Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“KEMISKINAN DI KABUPATEN MERANTI”

Nama Pengampu:

Dr. Drs. Rusani Jaelani M.pd

Nama Penyusun:

Putri Adinda Susilawati Herymawan

NPM: 223522170

Program Studi Administrasi Negara

STIA YPPT PRIATIM TASIKMALAYA


2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, 15 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1 Profil Kabupaten Meranti.....................................................................3

2.1.1 Posisi Kepulauan Meranti dan segitiga pertumbuhan....................3

2.1.2 Asal-Usul Kabupaten Kepulauan Meranti.......................................3

2.1.3 Potensi Sumber Daya Alam................................................................4

2.2 Angka kemiskinan di Kabupaten Meranti..........................................5

2.3 Penyebab kemiskinan di Kabupaten Meranti.....................................6

BAB III PENUTUP.............................................................................................14

3.1 Kesimpulan.............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu contoh masalah sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomi
adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah serius yang dihadapi oleh
pemerintah Indonesia. Meskipun telah berjuang puluhan tahun untuk
membebaskan diri dari kemiskinan, kenyataan memperlihatkan bahwa sampai
saat ini Indonesia belum bisa melepaskan diri dari belenggu kemiskinan.

Sedangkan di Indonesia, salah satu landasan yang digunakan untuk


menentukan seseorang masuk ke dalam kategori miskin atau tidak adalah
dengan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS).

Mengutip dari Kemdikbud, kemiskinan juga merupakan masalah global.


Kemiskinan adalah hambatan sosial yang lebih luas. Ketika kemiskinan mulai
meningkat, kemiskinan menjadi masalah sosial karena kemiskinan akan
mendorong individu atau kelompok untuk melakukan kejahatan. Kemiskinan
juga menjadi masalah sosial ketika stratifikasi sosial menciptakan tingkatan dan
batasan dalam masyarakat. Akibatnya, terjadi penyimpangan dan batasan dalam
interaksi dan komunikasi antara orang-orang di tingkat atas dan bawah.

Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum


kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun non-makanan.
Penduduk miskin adalah penduduk yang berada di suatu batas atau disebut juga
sebagai garis kemiskinan.

Garis kemiskinan merupakan nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk


memenuhi kebutuhan hidup minimum makanan, maupun kebutuhan hidup non-
makanan.

1
Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada di bawah garis
kemiskinan apabila pendapatan kelompok anggota masyarakat tersebut tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti Sandang, Pangan, dan Papan.

Adapun faktor penyebab kemiskinan, yaitu faktor internal dan faktor


eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang datang dari dalam diri seseorang,
seperti sikap yang menerima apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam
berusaha, kondisi fisik yang tidak sempurna, dan sebagainya.

Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar diri
seseorang, seperti perubahan iklim, kerusakan alam, kehidupan sosial, struktur
sosial, kebijakan dan program pemerintah yang tidak merata, dan sebagainya.

1.2 Tujuan Penulisan

 Profil Kabupaten Meranti


 Mengetahui angka kemiskinan di Kabupaten Meranti
 Mengetahui penyebab kemiskinan di Kabupaten Meranti

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Profil Kabupaten Meranti

2.1.1 Posisi Kepulauan Meranti dan segitiga pertumbuhan

Secara geografis Kabupaten Kepulauan Meranti terletak di pesisir timur


pulau Sumatera. Ini merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Riau
dengan ibu kota Selat panjang.

Wilayah ini berbatasan langsung dengan sejumlah Negara tetangga.


Sebab itu, masuk dalam Segitiga Pertumbuhan Ekonomi (Growth Triagle)
Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Secara tidak langsung Meranti juga
menjadi daerah Hiterland kawasan Free Trade Zone Batam-Tanjung Balai
Karimun.

Luas Kabupaten Kepulauan Meranti adalah 3.707,84 kilometer persegi.


Kabupaten ini terdiri dari Pulau Merbau, Pulau Rangsang, Pulau Tebing Tinggi,
Pulau Padang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi,
Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, Pulau Dedap, Pulau
Berembang, dan Pulau Burung.

Hal inilah yang membuat wilayah dengan jumlah penduduk sekitar


206.116 jiwa itu dikenal sebagai kabupaten kepulauan. Sedangkan untuk nama
Meranti sendiri diambil dari gabungan tiga nama pulau, yakni Pulau Merbau,
Pulau Rangsang, dan Pulau Tebing Tinggi.

2.1.2 Asal-Usul Kabupaten Kepulauan Meranti

Kepulauan Meranti dulunya tergabung ke dalam wilayah Kabupaten


Bengkalis, namun kemudian dimekarkan dan dibentuk pada 19 Desember 2008

3
melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 menjadi wilayah kabupaten
sendiri.

Pemekaran itu tak lepas dari sejarah panjang perjuangan masyarakat


setempat yang menuntut pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti sejak 1957.
Seruan kemudian terus berlanjut pada 1970 dan 1990-an. Kemudian pada 25
Juli 2005, sejumlah tokoh masyarakat Meranti membentuk Badan Perjuangan
Pembentukan Kabupaten Meranti (BP2KM).

Badan ini sebagai wadah aspirasi masyarakat Kepulauan Meranti untuk


memekarkan diri dari Bengkalis. Hingga akhirnya pada 2008, Kepulauan
Meranti menjadi satu-satunya kawedanan di Riau yang belum dimekarkan
ketika itu.

Selanjutnya Kota Selatpanjang dipilih menjadi pusat pemerintahan


Kabupaten Kepulauan Meranti. Wilayah ini dulunya bandar atau kota yang
sibuk dan terkenal perniagaannya di dalam kesultanan Siak. Kota ini terbentuk
dari masyarakat heterogen, khususnya suku Melayu dan Tionghoa. Mereka
hidup berdampingan sehingga menyuburkan perdagangan dan lalu lintas di kota
dengan luas 45,44 kilometer persegi ini.

2.1.3 Potensi Sumber Daya Alam

Potensi sumber daya alam Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari


sektor Migas maupun Non Migas. Pada sektor Migas, Meranti memiliki minyak
bumi dan gas alam. Lokasinya terdapat di daerah kawasan pulau Padang yang
dioperasikan PT Kondur Petroleum S.A di daerah Kurau desa Lukit
(Kecamatan Merbau). Per harinya mampu memproduksinya 8500 barel.
Sementara gas bumi di Meranti sebesar 12 MMSCFD (juta kubik kaki per hari).

Di sektor Non Migas, Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki potensi


beberapa jenis perkebunan seperti sagu (Metroxylon sp), kelapa, karet, dan

4
pinang. Wilayah ini juga berpenghasilan dari sektor kelautan dan perikanan.
Selain itu masih ada potensi dibidang kehutanan, industri pariwisata, potensi
tambang serta energi.

2.2 Angka kemiskinan di Kabupaten Meranti

Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil mengamuk dan menyebut


Kementerian Keuangan (Kemenkeu) isinya adalah iblis dan setan. Kemarahan
itu diduga dipicu dana bagi hasil (DBH) dan kemiskinan di daerah tersebut.
Terkait angka kemiskinan. Ternyata benar, angka kemiskinan Meranti tertinggi
di Bumi Lancang Kuning. Dari catatan BPS Riau, angka kemiskinan di Riau
secara umum menurun dari tahun 2021.

Tercatat kemiskinan di tahun 2021 adalah 7 persen dan turun sedikit


menjadi 6,78 persen.

"Tingkat kemiskinan di Riau 2021 ke 2022 mengalami penurunan dari 7


persen jadi 6,78 persen. Ini sesuai data terbaru kami," ujar Stastisi Ahli Madya
BPS Riau, Achmad Sobari, Jumat (16/12/2022).

Meskipun angka kemiskinan turun, tetapi angka kemiskinan ekstrem naik


dari 1,12 persen menjadi 1,40 peren. Bahkan untuk angka kemiskinan tertinggi
ada di daerah Meranti. "Untuk kemiskinan tertinggi di Riau ini ada di Meranti
yakni 25,68 persen atau 48,5 ribu jiwa. Sedangkan kemiskinan ekstrem di
Meranti 5,53 persen," katanya.

Kemiskinan ekstrim turun dari tahun 2021 yang sebelumnya 6,39 persen.
Itu artinya kemiskinan ekstrim Meranti turun sekitar 1.560 jiwa.
Sobari menyebut perlu kerja keras semua pihak menurunkan kemiskinan
ekstrim di Meranti. Sebab, Presiden Joko Widodo di berbagai kesempatan
berharap pada 2024 angka kemiskinan ekstrim menjadi 0.

5
Kembali ke Meranti, Sobari memastikan dari 12 kabupaten/kota di Riau,
Meranti tercatat sebagai wilayah miskin tertinggi. Meskipun hampir di semua
daerah juga ada masyarakat miskin ekstrem. "Untuk kemiskinan secara umum
Meranti ini kabupaten tertinggi di Riau. Di daerah lain ada angka kemiskinan,
namun untuk kemiskinan berbeda-beda. Untuk Meranti tertinggi," kata Sobari

2.3 Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Meranti

 Jikalahari mengapresiasi Muhammad Adil, Bupati Kepulauan Meranti


yang menilai kebijakan pusat menyebabkan kemiskinan ekstrem di daerahnya.
“Uang kami dihisap sama pusat, kami itu daerah miskin, daerah ekstrem, jadi
kalo ada minyak, bapak ibu ambil uangnya ntah dibawa kemana, bagaimana
kami mau angkat kemiskinannya?” kata Muhammad Adil, Bupati Kepulauan
Meranti saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Optimalisasi Pendapat
Daerah di Kota Pekanbaru, 8 Desember 2022.

Menurut Adil, “pendapatan dari penjualan minyak yang diambil dari


Kepulauan Meranti tidak jelas hitung-hitungannya, liftingnya naik, asumsinya
100 dolar (AS) per barel, tapi kami hanya terima Rp 115 miliar, pemerataanya
kemana, seharusnya kami yang menjadi prioritas karena Presiden Jokowi
berkomitmen 2024 wajib nol persen kemiskinan.”

Namun, di tengah lonjakan produksi minyak tersebut, angka kemiskinan


di Kabupaten Meranti menjadi salah satu perhatian. Pasalnya, angka
kemiskinan wilayah tersebut dalam tiga tahun terakhir terbilang tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip pada Senin
(12/22), penduduk miskin di Kabupaten Meranti pada 2021 tercatat masih ada
sebanyak 48,50 ribu orang. Tercatat, pada 2020, jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Meranti tercatat sebanyak 47,10 ribu orang dan 2019 tercatat

6
sebanyak 49,89 ribu orang. Jika dilihat dari persentasenya, jumlah penduduk
miskin Meranti pada 2021 sebesar 25,68 persen dari total penduduk Meranti.
Artinya, 1 dari 4 orang di Meranti terbilang miskin.

Apa yang dipermasalahkan Adil ini adalah terkait UU No 1 Tahun 2022


Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) dan transparansi Bagi
Hasil kepada daerah Penghasil Migas.

UU HKPD ini memang sejak disahkan mendapat kritik dari banyak


pihak, dimana beberapa hal yang menjadi catatan bahwa UU ini justru
memperkuat  resentralisasi dan mereduksi semangat desentralisasi yang
merupakan inti dari otonomi daerah.

Misalnya pada Pasal 169 UU  HKPD menyebutkan bahwa pemerintah


pusat dapat mengendalikan APBD pada tiga kondisi yaitu: (i) penyelarasan
kebijakan fiskal pusat dan Daerah; (ii) penetapan batas maksimal defisit APBD
dan pembiayaan Utang Daerah dan (iii) pengendalian dalam kondisi darurat.
Ketentuan ini menyebabkan daerah tidak bebas dalam mengelola fiskalnya
sehingga hilangnya semangat reformasi, otonomi daerah, dan desentralisasi
fiskal.

Selain itu,program-program daerah juga bisa diarahakan untuk sejalan


dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga daerah berpotensi tidak dapat
berinovasi. Hal itu juga terlihat dari alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
salah satunya ditujukan untuk pemenuhan target layanan yang menjadi prioritas
nasional. Faktanya, tidak semua prioritas nasional sejalan dengan kebutuhan
daerah.

Apa yang dipersoalkan Bupati  Muhammad Adil ini tentu  saja sangat
beralasan. Dimana daerahnya yang kaya akan minyak 85%nya ditarik ke pusat
dan Meranti hanya mendapatkan jatah 15%nya. Sementara itu kondisi

7
masyarakat di Meranti seperti yang disampaikan Bupati menurut data BPS
mengalami miskin ekstrem dimana hampir 25% masyarakat Meranti berada di
bawah kemiskinan ekstrem.

Hal ini sangat tentu saja wajar membuat Bupati Adil sangat geram dengan
hal tersebut. Ditambah wajar karena sikap pemerintah pusat yang tidak
memberikan respon yang baik atas keluhan sang Bupati. Jika di daerah yang
kaya SDA tapi masyarakat nya miskin apa bedanya pemerintah pusat dengan
penjajah kolonial yang menghisap SDA di daerah dan membawanya ke
negerinya dan membiarkan masyarakat di daerah tersebut mati kelaparan.

Belum lama berselang, kita dikejutkan oleh kegundahan hati Bupati


Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, yang kecewa karena pada anggaran
2023, daerahnya hanya mendapat tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak
dan Gas Bumi (Migas) tidak lebih dari Rp 1 miliar dibandingkan anggaran
2022. Padahal kabupaten kepulauan yang bertetangga dengan Malaysia ini
sedang berjuang menurunkan persentase penduduk miskinnya dari sekitar 26%
pada 2021 menjadi 23,84% pada 2022.

Berikut Perbandingan Rincian DBH Migas dalam UU 33/2004 dan UU1


1/2022 yang diringkas dari UU 33:

UU 33/2004 (Pasal 19)

DBH minyak bumi = 15% dengan rincian:


A. Provinsi bersangkutan = 3%
B. Kab/kota penghasil = 6%
C. Kab/kota lain dalam provinsi bersangkutan = 6%

DBH Gas bumi = 30% dengan rincian:


A. Provinsi bersangkutan = 6%

8
B. Kab/kota penghasil = 12%
C. Kab/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan = 12%

DBH minyak bumi:

Wilayah darat & laut s.d. 4 mil dari garis pantai= 15,5%, dengan
pembagian:
A. Provinsi bersangkutan = 2%
B. Kab/kota penghasil = 6,5%
C. Kab/kota lainnya berbatasan langsung dengan kab/kota penghasil = 3%
D. Kab/kota lainnya dalam prov bersangkutan = 3%
E. Kab/kota pengolah = 1%

DBH gas bumi:

Wilayah darat & laut s.d. 4 mil dari garis pantai = 30,5%, dengan
pembagian:
A. Prov bersangkutan = 4%
B. Kab/kota penghasil = 13,5%
C. Kab/kota berbatasan langsung dengan kab/kota penghasil = 6%
D. Kab/kota lainnya dalam prov bersangkutan = 6%
E. Kab/kota pengolah = 1%

Wilayah laut > 4 mil s.d. 12 mil dari garis pantai = 30,5%, dengan
pembagian:
A. Prov penghasil = 10%
B. Kab/kota lainnya dalam prov bersangkutan = 19,5%
C. Kab/kota pengolah = 1%

UU 33/2004 (Pasal 19)

9
DBH minyak bumi = 15% dengan rincian:
A. Provinsi bersangkutan = 3%
B. Kab/kota penghasil = 6%
C. Kab/kota lain dalam provinsi bersangkutan = 6%

Pengaturan baru ini mungkin saja mengandung konsekuensi yang tidak


sederhana bagi Kabupaten Kepulauan Meranti. Pemerintah Pusat sepatutnya
dapat memberi penjelasan tentang implikasi perubahan regulasi ini kepada
Kabupaten Kepulauan Meranti dan juga kabupaten/kota lainnya yang memiliki
wilayah laut serta memiliki kegiatan eksploitasi Migas, seperti Kabupaten
Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten
Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hilir.  Mengingat UU No.1/2022 baru
pertama kali diterapkan dalam APBN, sangat boleh jadi sumber daya birokrasi
di Kepulauan Meranti (ataupun di kabupaten/kota lainnya) belum memahami
teknis perhitungan DBH Migas yang baru ini. 

Pemerintah Pusat harus melakukan bimbingan teknis dan pendampingan


secara terus-menerus kepada Kepulauan Meranti (dan juga kabupaten/kota
lainnya yang mendapatkan DBH Migas) agar risiko kesalahpahaman akan dapat
diminimumkan. Apalagi Pasal 122 dalam UU No.1/2022 menyatakan bahwa
persentase DBH dapat diubah Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi
dengan DPR, yang menunjukkan bahwa setiap saat dapat terjadi perubahan
formula perhitungan DBH Migas.

Sementara itu, data Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian


Keuangan menunjukkan bahwa jumlah DBH Migas yang diterima oleh
Kabupaten Kepulauan Meranti di tahun 2022 dan 2023 adalah (berturut-turut)
Rp 114 miliar dan Rp 115 miliar, tidak terlalu jauh berbeda dari tetangganya,
Kabupaten Pelalawan, yang pada 2022 menerima Rp 125 miliar dan kemudian
meningkat menjadi Rp 153 miliar untuk tahun 2023. Bagi Kepulauan Meranti,
DBH Migas pada 2022 dan 2023 merupakan 61% dan 55% dari keseluruhan

10
DBH yang diterima, sedangkan bagi Pelalawan, persentasenya adalah 45% dan
44%.

Dengan demikian Kepulauan Meranti memiliki tingkat ketergantungan


terhadap DBH Migas yang lebih besar dibandingkan Pelalawan.  Jika kita
mengacu ke keseluruhan Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada 2022
dan 2023 maka kondisi Pelalawan pun lebih baik karena mendapatkan dana
(berturut-turut) Rp 1,2 triliun dan Rp 1 triliun sedangkan Kepulauan Meranti
memperoleh Rp 861 miliar dan Rp 726 miliar.

Statistik “Kabupaten Kepulauan Meranti dalam Angka 2022” melaporkan


bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh kabupaten dengan
jumlah penduduk sekitar 200 ribu jiwa ini pada 2020 dan 2021 masih berada
jauh di bawah 10% dari total Pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) yang menunjukkan bahwa kabupaten ini sangat
tergantung pada transfer dana dari Pemerintah Pusat.

Kabupaten Pelalawan yang berpenduduk sekitar 400 ribu jiwa memiliki


kondisi yang lebih baik, sebagaimana dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik
setempat, yaitu memiliki PAD sekitar 11% dari total Pendapatan dalam APBD
pada 2020 dan 2021. Sementara itu Pelalawan memiliki persentase penduduk
miskin yang jauh lebih rendah yaitu hanya sekitar 9% pada tahun 2021-2022
yang berarti kurang dari separuh persentase penduduk miskin di Kepulauan
Meranti.

Temuan Jikalahari, penyebab kemiskinan ekstrem di Kabupaten


Kepulauan Meranti, selain eksploitasi minyak, juga hadirnya korporasi
korporasi HTI pulp and paper, HTI Sagu dan Perkebunan Sawit di Kepulauan
Meranti. Seluas 362.591.76 ha luas Kabupaten Kepulauan Meranti, 126.291,57
ha atau 34.83% dikuasai korporasi seperti; PT Riau Andalan Pulp and Paper
(PT RAP), PT Lestari Unggul Makmur (dicabut izinnya pada 2016 oleh

11
KLHK), PT Perkasa Baru, PT Sumatera Riang Lestari, PT National Timber &
Forest Products dan PT Tani Swadaya Perdana.

“Kehadiran korporasi ini bukan saja sebabkan kemiskinan ekstrem tetapi


juga akibatkan konflik, merusak hutan dan gambut hingga menyebabkan
kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Kerusakan hutan tanah yang dilakukan
korporasi adalah wajah kemiskinan ekstrim yang diderita makhluk ekologis di
Meranti,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.

Salah satunya konflik PT RAPP dengan masyarakat Pulau Padang.


Konflik ini muncul sejak PT RAPP mendapatkan izin IUPHHK-HTI
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 327/Menhut-II/2009 seluas 41.205 ha
di Pulau Padang. Masyarakat menolak karena hutan mereka yang menjadi
sumber kehidupan diserobot oleh PT RAPP. Berbagai aksi dilakukan oleh
masyarakat, namun hingga kini konflik ini belum selesai. “Konflik ini terjadi
sudah bertahun-tahun, masyarakat menjadi korban dan miskin di tanahnya
sendiri hingga hari ini,” kata Made Ali.

Untuk menekan kemiskinan ekstrem, pada 8 Juni 2022, Presiden Jokowi


menerbitkan Intruksi Presiden (Inpres) No 4 tahun 2022 tentang Percepatan
Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Tujuannya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai


dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan
percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan memastikan ketepatan
sasaran dan integrasi program antarkementerian/lembaga dengan melibatkan
peran serta masyarakat yang difokuskan pada lokasi prioritas percepatan
penghapusan kemiskinan ekstrem.

Inpres ini mengintruksikan beberapa Kementerian dan Lembaga hingga


bupati/walikota. Pertama, pada poin 11, Menteri Agraria dan Tata Ruang/

12
Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk menyediakan lahan melalui penataan
aset dan akses serta memfasilitasi legalitas lahan yang akan dimanfaatkan
sebagai objek bantuan dalam mendukung percepatan penghapusan kemiskinan
ekstrem.

Kedua, pada poin 18, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk
mempercepat pemberian akses kelola dan peningkatan kapasitas kelompok
usaha perhutanan sosial dan multiusaha kehutanan.

“Inpres ini bisa menjadi dasar untuk melakukan penataan asset dan
evaluasi terhadap izin korporasi yang ada di Kabupaten Kepulauan Meranti,
salah satunya PT RAPP yang berkonflik dengan masyarakat Pulau Padang dan
diberikan kepada masyarakat dengan skema reforma agraria berupa perhutanan
sosial dan tanah obyek reforma agrarian (Tora),” kata Made.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Mengacu pada kondisi dua kabupaten yang bertetangga, yaitu Kepulauan


Meranti dan Pelalawan, terlihat adanya kesenjangan yang tidak kecil.
Kesenjangan akan jauh lebih besar jika Kepulauan Meranti dibandingkan
dengan kota/kabupaten penghasil migas di Provinsi Riau yang memperoleh
DBH Migas lebih tinggi seperti Bengkalis ataupun Rokan Hilir dengan
persentase penduduk miskin yang berada di sekitar angka tingkat provinsi yaitu
7%. 

Adalah tugas kita bersama agar angka kemiskinan dan kesenjangan dapat
terus diperkecil. Namun menurut hemat penulis, kondisi Kepulauan Meranti
dengan tingkat kemiskinan di atas 20% memerlukan perhatian yang lebih serius
dari Pemerintah Pusat, bukan hanya dalam isu fiskal seperti perolehan DBH
ataupun penyerapan anggaran, namun juga dalam hal menjaga keharmonisan
hubungan Pusat dan Daerah. Secara khusus isu DBH Migas di Kepulauan
Meranti ini dapat menjadi momentum bagi Pusat untuk membuktikan bahwa
pembuatan undang-undang ataupun peraturan baru, benar-benar membawa
perbaikan bagi kehidupan masyarakat, dan tidak akan mengabaikan satu pun
daerah di wilayah Republik Indonesia.

14
Dalam kasus ini tentu saja tidak sesuai dan tidak mencerminkan Pancasila
sila ke-2 dan ke-5, karena tidak adanya keadilan dari pihak pemerintah pusat
kepada pemerintahan daerah.

Tentunya ini pun menjadi PR untuk pemerintah agar Negara Indonesia


dapat lebih maju dan berkembang, dan juga agar bisa mendapatkan kembali
kepercayaan dari masyarakat kabupaten Meranti.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
bisnis.tempo.co/amp/1667875/kabupaten-kepulauan-meranti-asal-usul-dan-
masuk-segitiga-pertumbuhan-3-
negara&ved=2ahUKEwj50JmK77T8AhXymeYKHfihBNc4ChAWegQIBhAB&
usg=AOvVaw3dTHeUJeIcYGAfQLTmlESt
https://www.detik.com/sumut/berita/d-6466048/meranti-yang-dipimpin-bupati-
adil-adalah-daerah-termiskin-di-riau
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
www.neraca.co.id/article/173024/menyoal-uu-hkpd-no-12022-penyebab-bupati-
meranti-berang-terhadap-
pusat&ved=2ahUKEwiNvuKm8rT8AhVKBbcAHUqPAAk4ChAWegQIBBAB
&usg=AOvVaw3k3u2HZor2irSGYtSDuVFg
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
jikalahari.or.id/kabar/rilis/kemiskinan-ekstrem-di-meranti-karena-hadirnya-
korporasi-pulp-and-paper/
&ved=2ahUKEwiWqKG79bT8AhW0ynMBHZJ2AUkQFnoECCMQAQ&usg=
AOvVaw331EPelYzW71kSmGI_MlR8

15
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
www.riauonline.co.id/citizen/read/2022/12/26/dana-bagi-hasil-migas-dan-
nestapa-kepulauan-
meranti&ved=2ahUKEwiNvuKm8rT8AhVKBbcAHUqPAAk4ChAWegQICBA
B&usg=AOvVaw0J0vhT6jPzD3sbvPyj9RbN

16

Anda mungkin juga menyukai