Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KESEHATAN MASYARAKAT KAT

KELOMPOK 2

Nama Anggota : 1. Jihan Maharani (N1A117067)

2. Cindy Kurnia Izzati (N1A117069)

3. Intan Tri Thursina (N1A117077)

4. Najlah Amalia (N1A117175)

5. Reski Devita Sari (N1A117187)

Dosen Pengampu : Oka Lesmana S, S.K.M., M.K.M.

Peminatan Kesehatan Lingkungan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JAMBI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas
makalah Kesehatan Masyarakat KAT dengan pokok bahasan “Kesehatan Lingkungan
KAT”.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan
yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Ucapan terima kasih kami kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Jambi, 15 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………….…… i

Daftar Isi …………………………………………………….…………. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah …………………………………….……………… 2

C. Tujuan Penulisan …………………………………………………….. 2

D. Manfaat Penulisan ……………………………………………………. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 3

BAB III PEMBAHASAN …………………………………………………. 5

A. Faktor lingkungan KAT .………………………………………………. 5

B. Pengelolaan kesling .…………………………………………………… 5

BAB IV PENUTUP ………………………………………………………… 15

A. Kesimpulan …………………………………………………………… 15

B. Saran ………………………………………………………………….. 15

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih ada
yang menjalani kehidupan sangat memprihatinkan. Mereka mendiami tempattempat yang
secara geografis relatif sulit dijangkau. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat
tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau nomaden dan
menjalani kehidupan yang hanya terbatas pada pemenuhan hidup sehari-hari.
Keterpencilan membuat mereka sangat terbatas dalam mengakses pelayanan sosial dasar,
ekonomi dan politik. Pendidikan, kesehatan, serta sarana publik menjadi sesuatu hal yang
sangat langka untuk dirasakan oleh kelompok masyarakat ini. Mereka sebagai warga
negara belum mampu mengambil bagian dalam proses pembangunan dan terus
mengalami ketertinggalan.

Data statistik tahun 2005 menunjukkan bahwa 65% penduduk Indonesia tinggal di
wilayah perdesaan, dimana 35%-nya masih hidup di wilayah terpencil yang mendiami
daerah-daerah yang secara geografis relatif sulit dijangkau, seperti: pegunungan, hutan,
lembah, muara sungai, pantai dan pulau-pulau kecil. Sebagian dari mereka tidak memiliki
tempat tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau
nomaden dan menjalani kehidupan yang hanya terbatas pada pemenuhan hidup sehari-
hari. Jenis kegiatan ekonomi yang ditekuninya seperti pertanian, nelayan, berburu dan
meramu. Mereka itu oleh Departemen Sosial diperkenalkan sebagai Komunitas Adat
Terpencil (KAT).

Komunitas Adat Terpencil merupakan salah satu dari 26 jenis Penyandang


Masalah Kesejahteran Sosial (PMKS) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri
Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012 mengenai Pedoman Pendataan dan
Pengelolaan data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial. Keterpencilan menjadi faktor penyebab terbesar mengapa
komunitas adat terpencil belum mampu mengambil bagian dalam proses pembangunan
dan mengalami ketertinggalan.

1
2

Mereka belum sepenuhnya terjangkau oleh proses pelayanan pembangunan baik


karena isolasi alam maupun isolasi sosial budaya. Sulitnya akses ke wilayah pemukiman
Komunitas Adat Terpencil menjadi penghalang bagi pihak-pihak lain baik pemerintah
maupun swasta yang ingin membuat jaringan dan akses pelayanan publik bagi mereka.

Komunitas Adat Terpencil memiliki sistem ekonomi yang bersifat subsisten, yaitu
melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan belum
semua mengenal sistem ekonomi pasar. Jenis kegiatan ekonomi yang ditekuni seperti
perambah hutan, pertanian, nelayan, meramu dan berburu. Mereka mengalami
keterbatasan untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan modern, sehingga angka
kesakitan dan kematian pada mereka relatif tinggi. Mereka juga tidak Universitas
Sumatera Utara 13 dapat mengakses pendidikan formal, sehingga sebagian besar dari
mereka dan anakanaknya buta huruf (Manurung, 2007:35).

Komunitas Adat Terpencil mengalami masalah keterpencilan yang membuat


mereka semakin tertinggal dan tidak tersentuh oleh proses pembangunan, belum lagi
persoalan globalisasi yang tidak jarang memaksa mereka untuk harus mengikuti
perkembangan zaman, persamaan dan modernisasi, padahal untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari pun mereka belum mampu melakukannya dengan maksimal. Persoalan
globalisasi menjadi tantangan berat bagi Komunitas Adat Terpencil, dimana seringkali
globalisasi bertentangan dengan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal leluhur yang telah
diwariskan turun-temurun di dalam kelompok mereka. Kedua hal tersebut menjadi salah
satu faktor penyebab terbesar Komunitas Adat Terpencil menjadi suatu permasalahan
kesejahteraan sosial.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka   secara umum
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja Faktor lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehataan ?

2. Bagaimana Pengelolaan Kesling ?


3

C. Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor lingkungan KAT yang mempengaruhi


kesehatan.
2. Untuk mengetahui pengelolaan kesehatan lingkungan yang tepat di KAT.

D. Manfaat penulisan
1. Manfaat yang di dapat dari penulisan ini yaitu menjadi bahan informasi, referensi
dan kajian bagi para pemerhati, akademisi dan pihak lain-lain yang
berkepentingan untuk memahami faktor-faktor lingkungan KAT yang
mempengaruhi kesehatan serta pengelolaan kesehatan lingkungan di KAT.
2. Bagi pemerintah, upaya peningkatan pelayanan lebih lanjut dalam mendukung
pengelolaan lingkungan pada KAT. Bagi Depsos, penulisan ini dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam mengelola KAT menuju kehidupan yang lebih baik
dan mempromosikan salah satu budaya bangsa serta memahami kebutuhan KAT.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebagai bagian dari penduduk Indonesia


merupakan lapisan paling bawah dalam struktur dan perkembangan masyarakat.
Komunitas Adat Terpencil menghadapi berbagai ketertinggalan dalam pencapaian
pemenuhan kebutuhan dasar hidup sebagai manusia, hal ini terjadi sebagai
konsekuensi dari keberadaan mereka yang secara geografis sangat sulit dijangkau dan
secara sosial termasuk dalam budaya terasing, sehingga interaksi sosial dengan
kelompok masyarakat luar yang lebih maju kurang terjalin baik. Pengelolaan
pendidikan KAT tidak dapat disamakan dengan pendidikan pada sekolah umumnya
karena permasalahan sosial yang dihadapi sifatnya sangat kompleks meliputi segi
kehidupan. Pemerintah selaku penyelenggara harus menjadi aktor utama sebagai
wujud pelaksana amanah UUD 1945 untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh Komunitas Adat Terpencil di


Indonesia adalah kurangnya aksesibilitas terhadap fasilitas publik yang
memungkinkan mereka untuk melakukan transformasi hidup kearah yang lebih baik.
Kurangnya aksesibilitas terhadap dunia luar yang menyebabkan masyarakat KAT
terpuruk dalam berbagai segi kehidupan seperti kemiskinan, tingkat kesehatan yang
rendah, tingkat pendidikan dan lainnya. Kondisi ini terus berlanjut, sebagai akibat
belum optimalnya peran pemerintah dalam merespon persoalan ini.  

Berdasarkan sumber yang dituliskan pada buku catatan pendampingan   Orang


Rimba Menentang Zaman Komunitas Konservasi Indonesia    WARSI (2010: 32)
permasalahan Orang Rimba dapat diatasi melalui kerjasama dengan  pihak
pemerintah, rekan‐rekan LSM dan para peneliti/akademis dari berbagai lembaga
untuk bersama menyuarakan permasalahan dalam mendorong berbagai perubahan
kebijakan pembangunan terhadap Orang Rimba/ Komunitas Adat Terpencil di
kawasan TNBD. Tanpa dukungan dari luar atau pihak‐pihak yang peduli akan nasib
kebudayaan dan asset budaya maka lama‐kelamaan budaya tersebut akan terkikis oleh
zaman dan pihak‐pihak yang tidak bertanggung jawab.

4
5

Ada tiga strategi yang digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan


programnya, yaitu dengan melakukan : (1) pendampingan, (2) kemitraan, dan (3)
partisipasi. Sebenarnya paradigma‐paradigma ini sudah dikenal lama di kalangan
LSM. Pelaksanaan ke tiga strategi diatas dilakukan dalam koridor kebijakan
desentralisasi yang bertumpu pada kebijakan dan pelaksanaan program di daerah. Hal
itu sesuai dengan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah.   Sehingga
sebenarnya pusat hanya memberikan supervisi‐nya dalam wujud panduan umum
pelaksanaan program KAT agar sesuai dengan indikasi‐indikasi keberhasilan yang
dibuat bersama seluruh Indonesia (standartisasi & monitoring). Berdasarkan UU
tersebut, Dinas atau Kantor Wilayah Sosial tidak dibawah Depsos lagi tetapi   berada
dibawah pemerintah daerah yang pelaksanaan dan pengelolaannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah. Termasuk didalamnya anggaran alokasi dana pembinaan
untuk KAT. Dinas sosial juga melakukan pembinaan/pemberdayaan KAT
berdasarkan panduan umum yang diberikan oleh pusat walaupun sekarang tidak ada
lagi garis birokrasi yang menghubungkannya sehingga pelaksanaan dan
perencanaannya tergantung dari otoritas, kemampuan daerah untuk mengelolanya,
dan kepentingan daerah sendiri.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Faktor lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan

Kebiasaan dalam memanfaatkan hutan sebagai sumber hidup, seperti berladang,


berkebun, berburu dan menggunakan sumber air dari sungai menjadi alasan tersendiri
mengapa orang rimba masih belum bisa menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan baik. Kehidupan orang rimba yang tidak terlepas dengan alam membuat tempat
tinggal/ rumah yang telah disediakan pemerintah seolah-olah tidak berpenghuni dan
kurang terawat. Hal ini dikarenakan orang rimba kerapkali meninggalkan rumah untuk
berburu di hutan dalam jangka waktu yang cukup lama, dan kebiasaan mencari sumber
kehidupan lainnya.

Dengan kepercayaan orang rimba terhadap dewa-dewa serta roh para leluhur
sebenarnya mereka sangat menjaga kelestarian terhadap lingkungan. Hal ini yang
membuat mereka tidak bisa berjarak dengan alam. Orang rimba sangat tergantung pada
lingkungan alam khususnya rimba (hutan), sehingga orang rimba menyebut hutan sebagai
rumah, dengan mengatakan; “ghimba iyoya ghumah kamia” (rimba adalah rumah kami)
(Japarudin, 2014).

a. Kondisi jamban

Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kotoran manusia merupakan


masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan
kesehatan yang paling diutamakan pembuangan tinja yang sanga tidak baik atau
sembarangan dapat memnyebabkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber
infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan.

Penggunaan jamban yang disertai partisipasi keluarga akan baik, bila


didukung oleh beberapa faktor. Diantara nya faktor yang berasal dari diri individu
disebut faktor internal seperti pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan atau kebiasan,
pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, suku dan sebagainya.

6
7

Adapun faktor dari luar dari individu disebut faktor external seperti fasilitas
jamban baik meliputi, jenisnya kebersihannya kondisinya ketersediannya termsauk
kecukupan air bersihnya dan pengaruh lingkungan seperti penyuluhan oleh petugas
kesehatan termasuk tokoh adat dan agama tentang penggunaan jamban yang sehat.

Gambaran jamban dikomunitas suku anak dalam 80% rumah tidak


memilikamban. Penggunaan jamban umum sebagaitempat pembungan
tinjadisebabkan oleh faktor ekonomi dimana pendapatan komunitas adat terpencil
yang masih rendah membuat masalah kesehatan bukan merupakan prioritas seperti
halnnya untuk memiliki jamban dalam rumah sendiri serta memperbaiki kondisi
jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga layak untuk dipakai.

Rendahnya kesadaran komunitas adat terpencil untuk menjaga kebersihan


jamban dan akibat penggunaan jamban yang tidak sehat dan kualitas pengetahuan
komunitas adat terpencil yang relatif juga sangan berpengaruh terhadap kondisi
jamban tersebut.

b. Kebersihan diri

Kebersihan diri dari komunitas adat terpencil sangat masih minim dikarenakan
pengetahuan tentang kebersihan dan juga dari lingkungan yang tidak mendukung
untuk masyarakat adat terpencil untuk melakukan kebersihan diri sendiri, kita dapat
melihat lingkungan mereka yang masih sangan kotor bahkan baju saja mereka belom
ada yang menggunkan baju yang layak pakai, mereka juga kurang info tentang
kesehatan dikarenakan mereka yang berada didalam hutan,jauh dari pemungkiman
warga.

c. Cuci tangan pakai sabun

Dikarenakan kurangnya pengetahuan dan juga kurangnnya informasi


kesehatan untuk suku anak dalam ini membuat mereka tidak mengerti akan cuci
tangan yang benar dan kapan saja harus cuci tangan, jika cuci tangan tidak dilakukan
dengan benar dapat menyebabkan timbulnnya bermacam penyakit yang menyerang
tubuh kita, maka dari itu diharuskan setelah bekerja ataupun beraktifitas diluar maka
diwajibkan untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir agar kuman yang
8

menempel ditangan bisa hilang. Ada 7 langkah untuk cuci tangan yang benar yang
pertama yaitu basahi tangan, gosok sabun pada telapak tanagn, kemudian usap dan
gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar, kedua usap dan
gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian, ketiga gosok sela-sela jari
tangan hingga bersih, keempat bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi
saling mengunci, kelima gosokdan putar kedua ibu jari secara bergantian, keenam
letakkan ujung jari ketelapak tangan kemudian gosok perlahan, bilas dengan air bersih
dan keringkan tangan menggunakan handuk kering ataupun dengan tisu.
B. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan

Pemberdayaan sangat diperlukan untuk pengelolaan kesehatan lingkungan pada


komunitas adat terpencil dikarenakan KAT sangat menutup diri dengan orang asing jadi
pemerintah harus bekerja sama dengan organisasi seperti warsi agar komunitas adat terpencil
mau mendengarkan para fasilitator dan penyuluh. Permasalahan kesehatan warga KAT
sangat banyak terutama perilaku hidup bersih dan sehat seperti kondisi jamban, kebersihan
diri, cuci tangan pakai sabun, serta kondisi lingkungan pemukiman serta beberapa penyakit
seperti muntaber, malaria dan penyakit kulit. berikut faktor lingkungan yang mempengaruhi
kesehatan komunitasadat terpencil Pemberdayaan yang dapat dilakukan seperti :

1. Memberikan arahan dan pengertian tentang PHBS, Jamban yang digunakan KAT
banyak yang belum memenuhi syarat sanitasi yang baik dikarenakan mereka masih
banyak yang buang air besar/buang air kecil sembarangan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan warga KAT.
2. Sanitasi rumah, warga KAT harus diberi pengertian dan praktek bagaimana cara
mengurus rumah mereka agar tidak menimbulkan vektor yang dapat menyebabkan
penyakit dikarenakan rumah yang mereka tempati banyak yang bisa dikatakan "tidak
layak huni" padahal mereka telah diberi rumah oleh pemerintah, tetapi karena mereka
tidak terbiasa mereka memilih menetap di hutan, untuk itu diperlukan pemberdayaan
oleh tenaga kesmas agar komunitas adat terpencil lebih mengetahui dan bisa merawat
rumah mereka masing-masing.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan

Kebiasaan dalam memanfaatkan hutan sebagai sumber hidup, seperti berladang,


berkebun, berburu dan menggunakan sumber air dari sungai menjadi alasan tersendiri
mengapa orang rimba masih belum bisa menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan baik. Kehidupan orang rimba yang tidak terlepas dengan alam membuat tempat
tinggal/ rumah yang telah disediakan pemerintah seolah-olah tidak berpenghuni dan
kurang terawat. Hal ini dikarenakan orang rimba kerapkali meninggalkan rumah untuk
berburu di hutan dalam jangka waktu yang cukup lama, dan kebiasaan mencari sumber
kehidupan lainnya.

a. Kondisi jamban

Gambaran jamban dikomunitas suku anak dalam 80% rumah tidak memiliki
jamban. Penggunaan jamban umum sebagai tempat pembuangan tinja disebabkan oleh
faktor ekonomi dimana pendapatan komunitas adat terpencil yang masih rendah
membuat masalah kesehatan bukan merupakan prioritas seperti halnnya untuk
memiliki jamban dalam rumah sendiri serta memperbaiki kondisi jamban yang tidak
memenuhi syarat kesehatan sehingga layak untuk dipakai. Rendahnya kesadaran
komunitas adat terpencil untuk menjaga kebersihan jamban dan akibat penggunaan
jamban yang tidak sehat dan kualitas pengetahuan komunitas adat terpencil yang
relatif juga sangan berpengaruh terhadap kondisi jamban tersebut.

b. Kebersihan diri

Kebersihan diri dari komunitas adat terpencil sangat masih minim dikarenakan
pengetahuan tentang kebersihan dan juga dari lingkungan yang tidak mendukung
untuk masyarakat adat terpencil untuk melakukan kebersihan diri sendiri, kita dapat
melihat lingkungan mereka yang masih sangan kotor bahkan baju saja mereka belom
ada yang menggunkan baju yang layak pakai, mereka juga kurang info tentang
kesehatan dikarenakan mereka yang berada didalam hutan,jauh dari pemungkiman
warga.

c. Cuci tangan pakai sabun


Dikarenakan kurangnya pengetahuan dan juga kurangnnya informasi
kesehatan untuk suku anak dalam ini membuat mereka tidak mengerti akan cuci
tangan yang benar dan kapan saja harus cuci tangan, jika cuci tangan tidak dilakukan
dengan benar dapat menyebabkan timbulnnya bermacam penyakit yang menyerang
tubuh kita, maka dari itu diharuskan setelah bekerja ataupun beraktifitas diluar maka
diwajibkan untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir agar kuman yang
menempel ditangan bisa hilang

2. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan


Pemberdayaan yang dapat dilakukan seperti :
a. Memberikan arahan dan pengertian tentang PHBS, Jamban yang digunakan KAT
banyak yang belum memenuhi syarat sanitasi yang baik dikarenakan mereka
masih banyak yang buang air besar/buang air kecil sembarangan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan warga KAT.
b. Sanitasi rumah, warga KAT harus diberi pengertian dan praktek bagaimana cara
mengurus rumah mereka agar tidak menimbulkan vektor yang dapat
menyebabkan penyakit dikarenakan rumah yang mereka tempati banyak yang
bisa dikatakan "tidak layak huni" padahal mereka telah diberi rumah oleh
pemerintah, tetapi karena mereka tidak terbiasa mereka memilih menetap di
hutan, untuk itu diperlukan pemberdayaan oleh tenaga kesmas agar komunitas
adat terpencil lebih mengetahui dan bisa merawat rumah mereka masing-masing.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Kusnoputranto, H,. (1986). Kesehatan lingkungan. Jakarta: FKM UI.


Notoadmodjo, 2010, Ilmu perilaku Kesehatan, Rineka Cipta Jakarta
Ariningrum, R., & Sukoco, N. E. W. (2012). Studi kualitatif pelayanan kesehatan
untuk kelompok adat terpencil (KAT) di kabupaten Kepulauan Mentawai. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 15(3 Jul).
Kemensos RI. 2009. Petunjuk Teknis: Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil melalui Dekonsentrasi Jakarta
Ferika (2015) Pelaksnaan Program pemberdayaaan Komunitas adat terpencil oleh dias
Sosial selat Baru kecamatan bantan kabupaten Bengkalis tahun 2010- 2014, Jom
FISIP N0.2 vol 2 Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai