10
Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang
per bidang tanah, meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah,
bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah dan/atau kerugian
lain yang dapat dinilai.
Dalam menyelenggarakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus
sesuai dengan asas kemanfaatan yang pada prinsipnya harus dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dapat terwujud sehingga pembangunan dapat
dilaksanakan sesuai dengan rencana untuk berbagai fasilitas kepentingan
umum. Di samping itu, pihak masyarakat pemilik tanah dapat diberikan
ganti rugi yang layak atau dapat diberikan tanah pengganti dan permukiman
kembali seperti yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012, sehingga tingkat kehidupan sosial ekonominya dapat menjadi
lebih baik atau setidaknya tidak menjadi lebih miskin dari sebelum tanah
tersebut dicabut. Sehingga pada akhirnya kegiatan pengadaan tanah untuk
pembangunan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.11 Maka dari itu
dengan diadakannya asas-asas dalam menyelenggarakan relokasi, akan
mencapai kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Jadi dalam pelaksanaan
relokasi permukiman warga bantaran Sungai Ciliwung yang merupakan
program pemerintah sesuai dengan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum karena tujuan dari relokasi ini ditujukan demi kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat yaitu agar Sungai Ciliwung berfungsi normal
sehingga tidak menyebabkan banjir dan agar masyarakat yang tinggal di
permukiman kumuh bantaran sungai mendapatkan tempat tinggal yang
lebih layak.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya dapat
diketahui bahwa kebutuhan permukiman di DKI Jakarta semakin meningkat
seiring dengan pertumbuhan penduduk. Namun peningkatan kebutuhan itu
tidak diimbangi dengan penyediaan yang memadai. Hal ini berdampak pada
bermunculannya permukiman informal yang kumuh seperti yang terdapat di
sepanjang sungai Ciliwung, Jakarta Selatan. Keberadaan permukiman
11
kumuh di sepanjang Sungai Ciliwung telah berlangsung lama dan
mengakibatkan banyak kerugian seperti bencana banjir yang rutin terjadi.
Di lain sisi keberadaan permukiman di sepanjang Sungai Ciliwung juga
tergolong ilegal. Dari penjelasan tersebut dapat dipastikan bahwa
seharusnya lahan di sepanjang Sungai Ciliwung tidak digunakan sebagai
lahan permukiman dan masyarakat yang tinggal di dalamnya harus
direlokasi. Namun hal tersebut tidak membuat masyarakat di lingkungan
tersebut berkeinginan untuk pindah dengan tidak menghiraukan masalah
keamanan dan kenyamanan. Oleh karena itu rumusan masalah dari
penelitian ini adalah perlu diketahuinya kriteria permukiman yang sesuai
dengan preferensi masyarakat permukiman kumuh sepanjang Sungai
Ciliwung agar programprogram relokasi yang akan datang tepat sasaran dan
tepat guna.
sepanjang Sungai Ciliwung tepatnya di Keluruhan Manggarai di RW 04
dan 010 dengan batas administrasi sebagai berikut:
Adapun wilayah yang diamati adalah area dengan jarak 15 meter dari bibir
sungai sesuai dengan ketentuan Keppres No. 32 Tahun 1990 PP No. 47
tahun 1997.
12
hanya sebatas kegiatan sosial. Kurang dari separuh karakter tidak terarah
untuk mengurangi kekumuhan pemukiman dan konservasi lahan bantaran
sungai bahkan terkesan dilumpuhkan oleh kondisi yang berkembang.
Dikaitkan dengan kebijakan pemerintah yang mengamanatkan pengaktifan
peran serta masyarakat mulai dari level bawah, penguasa wilayah belum
mempunyai cara pandang yang sama dan terpadu terhadap pelestarian
bantaran sungai. Kondisi ini tidak berjalan karena cara pandang terhadap
fungsi alami bantaran sungai dan komunitas bermukim yang salah.7
Pandangan salah terhadap fungsi alamiah bantaran sungai karena penduduk
tidak menyadari manfaat ekosistem bantaran sungai bagi kehidupan
makhluk lain, penduduk bermukim di bantaran sungai dipandang ilegal
karena bukan penduduk Jakarta. Hal ini bertentangan dengan amanat
Undang- Undang Dasar 1945.
Hasil penelitian yang menginformasikan penduduk telah bermukim di
bantaran sungai Ciliwung Manggarai lebih setengah abad tepatnya sejak
tahun 1953 dengan 6 kepala keluarga sebagai penghuni perdana dan sampai
saat ini tidak satu pun kebijakan pemerintah yang memperhatikan
peruntukan bantaran sungai dan kondisi penduduk yang tidak manusiawi.
Hal tersebut memperlihatkan kelemahan pemerintah, yaitu Kementerian
Pekerjaan Umum berjalan sendiri yang terlihat pada kegiatan pengerukan
sedimentasi yang diserahkan pada Balai Besar Proyek Pengelolaan Sungai
CiliwungCisadane, termasuk membangun ruang terbuka hijau. Pemerintah
DKI Jakarta juga berjalan sendiri terlihat pada operasional kebijakan
membuat koridor sungai. Kegiatan yang dilaksanakan kedua pihak tersebut
tidak terkoordinasi dan terpadu. Hal ini bertentangan dengan amanat
kebijakan lingkungan hidup sehingga tidak menjawab kebutuhan
mengurangi kekumuhan permukiman dan meningkatkan kualitas
lingkungan secara fisik, sosial, dan ekonomi. Dalam kondisi tolak-menolak
kepentingan pengelolaam bantaran sungai, implikasi pemanfaatan modal
sosial yang dimiliki individu dan komunitas terhadap kebijakan pemerintah
13
menjadi penting dan secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi
besar dalam mendukung pelestarian fungsi lingkungan hidup.
14
lokasi dan bentangan alam yang sama dengan bantaran sungai Ciliwung
Manggarai.
Di level wilayah (Kotamadya Jakarta Selatan) dan DKI Jakarta, modal
sosial berkontribusi kuat menemukan akar permasalahan komunitas. Modal
sosial tampil sebagai wujud pengembangan kebijakan yang partisipatif
antara warga masyarakat di bantaran sungai Ciliwung Manggarai dan
tingkat wilayah Jakarta Selatan. Pengembangan jaringan pemberdayaan
kekuatan modal sosial pada berbagai bantaran sungai di wilayah DKI
Jakarta dengan kondisi yang sama atau hampir sama. Implikasi modal
sosial terhadap kebijakan pemerintah penting dipromosikan kepada
masyarakat luas karena penurunan kualitas lingkungan hidup yang serupa
banyak terjadi di berbagai bantaran sungai lain. Bantaran sungai Ciliwung
Manggarai hanya salah satu dari ratusan bantaran sungai yang dipadati
pemukiman penduduk yang hampir sama atau bahkan lebih buruk.
Pemerintah tidak akan pernah mengalokasikan dana untuk meningkatan
kualitas warga di bantaran sungai karena dana yang terbatas dan cara
pandang yang salah terhadap pengelolaan bantaran sungai. Warga
komunitas bantaran sungai Ciliwung Manggarai harus mulai menanamkan
rasa untuk mau memperbaiki kualitas lingkungan hidup dengan kekuatan
komunitas.
15
dua, yaitu faktor yang bersifat langsung dan faktor yang bersifat tidak
langsung
(Santosa, 2012). Faktor-faktor yang bersifat langsung yang menyebabkan
munculnya kawasan kumuh adalah faktor fisik (kondisi perumahan dan
sanitasi lingkungan). Faktor lingkungan perumahan yang menimbulkan
kekumuhan
meliputi kondisi rumah, status kepemilikan lahan, kepadatan bangunan,
koefisien
dasar bangunan (KDB). Faktor sanitasi lingkungan yang menimbulkan
permasalahan meliputi kondisi air bersih, mandi cuci kakus (MCK),
pengelolaan
sampah, pembuangan air limbah rumah tangga, drainase, dan jalan. Faktor-
faktor
yang bersifat tidak langsung adalah faktor-faktor yang secara langsung
tidak
berhubungan dengan kekumuhan, tetapi faktor-faktor ini berdampak
terhadap
faktor lain yang terbukti menyebabkan kekumuhan. Faktor-faktor yang
dinilai
berdampak tidak langsung terhadap kekumuhan adalah faktor ekonomi
masyarakat, sosial, dan budaya masyarakat.
16
menciptakan kesan kumuh pada bangunan rumah. Kondisi fisik
permukiman meliputi fasilitas atau infrastruktur dasar rumah tangga atau
fasilitas umum, sedangkan kondisi sosial meliputi keadaan penghuni
permukiman dilihat dari pendidikan serta tingkat pendapatan warganya
17
menciptakan kekumuhan di sebuah kawasan. Penumpukan sampah semakin
memperkeruh rusaknya lingkungan fisik permukiman baik dari sisi
kesehatan penghuninya maupun sisi kebersihan lingkungan. Kepadatan
lingkungan juga mendukung permukiman menjadi kumuh karena jarak satu
rumah ke rumah lainnya belum sesuai dengan kriteria ideal jarak rumah.
Dalam menentukan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
permukiman kumuh, terlebih dahulu dilihat karakteristik permukiman
kumuh yang mencakup karakteristik penghuni dan karakteristik tempat
hunian seperti keadaan rumah dan sarana prasarana yang menunjang di
permukiman tersebut. Areal penelitian dilakukan pada lingkungan Lorong
Mesjid yang memiliki 11 gang. Area ini merupakan areal terkumuh di
Kelurahan Bagan Deli. Faktor-faktor penyebab permukiman kumuh dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Faktor Fisik
a. Keadaan Rumah
Lantai rumah penduduk di wilayah Kelurahan Bagan Deli terbuat
dari kayu dengan kondisi yang sudah usang, kondisi dinding
rumah penduduk sebagian besar terbuat dari papan yaitu 66%,
pondasi masih ada terbuat dari kayu sekitar 22%, atap rumah
terbuat dari seng, namun tanpa dilapisi plafon sehingga panas
pada siang hari.
b. Jenis rumah
Jenis Rumah Kondisi bangunan sebagian besar non permanen
dengan luasan yang minimal dan tidak tertata serta tidak
memenuhi syarat kesehatan. Bahan bangunan menggunakan
bahan seadanya dan kurang layak.
c. Kepadatan bangunan
Kepadatan bangunan tinggi dengan ratarata setiap gang dihuni
oleh 10-25 kepala rumah tangga dengan keseluruhan terdapat 199
kepala rumah tangga yang terdapat di Lorong Mesjid.
18
Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan semakin
meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal sehingga
mengakibatkan kepadatan bangunan. Melihat kondisi lahan yang
terbatas mengakibatkan tidak adanya jarak antar bangunan
hunian sesuai dengan standart yang ditentukan sehingga kawasan
ini menjadi kumuh karena padatnya rumah yang dibangun.
2. Faktor Ekonomi
a. Jenis pemakaian
Mayoritas pekerjaan warga Kelurahan Bagan Deli Lorong Mesjid
adalah sebagai nelayan yang bekerja tergantung pada keadaan
cuaca dan musiman dalam melaut. Sedangkan para perempuan di
Lingkungan ini mayoritas berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Sehingga penghasilan suami sebagai pencari ikan menjadi
sumber penghasilan utama bagi setiap rumah tangga di
Lingkungan Lorong Mesjid ini.
b. Penghasilan
Karena sebagian besar penduduk bekerja sebagai nelayan
sehingga hanya memiliki pendapatan tidak tetap sebesar Rp
20.000 s/d Rp 150.000 tergantung cuaca dan musim dalam
melaut, bahkan tidak jarang para nelayan pulang dengan tangan
kosong. Melihat dengan kondisi perekonomian penghuni yang
relatif rendah tentu kemampuan penghuni permukiman ini dalam
merealisasikan perbaikan lingkungan huniannya sangatlah tidak
mungkin. Kebutuhan pemenuhan kelangsungan hidup, seperti
sandang dan pangan menjadi prioritas utama penghuni dalam
mengalokasikan pengeluaran mereka. Sehingga menurut mereka
dengan kondisi kehidupan yang berada pada lingkungan yang
kurang terawat dan kumuh sudah memberikan kenyamanan dan
kepuasan bagi para penghuni untuk menempati lingkungan ini.
Faktor penghasilan juga mengakibatkan kepemilikan lahan di
19
Lingkungan Lorong Mesjid masih dengan sistem sewa yaitu
sebesar 37%. Dengan sistem sewa ini tentu akan semakim
memberatkan penghuni karena harus menambah pengeluaran
lebih untuk sewa bangunan. Hal ini juga memicu kebanyakan
penghuninya tidak memperdulikan keadaan atau kondisi hunian
yang mereka sewa. Sehingga jika terjadi kerusakan pada hunian
tersebut, penghuninya tidak memperdulikannya karena merasa
hal itu bukan tanggung jawab mereka. Tentu saja semakin lama
kondisi hunian tersebut akan semakin buruk karena tidak
dipelihara.
20
juga sudah terkontaminasi sampah sehingga membuat airnya
menjadi hitam dan mengeluarkan bau yang tidak sedap pula.
a. Kesehatan
Akibat sampah yang menumpuk di sekitar Lingkungan Lorong
Mesjid tentu akan menimbulkan banyak bibit penyakit,
ditambah aroma tidak sedap yang ditimbulkan oleh sampah yang
menumpuk mengakibatkan udara di sekitarnya menjadi tidak
sehat.
b. Pendidikan
Melihat mayoritas pekerjaan para penghuni yang rata-rata
bekerja sebagai nelayan dan ibu rumah tangga, tentu para
penghuninya tidak memiliki pendidikan yang tinggi dikarenakan
pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan sektor informal yang
tidak memiliki pendidikan khusus untuk dilakukan.
c. Kebiasaan Penghuni
Tidak adanya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya hidup
sehat dan nyaman menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan
kekumuhan di sekitar kawasan ini. Membuang limbah rumah
tangga dengan sembarangan di sekitar rumah atau langsung ke
laut menyebabkan pemandangan sekitar menjadi kumuh dan
kotor dan bau yang tidak sedap yang pasti akan menambah
kekumuhan ini. Selain kesadaran untuk tidak membuang sampah
sembarangan, kesadaran akan memelihara fasilitas umum juga
tidak dimiliki oleh masyarakat, seperti fasilitas drainase atau
pembuangan yang turut menambah masalah kekumuhan di
kawasan ini. Setalah mengetahui faktor-faktor penyebab
21
kemiskinan, tahap selanjutnya adalah membuat rencana
penanggulangan kekumuhan.
1.4. Tujuan
1. Untuk Mengetahui tingkat kekumuhan permukiman di beberapa
wilayah yang ada di Indonesia
2. Untuk mengetahui cara penanganan permukiman kumuh di beberapa
Wilayah Indonesia
3. Untuk menjadikan yang layakk huni bagi masyarakat berpenghasilan
rendah dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat luas.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Permukiman
1. Pengertian Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan
lindung, baikyang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan
hunian dan tempat kegiatan mendukung prikehidupan dan
penghidupan. Perumahan dan permukiman adalah dua hal yang
tidak dapat kita pisahkan dan berkaitan erat dengan aktifitas
ekonomi, industrialisasi dan pembangunan daerah.
23
merupakan wadah aktifitas tempat bertemunya komunitas untuk
berinteraksi sosial dengan masyarakat.
(Niracanti, Galuh Aji, 2001 : 51)
24
3. Lingkungan Sosial: Aspek sosial termasuk kumpulan bangunan
rumah dengan fasilitas yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan, seperti jaringan jalan, sekolah, sanitasi, tempat
ibadah, dan sebagainya.
4. Kesehatan: Aspek kesehatan termasuk kondisi fisik, kimia, dan
biologik di dalam rumah, lingkungan rumah, dan perumahan.
5. Kemajuan Lingkungan: Aspek kemajuan lingkungan termasuk
sarana dan prasarana yang memadai, seperti penyediaan air
minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, dan fasilitas
yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan,
dan pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya.
25