KEPERAWATAN KOMUNITAS I
Disusun oleh :
Kelompok 1
S1 KEPERAWATAN
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Komunitas pada Gelandangan dan Pengemis”. Penyusunan makalah ini
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas. Kami
berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khusus nya bidang medis. Serta
pembaca dapat mengetahui tentang bagaimana asuhan keperawatan pada gelandangan
dan pengemis.
Menyedari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu kami
sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi
kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak telah membantu selama
proses penyusunan makalah ini.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
banyak digunakan untuk pembangunan pemukiman dan perusahaan atau pabrik.
Keadaan ini mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk
merubah nasib, tapi sayangnya, mereka tidak membekali diri dengan pendidikan
dan keterampilan yang memadai. Sehingga keadaan ini akan menambah tenaga
yang tidak produktif di kota. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka
bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang termasuk meminta-minta (mengemis).
Demi untuk menekan biaya pengeluaran, mereka 2 memanfaatkan kolong jembatan,
stasiun kereta api, emperan toko, pemukiman kumuh dan lain sebagainya untuk
beristirahat, mereka tinggal tanpa memperdulikan norma social.
Menurut data Dinas Sosial di seluruh Indonesia yang dihimpun Kementerian Sosial
(Kemensos), angka Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pada 2017
ada sebanyak 23.595 pengemis dan 30.019 gelandangan. Sedangkan data PMKS
2018, ada sebanyak 22.797 pengemis dan 56.785 gelandangan.
Data terbaru yang dirilis secara resmi oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mengenai jumlah anak jalanan pada
tahun 2007 di seluruh Indonesia mencapai 104.497 anak. Provinsi dengan jumlah
anak jalanan terbanyak berturut-turut adalah Jawa Timur, yaitu sebanyak 13.136
anak, Nusa Tenggara Barat 12.307 anak, dan Nusa Tenggara Timur 11.889 anak,
sedangkan 3 provinsi dengan jumlah anak jalanan paling sedikit berturut-turut
adalah Kalimantan Tengah 10 anak, Gorontalo 66 anak, dan Kepulauan Riau 186
anak.12 Data tersebut adalah data yang paling baru yang dirilis resmi, dan untuk
Tahun 2014 ini belum ada data terbaru yang dirilis secara resmi oleh kementrian
manapun terkait dengan jumlah anak jalanan. Dalam sebuah wawancara dengan
salah satu media cetak nasional pada tahun 2011 Menteri Sosial Dr. Salim Segaf Al-
Jufri, M.A menyatakan bahwa saat itu jumlah anak jalanan Indonesia mencapai
230.000 anak namun, belum ada rilis resmi atas data yang mencengangkan tersebut
terkait peningkatan jumlah anak jalanan Indonesia yang sangat besar penanganan
terhadap kaum Tunawisma pun di atur dalam Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Pasal 34 Ayat (1) yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara” sebenarnya menjamin nasib kaum ini. Namun
5
Undang-Undang belum dapat terlaksanakan di seluruh lapisan masyarakat,
dikarenaka bahwa kebijakan pemerintah selama ini hanyalah kebijakan yang
menyentuh dunia perkotaan secara makroskopis dan bukan mikroskopis. Pemerintah
daerah cenderung menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak memberikan
mekanisme lanjutan kepada para stakeholder sehingga terkesan demi menjadikan
sesuatu lebih baik, mereka mengorbankan hak-hak individu orang lain.
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui posisi gelandangan dan pengemis?
1.3.2. Mengetahui karakteristik dari gelandangan dan pengemis?
1.3.3. Implementasi peran perawat komunitas terhadap gelandangan dan pengemis?
1.3.4. Intervensi askep komunitas gelandangan dan pengemis?
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi mahasiswa
Sebagai acuan maupun sebagai penambah ilmu pengetahuan khususunya dalam
mempelajari komunitas. Pada gelandangan.
1.4.2. Bagi instansi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai tambahan dan acuan Pendidikan yang lebih unggul dan
bermutu.
1.4.3. Bagi pembaca
Dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang komunitas. Pada penbaca.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
2.2 KARAKTERISTIK
7
penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk merubah nasib tapi
sayangnya mereka tidak membengkali diri dengan pendidikan dan ketrampilan
yangtidak produktif di kota akibatnya, untuk memenuhi kebtuhan hidup, mereka
bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang termasuk meminta-minta(mengemis)
demi untuk menekan biaya pengeluaran, mereka 2 manfaatkan kolong jembatan
untuk beristirahat, mereka tinggal tampa memeperdulikan normal sosial.
Karakteristik dari gepeng(gelendangan dan pengemis) yaitu:
1) Tidak memiliki tempat tinggal kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini
mereka tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal mereka ini biasa
mengembara di tempat umum.
2) Hidup di bawa garis kemiskinan, apara gepeng mereka tidak memiliki
penghasilan teteap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka kedepan
bahkan untuk sehari saja mereka harus mengemis atau memulung untuk
membeli Makanan untuk kehidupannya
3) Hidup dengan penuh ketidakpastian para gepeng mereka hidup
menggelandang dan mengemis di setiap harinya mereka ini sangat
memperhatikan karena jika mereka sakit tidak bisa medapat jaminan sosial
seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu BPJS untuk berobat dan lain.
4) Memakai baju yang compang camping, gempeng biasanya tidak pernah
mengenakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju yang kumal dan
dekil.
8
Kolaborator dalam membina kerjasama dengan profesi lain dan
sejawat, konsultan pada tenaga kerja dan pasien, pembaharuan sistem,
metodologi dan sikap. (peran perawat, CHS, 1989).
2) Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan
perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain.
9
keperawatan yang dihadapi, pada akhirnya dapat membanu jalan
keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang
meraka hadapi.
o Pengambil keputusan
o Pemikul tanggung jawab
o Mengarahkan sumber daya untuk mencapai tujuan
o Pemikir konseptual
o Bekerjasama dengan dan melalui orang lain
o Mediator, politikus dan diploma.
10
dari penelitian di aplikasikan dalam praktek keperawatan.
Fungsi Independent
Fungsi Dependent
Fungsi Interdependent
1. Pengkajian
11
b) Kebutuhan Nutrisi
o Cara menyaji makanan:
o Kebiasaan mengolah air minum
o Kebiasaan keluarga mengelolah makanan
c) Kebutuhan istirahat dan tidur
d) Ekonomi
Berapa pe
e) Sosial
f) Pendidikan
g) Psikologis
h) Spiritual
i) Faktor lingkungan
j) Pemeriksaan status mental:
12
kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
Ketidakmampuan berhias atau berdandan ditandai dengan
rambut acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, pada pasien laki- laki tidak bercukur, pada pasien
wanita tidak berdandan.
Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidak mampuan mengambil makanan sendiri, makan
bececeran dan tidak pada tempatnya.
Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, di tandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
dengan baik setelah BAB/BAK.
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi
Observasi :
Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
Monitor kebersihan tubuh (mis. Rambut, mulut, kulit, kuku -
Monitor integritas kulit)
Terapeutik :
13
Sediakan peralatan mandi (mis. Sabun, sikat gigi, shampoo,
pelembab kulit)
Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
Fasilitasi menggosok gigi, sesuai kebutuhan
Fasilitasi mandi sesuai kebutuhan
Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi:
Observasi
Edukasi:
14
Informasikan pakaian yang tersedia untuk dipilih, jika perlu
Ajarkan mengenakan pakaian, jika perlu
b) Resiko kekerasan
Observasi
Monitor selama penggunaan barang yang dapat
membahayakan (miss,pisaau cukur)
Monitor adanya benda yang berpotensi
membahayakan(miss, benda tajam dlln)
Terapeutik
Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara
rutin.
Libatkan keluarga dalam perawatan
Edukasi
Latih mengungkapkan perasaan secara asertif
Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan
nonverbal(miss, relaksasi,bercerita)
c) Pola seksualitas tidak efektif
Observasi
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Berikan kesempatan untuk bertanya
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Edukasi
Jelaskan anatomi fisiologi system reproduksi laki-laki
dan perempuan
Jelaskan perkembangan seksualitas sepanjang siklus
15
kehidupan
Jelaskan risiko tertular penyakit menural seksual dan
AIDS akibat seks bebas.
2.5 Implementasi
2.6 Evaluasi
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Beberapa faktor penyebab terjadinya Gepeng adalah faktor internal,
yaitu individu dan keluarga Gepeng serta masyarakat , dan eksternal
masyarakat, yaitu di kota-kota tujuan aktivitas Gepeng. Faktor-faktor
penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau
saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang lainnya .
Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan ádalah suatu keadaan di
dalam diri individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka untuk
melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis. Faktor-faktor tersebut
ádalah : (i) kemiskinan individu dan keluarga; yang mencakup penguasaan
lahan yang terbatas dan tidak produktif, keterbatasan penguasaan aset
produktif, keterbatasan penguasaan modal usaha; (ii) umur; (iii) rendahnya
tingkat pendidikan formal; (iv) ijin orang tua; (v) rendahnya tingkat
keterampilan (“life skill”) untuk kegiatan produktif; (vi) sikap mental; dan
Faktor-faktor eksternal mencakup: (i) kondisi hidrologis; (ii) kondisi
pertanian; (iii) kondisi prasarana dan sarana fisik; (iv) akses terhadap
informasi dan modal usaha; (v) kondisi permisif masyarakat di kota; (vi)
kelemahan penanganan Gepeng di kota.
3.2 Saran
Penanganan masalah Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kota
Makassar tidak dapat dilepaskan dari penanganan kemiskinan itu sendiri,
terutama jika dilihat dari sudut pandang daerah asal Gepeng. Memang,
kemiskinan bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya kegiatan
menggelandang dan mengemis tetapi bisa juga menjadi akar penyebab. Oleh
karena itu, beberapa alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan
penanganan Gepeng dapat ditinjau dari dua aspek yaitu: (i) kondisi di daerah
17
asal; (ii) kondisi di luar daerah asal. Prinsipnya adalah upaya pencegahan
dilakukan di daerah asal sehingga mereka tidak terdorong untuk
meninggalkan desanya dan mencari penghasilan di kota dengan cara
mengemis. Sedangkan di sisi lain, prinsipnya adalah penanggulangan yaitu di
tempat tujuan (di Kota Makassar). Gepeng yang beroperasi di empat kota
tersebut “harus” ditanggulangi atau ditangani sehingga mereka tidak lagi
tertarik untuk menjadi Gepeng di kota, karena tidak akan memperoleh
penghasilan lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
im Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1 Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia
http://wwwdayatranggambozo.blogspot.co.id/2011/05/gelandangan-dan-pengemis-
gepeng.html
https://dinsos.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/gelandangan-dan-
pengemis-gepeng-14
19