Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GELANDANGAN DAN PENGEMIS

KEPERAWATAN KOMUNITAS I

Disusun oleh :
Kelompok 1

Anggi Trisna Sari 2019.01.003


Ester Nathania 2019.01.009
Indri Utami Ridwan 2019.01.010
Yustina Manutmasa 2019.01.020

S1 KEPERAWATAN

STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Komunitas pada Gelandangan dan Pengemis”. Penyusunan makalah ini
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas. Kami
berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khusus nya bidang medis. Serta
pembaca dapat mengetahui tentang bagaimana asuhan keperawatan pada gelandangan
dan pengemis.

Menyedari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu kami
sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi
kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak telah membantu selama
proses penyusunan makalah ini.

Surabaya, 29 Oktober 2021

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Indonesia masih tergolong Negara yang berkembang dan belum mampu
menyelesaikan masalah kemiskinan. Dari beberapa banyak masalah sosial yang ada
sampai saat ini pengemis, gelandangan dan orang terlantar adalah masalah yang
harus di perhatikan lebih dari pemerintah, karena saat ini masalah tersebut sudah
menjadi bagian dari kehidupan kota-kota besar.
Gelandangan dan pengemis merupakan masalah sosial yang akut. Fenomena ini
menjadi masalah sosial di perkotaan, tidak hanya kota besar tetapi juga di kota-kota
kecil. Hal ini karena beberapa faktor yang menyebabkan kemunculan mereka dan
belum berhasil dituntaskan hingga ke akar-akarnya.
Komunitas pada populasi terlantar, Gelandangan adalah orang-orang yang hidup
dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Masalah sosial seperti pada populasi terlantar, miskin dan tuna wisma merupakan
fenomena sosial yang tidak bisa dihindari keberadaannya dalam kehidupan
masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang
dominan mempengaruhi perkembangan masalah ini adalah kemiskinan. Masalah
kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi
dari daerah pedesaan ke kota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk.
Terbatasnya lapangan pekerjaan, pengetahuan dan keterampilan menyebabkan
mereka banyak yang mencari nafkah untuk mempertahankan hidup dan terpaksa
menjadi gelandangan.
Hal ini tentu sangat mengganggu pemandangan dan meresahkan masyarakat.
Penyebab dari semua itu antara lain adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang
tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan kesempatan kerja
yang tidak selalu sama. Disamping itu menyempitnya lahan pertanian di desa karena

4
banyak digunakan untuk pembangunan pemukiman dan perusahaan atau pabrik.
Keadaan ini mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk
merubah nasib, tapi sayangnya, mereka tidak membekali diri dengan pendidikan
dan keterampilan yang memadai. Sehingga keadaan ini akan menambah tenaga
yang tidak produktif di kota. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka
bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang termasuk meminta-minta (mengemis).
Demi untuk menekan biaya pengeluaran, mereka 2 memanfaatkan kolong jembatan,
stasiun kereta api, emperan toko, pemukiman kumuh dan lain sebagainya untuk
beristirahat, mereka tinggal tanpa memperdulikan norma social.
Menurut data Dinas Sosial di seluruh Indonesia yang dihimpun Kementerian Sosial
(Kemensos), angka Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pada 2017
ada sebanyak 23.595 pengemis dan 30.019 gelandangan. Sedangkan data PMKS
2018, ada sebanyak 22.797 pengemis dan 56.785 gelandangan.
Data terbaru yang dirilis secara resmi oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mengenai jumlah anak jalanan pada
tahun 2007 di seluruh Indonesia mencapai 104.497 anak. Provinsi dengan jumlah
anak jalanan terbanyak berturut-turut adalah Jawa Timur, yaitu sebanyak 13.136
anak, Nusa Tenggara Barat 12.307 anak, dan Nusa Tenggara Timur 11.889 anak,
sedangkan 3 provinsi dengan jumlah anak jalanan paling sedikit berturut-turut
adalah Kalimantan Tengah 10 anak, Gorontalo 66 anak, dan Kepulauan Riau 186
anak.12 Data tersebut adalah data yang paling baru yang dirilis resmi, dan untuk
Tahun 2014 ini belum ada data terbaru yang dirilis secara resmi oleh kementrian
manapun terkait dengan jumlah anak jalanan. Dalam sebuah wawancara dengan
salah satu media cetak nasional pada tahun 2011 Menteri Sosial Dr. Salim Segaf Al-
Jufri, M.A menyatakan bahwa saat itu jumlah anak jalanan Indonesia mencapai
230.000 anak namun, belum ada rilis resmi atas data yang mencengangkan tersebut
terkait peningkatan jumlah anak jalanan Indonesia yang sangat besar penanganan
terhadap kaum Tunawisma pun di atur dalam Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Pasal 34 Ayat (1) yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara” sebenarnya menjamin nasib kaum ini. Namun

5
Undang-Undang belum dapat terlaksanakan di seluruh lapisan masyarakat,
dikarenaka bahwa kebijakan pemerintah selama ini hanyalah kebijakan yang
menyentuh dunia perkotaan secara makroskopis dan bukan mikroskopis. Pemerintah
daerah cenderung menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak memberikan
mekanisme lanjutan kepada para stakeholder sehingga terkesan demi menjadikan
sesuatu lebih baik, mereka mengorbankan hak-hak individu orang lain.

1.2. Rumusan masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan gelandangan dan pengemis ?
1.2.2. Apa karakteristik dari gelandangan dan pengemis?
1.2.3. Bagaimana peran perawat komunitas dalam menghadapi masalah gelandangan
dan pengemis?
1.2.4. Bagaimana asuhan keperawatan komunitas gelandangan dan pengemis?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui posisi gelandangan dan pengemis?
1.3.2. Mengetahui karakteristik dari gelandangan dan pengemis?
1.3.3. Implementasi peran perawat komunitas terhadap gelandangan dan pengemis?
1.3.4. Intervensi askep komunitas gelandangan dan pengemis?

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi mahasiswa
Sebagai acuan maupun sebagai penambah ilmu pengetahuan khususunya dalam
mempelajari komunitas. Pada gelandangan.
1.4.2. Bagi instansi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai tambahan dan acuan Pendidikan yang lebih unggul dan
bermutu.
1.4.3. Bagi pembaca
Dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang komunitas. Pada penbaca.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi

Gelandangan adalah seorang yang hidup dalam keadaan yang tidak


mempunyai tempat tinggal dan tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengembara
ditempat umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak
dalam masyarakat.

Pengemis adalah seorang yang mendapat penghasilan dengan meminta minta


di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan
dari orang lain. Gepeng (gelandangan dan pengemis) adalah seorang yang hidup
mengelandag dan sekaligus mengemis. Oleh karna tidak mempunyai tempat tinggal
tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman
umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum
lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.

2.2 KARAKTERISTIK

Indonesia masih tergolong Negara yang berkembang dan belum mampu


menyelesaikan masalah keiskinan dari beberapa banyak masalah sosial yang ada
sampai saat ini pengemis, gelandangan dan orang terlantar adalah masalah yang harus
di perhatikan lebih dari pemerintah karena saat ini masalah tersebut sudah menjadi
bagian dari kehidupan kota-kota besar. Keberadaan PGOT saat ini semakin banyak
dan sulit diatur, mereka dapat ditemukan diberbagai pertigaan, perempatan, lampu
merah dan tempat umum di kota-kota besar, bahkan dikawasan pemukiman,
sebagaian besar dari mereka menjadi pengemis sebagai profesinya hal ini tentu sangat
mengganggu pemandangan dan meresahkan masyarakat. Penyebab dari semua itu
antara lain adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan
pekerjaan yang memadai dan kesempatan kerja yang tidak selalu sama. Disamping itu
penyempitanya lahan pertaniaan di desa karena banayk digunakan untuk
pembangunan pemukiman dan perusahan atau pabrik,. Keadaan ini mendorong

7
penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk merubah nasib tapi
sayangnya mereka tidak membengkali diri dengan pendidikan dan ketrampilan
yangtidak produktif di kota akibatnya, untuk memenuhi kebtuhan hidup, mereka
bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang termasuk meminta-minta(mengemis)
demi untuk menekan biaya pengeluaran, mereka 2 manfaatkan kolong jembatan
untuk beristirahat, mereka tinggal tampa memeperdulikan normal sosial.
Karakteristik dari gepeng(gelendangan dan pengemis) yaitu:

1) Tidak memiliki tempat tinggal kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini
mereka tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal mereka ini biasa
mengembara di tempat umum.
2) Hidup di bawa garis kemiskinan, apara gepeng mereka tidak memiliki
penghasilan teteap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka kedepan
bahkan untuk sehari saja mereka harus mengemis atau memulung untuk
membeli Makanan untuk kehidupannya
3) Hidup dengan penuh ketidakpastian para gepeng mereka hidup
menggelandang dan mengemis di setiap harinya mereka ini sangat
memperhatikan karena jika mereka sakit tidak bisa medapat jaminan sosial
seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu BPJS untuk berobat dan lain.
4) Memakai baju yang compang camping, gempeng biasanya tidak pernah
mengenakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju yang kumal dan
dekil.

2.3 PERAN DAN FUNGSI PERAWAT DALAM KEPERAWATAN


KOMUNITAS

1. Definisi peran dan fungsi :

1) Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seorang terhadap


orang lain dalam hal ini perawat untuk:memberikan asuhan
keperawatan, melakukan pembelaan ada klien, sebagai pendidik
tenaga perawat dan masyarakat coordinator dalam pelayanan pasien.

8
Kolaborator dalam membina kerjasama dengan profesi lain dan
sejawat, konsultan pada tenaga kerja dan pasien, pembaharuan sistem,
metodologi dan sikap. (peran perawat, CHS, 1989).
2) Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan
perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain.

2. Peran perawat komunitas :

1) Peran sebagai Pemberi asuhan

Seluruh kegiatan upaya pelayanan upaya masyarakat dan puskesmas


dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim
kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem
pelayanan kesehatan. (Nasrul Effendi, 1998:23).

2) Peran sebagai pendidik

Dalam memberikan pendidikan dan pemahaman kepada individu,


keluarga, kelompok dan masyarkat baik dirumah, puskesmas dan di
masyarakat dilakukan secara terorganisir dalam rangka menanamkan
perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan-perubahan perilaku seperti
yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

3) Peran sebagai pengelola

Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai


kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai
dengan beban tugas dan tanggung jawab yang di emban kepadanya.

4) Peran sebagai Konselor

Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan sebagai tempat


bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk
memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan

9
keperawatan yang dihadapi, pada akhirnya dapat membanu jalan
keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang
meraka hadapi.

5) Peran sebagai advocator

Kaitan dengan legal aspek bukan pemberi layanan hukum misalnya:


kerusakan lingkungan, dampak terhadap kesehatan, penyelesaian apa
yang perlu dilakukan oleh masyarakat

 Peran sebagai kolaborasi/coordinator


 Peran sebagai fasilitator
 Peran manejerial
 Manajemen berarti : suatu proses yang merupakan kegiatan-
kegiatan yang sistematik, manajemen adalah alat dari
administrasi untuk mencapai tujuan. Tugas-tugas manejer
adalah sebagai:

o Pengambil keputusan
o Pemikul tanggung jawab
o Mengarahkan sumber daya untuk mencapai tujuan
o Pemikir konseptual
o Bekerjasama dengan dan melalui orang lain
o Mediator, politikus dan diploma.

6) Peran sebagai peneliti

Melakukan identifikasi terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat


yang dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan bahkan
mengancam kesehatan, selanjutnya penelitian dilaksanakan dalam
kaitannya menemukan faktor yang menjadi pencetus atau penyebab
terjadinya permasalahan tersebut melalui kegiatan penelitian dan hasil

10
dari penelitian di aplikasikan dalam praktek keperawatan.

7) Fungsi perawat komunitas

Fungsi perawat dalam melaksanakan tugasnya adalah antara lain:


fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen.

 Fungsi Independent

Yaitu fungsi dimana perawat melaksanakan perannya secara


mandiri, tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan
lainnya.

 Fungsi Dependent

Kegiatan ini dilakukan dan dilaksanakan oleh seorang perawat


atas instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter, ahli gizi,
radiologi dan lainya).

 Fungsi Interdependent

Fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling


ketergantungan baik dalm keperawatan maupun kesehatan.

2.4 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a) Struktur dan sifat keluarga


o Kepala keluarga (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku,
pendidikan).

11
b) Kebutuhan Nutrisi
o Cara menyaji makanan:
o Kebiasaan mengolah air minum
o Kebiasaan keluarga mengelolah makanan
c) Kebutuhan istirahat dan tidur

Kebiasaan tidur dalam keluarga

d) Ekonomi

Berapa pe

e) Sosial
f) Pendidikan
g) Psikologis
h) Spiritual
i) Faktor lingkungan
j) Pemeriksaan status mental:

 Tingkat kesadaran: sadar/ tidak sadar


 Memori : mampu mengingat memori jangka pendek/ panjang
 Konsentrasi atau kalkulasi: daya kemampuan berhitung dan
focus
 Informasi dan intelegensi
 Penilaian: mampu membuat keputusan sendiri berbagai pilihan
dengan alasan tertentu/ tidak
 Penghayatan atau insight: mampu memahami keadaan diri/
tidak.

 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi

12
kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
 Ketidakmampuan berhias atau berdandan ditandai dengan
rambut acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, pada pasien laki- laki tidak bercukur, pada pasien
wanita tidak berdandan.
 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidak mampuan mengambil makanan sendiri, makan
bececeran dan tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, di tandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
dengan baik setelah BAB/BAK.

2. Diagnosa keperawatan

1) defisit perawatan diri mandi atau kebersihan b.d hambatan lingkungan


2) Resiko kekerasan terhadap diri sendiri b.d kesehatan mental ( depresi
berat, psikokis, gangguan personalitas berat, penyalahgunaan
alcohol/obat).
3) Pola seksualitas tidak efektif b.d kurang pengetahuan/ ketrampilan
mengenai respon alternative terhadap kesehatan yang berubah.

3. Intervensi

a) defisit perawatan diri

Observasi :
 Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
 Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
 Monitor kebersihan tubuh (mis. Rambut, mulut, kulit, kuku -
Monitor integritas kulit)

Terapeutik :

13
 Sediakan peralatan mandi (mis. Sabun, sikat gigi, shampoo,
pelembab kulit)
 Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
 Fasilitasi menggosok gigi, sesuai kebutuhan
 Fasilitasi mandi sesuai kebutuhan
 Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
 Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian

Edukasi:

 Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap


kesehatan
 Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jika perlu.

Dukungan perawatan diri : berpakaian

Observasi

 Identifikasi usia dan budaya dalam membantu


berpakaian/berhias
Terapeutik

 Sediakan pakaian pada tempat yang mudah dan terjangkau


 Sediakan pakaian pribadi, sesuai kebutuhan
 Fasilitasi mengenakan pakaian, jika perlu
 Fasilitasi berhias (mis. Menyisir rambut, merapikan
kumis/jenggot)
 Jaga privasi selama berpakaian
 Tawarkan untuk laundry, jika perlu Beri pujian terhadap
kemampuan berpakaian secara mandiri

Edukasi:

14
 Informasikan pakaian yang tersedia untuk dipilih, jika perlu
 Ajarkan mengenakan pakaian, jika perlu

b) Resiko kekerasan

Observasi
 Monitor selama penggunaan barang yang dapat
membahayakan (miss,pisaau cukur)
 Monitor adanya benda yang berpotensi
membahayakan(miss, benda tajam dlln)
Terapeutik
 Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara
rutin.
 Libatkan keluarga dalam perawatan
Edukasi
 Latih mengungkapkan perasaan secara asertif
 Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan
nonverbal(miss, relaksasi,bercerita)
c) Pola seksualitas tidak efektif

Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Edukasi
 Jelaskan anatomi fisiologi system reproduksi laki-laki
dan perempuan
 Jelaskan perkembangan seksualitas sepanjang siklus

15
kehidupan
 Jelaskan risiko tertular penyakit menural seksual dan
AIDS akibat seks bebas.

2.5 Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah


kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi
mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian.

2.6 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhit dari proses keperawatan yang meruapakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil yang teramatis
dengan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan yang
mengguanakan pendekatan SOAP.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Beberapa faktor penyebab terjadinya Gepeng adalah faktor internal,
yaitu individu dan keluarga Gepeng serta masyarakat , dan eksternal
masyarakat, yaitu di kota-kota tujuan aktivitas Gepeng. Faktor-faktor
penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau
saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang lainnya .
Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan ádalah suatu keadaan di
dalam diri individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka untuk
melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis. Faktor-faktor tersebut
ádalah : (i) kemiskinan individu dan keluarga; yang mencakup penguasaan
lahan yang terbatas dan tidak produktif, keterbatasan penguasaan aset
produktif, keterbatasan penguasaan modal usaha; (ii) umur; (iii) rendahnya
tingkat pendidikan formal; (iv) ijin orang tua; (v) rendahnya tingkat
keterampilan (“life skill”) untuk kegiatan produktif; (vi) sikap mental; dan
Faktor-faktor eksternal mencakup: (i) kondisi hidrologis; (ii) kondisi
pertanian; (iii) kondisi prasarana dan sarana fisik; (iv) akses terhadap
informasi dan modal usaha; (v) kondisi permisif masyarakat di kota; (vi)
kelemahan penanganan Gepeng di kota.
3.2 Saran
Penanganan masalah Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kota
Makassar tidak dapat dilepaskan dari penanganan kemiskinan itu sendiri,
terutama jika dilihat dari sudut pandang daerah asal Gepeng. Memang,
kemiskinan bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya kegiatan
menggelandang dan mengemis tetapi bisa juga menjadi akar penyebab. Oleh
karena itu, beberapa alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan
penanganan Gepeng dapat ditinjau dari dua aspek yaitu: (i) kondisi di daerah

17
asal; (ii) kondisi di luar daerah asal. Prinsipnya adalah upaya pencegahan
dilakukan di daerah asal sehingga mereka tidak terdorong untuk
meninggalkan desanya dan mencari penghasilan di kota dengan cara
mengemis. Sedangkan di sisi lain, prinsipnya adalah penanggulangan yaitu di
tempat tujuan (di Kota Makassar). Gepeng yang beroperasi di empat kota
tersebut “harus” ditanggulangi atau ditangani sehingga mereka tidak lagi
tertarik untuk menjadi Gepeng di kota, karena tidak akan memperoleh
penghasilan lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Riskawat. I., Syani. A.(2012). Faktor penyebab terjadinya gelandangan dan


pengemis.jurnal sosiologie. Vol.1.No.1:43-52

Abduh, Much.(2013), “Tahun 2016 Bandung Bebas Gelandangan Dan Pengemis”


dalam http://rehsos.depsos.go.id

Karnadi. (2014). Model Rehabilitasisosial Gelandangan Psikotik Berbasis


Masyarakat. Demak

im Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1 Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia

http://wwwdayatranggambozo.blogspot.co.id/2011/05/gelandangan-dan-pengemis-
gepeng.html

https://dinsos.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/gelandangan-dan-
pengemis-gepeng-14

19

Anda mungkin juga menyukai