Anda di halaman 1dari 95

1

2
DAFTAR ISI

3
Gambar 1. 1 Peta Delineasi Kelurahan Bandengan RT 001-003, Kecamatan
Kendal, Kabupaten Kendal.................................................................................... 11
Gambar 2. 1 Skema PLBK dalam Konsep Transformasi Sosial……………..…....15
Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Kendal…………………………………40
Gambar 3. 2 Peta Deliniasi Permukiman Kumuh Kelurahan Bandengan,
Kecamatan Kota Kendal, Kabupaten Kendal. ....................................................... 41
Gambar 3. 3 Grafik Jumlah Masyarakat MBR Berpenghasilan Kelurahan
Bandengan Menurut Jenis Rumah Tangga........................................................... 45
Gambar 3. 4 Grafik Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Bandengan ........ 45
Gambar 4. 1 Tambak Ikan Kelurahan Bandengan…………………………………..50
Gambar 4. 2 Suasana Panen di Tambak Kelurahan Bandengan ......................... 51
Gambar 4. 3 Mata pencaharian utama Kelurahan Bandengan ............................. 51
Gambar 4. 4 Sampah di Bantaran Sungai Kendal, Kelurahan Bandengan ......... 52
Gambar 4. 5 Peta Potensi dan Masalah di Kelurahan Bandengan ...................... 53
Gambar 6. 1 Bagan Matrix Kepentikan Stakeholder………………………………..74

4
Tabel 2. 1 . Klasifikasi Prioritas Penanganan Kawasan Kumuh .............................. 27
Tabel 2. 2 Klasifikasi Penentuan Penanganan Kawasan Kumuh ........................... 29
Tabel 2. 3 Indikator Pengukuran Kawasan Kumuh ................................................. 38
Tabel 3. 1 Kondisi Fisik Permukiman Kumuh di Kelurahan Bandengan RT 001-
003………………………………………………………………………………………….44
Tabel 3. 2. Identifikasi Stakeholder ......................................................................... 48
Tabel 6. 1 Rencana Kegiatan Dan Pembiayaan Cap Dalam Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hunian Di Rt 001-003 Kelurahan Bandengan………………………..…66
Tabel 6. 2 Ringkasan Pembiayaan BSPS Tahap Pembangunan ........................... 66
Tabel 6. 3 Tabel Identifikasi Stakeholder ................................................................ 73
Tabel 6. 4 Matriks Partisipasi Stakeholder .............................................................. 77
Tabel 6. 5 Instrument Monitoring dan Evaluasi Program ........................................ 81

5
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan suatu kota tidak terlepas oleh adanya pertumbuhan penduduk
yang terus meningkat setiap tahunya. Hal ini akan berdampak pada peningkatan
aktivitas perekonomian yang ada di kawasan perkotaan sebagai pusat aktivitas
ekonomi dan pusat pelayanan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat mendorong adanya kenaikan derajat urbanisasi pada
suatu kawasan. Kondisi kebutuhan ruang yang terbatas dan aspek aksesibilitas
dalam menjangkau pusat ekonomi masyarakat menjadikan adanya urban sprawl ke
daerah-daerah pinggiran dikarenakan harga lahan yang terus meningkat tiap tahun
di pusat kota. Dinamika aktivitas penduduk pada suatu kawasan jika tidak di imbangi
oleh adanya perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota akan berdampak
pada tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh (Nursyahbani & Pigawati, 2015).
Kawasan lingkungan dan permukiman kumuh berdasarkan UU No. 1 Tahun
2011 tentang PKP menyatakan bahwasanya permukiman kumuh adalah
permukiman yang tidak layak huni dengan ditandai oleh ketidakteraturan bangunan,
tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sebagaimana yang diamanatkan dalam
UUD NRI Tahun 1945 pasal 28 H ayat 1 disebutkan bahwasanya “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan Kesehatan”. Hal ini
dapat diartikan bahwa penyediaan perumahan dan kawasan permukiman yang baik
serta berkualitas merupakan hak dasar bagi setiap warga negara. Berlandaskan
undang-undang tersebut penduduk yang ada di Indonesia baik yang telah mampu
untuk memenuhi kebutuhan maupun bagi warga negara yang belum mampu
memenuhinya sendiri, sehingga menjadikan negara berkewajiban untuk melakukan
pengadaan baik secara moral maupun fisik bagi masyarakatnya dalam memenuhi
kebutuhan akan tempat tinggal sebagai aktivitas kehidupan dan penghidupan
(Wijaya, 2016) . Kawasan permukiman kumuh seringkali identik dengan
keberadaan penduduk miskin. Persepsi ini tidak selalu benar karena di dalam
kawasan permukiman kumuh juga terdapat penduduk yang tidak termasuk
kategori miskin. Hal ini ditandai dengan kondisi rumah dan fasilitas yang mereka
miliki di kawasan permukiman kumuh tersebut. Ada dua hal yang mencirikan

7
kawasan tersebut dikatakan kumuh yaitu, pertama; kawasan tersebut tidak
atau kurang terlayani dengan infrastruktur pendukung kawasan seperti jaringan
jalan, drainase, saluran limbah dan lain-lain, sehingga kawasan tersebut cenderung
mengalami degradasi. Kedua; hunian di kawasan tersebut secara kasat mata
terlihat tidak layak huni yang ditandai dengan kurangnya ventilasi maupun
pencahayaan, disamping mutu material bangunannya yang tidak layak dijadikan
sebagai bahan bangunan untuk sebuah hunian.
Tingkat urbanisasi di Indonesia saat ini berlangsung begitu pesat dengan
permasalahan baik itu kemiskinan dan kualitas lingkungan yang menjadi beberapa
akibat dari pergerakan penduduk. Para ahli perencana kota memproyeksikan jumlah
penduduk di wilayah urban di dunia akan mencapai angka 50-60% dari jumlah
penduduk pada tahun 2020-2025. Dalam sepuluh tahun terakhir jumlah penduduk
perkotaan terus berkembang dari 48% menjadi 56 % dari keseluruhan penduduk.
Proses ini nantinya akan terus berjalan seiring adanya faktor dorongan berupa
pemenuhan kebutuhan yang sulit di kawasan pedesaan maupun kehidupan dan
pelayanan yang tersedia di kawasan perkotaan memiliki kualitas yang lebih baik.
Kabupaten Kendal merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi dan prospek
yang lebih daripada daerah lainnya di Jawa Tengah. Kabupaten Kendal menjadi
daerah yang memiliki daya tarik skala nasional maupun internasional. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya Kawasan Industri Kendal (KIK) yang melibatkan 2
(dua) negara yaitu Indonesia dan Singapura yang dapat menarik perhatian
internasional. Selain itu, lokasi Kabupaten Kendal sangat strategis karena dekat
dengan bandara, memiliki pelabuhan sendiri, memiliki kawasan industri sendiri yaitu
KIK yang kini menjadi Kawasan Ekonomi Khusus, dilewati rel kereta api Jalur Ganda
Jakarta-Surabaya, dan memiliki jaringan jalan tol nasional. Wilayah Kendal dapat
dengan mudah diakses baik lewat jalur laut, udara, maupun darat yang bisa diakses
melalui jalan utama di Pulau Jawa dikarenakan posisinya strategis yang berada di
jalan raya pantura Jawa.Adanya letak Kabupaten Kendal yang strategis dengan
tagline Kendal Permata Pantura, Kendal memiliki prospek lebih sebagai pusat
perekonomian. Kendal berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
sebesar 7% di Jawa Tengah. Hal tersebut didukung dengan adanya pembangunan
Pelabuhan Niaga Kendal yang diberi dukungan oleh baik pemerintah provinsi
maupun pemerintah pusat dimana pelabuhan tersebut akan menjadi pelabuhan
utama yang merupakan bagian dari Pelabuhan Tanjung Emas. Dibangunnya

8
pelabuhan tersebut diharapkan dapat memperlancar arus barang baik untuk bahan
baku, bahan penolong yang ada di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten Kendal.
Adanya kawasan-kawasan strategis yang ada di kabupaten Kendal menjadikan
kabupaten ini menjadi salah satu tujuan urbanisasi penduduk di Indonesia.
Ketidaksiapan pemerintah dalam mengupayakan penyediaan ruang bagi masyarakat
akan berdampak pada ketimpangan dan menimbulkan permasalahan kekumuhan.
Pada tahun 2021 Kementerian PUPR siap melakukan bedah rumah untuk 1000 unit
RTLH di Kabupaten Kendal. Hal ini mengindikasikan bahawasanya masih banyak
masyarakat yang ada di Kabupaten Kendal yang belum terpenuhi dalam hal hunian
yang layak bahkan lingkungan.
Kelurahan Bandengan merupakan salah satu wilayah administrasi dari
Kecamatan Kendal yang berada di ujung utara Kabupaten Kendal dan berbatasan
langsung dengan Laut Jawa. Kelurahan ini berperan sebagai pusat perekonomian
maupun pariwisata. Kelurahan Bandengan memiliki TPI (tempat pelelangan ikan)
yang menjadi pusat perekonomian khususnya dari hasil laut terbesar di Kabupaten
Kendal. Menjadikan Kendal kabupaten pesisir yang memiliki sumber daya dalam
bidang perikanan yang dapat membantu perkembangan Kabupaten Kendal,
terutama di Kelurahan Bandengan. Dari adanya berbagai potensi tersebut Kelurahan
Bandengan menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Kendal yang maju akan
perekonomiannya dan menjadi salah satu daerah yang berkembang.
Kelurahan Bandengan memiliki banyak potensi, dari potensi sumber daya
alamnya juga sumber daya manusianya. Namun, pemanfaatan potensi tidak optimal.
Kelurahan yang kaya akan potensi ini, tertutup dengan kesan kumuh yang
terakumulasi dari kondisi Kelurahan Bandengan. Sungai yang mengalir dari arah
selatan, menjadikan sungai jaringan kota yang menghubungkan pada
pemberhentian terakhir air, yaitu Laut Utara. Selain itu, masyarakat sekitar juga
menjemur ikan pada tempat-tempat publik sehingga baunya menyeruak. Rumah-
rumah tak memiliki cukup halaman yang mampu menampung ikan yang dijemur.
Masyarakat masih menyukai untuk buang air besar ke sungai langsung menjadikan
permukiman mereka jauh dari kriteria rumah sehat. Kenyataan ini memang tidak
dapat dipungkiri, dengan kondisi ekonomi rendah, ruang untuk mewadahi setiap
kegiatan masyarakat menjadi tidak maksimal. Dari pembahasan tersebut, Kelurahan
Bandengan perlu adanya penanganan yang serius dari stakeholder sehingga
permasalahan permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

9
1.2 Tujuan dan Sasaran
1.2.1 Tujuan
Tersusunnya dokumen Community Plan sebagai panduan untuk memfasilitasi
pelaku dalam perencanaan partisipatif penataan permukiman kumuh dengan skema
KOTAKU di Kelurahan Bandengan.
1.2.2 Sasaran
1. Teridentifikasinya karakteristik dan profil permukiman kumuh di Kelurahan
Bandengan
2. Tersusunnya tahapan, metode, dan teknik fasilitasi Community Action Plan
dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan penataan permukiman kumuh
3. Teranalisisnya permasalahan dan potensi permukiman kumuh dari hasil
survei berbasis komunitas
4. Teranalisisnya tujuan, sasaran, strategi penataan permukiman kumuh
Kelurahan Bandengan
5. Tersusunnya rencana kegiatan, anggaran, model kelembagaan dan
instrumen monitoring dan evaluasi penataan permukiman kumuh dengan
penerapan skema KOTAKU di Kelurahan Bandengan
1.2.3 Ruang Lingkup
A. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah pada laporan ini terletak pada Kelurahan Bandengan,
Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten kendal per tahun 2022. Jumlah penduduk Kelurahan
Bandengan adalah 5.429 jiwa dengan jumlah laki-laki 2.762 jiwa atau 50.97% dan
jumlah perempuan 2.667 jiwa atau 49.13%. sementara itu, Kelurahan Bandengan
memiliki jumlah kepala keluarga sejumlah 1.710 KK dan kepemilikan Kartu Keluarga
sejumlah 1.700 KK. sedangkan jumlah penduduk wajib KTP sejumlah 3.768 jiwa dan
jumlah penduduk yang berkepemilikan KTP sejumlah 3.746 jiwa. Untuk batas
administrasi Kelurahan Bandengan sebagai berikut
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah timur : Kelurahan Karangsari
Sebelah Selatan : Kelurahan Ngilir
Sebelah Barat : Kelurahan Balok

10
Gambar 1. 1 Peta Delineasi Kelurahan Bandengan RT 001-003, Kecamatan
Kendal, Kabupaten Kendal
Sumber: Kotaku Kabupaten Kendal, 2023

B. Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi yang akan dibahas pada laporan ini antara lain adalah
substansi yang berkaitan dengan penanganan permukiman kumuh di Kelurahan
Bandengan. Penanganan permukiman kumuh di Kecamatan Ini akan diawali terlebih
dahulu oleh identifikasi dari konstelasi, gambaran umum, serta karakteristik fisik dan
karakteristik non-fisik wilayah studi yang berkaitan dengan permukiman kumuh, yang
kemudian dilanjut oleh pembahasan terkait program untuk pelaksanaan penanganan
melalui Community Action Plan (CAP) di Kelurahan Bandengan
1.2.4 Sistematika Penulis
Sistem penulisan dokumen rencana tindak komunitas (CAP/Community
Action Plan) adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab pendahuluan membahas terkait latar belakang, tujuan dan sasaran,
ruang lingkup baik ruang lingkup wilayah maupun materi serta sistematika penulisan.

11
BAB II STUDI LITERATUR
Bab ini membahas terkait literatur yang digunakan dalam penyusunan
dokumen CAP, antara lain permukiman kumuh, pengembangan lingkungan
permukiman berbasis komunitas (PLPBL), KOTAKU, dan CAP (Community Action
Plan)
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN STAKEHOLDER ANALISIS
Bab ini membahas terkait dengan konstelasi wilayah Kecamatan Kendal
dengan wilayah di sekitarnya, serta gambaran umum permukiman kumuh di
Kelurahan Bandengan
BAB IV PERMASALAHAN DAN POTENSI WILAYAH STUDI
Bab ini membahas potensi dan masalah serta isu yang berkaitan dengan
permukiman kumuh di Kelurahan Bandengan
BAB V ANALISIS AKAR MASALAH DAN PENETAPAN TUJUAN (Goals) dan
SASARAN (Objectives)
Bab ini menganalisis potensi dan masalah untuk menetapkan tujuan dan
sasaran yang akan menjadi dasar dalam pembuatan masterplan
pengembangan/penataan kualitas permukiman di Kelurahan Bandengan
BAB VI RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SERTA MODEL KELEMBAGAAN
DAN INSTRUMEN MONEV (Monitoring dan Evaluasi)
Bab ini membahas terkait dengan rencana kegiatan, anggaran, dan model
kelembagaan yang akan digunakan dan instrumen monitoring dan evaluasi seperti
apa yang digunakan dalam peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh
Kelurahan Bandengan.
BAB VII PENUTUP (Kesimpulan dan Saran)
Bab Penutup berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan isi dokumen dan
saran yang akan direkomendasikan kepada berbagai pihak agar dalam pelaksanaan
kegiatan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh Kelurahan
Bandengan.

12
13
BAB II
KAJIAN LITERATUR
2.1 Hunian Tidak Layak Huni
Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2017,
Rumah atau hunian tidak layak huni adalah rumah yang tidak dapat memenuhi
persyaratan kesehatan, keamanan, dan sosial. Syarat kesehatan yang dimaksud
adalah penghuni tidak memiliki fasilitas yang sesuai dan merasa tidak nyaman.
Selanjutnya, Syarat keamanan yang tidak dipenuhi oleh rumah tidak layak huni, yaitu
pada legalitas kepemilikan bangunan dan struktur pokok rumah, seperti pondasi,
dinding, kerangka bangunan, dan atap. Terakhir, Syarat sosial yang dimaksud
adalah rumah tidak layak huni tidak dapat menunjang interaksi sosial antar
penghuninya. Adapun pengertian rumah tidak layak huni adalah rumah yang tidak
memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimal dalam unsur
ruang dan luas ruangan. (Sugihartini et al. 2018). Selanjutnya, menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.
07/PRT/M/2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, Rumah Tidak
Layak Huni yang selanjutnya disingkat RTLH adalah rumah yang tidak memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas bangunan, dan
kesehatan penghuni. Tingkat kelayakan rumah tempat tinggal dapat diukur
berdasarkan 2 aspek, yaitu (1) kualitas fisik rumah yang dilihat berdasarkan 3
variabel, yaitu jenis atap terluas, jenis dinding terluas, serta jenis lantai terluas dan
(2) kualitas fasilitas rumah yang dilihat berdasarkan 3 variabel, yaitu luas lantai per
kapita, sumber penerangan, serta ketersediaan fasilitas tempat buang air atau WC.
Berdasarkan ketentuan program BSPS Kemenpera RTLH ditentukan
berdasarkan indikator berikut:
a. Luas lantai tidak mencukupi standar minimal luas /anggota keluarga = 9 m2 ;
b. Bahan lantai berupa tanah/kayu
c. Bahan dinding berupa bilik bambu/kayu/rotan
d. Bahan atap berupa daun atau genteng plentong yang sudah rapuh
Tidak/kurang memiliki ventilasi dan pencahayaan
e. Ketiadaan fasilitas sanitasi dan pembuangan
f. Ketiadaan/keterbatasan air minum.

14
2.2 Penataan Lingkungan Berbasis Komunitas
Berdasarkan Buku Pedoman Pelaksanaan Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum program Penataan Lingkungan Berbasis Komunitas (PLBK)
adalah kegiatan masyarakat untuk merencanakan dan membangun tatanan
kehidupan warga berdasarkan visi masa depan yang dibangun bersama dalam
mewujudkan lingkungan fisik yang sehat, tertib, selaras, dan lestari.
PLBK Bertujuan untuk mewujudkan perbaikan kualitas hidup masyarakat
miskin melalui penataan lingkungan permukiman yang teratur aman dan sehat.
Tujuan tersebut dicapai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
hidup bersih, menata lingkungan permukiman miskin berbasis ruang, dan
meningkatkan sarana, prasarana, serta pelayanan permukiman bagi masyarakat
miskin. Lokasi sasaran PLBK lebih difokuskan pada kelurahan atau desa yang
memiliki kawasan permukiman padat, kumuh, dan miskin. PLBK merupakan salah
satu bentuk intervensi pada tahapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri (PNPM) Mandiri Perkotaan yang berorientasi untuk membangun
transformasi menuju “masyarakat madani” sebagaimana tertuang dalam skema
berikut:

Gambar 2. 1 Skema PLBK dalam Konsep Transformasi Sosial


Sumber: Buku Pedoman Pelaksanaan Cipta Karya Kementerian Pekerjaan

15
2.3 Prinsip-Prinsip PLBK
Dalam proses pelaksanaan PLBK, terdapat prinsip-prinsip yang perlu ditekankan,
yaitu:
1. Perencanaan Komprehensif
Penataan kawasan permukiman yang menekankan pada pembangunan
sosial, ekonomi, dan lingkungan berbasis komunitas dengan fokus
pengembangan infrastruktur dalam mewujudkan kesejahteraan warga miskin.
2. Perencanaan Ruang Kawasan
Penataan kawasan permukiman yang disusun berdasarkan analisis
keruangan dengan mempertimbangkan kegiatan manusia, angka kemiskinan
tertinggi, dan guna lahannya pada kondisi eksisting, proyeksi masa depan,
dan ketercapaian dengan rencana.
3. Keterlibatan Aktif Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah aktif terlibat bersama dengan masyarakat dalam kegiatan
PLBK dalam mendukung keberlanjutan kegiatan penanganan kemiskinan
melalui penataan lingkungan permukiman miskin.
4. Kreatif
Prinsip Kreatif dalam PLBK adalah upaya untuk selalu mengembangkan ide-
ide dan cara baru dalam melihat masalah dan peluang yang sangat
dibutuhkan dalam penataan kawasan permukiman untuk mewujudkan
kesejahteraan dan menciptakan lingkungan permukiman yang berkualitas
5. Inovatif
Pelaku PLBK diharuskan memiliki prinsip inovatif sebagai penuntun penataan
kawasan permukiman dengan menerapkan solusi kreatif dalam pemecahan
persoalan dan pemanfaatan potensi dan peluang yang ada.
6. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Prinsip ini sebagai pemicu membangun kapasitas pemerintah daerah dan
masyarakat yang mampu membangun wilayahnya secara mandiri dengan
tata kelola yang baik.
2.4 Slum Upgrading
Slum upgrading atau perbaikan kawasan kumuh adalah salah satu strategi
penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui peningkatan secara bertahap
terhadap permukiman kumuh melalui pemenuhan fasilitas pendukung, seperti

16
sanitasi, drainase, dan jaringan jalan. Alasan utama dari strategi ini adalah agar
masyarakat mendapatkan hak dasar untuk hidup dalam kondisi yang layak.
Strategi ini ikut serta dalam penanganan permukiman kumuh di Indonesia
atau disebut sebagai National Slum Upgrading Program (NSUP). NSUP merupakan
strategi yang berkolaborasi dengan program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) sebagai
langkah perwujudan RPJMN dalam menangani permukiman kumuh. Penanganan
yang dilakukan salah satunya adalah dengan memenuhi sanitasi yang layak bagi
seluruh masyarakat. Strategi ini berorientasi dengan masyarakat maka dalam
prosesnya keterlibatan masyarakat memiliki peran penting dalam pencapaian target
program sehingga partisipasi masyarakat sangat mempengaruhi berhasil atau
tidaknya program tersebut. (Lestari et al. 2021)
2.5 Program KOTAKU
Program Kota Kumuh (Kotaku) adalah upaya strategis Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menangani permukiman kumuh di
Indonesia. Program ini mendukung ‘’Gerakan 100-0-100’’, yaitu 100 persen akses
universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dam 100 persen akses sanitasi
yang layak. Arah kebijakan pembangunan program ini adalah membangun sistem,
memfasilitasi pemerintah daerah, dan memfasilitasi komunitas (berbasis komunitas).
Program Kotaku menangani kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui
peningkatan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat.
Tujuan dari program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan
pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan
permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Dalam tujuan
umum tersebut terkandung dua maksud. Pertama, memperbaiki akses masyarakat
terhadap infrastruktur dan fasilitas pelayanan di permukiman kumuh perkotaan.
Kedua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan melalui
pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, berbasis masyarakat,
dan partisipasi pemerintah daerah.
Program Kotaku di tingkat kelurahan/desa dan kecamatan mempunyai
tahapan siklus program yang sinergis dengan program perencanaan pembangunan
tingkat Kabupaten/Kota. Dalam mewujudkan program Kotaku maka berikut tahapan
pelaksanaannya, yaitu:
I. Tahap Persiapan
II. Tahap Perencanaan

17
III. Tahap Pelaksanaan
IV. Tahap Kebelanjutan
Secara detail tahapan kegiatan di tingkat kelurahan /desa sebagai berikut:

Gambar. Tahapan Kegiatan Program Kotaku Tingkat Kabupaten/Kota Tingkat


Kelurahan/Desa
Sumber: Buku Pedoman Pelaksanaan Cipta Karya Kementerian Pekerjaan

2.5.1 Sumber Pembiayaan


Sumber pembiayaan Program Kotaku berasal dari pinjaman luar negeri
lembaga donor, yaitu Bank Dunia (World Bank), Islamic Development Bank, dan
Asian Infrastructure Investment Bank. Selain itu kontribusi pemerintah daerah
dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun swadaya
masyarakat, yang akan menjadi satu kesatuan pembiayaan demi mencapai target
peningkatan kualitas penanganan kumuh yang diharapkan.
2.6 Community Action Plan
Community Action Plan (CAP) merupakan metode membangun kapasitas
anggota masyarakat untuk melakukan aksi yang tepat berdasarkan masalah,
kebutuhan, dan potensi sumber daya masyarakat (UN Habitat 2016). CAP dapat
menjadi road map untuk menciptakan perubahan komunitas dengan menentukan
apa yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukannya, dan bagaimana
melakukannya. Fokus dari pelaksanaan CAP adalah proses pemahaman dalam

18
mengatasi masalah sebagai upaya membangun kembali kehidupan masyarakat
terdampak.
Elemen kunci dari pelaksanaan CAP dalam penataan kawasan kumuh adalah
workshop berbasis komunitas yang aktif dan intens, dilaksanakan selama dua hingga
lima hari tergantung dengan tujuan workshop tersebut (Muslim and Kurniawan 2020).
Menurut UN Habitat (2006) Secara praktik di lapangan pelaksanaan CAP terbagi
atas tiga bagian:
I. Tahap persiapan (preparatory phase)
Tahapan sosialisasi, pengenalan awal, kontrak sosial, dan pengembangan
kelembagaan. Praktiknya dalam sosialisasi dan pengembangan awal ialah dimulai
dari tingkat kecamatan, kemudian kelurahan, RW, RT, dan warga. Berikutnya kontrak
sosial, yaitu dengan melakukan kontrak kerja dan pembuatan MoU atau kesepakatan
antar warga dengan badan pengelola penyandang dana. Pengembangan
Kelembagaan, terkait dengan perlu atau tidaknya dibentuk lembaga baru khusus
untuk menangani CAP atau menggunakan lembaga yang sudah ada di masyarakat,
seperti pembentukan Tim Kerja.
Pemetaan sosial dan lingkungan (Social and Environmental Mapping)
Tahapan yang berisi kegiatan awal dalam merumuskan rencana aksi
masyarakat yang terdiri dari mengidentifikasi masalah, kebutuhan, dan potensi
sumber daya, memprioritaskan masalah, kebutuhan dan sumber daya,
memverifikasi penerima manfaat memverifikasi dan mengukur tanah masyarakat,
dan membuat rencana lokasi.
II. Persetujuan CAP dan Peta Tata Lokasi Baru (Approval of CAP and New
Layout Map)
Berisi tahapan dalam mendapatkan persetujuan dan pengesahan terhadap
rencana aksi masyarakat yang terdiri dari persetujuan sosial dari CAP dan peta tata
lokasi baru serta administrasi pengesahan
Menurut TCCO (1995) dalam tahapan akhir pelaksanaan CAP perlu adanya
review sebagai upaya mengevaluasi keberhasilan dari CAP. Kemudian resources,
yaitu dukungan teknis seperti keuangan untuk mengatur rencana aksi komunitas..
Community Action Plan (CAP) sendiri memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
penerapannya. Adapun kelebihan CAP ialah mampu menumbuhkan partisipasi kuat
dari masyarakat, dapat menjadi solusi untuk masalah yang datang dari komunitas itu
sendiri dan mereka yang mempertimbangkan kebutuhan dan prioritasnya, dan

19
menjamin penerimaan dan dukungan solusi oleh komunitas lokal. Adapun
kelemahan dari CAP ialah dalam mengintegrasikan seluruh stakeholders dibutuhkan
waktu yang lama, keputusan yang dihasilkan membutuhkan waktu yang lama, semua
anggota masyarakat memiliki kepentingan yang beragam, dan CAP tidak dapat
berkembang tanpa adanya motivasi dan dorongan yang kuat dari anggota
masyarakat setempat.
2.7 Program BSPS
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) adalah bantuan Pemerintah
bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendorong dan meningkatkan
keswadayaan dalam peningkatan kualitas rumah dan pembangunan baru rumah
beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum. Program BSPS memiliki delapan
dasar hukum kegiatan BSPS, diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5188);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5883);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 26);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Belanja Bantuan Pemerintah pada Kementerian
Negara/Lembaga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Belanja Bantuan Pemerintah pada Kementerian
Negara/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1745);

20
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
07/PRT/M/2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 403);
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 13 Tahun
2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
473);
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun
2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 554) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
26 Tahun 2020 tentang Perumahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
1144); dan

Program BSPS dilakukan melalui pendekatan dan prinsip kegiatan, antara lain :
1. Pendekatan
Penyelenggaraan program BSPS dilaksanakan dengan memperhatikan hal sebagai
berikut:
a) Bertujuan meningkatkan keswadayaan masyarakat untuk mewujudkan rumah
layak huni, berdasarkan kemampuan masyarakat;
b) Pengukuran terhadap: 1) tingkat keswadayaan masyarakat dapat berupa
lahan, tabungan (uang atau material bangunan) dan/atau tenaga; serta 2)
kualitas rumah berupa pemenuhan kriteria rumah layak huni yang
dilaksanakan secara sekaligus atau bertahap;
c) Keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan yaitu kelompok penerima
bantuan, pendamping masyarakat, pemerintah desa/kelurahan, pemerintah
kecamatan, pemerintah daerah kabupaten/kota, konsultan provinsi, bank/pos
penyalur, satker, BP2P, dan direktorat jenderal sesuai kapasitas dan
kewenangan.

21
d) Target dan capaian pengurangan rumah tidak layak huni yang ditetapkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) atau
Rencana Strategis (Renstra) melalui pemberian akses perumahan dan
permukiman layak, aman, dan terjangkau;
e) Pelaksanaan kegiatan yang mengacu pada RPJMN yang dilaksanakan per
tahun untuk mencapai kualitas hunian yang layak sebesar 70% pada tahun
2024.
2. Prinsip
Masyarakat sebagai pelaku utama; pendampingan oleh fasilitator; gotong-royong
dan berkelanjutan; bantuan pemerintah sebagai pengungkit keswadayaan
masyarakat; output berupa rumah layak huni; tanpa pungutan biaya; tepat sasaran,
prosedur, waktu, penggunaan; dan akuntabel. Selain itu, BPSP dilaksanakan melalui
mekanisme pengelolaan bantuan, sebagai berikut :
1. Tujuan: mendorong dan meningkatkan keswadayaan masyarakat agar
memiliki akses dalam memenuhi kebutuhan rumah layak huni secara
swadaya.
2. Pihak pemberi bantuan adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dengan penanggung jawab Program Direktorat Jenderal
Perumahan.
3. Persyaratan
Penerima BSPS merupakan masyarakat yang termasuk kedalam kategori
MBR dengan syarat sebagai berikut:
● WNI yang sudah berkeluarga
● memiliki atau menguasai tanah dengan alas hak yang sah
● Berpenghasilan paling banyak sebesar UMP
● memiliki dan menempati satu-satunya rumah dengan kondisi tidak layak
huni.
● belum pernah mendapatkan bsps atau bantuan pemerintah untuk program
perumahan. Batas waktu belum pernah memperoleh bantuan adalah 10
(sepuluh) tahun. Syarat ini dikecualikan bagi penerima bantuan yang
terdampak bencana atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
● Bersedia berswadaya dan membentuk KPB dengan pernyataan tanggung
renteng

22
4. Bentuk bantuan berupa uang dan barang yang diberikan dengan cara
membeli bahan bangunan dan membayar upah kerja
5. Besaran bantuan disesuaikan pada lokasi yang bersumber dari APBN
dan/atau sumber lain yang tidak mengikat
Dalam pelaksanaannya, tentunya terkadang terdapat ketidaksesuaian
dengan ketentuan yang ada. Penanganan yang dilakukan dapat berupa pemberian
sanksi. Sanksi dapat diberikan dalam hal:
1. Berdasarkan hasil evaluasi selama masa kegiatan, penerima bantuan dapat
dikenai sanksi apabila penerima bantuan pindah domisili, rumah dan tanah
diperjualbelikan, mengundurkan diri, dana bantuan tidak dipergunakan untuk
perbaikan rumah sesuai rencana atau alasan lainnya. Sanksi yang dikenakan
berupa:
● Pembatalan sebagai penerima bantuan oleh PPK apabila dana belum
disalurkan ke rekening penerima bantuan.
● Penarikan dana bantuan oleh PPK apabila dana masih berada di rekening
penerima bantuan.
● Pengembalian dana bantuan oleh Kelompok Penerima Bantuan apabila
dana sudah dibelanjakan/digunakan.
2. Penerima bantuan atau pihak terkait penyalahgunaan dana bantuan. Sanksi
diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelum dilakukannya program ini, terdapat beberapa persiapan kegiatan, antara
lain :
1. Pengusulan dan penetapan lokasi
2. verifikasi
3. penetapan lokasi
4. seleksi data
5. penyampaian daftar calon penerima bantuan
Secara rinci, berikut tahapan persiapan kegiatan yang dilakukan, yaitu :
1. pembentukan tim pelaksana
2. seleksi bank/pos penyalur
3. pembekalan dan mobilisasi tim pelaksana
Program BSPS memiliki sasaran penerima yang spesifik. Penerima program
ini ditentukan melalui seleksi. Berikut tahapan seleksi calon penerima program
BSPS.

23
1. verifikasi data calon penerima
2. penetapan lokasi desa/kelurahan dan calon penerima bantuan
Selain mempersiapkan dari sisi pelaksana, berjalannya program ini juga perlu
persiapan dari sisi penerima program atau masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan
sosialisasi sebagai bentuk penyiapan masyarakat. Berikut kegiatan rinci penyiapan
masyarakat.
1. pengorganisasian calon penerima bantuan
2. sosialisasi dan penyuluhan
3. identifikasi kebutuhan perbaikan rumah
4. survey pemilihan toko/penyedia bahan bangunan
5. penyusunan proposal
6. pengusulan proposal
7. verifikasi dan persetujuan proposal
Pelaksanaan program BSPS terdiri dari beberapa tahapan pelaksanaan, diantaranya
adalah :
1. pra pelaksanaan
a. penetapan penerima bantuan
b. pencairan dana
c. penyaluran dana bantuan
2. pelaksanaan peningkatan kualitas rumah
a. penyusunan DRPB
b. kontrak toko/penyedia bahan bangunan
c. penunjukkan pekerja
d. pembelian bahan bangunan
e. pekerjaan fisik peningkatan kualitas rumah
f. pembayaran upah kerja
g. pelaporan pertanggungjawaban
3. pelaksanaan pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU)
a. pengadaan
b. pekerjaan fisik penataan lingkungan
c. pelaporan pertanggungjawaban
d. penyerahan bantuan
4. pemanfaatan rumah dan lingkungan
a. penghunian dan pemeliharaan

24
b. pembinaan
2.8 Kriteria Penilaian dan Metode Pengukuran Kawasan Kumuh
2.8.1 Kriteria Penilaian Kawasan Kumuh
Kriteria hunian dan lingkungan tidak layak huni pada umumnya dikaitkan pada
kawasan yang tidak teratur, kurang memadai dari segi kualitas pelayanan dasar serta
erat kaitanya dengan masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin. Dalam menilai
suatu lingkungan hunian tidak layak huni pada Slum Area atau kawasan perumahan
dan permukiman kumuh berdasarkan Peraturan Menteri dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia No 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh, dibagi menjadi beberapa
kriteria, antara lain:
A. Kondisi Kekumuhan
1. Bangunan Gedung
a. Ketidakteraturan Bangunan
b. Tingkat Kepadatan Bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana
tata ruang
c. Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat
2. Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan mencakup:
a. Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau
pemukiman
b. Kualitas permukaan jalan lingkungan yang buruk
3. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Penyediaan Air Minum
a. Akses aman air minum tidak tersedia; dan/atau
b. Kebutuhan air minum minimal setiap individu tidak terpenuhi
4. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Drainase Lingkungan
a. Drainase lingkungan yang tidak tersedia
b. Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga
menimbulkan genangan
c. Kualitas konstruksi drainase lingkungan yang buruk
5. Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah mencakup:
a. Sistem pengolahan air limbah tidak memenuhi prasyarat teknis
b. Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi prasyarat
teknis
6. Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan mencakup:

25
a. Prasarana dan sarana persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis
b. Sistem pengolahan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis
7. Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran mencakup ketidaktersediaan
sebagai berikut:
a. Prasarana proteksi kebakaran tidak tersedia
b. Sarana proteksi kebakaran tidak tersedia
B. Legalitas Lahan
1. Kejelasan status penguasaan lahan di masyarakat
2. Kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang (RTR)
C. Pertimbangan Lain
1. Nilai Strategis lahan yang berkaitan dengan lokasi terletak pada lokasi
strategis
2. Kependudukan berkaitan dengan kepadatan penduduk dalam lokasi
perumahan dan permukiman
3. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya berkaitan dengan potensi
pengembangan lokasi berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan budaya
2.8.2 Metode dan Instrumen Pengukuran Kawasan Kumuh
Metode yang digunakan dalam pengukuran kawasan kumuh yaitu dengan
melakukan pembobotan pada kriteria kondisi kekumuhan yang nantinya akan
memiliki indikator dalam penerapannya. Setelah melakukan pembobotan pada tiap
lokasi sesuai kriteria dan indikator yang nantinya disusun maka dapat melakukan
tahap pengklasifikiasian untuk menentukan prioritas penanganan terhadap suatu
lokasi kawasan kumuh, adapun klasifikasi dalam penentuan prioritas penanganan
adalah berikut:

26
Tabel 2. 1 . Klasifikasi Prioritas Penanganan Kawasan Kumuh
Sumber: Permen PU No. 14/PRT/M/2018

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa:


1. Berdasarkan kondisi kekumuhan, suatu lokasi merupakan:
a. Kumuh berat bila memiliki nilai 60-80;
b. Kumuh sedang bila memiliki nilai 38-59;
c. Kumuh ringan bila memiliki nilai 16-37;
2. Berdasarkan pertimbangan lain, suatu lokasi memiliki:
a. Pertimbangan lain tinggi bila memiliki nilai 11-15;
b. Pertimbangan lain sedang bila memiliki nilai 6-10;
c. Pertimbangan lain rendah bila memiliki nilai 1-5;
3. Berdasarkan kondisi kekumuhan, suatu lokasi memiliki:
a. status tanah legal bila memiliki nilai positif (+);
b. status tanah tidak legal bila memiliki nilai negatif (-).
Setelah melakukan plotting pada lokasi lokasi yang telah di survey baik secara
telaah dokumen, observasi dan wawancara kepada masyarakat serta telah dilakukan
pembobotan maka tahap berikutnya yaitu menentukan klasifikasi dan menentukan
prioritas yang sesuai dengan kondisi pada kawasan kumuh. Berikut ini merupakan
tabel klasifikasi dalam menentukan prioritas penanganan:

27
Lokasi
Klasifikasi Prioritas
Kemungkinan
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
A1 tanah legal 1
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
A2 tanah legal 1
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
A3 tanah legal 4
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
A4 tanah legal 4
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
A5 tanah legal 7
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
A6 tanah legal 7
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
B1 tanah legal 2
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
B2 tanah legal 2
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
B3 tanah legal 5
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
B4 tanah legal 5
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
B5 tanah legal 8
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
B6 tanah legal 8
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
C1 tanah legal 3
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
C2 tanah legal 3
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
C3 tanah legal 6

28
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
C4 tanah legal 6
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
C5 tanah legal 9
Lokasi kumuh berat, dengan
pertimbangan lain tinggi, dan status
C6 tanah legal 9
Tabel 2. 2 Klasifikasi Penentuan Penanganan Kawasan Kumuh
Sumber: Permen PU No. 14/PRT/M/2018

29
2.9 Instrumen dan Rancangan Indikator Pengukuran Kawasan Kumuh
Penentuan tingkat kekumuhan dari suatu kawasan perlu di lihat dari beberapa aspek yang nantinya akan mempengaruhi
kegiatan dalam perencanaan pembangunan berbasis komunitas untuk meningkatkan kualitas lingkungan hunian. Adapun indikator
dan parameter yang perlu diperhatikan antara lain:

Aspek Kriteria Indikator Parameter

Kondisi Ketidakteraturan - Tidak memenuhi ketentuan tata 76% - 100% bangunan pada lokasi
Bangunan Bangunan bangunan dalam RDTR, meliputi tidak memiliki keteraturan
Gedung pengaturan bentuk, besaran,
perletakan, dan tampilan bangunan
pada suatu zona
51% - 75% bangunan pada lokasi
- Tidak memenuhi ketentuan tata
tidak memiliki keteraturan
bangunan dan tata kualitas lingkungan
dalam RTBL, meliputi pengaturan blok
lingkungan, kapling, bangunan,
ketinggian dan elevasi lantai, konsep 25% - 50% bangunan pada lokasi
identitas lingkungan, konsep orientasi tidak memiliki keteraturan
lingkungan, dan wajah jalan

Tingkat Kepadatan - KDB melebihi ketentuan RDTR, 76% - 100% bangunan memiliki
Bangunan dan/atau RTBL; kepadatan tidak sesuai ketentuan
- KLB melebihi ketentuan dalam RDTR,
dan/atau RTBL; dan/atau
51% - 75% bangunan memiliki
- Kepadatan bangunan yang tinggi pada
kepadatan tidak sesuai ketentuan
lokasi, yaitu: untuk kota metropolitan

30
dan kota besar>250 unit/Ha untuk kota 25% - 50% bangunan memiliki
sedang dan kota kecil >200 unit/Ha kepadatan tidak sesuai ketentuan

Ketidaksesuaian Kondisi bangunan pada lokasi tidak 76% - 100% bangunan pada lokasi
dengan memenuhi persyaratan: tidak memenuhi persyaratan
Persyaratan - Pengendalian dampak lingkungan teknis
Teknis Bangunan - Pembangunan bangunan gedung di
atas dan/atau di bawah tanah, air 51% - 75% bangunan pada lokasi
dan/atau prasarana/sarana umum tidak memenuhi persyaratan
- Keselamatan bangunan gedung teknis
- Kesehatan bangunan gedung 25% - 50% bangunan pada lokasi
- Kenyamanan bangunan gedung
tidak memenuhi persyaratan
- Kemudahan bangunan gedung
teknis

Kondisi Jalan Jaringan jalan Sebagian lokasi perumahan atau 76% - 100% area tidak terlayani
Lingkungan lingkungan tidak permukiman tidak terlayani dengan jalan oleh jaringan jalan lingkungan
melayani seluruh lingkungan yang sesuai dengan ketentuan
lingkungan teknis 51% - 75% area tidak terlayani
perumahan atau oleh jaringan jalan lingkungan
permukiman
25% - 50% area tidak terlayani
oleh jaringan jalan lingkungan

Kualitas Sebagian atau seluruh jalan lingkungan 76% - 100% area memiliki kualitas
Permukaan Jalan terjadi kerusakan permukaan jalan pada permukaan jalan yang buruk
Lingkungan yang lokasi perumahan atau permukiman
buruk 51% - 75% area memiliki kualitas
permukaan jalan yang buruk

31
25% - 50% area memiliki kualitas
permukaan jalan yang buruk

Kondisi Akses aman air Masyarakat pada lokasi perumahan dan 76% - 100% populasi tidak dapat
Penyediaan minum tidak permukiman tidak dapat mengakses air mengakses air minum yang aman
Air Minum tersedia minum yang memiliki kualitas tidak berwarna,
tidak berbau, dan tidak berasa 51% - 75% populasi tidak dapat
mengakses air minum yang aman

25% - 50% populasi tidak dapat


mengakses air minum yang aman

Kebutuhan air Kebutuhan air minum masyarakat pada lokasi 76% - 100% populasi tidak
minum minimal perumahan atau permukiman tidak mencapai terpenuhi kebutuhan air minum
setiap individu minimal sebanyak 60 liter/orang/hari minimalnya
tidak terpenuhi
51% - 75% populasi tidak
terpenuhi kebutuhan air minum
minimalnya

25% - 50% populasi tidak


terpenuhi kebutuhan air minum
minimalnya

Kondisi Drainase Saluran tersier dan/atau saluran lokal tidak 76% - 100% area tidak tersedia
Drainase lingkungan tidak tersedia, dan/atau tidak terhubung dengan drainase lingkungan dan/atau
Lingkungan tersedia saluran pada hierarki di atasnya sehingga tidak terhubung dengan hirarki di
menyebabkan air tidak dapat mengalir dan atasnya

32
menimbulkan genangan 51% - 75% area tidak tersedia
drainase lingkungan dan/atau
tidak terhubung dengan hirarki di
atasnya

25% - 50% area tidak tersedia


drainase lingkungan dan/atau
tidak terhubung dengan hirarki di
atasnya

Drainase Jaringan drainase lingkungan tidak mampu 76% - 100% area terjadi
lingkungan tidak mengalirkan limpasan air sehingga genangan>30cm, > 2 jam dan > 2
mampu menimbulkan genangan dengan tinggi lebih x setahun
mengalirkan dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi
limpasan air hujan lebih dari 2 kali setahun 51% - 75% area terjadi
sehingga genangan>30cm, > 2 jam dan > 2
menimbulkan x setahun
genangan
25% - 50% area terjadi
genangan>30cm, > 2 jam dan > 2
x setahun

Kualitas konstruksi Kualitas konstruksi drainase buruk karena 76% - 100% area memiliki kualitas
drainase berupa galian tanah tanpa material pelapis konstruksi drainase lingkungan
lingkungan buruk atau penutup maupun karena telah terjadi buruk
kerusakan
51% - 75% area memiliki kualitas
konstruksi drainase lingkungan
buruk

33
25% - 50% area memiliki kualitas
konstruksi drainase lingkungan
buruk

Kondisi Sistem Pengelolaan air limbah pada lokasi 76% - 100% area memiliki sistem
Pengelolaan pengelolaan air perumahan atau permukiman tidak memiliki air limbah yang tidak sesuai
Air Limbah limbah tidak sistem yang memadai, yaitu kakus/kloset standar teknis
memenuhi yang tidak terhubung dengan tangki septik
persyaratan teknis baik secara individual/domestik, komunal 51% - 75% area memiliki sistem
maupun terpusat. Observasi air limbah yang tidak
sesuai standar teknis

25% - 50% area memiliki sistem air


limbah yang tidak sesuai standar
teknis

Prasarana dan Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan 76% - 100% area memiliki
sarana air limbah pada lokasi perumahan atau prasarana air limbah tidak sesuai
pengelolaan air permukiman dimana: persyaratan teknis
limbah tidak 1. Kakus/kloset tidak terhubung dengan
memenuhi tangki septik; 51% - 75% area memiliki
persyaratan teknis 2. Tidak tersedianya sistem pengolahan prasarana air limbah tidak sesuai
limbah setempat atau terpusat persyaratan teknis

25% - 50% area memiliki


prasarana air limbah tidak sesuai
persyaratan teknis

Kondisi Prasarana dan Prasarana dan sarana persampahan pada 76% - 100% area memiliki

34
Pengelolaan sarana lokasi perumahan atau permukiman tidak prasarana pengelolaan
Persampahan persampahan sesuai dengan persyaratan teknis, yaitu: persampahan yang tidak
tidak memenuhi 1. Tempat sampah dengan pemilahan memenuhi persyaratan teknis
dengan sampah pada skala domestik atau
persyaratan teknis rumah tangga; 51% - 75% area memiliki
2. Tempat pengumpulan sampah (TPS) prasarana pengelolaan
atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle) persampahan yang tidak
pada skala lingkungan; memenuhi persyaratan teknis
3. Sarana pengangkutan sampah pada
25% - 50% area memiliki
skala lingkungan; dan
prasarana pengelolaan
4. Tempat pengolahan sampah terpadu
persampahan yang tidak
(TPST) pada skala lingkungan.
memenuhi persyaratan teknis

Sistem Pengelolaan persampahan pada lingkungan 76% - 100% area memiliki sistem
pengelolaan perumahan atau pemukiman tidak memenuhi persampahan tidak sesuai standar
persampahan persyaratan sebagai berikut:
tidak memenuhi 1. Pewadahan dan pemilahan domestik; 51% - 75% area memiliki sistem
persyaratan teknis 2. Pengumpulan lingkungan; persampahan tidak sesuai standar
3. Pengangkutan lingkungan;
25% - 50% area memiliki sistem
4. Pengolahan lingkungan persampahan tidak sesuai standar

Kondisi Prasarana proteksi Tidak tersedianya prasarana proteksi 76% - 100% area tidak memiliki
Proteksi kebakaran tidak kebakaran pada lokasi, yaitu: prasarana proteksi kebakaran
Kebakaran tersedia 1. Pasokan air;
2. Jalan lingkungan; 51% - 75% area tidak memiliki
3. Sarana komunikasi; dan/atau Observasi prasarana proteksi
kebakaran

35
4. Data sistem proteksi kebakaran 25% - 50% area tidak memiliki
lingkungan; prasarana proteksi kebakaran

Sarana proteksi Tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran 76% - 100% area tidak memiliki
kebakaran tidak pada lokasi, yaitu: sarana proteksi kebakaran
tersedia 1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
2. Kendaraan pemadam kebakaran; 51% - 75% area tidak memiliki
dan/atau sarana proteksi kebakaran
3. Mobil tangga sesuai kebutuhan.
25% - 50% area tidak memiliki
sarana proteksi kebakaran

Identifikasi Legalitas Lahan

Legalitas Kejelasan Status Kejelasan terhadap status penguasaan lahan Keseluruhan lokasi memiliki
Lahan Penguasaan berupa: kejelasan status penguasaan
Lahan 1. Kepemilikan sendiri, dengan bukti lahan, baik milik sendiri atau milik
dokumen sertifikat hak atas tanah atau pihak lain
bentuk dokumen keterangan status
tanah lainnya yang sah; atau Sebagian atau keseluruhan lokasi
2. Kepemilikan pihak lain (termasuk milik tidak memiliki kejelasan status
adat/ulayat), dengan bukti izin penguasaan lahan, baik milik
pemanfaatan tanah dari pemegang sendiri atau milik pihak lain
hak atas tanah atau pemilik tanah
dalam bentuk perjanjian tertulis antara
pemegang hak atas tanah atau pemilik
tanah dengan

36
Kesesuaian RTR Kesesuaian terhadap peruntukan lahan Keseluruhan lokasi berada pada
dalam rencana tata ruang (RTR), dengan zona peruntukan
bukti Izin Mendirikan Bangunan atau Surat perumahan/permukiman sesuai
Keterangan Rencana Kabupaten/Kota RTR
(SKRK).
Sebagian atau keseluruhan lokasi
berada bukan pada zona
peruntukan
perumahan/permukiman sesuai
RTR

Identifikasi Pertimbangan Lain

Pertimbangan Nilai Strategis Pertimbangan letak lokasi perumahan atau Lokasi terletak pada fungsi
lain Lokasi permukiman pada: strategis kabupaten/kota
1. Fungsi strategis kabupaten/kota; atau
2. Bukan fungsi strategis kabupaten/kota Lokasi tidak terletak pada
Observasi fungsi strategis
kabupaten/kota

Kependudukan Pertimbangan kepadatan penduduk pada Untuk Metropolitan& Kota Besar


lokasi perumahan atau permukiman dengan ● Kepadatan Penduduk pada
klasifikasi: Lokasi sebesar >400
1. Rendah yaitu kepadatan penduduk di Jiwa/Ha Untuk Kota
bawah 150 jiwa/ha; Sedang & Kota Kecil
2. Sedang yaitu kepadatan penduduk ● Kepadatan Penduduk pada
antara 151– 200 jiwa/ha; Lokasi sebesar >200
3. Tinggi yaitu kepadatan penduduk Jiwa/Ha

37
antara 201– 400 jiwa/ha; Kepadatan Penduduk pada
4. Sangat padat yaitu kepadatan Observasi Lokasi sebesar 151 -
penduduk di atas 400 jiwa/ha; 200 Jiwa/Ha

Kepadatan Penduduk pada Lokasi


sebesar <150 Jiwa/Ha

Kondisi Sosial, Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi Lokasi memiliki potensi sosial,
Ekonomi, dan perumahan atau permukiman berupa: ekonomi dan budaya untuk
Budaya 1. Potensi sosial yaitu tingkat partisipasi dikembangkan atau dipelihara
masyarakat dalam mendukung
pembangunan; Lokasi tidak memiliki potensi
2. Potensi ekonomi yaitu adanya sosial, ekonomi dan budaya tinggi
kegiatan ekonomi tertentu yang untuk dikembangkan atau
bersifat strategis bagi masyarakat dipelihara
setempat;
3. Potensi budaya yaitu adanya kegiatan
atau warisan budaya tertentu yang
dimiliki masyarakat setempat
Tabel 2. 3 Indikator Pengukuran Kawasan Kumuh
Sumber: Permen PU No. 14/PRT/M/201

38
39
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN STAKEHOLDER ANALISIS
3.1 Konstelasi Wilayah
Kabupaten Kendal merupakan salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada
di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang
cukup baik dan menjanjikan untuk dikembangkan dalam berbagai sektor
pembangunan, juga merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di jalur utama
Pantai Utara Pulau Jawa atau yang lebih dikenal sebagai daerah Pantura. Letak
Kabupaten Kendal yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang sebagai
Ibukota Provinsi Jawa Tengah sedikit banyak memberikan pengaruh bagi
perkembangan wilayah Kabupaten Kendal.

Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Kendal


Sumber: pusdataru.jatengprov.go.id
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Tengah
Tahun 2011-2031 (revisi 2020). Kabupaten Kendal merupakan kawasan:
1. Pengembangan dan pemantapan pusat-pusat pelayanan secara
berhierarki;
2. Pengembangan dan pemantapan sistem prasarana wilayah;
3. Pengendalian dan pelestarian kawasan lindung;
4. Pengembangan kawasan pertanian produktif dan prospektif;
5. Pengembangan kawasan perikanan;
6. Pengembangan kawasan peruntukan industri;
7. Pengembangan kawasan permukiman;

40
8. Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara; dan
9. Pengembangan kawasan strategis kabupaten.
Kabupaten Kendal memiliki 20 kecamatan dan 20 kelurahan. Lokasi studi
yang dipilih berlokasi di Kecamatan Kendal, Kelurahan Bandengan khususnya
berlokasi pada RT 001-003. Kecamatan Kendal berkedudukan sebagai Pusat
Kegiatan Lokal (PKL) yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota
atau beberapa kecamatan.
3.2 Gambaran Umum Permukiman Kumuh Kelurahan Bandengan
Kelurahan Bandengan terletak di Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal
dengan luas wilayah sebesar 196.875 Ha dengan jarak kurang lebih 2,5 km ke arah
utara dari Kantor Kecamatan Kendal. Permukiman kumuh yang menjadi wilayah
studi berada di RT 001 - RT 003 Kelurahan Bandengan dengan luas kumuh 16,69
Ha dengan kategori kumuh ringan. Berikut merupakan peta delineasi kawasan
kumuh Kelurahan Bandengan.

Gambar 3. 2 Peta Deliniasi Permukiman Kumuh Kelurahan Bandengan,


Kecamatan Kota Kendal, Kabupaten Kendal.
Sumber: Kotaku Kabupaten Kendal, 2023

41
3.2.1 Kondisi Permukiman Kumuh
a. Kondisi Fisik

Aspek Kriteria Kondisi Eksisting Gambar

Kondisi Keteraturan Bangunan 25% bangunan tidak memiliki


Bangunan Hunian keteraturan bangunan hunian
Gedung

Kepadatan Bangunan Tingkat kepadatan bangunan adalah 19


Hunian unit/Ha

Kelayakan Bangunan - 14% bangunan hunian memiliki


Hunian luas lantai < 7,2 m2 per orang
- 75% bangunan hunian tidak
memiliki kondisi Atap, Lantai,
Dinding sesuai persyaratan teknis

42
Aksesibilitas 44% lokasi perumahan atau
Lingkungan permukiman tidak terlayani dengan jalan
lingkungan yang sesuai dengan
Kondisi Jalan ketentuan teknis
Lingkungan

Drainase Lingkungan 88% kawasan permukiman terjadi


genangan air/banjir

Kondisi Drainase
Lingkungan

Pelayanan Air Minum 98% masyarakat terlayani Sarana Air -


Kondisi
Minum untuk minum, mandi, dan cuci
Penyediaan Air
(perpipaan atau non perpipaan
Minum
terlindungi yang layak)

43
Pengelolaan Air - 67% masyarakat memiliki akses
Limbah jamban keluarga/jamban
bersama (5 KK/jamban)
Kondisi - 54% masyarakat tidak memiliki
Pengelolaan Air jamban keluarga/jamban
Limbah bersama sesuai persyaratan
teknis (memiliki kloset leher
angsa yang terhubung dengan
septic-tank)

Kondisi Pengelolaan - 100% area memiliki sistem


Pengelolaan persampahan pengelolaan persampahan yang
Persampahan sesuai standar teknis.
- 27% Sampah domestik rumah
tangga di kawasan permukiman
terangkut ke TPS/TPA min. dua
kali seminggu
Tabel 3. 1 Kondisi Fisik Permukiman Kumuh di Kelurahan Bandengan RT 001-003
Sumber: Hasil Survei Kotaku, 2023

44
3.2.1 Kondisi Non Fisik
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Kendal tahun
2021, jumlah penduduk Kelurahan Bandengan sebanyak 5.376 jiwa dengan
penduduk laki-laki berjumlah 2.769 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 2.607
jiwa dengan kepadatan penduduk yaitu 2.729 per km2. Jumlah penduduk di wilayah
kumuh Kelurahan Bandengan RT 001 - RT 003 sebanyak 206 jiwa dan 59 KK,
dengan jumlah penduduk laki-laki berjumlah 98 jiwa dan penduduk perempuan
berjumlah 108 jiwa. Penduduk di kawasan kumuh Kelurahan Bandengan terdiri
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan non masyarakat berpenghasilan
rendah (non MBR), yang dijabarkan pada grafik berikut ini:

Gambar 3. 3 Grafik Jumlah Masyarakat MBR Berpenghasilan Kelurahan


Bandengan Menurut Jenis Rumah Tangga
Sumber: KOTAKU Kabupaten Kendal, 2023

Kabupaten Kendal, khususnya Kelurahan Bandengan berada di wilayah


pesisir sehingga mata pencaharian utama masyarakat adalah bekerja di bidang
perikanan yaitu nelayan atau mengelola tambak hasil perikanan. Berikut merupakan
mata pencaharian utama masyarakat di Kelurahan Bandengan.

Gambar 3. 4 Grafik Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Bandengan


Sumber: KOTAKU Kabupaten Kendal, 2023

45
3.3 Identifikasi Stakeholder
Stakeholder dapat didefinisikan sebagai individu, kelompok maupun
organisasi sebagai pemangku kepentingan yang memiliki dampak atau terdampak
secara positif maupun negatif dalam aktivitas terkait. Kelembagaan Berdasarkan
Peraturan Menteri PUPR No.15 Tahun 2015, tipologi lembaga dalam penyediaan
perumahan terbagi menjadi dua, yaitu lembaga pemerintah dan lembaga non-
pemerintah.
Nama Instansi Keterangan
Pemerintah
Menteri Pekerjaan - Menetapkan kebijakan penyelenggaraan BSPS,
Umum dan - Menetapkan lokasi BSPS,
Perumahan Rakyat - Menetapkan nilai kegiatan BSPS.
- Perumusan kebijakan dan penetapan petunjuk
Direktur Jenderal
pelaksanaan BSPS-BK,
Penyediaan
- Koordinasi kementerian dan lembaga terkait,
Perumahan, Direktur
- Pembinaan penyelenggaraan BSPS,
Rumah Swadaya,
- Memberikan persetujuan tahapan pemanfaatan BSPS,
Pejabat Tinggi Terkait,
- Sosialisasi kebijakan,
Satuan Kerja
- Penetapan lokasi dan alokasi BSPS-BK,
(KPA/Kepala Satker)
- Pemantauan dan evaluasi.
Pemerintah Provinsi - Sosialisasi dan pembinaan Kab/Kota,
Jawa Tengah, Tim - Pemantauan dan supervisi peran kab/kota,
Koordinasi (SKPD - Evaluasi pelaksanaan BSPS-BK (Berbasis Komunitas),
bidang perumahan, - Melaporkan kinerja BSPS-BK pada Dirjen Penyediaan
perencanaan, dan Perumahan tembusan ke Satker Bantuan Rumah
pemberdayaan) Swadaya.
- Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat,
- Menggalang keswadayaan masyarakat dalam
Pemerintah pembangunan,
Kabupaten Kendal, - Seleksi dan usulan fasilitator,
Tim Teknis (SKPD - Pengawasan dan pengendalian penarikan dana dan
bidang perumahan, konstruksi KPB,
perencanaan, dan - Evaluasi BSPS-BK,
pemberdayaan, - Pembinaan dan pendampingan masyarakat penerima
Camat, dan Lurah) yang terlambat,
- Melaporkan kinerja BSPS-BK ke Dirjen Penyediaan
Perumahan melalui Pemerintah Provinsi.
- Seleksi calon penerima bantuan,
- Menetapkan penerima BSPS,
- Menyalurkan bantuan,
Pejabat Pembuat
- Melakukan perikatan dengan penerima BSPS dan/atau
Komitmen (PPK),
pihak ketiga (antara lain bank/pos penyalur, penyedia
Konsultan Manajemen
barang/jasa),
- Melakukan pengawasan dan pengendalian,
- Melakukan tindak turun tangan.

46
- Koordinasi dan pembinaan kepada fasilitator BSPS
Strategis,
- Mengendalikan pelaksanaan BSPS Strategis,
- Mengendalikan pengusulan proposal BSPS Strategis dan
DRPB2 kepada Tim Teknis Kab/Kota,
Koordinator Fasilitator
- Menghimpun, memeriksa, dan menyampaikan laporan
Wilayah (Korfas Wil)
dari fasilitator kepada PPK,
- Mengelola sistem informasi manajemen BSPS Strategis
tingkat Provinsi,
- Menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan melakukan
tindak turun tangan sesuai kewenangan.
Pembuat program Kotaku dalam penanganan permukiman
Dinas Pekerjaan kumuh,
Umum (Kotaku) Sebagai kolaborator antara masyarakat dengan
pemerintah untuk menjaring aspirasi masyarakat
Dinas Lingkungan Sebagai narasumber dalam melakukan edukasi perihal
Hidup kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan
Berperan dalam memfasilitasi kegiatan rembug warga dan
berkolaborasi dengan masyarakat untuk turut serta dalam
proses pengambilan keputusan penangan permukiman
kumuh
Pemerintah Kelurahan Memfasilitasi kegiatan yang terkait dengan program
Bandengan
Kotaku
Memonitor pengelolaan dampak sosial dan lingkungan
Berpartisipasi dalam pemetaan permasalahan dan
penyusunan rencana penanganan permukiman kumuh
Berperan sebagai koordinator dalam penyelenggaraan
Pemerintah Kotaku
Kecamatan Kendal Memastikan bahwa bentuk rencana penanganan masuk
kedalam renstra dan visi misi Kabupaten Kendal
Menyosialisasikan rekomendasi kebijakan, strategi
Pemerintah program penanganan kawasan permukiman kumuh
Kabupaten Kendal Sebagai pemimpin keberlangsungan proses kegiatan
penanganan kumuh
Non Pemerintah
Sebagai subjek utama rencana penanganan dan yang
Masyarakat harus berkontribusi aktif dalam penyusunan hingga
pelaksanaan rencana
Sebagai pendorong partisipasi masyarakat dalam program
penanggulangan permukiman kumuh Kelurahan Rejomulyo
Badan Keswadayaan/ serta bersama sama dengan masyarakat melakukan
survey, analisis, perumusan dokumen CAP serta
implementasi rencana slum upgrading.
- Melakukan sosialisasi, penyuluhan, dan pembekalan
masyarakat,
Tenaga Fasilitator - Melakukan seleksi calon penerima BSPS,
Lapangan (TFL) - Mendampingi calon penerima BSPS dalam penyusunan
dan pengajuan proposal,
- Mendampingi penerima BSPS dalam pemanfaatan

47
bantuan,
- Mendampingi penerima BSPS dalam penyusunan laporan
pertanggungjawaban,
- Menyusun laporan kegiatan.

- Menyediakan dan mengirim bahan bangunan sesuai


kontrak,
- Mengadministrasikan dan menyampaikan dokumen
Toko/Penyedia Bahan
pembelian dan pengiriman bahan bangunan kepada
Bangunan (Supplier
penerima BSPS,
- Menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penyedia Barang
- Menyediakan dan menyalurkan/mengirim bahan
bangunan sesuai kontrak dengan PPK,
Penyedia - Menyusun laporan penyaluran barang kepada PPK.
Barang/Penyedia Jasa
Konstruksi Penyedia Jasa Konstruksi
(Kontraktor) - Melaksanakan pembangunan/peningkatan kualitas rumah
sesuai kontrak dengan PPK,
- Menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi kepada PPK.
- Memberikan gagasan ataupun masukan dan inovasi dari
sudut pandang keilmuan terhadap program bantuan
Akademisi pengembangan permukiman swadaya serta terhadap pro
kontra yang timbul.
- Memberikan arahan dan rekomendasi.
Berperan dalam pemberian pelayanan guna mendukung
Bank finansial masyarakat dengan memberi bantuan
pembiayaan
Tabel 3. 2. Identifikasi Stakeholder
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2, 2023

48
49
BAB IV
PERMASALAHAN DAN POTENSI WILAYAH STUDI
4.1 Potensi
Kelurahan Bandengan memiliki banyak potensi, baik dari potensi sumber
daya alam maupun sumber daya manusia. Berdasarkan hasil observasi dan olah
data, Kelurahan Bandengan memiliki beberapa potensi di kawasannya yaitu sebagai
berikut:
1. Kabupaten Kendal khususnya Kelurahan Bandengan merupakan kawasan
pesisir, sehingga memiliki sumber daya yang cukup besar dalam bidang
budidaya perikanan. Potensi terbesar dari Kelurahan Bandengan yang masih
dapat dipertahankan adalah tambak-tambak ikan budidayanya. Salah satu
budidaya yang produksinya sangat terkenal hingga saat ini adalah budidaya
ikan bandeng.

Gambar 4. 1 Tambak Ikan Kelurahan Bandengan


Sumber: kendalkab.go.id, 2023
2. Kelurahan Bandengan diperuntukkan sebagai perwujudan kawasan
perikanan yaitu pemeliharaan bangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI),
pelabuhan perikanan Pantai (PPP), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).
Terdapat pula tempat pengolahan ikan yang berupa pasar ikan dan rumah
produksi berbagai produk olahan ikan, baik produk mentah, setengah jadi
maupun produk matang yang terintegrasi ke foodcourt. Selain itu, masih
terdapat lahan- lahan milik Pemerintah Kabupaten yang dapat dikembangkan
di Kelurahan Bandengan.

50
Gambar 4. 2 Suasana Panen di Tambak Kelurahan Bandengan
Sumber: kendalkab.go.id, 2023
3. Karena berada di wilayah pesisir, hal ini dimanfaatkan masyarakat setempat
untuk mencari nafkah sehingga mata pencaharian utama masyarakat di
kelurahan tersebut adalah sebagai nelayan. Terdapat pula kelembagaan atau
paguyuban nelayan yang aktif di wilayah tersebut.

Gambar 4. 3 Mata pencaharian utama Kelurahan Bandengan


Sumber: kendalkab.go.id, 2023
4. Jumlah lahan bangunan hunian yang memiliki sertifikat legal yang diakui
pemerintah sebanyak 51 unit.
4.2 Masalah
Berdasarkan hasil observasi dan olah data, Kelurahan Bandengan khususnya
berada di RT 001-003 memiliki beberapa permasalahan di kawasannya sebagai
berikut:
1. Banyaknya sampah di bantaran Sungai Kendal yang mencemari sungai dan
mengganggu aktivitas perahu-perahu nelayan. Selain itu belum adanya TPS 3R
untuk menampung dan mengolah sampah domestik rumah tangga

51
Gambar 4. 4 Sampah di Bantaran Sungai Kendal, Kelurahan Bandengan
Sumber: Poskota Jateng, 2023
2. Masih ditemukan rumah tidak layak huni (RTLH) sejumlah 39 rumah
berdasarkan hasil survei atap, dinding, dan lantai.
3. Sebesar 87% kawasan permukiman belum terlayani jaringan drainase yang
ideal
4. Fasilitas pengelolaan air limbah belum mengakses ke seluruh masyarakat di
Kelurahan Bandengan RT 001-003 atau sebesar 33% dari masyarakat
setempat.
5. Belum terlayaninya jaringan drainase di seluruh kawasan permukiman atau
hanya sekitar 13% kawasan permukiman yang sudah terlayani jaringan
drainase

52
Gambar 4. 5 Peta Potensi dan Masalah di Kelurahan Bandengan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2,2023

53
54
BAB V
ANALISIS AKAR MASALAH DAN PENETAPAN TUJUAN
5.1 Perumusan Isu
Berdasarkan hasil kompilasi potensi dan masalah di atas, maka akan
dikelompokkan menjadi isu antara. Terdapat 3 isu antara yaitu “Kualitas dari sarana
dan prasarana dasar berupa akses kesehatan, jaringan jalan”, “drainase, sanitasi
dan persampahan yang masih cenderung buruk, Perikanan menjadi sebagai
komoditas unggulan dan sumber mata pencaharian masyarakat” dan “Rendahnya
kualitas dan pengetahuan masyarakat dalam menjaga kualitas lingkungan hunian”.
Isu antara menjadi penjabatan menuju isu utama, sehingga ditentukan bahwa isu
utama kawasan tambak lorok yaitu "Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
Kelurahan Bandengan sebagai akses peningkatan kualitas hidup masyarakat di
sektor ekonomi".
Dengan adanya isu tersebut, maka menimbulkan dampak pula terhadap
masyarakat kawasan Kelurahan Bandengan. Dampak yang ditimbulkan yaitu 1.
Permukiman di Kelurahan bandengan terancam banjir rob akibat luapan Sungai
Kendal; 2. Masih ditemukan rumah tidak layak huni (RTLH) sejumlah 39 rumah
berdasarkan hasil survei atap, dinding, dan lantai; 3. Banyaknya timbulan sampah
domestik rumah tangga.

55
56
5.2 Tujuan
Tujuan perencanaan dibuat berdasarkan isu yang yang didapatkan dari
potensi dan dirumuskan, "Terwujudnya Lingkungan Hunian di Kelurahan Bandengan
yang Sehat, Bersih, dan Nyaman Guna Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat".
Tujuan perencanaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai:
1. Lingkungan Hunian yang Sehat, Bersih, dan Nyaman
Tujuan untuk menciptakan lingkungan permukiman yang sehat, bersih, dan
nyaman menjadi hal utama guna mengatasi masalah kawasan kumuh yang terjadi di
Kelurahan Bandengan. Kebutuhan sarana dan prasarana dasar seperti sarana
persampahan dan prasarana jaringan jalan pada kawasan permukiman yang kurang
memadai dapat menyebabkan kondisi kualitas lingkungan permukiman menurun.
Hal ini juga berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat karena minimnya
akses ekonomi yang baik. Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah dari dampak
minimnya akses masyarakat dalam beraktivitas akan mengakibatkan tingkat
kekumuhan dari lingkungan hunian meningkat. Oleh karena itu, perlu adanya metode
yang tepat dalam meningkatkan kualitas permukiman yang layak huni dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat Kelurahan Bandengan.
2. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat untuk Menciptakan Lingkungan Layak
Huni
Tujuan untuk meningkatkan meningkatkan peran serta masyarakat untuk
menciptakan lingkungan layak huni diwujudkan dengan peningkatan pemberdayaan
masyarakat supaya ikut turut serta dalam pembangunan. Keterlibatan masyarakat
perlu diintegrasikan dalam tujuan sehingga dapat tercipta lingkungan permukiman
yang layak huni di Bandengan dengan menyertakan keterlibatan dan memastikan
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu pemberdayaan
masyarakat dalam suatu komunitas yang terstruktur akan memudahkan evaluasi dan
tindakan atas permasalahan lingkungan hunian di Kelurahan Bandengan.
5.3 Sasaran
Dalam mencapai tujuan perencanaan diatas, perlu adanya perumusan
sasaran yang digunakan sebagai target pencapaian yang akan dilakukan dalam
perencanaan tersebut. Adapun sasaran dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan kualitas hunian dan lingkungan layak huni bagi masyarakat
Bandengan

57
Pada dasarnya, permukiman yang layak huni menjadikan prioritas kebutuhan
semua orang untuk memberikan rasa aman dan nyaman untuk ditinggali. Begitu
juga masyarakat di Kelurahan Bandengan, yang dimana masih banyak ditemui
rumah tidak layak huni di Kawasan Bandengan Dilihat dari segi kelayakan fisik
hunian dan ketersediaan sarana prasarana permukiman yang ada masih belum
memenuhi standar. Sehingga diperlukan upaya peningkatan kualitas hunian dan
sarana prasarana pendukung di Kelurahan Bandengan dengan sasaran yaitu
untuk “Menciptakan Lingkungan yang sehat, bersih dan nyaman sebagai tempat
tinggal”
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana penunjang
aktivitas masyarakat Bandengan
Permukiman kumuh kerap kali dikaitkan dengan permasalahan kualitas serta
kuantitas sarana prasarana penunjang. Dalam mewujudkan tujuan menciptakan
lingkungan permukiman yang sehat, bersih, dan nyaman, peran sarana
prasarana penunjang sangat penting terutama dalam pemenuhan aktivitas
penduduk yang juga merupakan modal sosial dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi wilayahnya. Terdapat beberapa sarana prasarana penunjang aktivitas
masyarakat Bandengan yang memerlukan peningkatan baik secara kualitas
maupun kuantitas, diantaranya sarana prasarana terkait dengan bangunan
hunian yang tidak layak, aksesibilitas, drainase, serta pengolahan sampah.
3. Meningkat ketertiban dan peran aktif masyarakat dan stakeholder dalam
bentuk P4 (Public, Private, People Partnership)
Dalam pelaksanaan program diperlukan peran antara masyarakat dan
stakeholder untuk mendapatkan mewujudkan program pembangunan.
Masyarakat menjadi pelaksana program sekaligus menjadi sasaran dalam
program kegiatan. Peran pemerintah sebagai penyedia dana, tidak akan mampu
secara keseluruhan untuk membiayai kebutuhan untuk mengatasi permasalahan
rumah tidak layak huni. Oleh karena itu, peran penting adanya kerjasama dengan
swasta maupun kemitraan sebagai fasilitator akan menjadikan jaminan bagi
terwujudnya tujuan bersama bagi masyarakat Kelurahan Bandengan, sehingga
dalam mewujudkan tujuan peningkatan rumah tidak layak huni diperlukan adanya
sasaran yaitu “Meningkat ketertiban dan peran aktif masyarakat dan stakeholder
dalam bentuk P4 (Public, Private, People Partnership)”

58
59
BAB VI
RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SERTA MODEL KELEMBAGAAN DAN INSTRUMEN MONEV
6.1 Rencanaa dan Pembiayaan Kegiatan CAP
Berdasarkan data survey yang dilakukan oleh tyim pelaksana program KOTAKU Kabupaten Kendal menyatakan bahwasanya
kawasan kumuh yang ada di Kelurahan Bandengan RT001-003 terdapat 13 rumah yang memiliki posisi tidak teratur, 39 rumah
dengan kondisi fisik bangunan tidak sesuai standar layak, permasalahan infrastruktur yang tidak memadai khususnya pada
infrastruktur jalan, drainase dan sanitasi. Dari kondisi yang ada di kawasan perencanaan kami menyususn beberapa kegiatan
berdasarkan permasalaha yang ada dengan metode konsolidasi tanah dalam menata kawasan dan menydaiakan infrastruktur dasar
untuk menunjang kegiatan masyarakat.
Program yang akan dibawakan akan difokuskan pada revitalisasai kawasan dengan melakukan penataan dan perbaikan
RTLH serta penyediaan infrastruktur yang memadai. Sumber pembaiayaan dalam pelakasanaan program peremejaan (slum
upgrading) atau peningkatan kualitas lingkungan atau kawasan permukiman kumuh di Indonesia pada umumnya bersumber dari
program KOTAKU dan BSPS dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam bidang infrasturktur dan pengurangan jumlah
Rumah tidak layak huni di Kelurahan Bandengan. Adapun rancangan kegiatan dan pembiayan yang kami susun sebagai berikut:
RENCANA KEGIATAN DAN PEMBIAYAAN CAP DALAM PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HUNIAN DI RT 001-003 KELURAHAN
BANDENGAN
Waktu
Rincian Jumlah
Pelaksanaan
Jangka Asumsi
Tahapan Aktivitas Sumber
Tahun Waktu( Pembiayaan
Besaran Satuan Volume
ke- Bulan
ke-)
Biaya Peraturan
Pendataan lokasi Rp230.000 orang 4 Rp920.000
Trasnportasi Gubernur
Pra Konstruksi awal yang akan di 1 1-2
Biaya Jawa
rencanakan Rp49.000 orang 4 Rp196.000
Konsumsi Tengah No.

60
Kordinasi terhadap 7 Tahun
stakeholder dan Biaya ATK 2022 Rp150.000 50 lembar 1 Rp150.000
komunitas tekait
Pelaksanaan
Rembug Warga I :
Sosialisasi CAP Biaya
Peraturan Rp49.000 orang 100 Rp4.900.000
dan Program Konsumsi
Gubernur
Kotaku Kepada
Jawa
Masyarakat 1 2-3
Tengah No.
Pembentukan tim
7 Tahun
pelaksana
2022
program yaitu Biaya ATK Rp150.000 orang 1 Rp150.000
masyarakat dan
stakeholder terkait
Pelaksanaan
Rembug Warga II :
Sosialisasi Biaya
Rp230.000 orang 4 Rp920.000
mengenai metode Trasnportasi
Peraturan
dan teknik survey
Gubernur
kampung sendiri
Jawa
Persiapan 1 3-4
Biaya Tengah No.
instrument survey Rp49.000 orang 4 Rp196.000
Konsumsi 7 Tahun
oleh masyarakat
2022
Pelaksanaan
survey kampung
Biaya ATK Rp150.000 50 lembar 3 Rp450.000
sendiri oleh
masyarakat

61
Rembug Warga III:
Sosialisasi
mengenai
Konsolidasi Lahan
dan teknik analisis
Biaya
masalah dan 4-5 Rp49.000 orang 100 Rp4.900.000
Konsumsi
potensi partisipatif
serta penyusunan
masterplan
Kawasan Kumuh
Bandengan
Penyusunan
dokumen
perencanaan Peraturan
Konsolidasi lahan Gubernur
dan masterplan Jawa
1
berdasarkan 5-9 Biaya ATK Tengah No. Rp150.000 50 lembar 2 Rp300.000
potensi serta 7 Tahun
masalah yang ada 2022
di Kawasan
Kumuh
Bandengan
Pelepasan HAT
dan pengesahan orang
tanah sebagai 9-10 tenaga ahli 1 Rp3.765.000
objek konsolidasi konstruksi
tanah Gaji tenaga
Rp3.765.000
ahli orang
Pelatihan
tenaga ahli
konstruksi dan
10-12 perencana 1 Rp3.765.000
administrasi
an
kepada
kawasan

62
msayarakat dan
tim pelaksana
Peningkatan kualitas bangunan hunian yang tidak layak secara fisik
Biaya https://www.r
konstruksi umah.com/p Rp98.820.00
rumah 13 Rp1.284.660.000
pembuatan anduan- 0
rumah tipe 36 properti/biay
Penataan
a-bangun-
bangunan hunian 2 12-18
rumah-bisa-
yang tidak teratur Biaya
hemat- Rp18.054.00
mekanik dan rumah 13 Rp234.702.000
Konstruksi banget-ini- 0
kelistrikan
TAHAP I rahasianya-
16927
Keputusan
Peningkatan
Menteri
kualitas hunian
Bantuan Pekerjaan
yang tidak layak
perbaikan Umum dan Rp20.000.00
berdasarkan 2 18-24 rumah 39 Rp780.000.000
kualitas Perumahan 0
kondisi atap, lantai
hunian Rakyat No.
dan dinding
115/KPTS/M/
bangunan
2022
Peningkatan aksesbilitas masyarakat Bandengan
Pematangan lahan 3 24-26 Kebutuhan
Biaya lapisan
Penambahan ruas Biaya
pondasi
jaringan jalan 3 26-30 Pengaspal
beton semen Rp450.480.000
Konstruksi lingkungan Dinas PUPR an 689 m x
TAHAP II Pengaspalan Jawa Rp1.200.000 ton 4 m x 0,06
Biaya
jaringan jalan dan Tengah mx 2,25
pengaspalan
Perbaikan 3 30-31 m/m3 =
jalan
perkerasan pada 375,4 Ton
menggunaka
titik rusak

63
Pelebaran jaringan n aspal
jalan lingkungan 3 31-32 hotmix
dengan lebar 4 m
Pengadaan saluran drainase pada ruas jaringan jalan lingkungan
Dimensi
Biaya galian
Dinas PUPR 689m x0,3
untuk saluran
Pematangan lahan 3 32-34 Jawa Rp54.000 m3 mx0,3 m x Rp6.697.080
drainase atau
Tengah 2 ruas =
saluran air
124,02 m3
Pemasangan https://solusi
Penyediaan
saluran konstruksi.co
saluranan
berbentuk U m/products/h 1.149
drainase pada 3 34-36 Rp304.000 saluran Rp349.296.000
tipe Ds 2a arga-u-ditch- saluran
Kawasan Kumuh
(30x30x120 dan-cover-
Bandengan
cm) saluran/
Pengadaan sarana pengolahan air limbah
Pematangan lahan 4 36-38 Best practice Rp46.500.000
pengadaan
Biaya
jamban
Penyediaan Pembuatan Rp46.500.00 1 (4 bilik
komunal Unit
sarana jamban 4 38-42 jamban 0 kamar)
program
komunal komunal
jamban
Konstruksi sehat
TAHAP III
Pengadaan sarana pengelolaan persampahan
Pembanguna Best practice
n area anggaran
pencacahan dana Rp28.000.00
Pematangan lahan 4 42-46 unit 1 Rp28.000.000
dan pengadaan 0
pengomposa TPS 3R
n Kelurahan

64
pembanguna Tanjungsari
n area Blitar
Rp26.500.00
pengayakan unit 1 Rp26.500.000
0
dan
pencucian
Penyediaan
sarana TPS 3R
untuk menampung pengadaan
4 46-48 Rp450.000 unit 30 Rp13.500.000
dan mengolah peralatan
sampah domestik
rumah tangga
Penerbitan
5 48-51 - - - - - -
sertfikat HAT
Pembekalan
metode perawatan
Biaya
dan monitoring 5 51-52 Rp49.000 orang 100 Rp4.900.000
Konsumsi
kepada
masyarakat
Perawatan Biaya ATK Peraturan Rp150.000 orang 1 Rp150.000
PASCA Gubernur
infrastruktur yang 5 52-57 Biaya tenaga
KONSTRUKSI Jawa Rp3.765.000 orang 1 Rp3.765.000
telah di sediakan ahli
Tengah No.
Monitoring dan
7 Tahun
evaluasi 2 orang
2022
a. Penyusunan Upah tim dan
orang/tahu
lembar monitoring 5 57-240 oprasional Rp2.500.000 dilaksanak Rp75.000.000
n
dan evaluasi perawatan an dalam
b. Penyusunan 15 tahun
dokumen evaluasi
RP
TOTAL BIAYA PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN KUMUH DI KELURAHAN BANDENGAN
3.324.762.080

65
Tabel 6. 1 Rencana Kegiatan Dan Pembiayaan Cap Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hunian Di Rt 001-003 Kelurahan
Bandengan
Sumber: Analisis Kelompok 2,2023
Berdasasarkan tabel rencana pembiayaan terebut, maka diperoleh hasil biaya yang dibutuhkan dalam peningkatan kualitas
lingkungan kawasan kumuh di RT 001-003 Kelurahan Bandengan memalui program KOTAKU dan BSPS sebesar Rp 3.324.762.080
(tiga miliyar tiga ratus dua puluh empat juta tuju ratus enam puluh dua ribu delapan puluh perak). Adapun ringkasan pembaiayaan
berdasarkan tahap pembangunan yang telah dikelompokan adalah sebagai berikut:
Persentase Persentase
Jenis Pembiayaan Jumlah Sumber Pendanaan Jumlah
(%) (%)
APBD Kelurahan Bandengan (100%
Pembiayaan pra konstruksi
Rp104.427.000 3,14 total kebutuhan pra dan pasca Rp104.427.000 3,14
dan pasca konstruksi
konstruksi)
Swadaya Masyarakat (20% dari
Rp644.067.016 19,37
kebutuhan kosntruksi)
APBD Provinsi (27% dari kebutuhan
Rp884.000.000 26,59
konstruksi)
Pembiayaan konstruksi
APBD Kabupaten (15% dari
infrastruktur dasar Rp3.220.335.080 96,86 Rp481.000.000 14,47
kebutuhan konstruksi)
masyarakat
BSPS (24% dari kebutuhan
Rp780.000.000 23,46
konstruksi)
PUPR KOTAKU (13% dari
Rp431.268.064 12,97
kebutuhan konstruksi)
Total Rp3.324.762.080 100,00 Rp3.324.762.080 100,00
Tabel 6. 2 Ringkasan Pembiayaan BSPS Tahap Pembangunan
Sumber: Analisis Kelompok 2, 2023
Bedasarkan rencana anggaran kegiatan yang telah disusun dan diringkas, diketahui bahwasanya pengeluaran terbesar
yaitu berada pada tahap konstruksi dengan persentase 96,86% dengan nilai Rp 3.220.335.080 (tiga miliyar dua ratus dua puluh juta

66
tiga ratus tiga puluh lima ribu delapan puluh perak). Hal ini dikarenakan adanya peningakatn kualitas infrastruktur dasar dan
perbaikan serta penataan rumah dan site kawasan permukiman. Besaran alokasi sumber pendanaan yang akan dilaksanakan dalam
pembangunan di sesuaikan dengan alokasi bantuan dari APBN yang dialokasikan dalam bentuk program BSPS; dana bantuan dari
world bank dalam bentuk program KOTAKU; APBD Provinsi Jawa Tengah; APBD Kabupaten Kendal serta APBD Des yang
digunakan sebagai alokasi pendaan Pra konstruksi hingga pasca konstruksi.

67
6.2 Desain Master Plan Rencana Pembangunan Kawasan

68
6.3 Model Kelembagaan
Kelembagaan berkaitan erat dengan aturan yang digunakan sebagai panduan oleh suatu kelompok masyarakat dalam
mengatur hubungan yang saling mengikat dan bergantung, (Ostrom, 1986). Sejalan dengan Ostrom, Ruttan dan Hayami (1984)
berpendapat bahwa aturan yang dijadikan panduan tersebut juga mengatur hal-hal terkait koordinasi antar tiap anggota untuk
mencapai tujuan bersama. Meninjau lokasii studi, hasil analisis menunjukkan bahwa di RT 001 - RT 003 Kelurahan Bandengan
terdapat kawasan dengan kategori kumuh ringan seluas 16,69 Ha. Penanganan masalah ini dapat dilakukan melalui intervensi yang
melibatkan berbagai stakeholder yang mencakup berbagai level kelembagaan, dari dinas-dinas terkait hingga kelompok masyarakat
di lokasi tersebut. Intervensi ini akan berjalan lebih maksimal karena telah menampung pandangan dari berbagai pihak. Sehingga
dilakukanlah pengkajian terkait kelembagaan pada lokasi studi, yang diawali dengan identifikasi pihak-pihak yang terkait dan
perannya terhadap permasalahan, dan sejauh mana partisipasi dapat dilakukan dalam penanganan masalah ini.

a. Identifikasi Peran Stakeholder


Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pihak mana saja yang memiliki kepentingan terkait dengan permukiman di lokasi studi
dan seberapa tinggi pengaruhnya terhadap kondisi permasalah di Kelurahan Bandengan. Berdasakan Permen PUPR No. 15 Tahun
2015 Pasal 655 dapat dibedakan menjadi fungsi pemerintah dan non pemerintah. Hasil identifikasi peran stakeholder pada Kelurahan
Bandengan dapat dilihat sebagai berikut

Power of Interest
Pihak Identity General Interest/values/roles
Influence in Project
- Menetapkan kebijakan penyelenggaraan BSPS,
Menteri Pekerjaan Umum dan
- Menetapkan lokasi BSPS, Tinggi Tinggi
Perumahan Rakyat
- Menetapkan nilai kegiatan BSPS.
Pemerintah
- Perumusan kebijakan dan penetapan petunjuk
Direktur Jenderal Penyediaan
pelaksanaan BSPS-BK, Tinggi Tinggi
Perumahan, Direktur Rumah
- Koordinasi kementerian dan lembaga terkait,

69
Swadaya, Pejabat Tinggi Terkait, - Pembinaan penyelenggaraan BSPS,
Satuan Kerja (KPA/Kepala Satker) - Memberikan persetujuan tahapan pemanfaatan BSPS,
- Sosialisasi kebijakan,
- Penetapan lokasi dan alokasi BSPS-BK,
- Pemantauan dan evaluasi.
- Sosialisasi dan pembinaan Kab/Kota,
- Pemantauan dan supervisi peran kab/kota,
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,
- Evaluasi pelaksanaan BSPS-BK (Berbasis
Tim Koordinasi (SKPD bidang
Komunitas), Tinggi Tinggi
perumahan, perencanaan, dan
- Melaporkan kinerja BSPS-BK pada Dirjen Penyediaan
pemberdayaan)
Perumahan tembusan ke Satker Bantuan Rumah
Swadaya.
- Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat,
- Menggalang keswadayaan masyarakat dalam
pembangunan,
- Seleksi dan usulan fasilitator,
Pemerintah Kabupaten Kendal, Tim
- Pengawasan dan pengendalian penarikan dana dan
Teknis (SKPD bidang perumahan,
konstruksi KPB, Tinggi Tinggi
perencanaan, dan pemberdayaan,
- Evaluasi BSPS-BK,
Camat, dan Lurah)
- Pembinaan dan pendampingan masyarakat penerima
yang terlambat,
- Melaporkan kinerja BSPS-BK ke Dirjen Penyediaan
Perumahan melalui Pemerintah Provinsi.
- Seleksi calon penerima bantuan,
- Menetapkan penerima BSPS,
- Menyalurkan bantuan,
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), - Melakukan perikatan dengan penerima BSPS dan/atau
Rendah Rendah
Konsultan Manajemen pihak ketiga (antara lain bank/pos penyalur, penyedia
barang/jasa),
- Melakukan pengawasan dan pengendalian,
- Melakukan tindak turun tangan.

70
- Koordinasi dan pembinaan kepada fasilitator BSPS
Strategis,
- Mengendalikan pelaksanaan BSPS Strategis,
- Mengendalikan pengusulan proposal BSPS Strategis
dan DRPB2 kepada Tim Teknis Kab/Kota,
Koordinator Fasilitator Wilayah
- Menghimpun, memeriksa, dan menyampaikan laporan Tinggi Rendah
(Korfas Wil)
dari fasilitator kepada PPK,
- Mengelola sistem informasi manajemen BSPS
Strategis tingkat Provinsi,
- Menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan
melakukan tindak turun tangan sesuai kewenangan.
- Koordinasi dan pembinaan kepada fasilitator,
- Mengendalikan pelaksanaan BSPS,
- Mengendalikan pengusulan proposal BSPS dan
DRPB2 kepada Tim Teknis Kab/Kota,
Koordinator Fasilitator Kab/Kota
- Menghimpun, memeriksa, dan menyampaikan laporan Tinggi Rendah
(Korfas Kab/Kota)
dari fasilitator kepada PPK,
- Menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan
melakukan tindak turun tangan sesuai kewenangan,
- Menyusun laporan kegiatan.
- Memberikan arahan bergotong royong di desa, arahan
pembangunan sarana dan prasarana,
- Musyawarah desa terkait tindak lanjut pembangunan
bandara di desa tersebut,
- Kepala Desa/Lurah juga berperan dalam hal
Pemerintah Kelurahan Bandengan Tinggi Rendah
pendataan,
- Memberi keterangan status penguasaan tanah bagi
anggota kelompok sasaran yang belum memiliki surat
kepemilikan tanah (sertifikat hak atas tanah), dan
- Mengesahkan data subjek dan objek hasil pendataan.

71
- Mengikuti sosialisasi, penyuluhan, dan pembekalan
BSPS,
- Membentuk kelompok penerima bantuan (KPB),
dengan ketentuan jumlah anggota KPB paling banyak
20 (dua puluh) orang termasuk Ketua dan Sekretaris,
Penerima BSPS Rendah Tinggi
- Menyusun dan mengajukan proposal,
- Memanfaatkan bantuan sesuai dengan rencana yang
disepakati,
- Bertanggung jawab terhadap pemanfaatan bantuan,
- Menyusun laporan pertanggungjawaban.
- Melakukan sosialisasi, penyuluhan, dan pembekalan
masyarakat,
- Melakukan seleksi calon penerima BSPS,
- Mendampingi calon penerima BSPS dalam
Non penyusunan dan pengajuan proposal,
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) Tinggi Rendah
Pemerintah - Mendampingi penerima BSPS dalam pemanfaatan
bantuan,
- Mendampingi penerima BSPS dalam penyusunan
laporan pertanggungjawaban,
- Menyusun laporan kegiatan.
- Membuat rekening dan menyalurkan bantuan dalam
bentuk uang kepada penerima BSPS sesuai SK PPK,
Bank/Pos Penyalur - Melayani penerima BSPS dalam pemanfaatan Rendah Rendah
bantuan,
- Menyusun laporan penyaluran BSPS berbentuk uang.
- Menyediakan dan mengirim bahan bangunan sesuai
kontrak,
Toko/Penyedia Bahan Bangunan
- Mengadministrasikan dan menyampaikan dokumen Rendah Rendah
(Supplier)
pembelian dan pengiriman bahan bangunan kepada
penerima BSPS,

72
- Menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penyedia Barang
- Menyediakan dan menyalurkan/mengirim bahan
bangunan sesuai kontrak dengan PPK,
- Menyusun laporan penyaluran barang kepada PPK.
Penyedia Barang/Penyedia Jasa
Rendah Rendah
Konstruksi (Kontraktor) Penyedia Jasa Konstruksi
- Melaksanakan pembangunan/peningkatan kualitas
rumah sesuai kontrak dengan PPK,
- Menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi kepada PPK.
- Memberikan gagasan ataupun masukan dan inovasi
dari sudut pandang keilmuan terhadap program bantuan
Akademisi pengembangan permukiman swadaya serta terhadap Rendah Tinggi
pro kontra yang timbul.
- Memberikan arahan dan rekomendasi.
Memberikan bantuan dalam bentuk kerja sama dan
Kelompok Swadaya Masyarakat
gotong royong dalam pembangunan fisik bagi penerima Rendah Tinggi
Bandengan
bantuan BSPS (berbasis komunitas).
Tabel 6. 3 Tabel Identifikasi Stakeholder
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2, 2023
b. Penetapan Peran Stakeholder
Didasarkan pada hasil identifikasi stakeholder di Kelurahan Bandengan, tahap selanjutnya adalah mengelompokkan tiap-tiap
pihak sesuai dengan besarnya pengaruh stakeholder dan tingkat kemungkinan berpartisipasi dalam kegiatan penyelesaian masalah.
Berikut hasil klasifikasi stakeholder di Kelurahan Bandengan.

73
Gambar 6. 1 Bagan Matrix Kepentikan Stakeholder
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2, 2023

c. Matriks Partisipasi Stakeholder


Tahap ini bertujuan untuk menetapkan bagaimana setiap stakeholder menjalankan perannya dari awal hingga akgir kegiatan
atau sejauh mana intervensi dan partisipasi yang dapat dilakukan dalam proses penanganan masalah permukiman kumuh di
Kelurahan Bandengan. Berikut merupakan hasil analisisnya.

74
Matriks
Inform Consult Partner Control
Partisipasi
- Direktur Jenderal
Penyediaan Perumahan,
Direktur Rumah Swadaya,
Pejabat Tinggi Terkait,
Satuan Kerja (KPA/Kepala
Satker) - Pemerintah Provinsi Jawa
- Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Tim Koordinasi
Tengah, Tim Koordinasi (SKPD bidang perumahan,
(SKPD bidang perumahan, perencanaan, dan
perencanaan, dan - Akademisi pemberdayaan)
Need - Akademisi
pemberdayaan) - Kelompok Swadaya - Pemerintah Kabupaten
Assessment - Penerima BSPS
- Pemerintah Kabupaten Masyarakat Kendal, Tim Teknis (SKPD
Kendal, Tim Teknis (SKPD bidang perumahan,
bidang perumahan, perencanaan, dan
perencanaan, dan pemberdayaan, Camat, dan
pemberdayaan, Camat, dan Lurah)
Lurah)
- Pemerintah Kelurahan
Bandengan
- Kelompok Masyarakat
Swadaya
- Direktur Jenderal - Menteri Pekerjaan Umum
- Akademisi
Penyediaan Perumahan, - Koordinator dan Perumahan Rakyat
- Menteri Pekerjaan Umum
Direktur Rumah Swadaya, Fasilitator Wilayah - Direktur Jenderal
dan Perumahan Rakyat
Pejabat Tinggi Terkait, (Korfas Wil) Penyediaan Perumahan,
Planning - Direktur Jenderal
Satuan Kerja (KPA/Kepala - Koordinator Direktur Rumah Swadaya,
Penyediaan Perumahan,
Satker) Fasilitator Kab/Kota Pejabat Tinggi Terkait,
Direktur Rumah Swadaya,
- Menteri Pekerjaan Umum (Korfas Kab/Kota) Satuan Kerja (KPA/Kepala
Pejabat Tinggi Terkait,
dan Perumahan Rakyat Satker)

75
Satuan Kerja (KPA/Kepala
Satker)
- Direktur Jenderal
Penyediaan Perumahan,
Direktur Rumah Swadaya, - Pejabat Pembuat
Pejabat Tinggi Terkait, Komitmen (PPK),
Satuan Kerja (KPA/Kepala Konsultan Manajemen - Pejabat Pembuat Komitmen
- Akademisi
Satker) - Toko/Penyedia (PPK), Konsultan Manajemen
- PPK
- Pemerintah Provinsi Jawa Bahan Bangunan - Akademisi
- Koordinator Fasilitator
Tengah, Tim Koordinasi (Supplier) - Koordinator Fasilitator
Wilayah (Korfas Wil)
(SKPD bidang perumahan, - Bank/Pos Penyalur Wilayah (Korfas Wil)
- Koordinator Fasilitator
Implement perencanaan, dan - Penyedia - Koordinator Fasilitator
Kab/Kota (Korfas Kab/Kota)
pemberdayaan) Barang/Penyedia Kab/Kota (Korfas Kab/Kota)
- Pemerintah Kelurahan
- Pemerintah Kabupaten Jasa Konstruksi - Pemerintah Kelurahan
Bandengan
Kendal, Tim Teknis (SKPD (Kontraktor) Bandengan
- Tenaga Fasilitator
bidang perumahan, - Pemerintah - Tenaga Fasilitator
Lapangan (TFL)
perencanaan, dan Kelurahan Bandengan Lapangan (TFL)
pemberdayaan, Camat, dan - Kelompok
Lurah) Masyarakat Swadaya
- Akademisi
- Penerima BSPS
- Direktur Jenderal - Akademisi
Penyediaan Perumahan, - Pemerintah Provinsi Jawa
Direktur Rumah Swadaya, Tengah, Tim Koordinasi
Pejabat Tinggi Terkait, (SKPD bidang perumahan, - Tenaga Fasilitator
Monitoring
Satuan Kerja (KPA/Kepala perencanaan, dan Lapangan (TFL) - Tenaga Fasilitator
and
Satker) pemberdayaan) - Kelompok Lapangan (TFL)
Evaluation
- Pemerintah Provinsi Jawa - Pemerintah Kabupaten Masyarakat Swadaya
Tengah, Tim Koordinasi Kendal, Tim Teknis (SKPD
(SKPD bidang perumahan, bidang perumahan,
perencanaan, dan perencanaan, dan

76
pemberdayaan) pemberdayaan, Camat, dan
- Pemerintah Kabupaten Lurah)
Kendal, Tim Teknis (SKPD - Penerima BSPS
bidang perumahan,
perencanaan, dan
pemberdayaan, Camat, dan
Lurah)
- Penerima BSPS
Tabel 6. 4 Matriks Partisipasi Stakeholder
Sumber:Hasil Analisis Kelompok 2, 2023

6.4 Instrument Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi merupakan tahap lanjutan dari plaksanaan program Peningkatan Kualitas Lingkungan pada
Kawasan Kumuh di Kabupaten Bandengan. Dalam proses ini akan dikumpulkan terjait dengan data berupa penilaian dari kinerja
program dan penydiaan sarana serta prasarana yang disediakan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Hal ini
di maksud untuk meninjau kenbali pelaksanaan kegiatan apakah telah tercapai sesuai dengan target yang dikehendaki dengan
melihat kulaitas maupun kuantitas performa program. Instrument evaluasi dan monitoring di sediakan sebagai acuan dalam tindak
pasca konstruksi yang telah di lakukan. Proses ini nantinnya akan melibatkan satuan masyarakat yang telah dibekali dengan
pelatihan dalam mengevaluasi dan melaporkan dokumen evaluasi dan monitoring kepada penanggung jawab program. Hasil
evaluasi dan monitoring nantinya akan menjadi bahan rencana perbaikan infrastruktur yang telah di sediakan di Kawasan Kumuh
Kelurahan Bandengan. Melalui hasil monitoring dan evaluasi pula dapat memberikan umpan balik kepada tujuan dan sasaran
kegiatan perencanaan dan proses pelaksanaan sehingga dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan. Adapun instrument
monitoring dan evaluasi yang telah di susun sebagai berikut:

77
Rencana Tindak Komunitas dalam Pengembangan dan Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Menggunakan
Nama Program
Skema Penanganan Slum Upgrading di RT 001-003 Kelurahan Bandengan dengan Pendekatan CAP
Program yang telah dirumuskan merupakan suatu tindak rencana yang melibatkan masyarakat sebagai aktor
utama dalam pelaksanaannya. Program ini akan befokus pada upaya pemenuhan infrastruktur dasar di Kelurahan
Deskripsi Program Bandengan untuk membuka akses ekonomi masyarakat yang lebih baik. Kegiatan yang akan dilaksanakan akan
didasarkan pada program-program nasional yaitu KOTAKU dan BSPS sebagai bentuk pengurungan rumah dan
lingkungan tidak layak huni.
Terwujudnya Lingkungan Hunian di Kelurahan Bandengan yang Sehat, Bersih dan Nyaman Guna Meningkatkan
Tujuan
Kualitas Hidup Masyarakat
1. Meningkatkan kualitas bangunan hunian yang tidak layak secara fisik
2. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat
3. Membangun saluran drainase pada ruas jaringan jalan lingkungan
Sasaran 4. Membangun sarana pengolahan air limbah
5. Membangun sarana pengolahan persampahan
6. Memberikan pembekalan dan pemahaman terhadap penggunaan metode CAP dalam proses peningkatan
kualitas permukiman kumuh
1. Pembentukan tim evaluator
Tahapan Pelaksanaan
Persiapan Durasi/ Kegiatan Evaluasi 1 bulan Kegiatan 2. Pelatihan dan pengarahan
Monev
tim evaluator

78
3. Pembuatan lembar evaluasi
dan persiapan instrument
evaluasi
Pelaksanaan evaluasi dengan
Pelaksanaan 3 bulan pengamatan pada aspek aspek
yang telah di tentukan
Pembuatan laporan dan
pelaporan dokumen evaluasi
Pelaporan 2 bulan
kepada penanggung jawab
program
Instrument Monitoring dan Evaluasi
Cara
Indikator Capaian Pengumpul
Aspek Eavaluasi
Evaluasi Sumber an Hasil
Verivikasi Monev Output Monev
Perilaku Masyarakat terhadap Lingkungan Data kondisi
100% data evaluasi Observasi 1. Dokumentasi lapangan
Hunian awal dan akhir
perlikau masyarakat dan 2. Peta lokasi keruskan
Tingkat kepedulian akan kebersihan dari kawasan
terhadap lingkungan wawancara 3. Form wawancara dan
lingkungan hunian serta
hunian terkumpul sesuai kepada observasi
Tingkat kepedulian akan kebersihan hunian pemantauan

79
Tingkat kepedulian terhadap penggunaan dan aspek dan output monev kondisi masayaraka 4. Laporan evaluasi dan
kondisi sarana dan prasarana umum yang telah ditentukan lapangan secara t monitoring
Tingkat kepekaan terhadap keruskan langsung
penggunaan sarana dan prasarana umum
Kondisi dan manfaat penyediaan serta 100% data evaluasi
peningkatan kualitas jaringan jalan kondisi dan manfaat
Tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat penyediaan serta
dampak dari kemudahan akses peningkatan kualitas
TPeningkatan harga lahan pada kawasan jaringan jalan terkumpul
perencanaan sesuai aspek dan output Observasi,
Tingkat kerusakan jaringan jalan monev yang telah pemetaan
Lokasi kerusakan jaringan jalan ditentukan dan
Kondisi dan manfaat penyediaan saluran 100% data evaluasi wawancara
darinase kondisi dan manfaat kepada
Tingkat kejadian banjir atau genangan air di penyediaan saluran masayaraka
kawasan hunian darinase terkumpul t
Tingkat kerusakan jaringan drainase sesuai aspek dan output
monev yang telah
Lokasi kerusakan jaringan drainase
ditentukan
Kondisi dan manfaat penyediaan sarana 100% data evaluasi
pengelolaan air limbah kondisi dan manfaat

80
Jumlah masyarakat yang menggunakan penyediaan sarana
jamban komunal pengelolaan air limbah
Tingkat kerusakan jamban komunal terkumpul sesuai aspek
Komponen kerusakan jamban komunal dan output monev yang
Pengguna jamban komunal telah ditentukan
Kondisi dan manfaat penyediaan sarana
100% data evaluasi
persampahan
kondisi dan manfaat
Tingkat timbulan sampah pada lingkungan
penyediaan sarana
hunian
persampahan terkumpul
Jumlah anggota TPS 3R
sesuai aspek dan output
Lokasi kerusakan jaringan drainase
monev yang telah
Tingkat kerusakan TPS 3R
ditentukan
Komponen kerusakan TPS 3R
Tabel 6. 5 Instrument Monitoring dan Evaluasi Program
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2 2023

81
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Terdapat beberapa hal yang menjadi hak dari masyarakat, salah satunya
adalah mendapatkan hunian yang sehat, bersih, dan nyaman. Namun, kondisi
ekonomi yang buruk menyebabkan masyarakat tidak mempunyai pilihan lain selain
tinggal pada hunian dengan kondisi lingkungan yang tidak layak huni sehingga
menyebabkan terciptanya lingkungan yang kumuh. Kelurahan Bandengan
merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Kendal Kabupaten Kendal
yang berada di kawasan pesisir dengan kondisi pemukiman termasuk dalam kategori
kumuh ringan, kawasan yang menjadi wilayah studi berada di RT 001 - RT 003
Kelurahan Bandengan dengan total luas kumuh 16,69 Ha. terdapat berbagai
program yang dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan permukiman
kumuh, seperti program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dengan metode Community
Action Plan (CAP) metode ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara
langsung untuk meningkatkan kualitas permukiman yang ada di Kelurahan
Bandengan. Isu utama yang ada pada kawasan perencanaan yaitu tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat Kelurahan Bandengan sebagai akses
peningkatan kualitas hidup masyarakat di sektor ekonomi yang didapatkan dari
perumusan potensi dan masalah yang ada. Dalam menanggapi isu tersebut, terdapat
beberapa sasaran yang ditetapkan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada
kawasan perencanaan, seperti Menciptakan kualitas hunian dan lingkungan layak
huni bagi masyarakat Bandengan, Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan
prasarana penunjang aktivitas masyarakat Bandengan, serta Meningkat ketertiban
dan peran aktif masyarakat dan stakeholder dalam bentuk P4 (Public, Private,
People Partnership). Tujuan utama dari penetapan sasaran tersebut adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kelurahan Bandengan.
Dalam pelaksanaan metode CAP, terdapat dua tahapan utama yaitu Tahap
persiapan (preparatory phase) Persetujuan CAP dan Peta Tata Lokasi Baru
(Approval of CAP and New Layout Map). pada tahap persiapan, terdapat beberapa
kegiatan yang dilakukan yaitu sosialisasi, pengenalan awal, kontak sosial, dan
pengembangan kelembagaan. Kemudian pada tahapan kedua berisi tentang
bagaimana proses untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan terhadap
rencana masyarakat yang terdiri dari persetujuan sosial, CA, dan peta tata lokasi
baru dan administrasi pengesahan. Pada metode CAP, masyarakat dituntut untuk
berperan aktif dalam prosesnya, mulai dari melakukan survey hingga menentukan
langkah apa yang perlu diambil untuk mengatasi permasalahan permukiman kumuh
di daerah tersebut, tentunya dengan didampingi oleh fasilitator yang merupakan
seorang yang ahli pada bidangnya. Maka dari itu, perlu adanya kerja sama yang baik
antara masyarakat dengan stakeholder maupun hubungan antar stakeholder yang
terlibat. Dengan adanya program KOTAKU yang menggunakan metode CAP ini
diharapkan mampu membantu masyarakat di Kelurahan Bandengan untuk
memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni. Selain itu, dengan adanya keterlibatan
langsung masyarakat diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk lebih memperhatikan kualitas permukiman yang mereka tinggali.
7.2 Saran
Berikut merupakan beberapa saran yang direkomendasikan, diantaranya:
1. Mengingat pentingnya peran aktif dari masyarakat, maka perlu adanya
pembinaan masyarakat yang dilakukan oleh stakeholder terkait untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya partisipasi
masyarakat untuk mewujudkan kualitas kawasan permukiman yang baik.
2. Pemerintah perlu melaksanakan sosialisasi program sebelum melakukan
pelaksanaan sehingga dapat menarik minat masyarakat.
3. Fasilitator diharapkan dapat melakukan pemantauan secara berkala untuk
kepentingan monitoring dan evaluasi program serta menjadi informan bagi
masyarakat yang membutuhkan informasi yang dapat digunakan pada
tahapan pengembangan peningkatan kualitas hunian.
LAMPIRAN
FOTO SURVEI
A. KONDISI BANGUNAN
1. Ketidaktersediaan Bangunan

Kesesuaian bentuk, 76% - 100% bangunan pada lokasi


besaran, peralatan dan tidak memiliki keteraturan
tampilan bangunan dengan
arahan RDTR 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak
memiliki keteraturan

25% - 50% bangunan pada lokasi tidak


memiliki keteraturan

Kesesuaian tata bangunan 76% - 100% bangunan pada lokasi


dan tata kualitas tidak memiliki keteraturan
lingkungan dengan arahan
RTBL 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak
memiliki keteraturan

25% - 50% bangunan pada lokasi tidak


memiliki keteraturan
2. Tingkat Kepadatan Bangunan

Kesesuaian tingkat 76% - 100% bangunan pada lokasi


kepadatan bangunan tidak sesuai ketentuan
(KDB), KLB dan kepadatan
bangunan) dengan arahan 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak
RDTR dan RTBL tidak sesuai ketentuan

25% - 50% bangunan pada lokasi tidak


sesuai ketentuan

3. Ketidaksesuaian dengan Persyaratan Teknis Bangunan

Persyaratan bangunan Pengendalian dampak lingkungan


gedung yang telah diatur
Pembangunan bangunan gedung di
atas dan/atau di bawah tanah, air
dan/atau prasarana/sarana umum

Keselamatan bangunan gedung


Kesehatan bangunan gedung

Kenyamanan bangunan gedung

Kemudahan bangunan gedung

Kondisi bangunan gedung 76% - 100% bangunan pada lokasi


pada perumahan dan tidak memenuhi persyaratan teknis
permukiman
51% - 75% bangunan pada lokasi tidak
memenuhi persyaratan teknis

25% - 50% bangunan pada lokasi tidak


memenuhi persyaratan teknis

B. KONDISI JALAN LINGKUNGAN


1. Cakupan Jaringan Pelayanan

Lingkungan perumahan 76% - 100% area tidak terlayani oleh


dan permukiman yang jaringan jalan lingkungan
dilayani oleh jaringan jalan
lingkungan 51% - 75% area tidak terlayani oleh
jaringan jalan lingkungan

25% - 50% area tidak terlayani oleh


jaringan jalan lingkungan

2. Kualitas Permukaan Jalan

Jenis permukaan jalan Jalan perkerasan lentur

Jalan perkerasan kaku

Jalan perkerasan kombinasi

Jalan tanpa perkerasan


Lingkungan perumahan 76% - 100% area memiliki kualitas
dan permukiman yang permukaan yang buruk (retak dan
dilayani oleh jaringan jalan perubahan bentuk)
lingkungan
51% - 75% area memiliki kualitas
permukaan yang buruk (retak dan
perubahan bentuk)

25% - 50% area memiliki kualitas


permukaan yang buruk (retak dan
perubahan bentuk)

C. KONDISI PENYEDIAAN AIR MINUM


1. Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum

Akses aman terhadap air 76% - 100% populasi tidak dapat


minum (memiliki kualitas mengakses air minum yang aman
tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa) 51% - 75% populasi tidak dapat
mengakses air minum yang aman

25% - 50% populasi tidak dapat


mengakses air minum yang aman

2. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum

Kapasitas pemenuhan 76% - 100% populasi tidak terpenuhi


kebutuhan (60L/hari) kebutuhan air minum minimalnya

51% - 75% populasi tidak terpenuhi


kebutuhan air minum minimalnya

25% - 50% populasi tidak terpenuhi


kebutuhan air minum minimalnya

D. KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN


1. Ketidaktersediaan Drainase

Saluran tersier dan/atau 76% - 100% populasi tidak tersedia


saluran lokal pada lokasi drainase lingkungan dan/atau tidak
terhubung dengan hirarki di atasnya
51% - 75% populasi tidak tersedia
drainase lingkungan dan/atau tidak
terhubung dengan hirarki di atasnya

25% - 50% populasi tidak tersedia


drainase lingkungan dan/atau tidak
terhubung dengan hirarki di atasnya

2. Ketidakmampuan Mengalirkan Limpasan Air

Genangan yang terjadi Lebih dari (tinggi 30 cm, selama 2 jam


dan terjadi 2x setahun

Kurang dari (tinggi 30 cm, selama 2


jam dan terjadi 2 x setahun)

Luas Genangan 76% - 100% area terjadi


genengan>30cm, > 2 jam dan > 2x
setahun

51% - 75% area terjadi


genengan>30cm, > 2 jam dan > 2x
setahun

25% - 50% area terjadi


genengan>30cm, > 2 jam dan > 2x
setahun

3. Kualitas Konstruksi Drainase

Jenis konstruksi drainase Saluran tanah

Saluran pasang batu

Saluran beton

Kualitas Konstruksi 76% - 100% area memiliki kualitas


konstruksi drainase lingkungan buruk

51% - 75% area memiliki kualitas


konstruksi drainase lingkungan buruk
25% - 50% area memiliki kualitas
konstruksi drainase lingkungan buruk

E. KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH


1. Sistem Pengolahan Air Limbah yang tidak Sesuai Persyaratan Teknis

Sistem pengolahan air 76% - 100% area memiliki sistem


limbah tidak memadai pengelolaan air limbah yang tidak
(kakus/kloset yang tidak sesuai persyaratan teknis
terhubung dengan tangki
septik/ipal) 51% - 75% area memiliki sistem
pengelolaan air limbah yang tidak
sesuai persyaratan teknis

25% - 50% area memiliki sistem


pengelolaan air limbah yang tidak
sesuai persyaratan teknis
2. Prasarana dan Sarana Pengolahan Air Limbah Tidak Sesuai
Persyaratan Teknis

Prasarana dan sarana Kloset yang terhubung dengan tangki


pengolahan air limbah septik
yang ada pada lokasi
Tidak tersedianya sistem pengolahan
limbah setempat atau terpusat

Ketidaksesuaian 76% - 100% area memiliki prasarana


prasarana dan sarana dan sarana pengelolaan air limbah
pengelolaan air limbah yang tidak memenuhi persyaratan
dengan persyaratan teknis teknis

51% - 75% area memiliki prasarana


dan sarana pengelolaan air limbah
yang tidak memenuhi persyaratan
teknis

25% - 50% area memiliki prasarana


dan sarana pengelolaan air limbah
yang tidak memenuhi persyaratan
teknis

F. KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN


1. Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai Persyaratan Teknis

Prasarana dan sarana Tempat sampah


persampahan yang ada
pada lokasi Tempat pengumpulan sampah (TPS)
atau TPS 3R

Sarana pengangkut sampat

Tempat pengolahan sampah terpadu


(TPSP) pada skala lingkungan

Ketidaksesuaian 76% - 100% area memiliki prasarana


prasarana dan sarana dan sarana pengelolaan persampahan
persampahan dengan tidak memenuhi persyaratan teknis
persyaratan teknis
51% - 75% area memiliki prasarana
dan sarana pengelolaan persampahan
tidak memenuhi persyaratan teknis

25% - 50% area memiliki prasarana


dan sarana pengelolaan persampahan
tidak memenuhi persyaratan teknis

2. Sistem Pengolahan Persampahan Tidak Sesuai Standar Teknis

Sistem persampahan 76% - 100% area memiliki sistem


(pemilahan, pengumpulan, pengelolaan persampahan yang tidak
pengangkutan, sesuai standar teknis
pengolahan)
51% - 75% area memiliki sistem
pengelolaan persampahan yang tidak
sesuai standar teknis

25% - 50% area memiliki sistem


pengelolaan persampahan yang tidak
sesuai standar teknis

G. KONDISI PROTEKSI KEBAKARAN


1. Ketidaktersediaan Sistem Proteksi Secara Aktif dan Pasif
Prasarana proteksi Pasokan air untuk pemadam
kebakaran lingkungan kebakaran
yang ada
Jalan lingkungan yang memadai untuk
sirkulasi kendaraan pemadam
kebakaran

Sarana komunikasi

Data tentang sistem proteksi


kebakaran

Ketidaktersediaan 76% - 100% area tidak memiliki


prasarana proteksi prasarana proteksi kebakaran
kebakaran
51% - 75% area tidak memiliki
prasarana proteksi kebakaran

25% - 50% area tidak memiliki


prasarana proteksi kebakaran

2. Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran

Sarana proteksi kebakaran Alat pemadam api ringan (APAR)


lingkungan yang ada
Kendaraan pemadam kebakaran

Mobil tangga sesuai kebutuhan

Ketidaktersediaan sarana 76% - 100% area tidak memiliki


proteksi kebakaran proteksi kebakaran

51% - 75% area tidak memiliki proteksi


kebakaran

25% - 50% area tidak memiliki proteksi


kebakaran

H. IDENTIFIKASI LEGALITAS LAHAN

1. Kejelasan Status Penguasaan Lahan


Kejelasan terhadap status Kepemilikan sendiri, dengan dokumen
penguasaan lahan sertifikat hak atas tanah atau bentuk
dokumen keterangan status tanah
lainnya yang sah

Kepemilikan pihak lain (termasuk milik


adat/ulayat), dengan bukti izin
pemanfaatan tanah dari pemegang
hak atas tanah atau pemilik tanah
dalam bentuk perjanjian tertulis antara
pemegang hak atas tanah atau pemilik
tanah

2. Kesesuaian RTR

Ketidaktersediaan sarana Keseluruhan lokasi berada pada zona


proteksi kebakaran perumahan permukiman sesuai RTR

Sebagian atau keseluruhan lokasi


berada bukan zona perumahan
permukiman sesuai RTR

I. IDENTIFIKASI PERTIMBANGAN LAIN

1. Nilai Strategis Lokasi

Pertimbangan letak lokasi Fungsi strategi kabupaten/kota


perumahan atau
permukiman Bukan fungsi strategi kabupaten/kota

2. Kependudukan

Pertimbangan kepadatan Rendah yaitu kepadatan penduduk di


penduduk pada lokasi bawah 150 jiwa/ha
perumahan atau
permukiman Sedang yaitu kepadatan penduduk
antar 151-200 jiwa/ha

Tinggi yaitu kepadatan penduduk antar


201-400 jiwa/ha

Sangat padat yaitu kepadatan


penduduk di atas 400 jiwa/ha

3. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

Pertimbangan potensi yang Potensi sosial yaitu tingkat partisipasi


dimiliki lokasi perumahan masyarakat dalam mendukung
atau permukiman pembangunan

Potensi ekonomi yaitu adanya


kegiatan ekonomi tertentu yang
bersifat strategi bagi masyarakat

Potensi budaya yaitu adanya kegiatan


atau warisan budaya tertentu yang
dimiliki masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Istikasari, Maya, and Parfi Khadiyanto. “Identifikasi Permukiman Kumuh di Pusat
Kota Jambi.” Jurnal Ruang, vol. 2, 2014, pp. 301-311.
Lestari, Eka Novita, et al. “Evaluasi Pelaksanaan National Slum Upgrading Program
(NSUP).” Jurnal Ilmu Administrasi Negara, vol. 3, 2021, pp. 151-163.
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017
TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN
SARANA PRASARANA LINGKUNGAN. PERATURAN MENTERI SOSIAL
REPUBLIK INDONESIA. Accessed 2017.
Perkim.id. (2022). Definisi Rumah Tidak Layak Huni. https://perkim.id/rtlh/definisi-
rumah-tidak-layak-huni/
Prayojana, Triana, et al. “Dampak Urbanisasi terhadap Permukiman Kumuh (Slum
Area).” Jurnal Kependudukan dan Pembangunan Lingkungan, vol. 2, 2020,
pp. 13-23.
Sugihartini, Tri, et al. “Implementasi Sistem Pendukung Keputusan Penerima
Bantuan Rumah Tidak Layak Huni Berbasis Web.” Jurnal Sisfokom, vol. 7,
pp. 52-57. Accessed 2018.

Anda mungkin juga menyukai