Anda di halaman 1dari 9

Kemiskinan dan Pemukiman Kumuh di Masyarakat

Tugas Kelompok :
Agustinus Sukanto (132101226)
Andri Medianto
Marco Chandra
Yuvensius Chandra




1

Di Indonesia, masalah yang mengenai pemukiman kumuh itu sudah bukan hal yang
biasa. Sebanyak 31.200.000 jiwa atau sekitar 13,33 persen dari total jumlah
penduduk di Indonesia masih tergolong miskin dan perlu terus mendapatkan
perhatian pemerintah. Hal ini disampaikan Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri.
Berdasarkan survei dari Badan Pusat Statistik pada 2010, jumlah penduduk miskin
di Indonesia masih sebanyak 31,9 juta jiwa atau 13,3 dari total penduduk Indonesia
yang sebesar 240 juta jiwa. Ironisnya, bila melihat angka ini dan dibandingkan di
Asia Tenggara, ternyata jumlah penduduk miskin di Indonesia itu lebih besar atau
hampir menyamai jumlah penduduk negara tetangga.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia bahkan sudah melebihi jumlah penduduk
Malaysia. Pada 2010, berdasarkan survei penduduk, jumlah warga Malaysia
mencapai 28,2 juta jiwa. Bila dibandingkan dengan Thailand, maka jumlah penduduk
miskin di Indonesia itu setara dengan setengah jumlah penduduk Thailand yang
mencapai 65,9 juta jiwa (2009). Sedangkan bilang disandingkan dengan Singapura,
tetangga terdekat Indonesia, maka jumlah penduduk miskin Indonesia itu setara
dengan enam kali jumlah penduduk Singapura yang hanya sebesar 4,9 juta jiwa.
Apalagi di kota Jakarta yang rentan sekali terhadap tempat-tempat yang banyak
gedung tinggi.
Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami
perkembangan sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial
ekonomi, dan budaya serta interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah
sekitarnya. Namun yang terjadi dengan kota-kota di Indonesia adalah bahwa
pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan pembangunan sarana dan
prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan. Bahkan yang terjadi justru
sebagai kawasan perkotaan mengalami kemunduran terhadap lingkungan yang
berpotensi menciptakan permukiman kumuh. Akibatnya, muncul permukiman kumuh
di beberapa wilayah kota yang merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

2



Kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di
banyak kota besar, oleh penduduk miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak
tetap diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel
kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah
jembatan.





Beberapa penyebab munculnya pemukiman kumuh adalah sebagai berikut :
1. Kemiskinan
2. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah,
3. Sulit mencari pekerjaan,
4. Sulitnya mencicil atau menyewa rumah,
5. Rendahnya disiplin warga pada peraturan,
6. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.




3

Penyebab Kemiskinan
Pertama, kemiskinan kebudayaan; Biasanya disebabkan adanya kesalahan pada
subyeknya. Misalny malas, tidak percaya diri, gengsi, tak memiliki jiwa wirausaha
yang kompatibel, tidak mempunyai kemampuan dan keahlian, dan sebagainya.

Kedua, kemiskinan structural; Ini biasanya terjadi disebabkan faktor eksternal yang
melatarbelakangi kemiskinan itu sendiri. Faktor eksternal itu biasanya disebabkan
kinerja dari pemerintah di antaranya : pemerintah yang tidak adil, korupsi,
paternalistik, birokrasi yang berbelit, dan sebagainya.
Selanjutnya ada beberapa dimensi dari akar kemiskinan tersebut. Isbandi
Rukminto Adi, Phd menegaskan pula tentang akar kemiskinan berdasarkan level
permasalahan dan membaginya menjadi beberapa dimensi, di antaranya:
1. Dimensi Mikro : mentalitas materialistic dan ingin serba cepat (instan).
2. Dimensi Mezzo : melemahnya social trust (kepercayaan sosial) dalam suatu
komunitas dan organisasi, dan otomatis hal ini sangat berpengaruh terhadap si
subyek itu sendiri.
3. Dimensi Makro : kesenjangan (ketidakadilan) pembangunan daerah yang minus
(desa) dengan daerah yang surplus (kota), strategi pembangunan yang kurang tepat
(tidak sesuai dengan kondisi sosio-demografis) masyarakat Indonesia.
4. Dimensi Global : adanya ketidakseimbangan relasi antara Negara yang sudah
berkembang dengan Negara yang sedang berkembang.

Cara Mengatasi Kemiskinan

Pertama, meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus
terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Banyaknya sekolah yang rusak
menunjukkan kurangnya pendidikan di Indonesia. Tentu bukan hanya fisik, bisa jadi
gurunya pun kekurangan gaji dan tidak mengajar lagi.

Kedua, pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani. Paling tidak separuh rakyat
(sekitar 100 juta penduduk) Indonesia masih hidup di bidang pertanian. Menurut
Bank Dunia, mayoritas petani Indonesia memiliki lahan kurang dari 0,4 hektar.
Bahkan ada yang tidak punya tanah dan sekedar jadi buruh tani. Kadang terjadi
4

tawuran antar desa hingga jatuh korban jiwa hanya karena memperebutkan lahan
beberapa hektar!

Ketiga, tutup bisnis pangan kebutuhan utama rakyat dari para pengusaha besar.
Para petani/pekebun kecil sulit untuk mengekspor produk mereka. Sebaliknya para
pengusaha besar dengan mudah mengekspor produk mereka (para pengusaha bisa
menekan/melobi pemerintah) sehingga rakyat justru bisa kekurangan makanan atau
harus membayar tinggi sama dengan harga Internasional. Ini sudah terbukti dengan
melonjaknya harga minyak kelapa hingga 2 kali lipat lebih dalam jangka waktu
kurang dari 6 bulan akibat kenaikan harga Internasional. Pemerintah tidak bisa
berbuat apa-apa.

Keempat, lakukan efisiensi di bidang pertanian. Perlu dikaji apakah pertanian kita
efisien atau tidak. Jika pestisida kimia mahal dan berbahaya bagi kesehatan,
pertimbangkan predator alami seperti burung hantu untuk memakan tikus, dsb.
Begitu pula jika pupuk kimia mahal dan berbahaya, coba pupuk organik seperti
pupuk hijau/kompos. Semakin murah biaya pestisida dan pupuk, para petani akan
semakin terbantu karena ongkos tani semakin rendah.

Kelima, data produk-produk yang masih kita impor. Kemudian teliti produk mana
yang bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga kita tidak tergantung dengan
impor sekaligus membuka lapangan kerja. Sebagai contoh jika mobil bisa kita
produksi sendiri, maka itu akan sangat menghemat devisa dan membuka lapangan
kerja. Ada 1 juta mobil dan 6,2 juta sepeda motor terjual di Indonesia dengan nilai
lebih dari Rp 200 trilyun/tahun. Jika pemerintah menyisihkan 1% saja dari APBN
yang Rp 1.000 trilyun/tahun untuk membuat/mendukung BUMN yang menciptakan
kendaraan nasional, maka akan terbuka lapangan kerja dan penghematan devisa
milyaran dollar setiap tahunnya.

Keenam, stop eksploitasi/pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan asing. Kelola
sendiri. Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh asing dengan alasan kita
tidak mampu dan sedang transfer teknologi. Kenyataannya dari tahun 1900 hingga
saat ini ketika minyak hampir habis kita masih transfer teknologi.
5

Kesimpulan utama dari kajian ini adalah bahwa percepatan penanggulangan
kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan
masyarakat dari yang bersifat top-down menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada
kekuatan dan sumber-sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak
berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil. Proses
otonomi daerah yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini, meskipun gamang
pada awalnya, diyakini nanti akan berada pada jalur yang pas. Yang diperlukan
adalah konsistensi dari pemerintah pusat untuk membimbing ke arah otonomi yang
memberdayakan tersebut. Maka disarankan agar program-program penanggulangan
kemiskinan ke depan mengarah pada penciptaan lingkungan lokal yang kondusif
bagi keluarga miskin bersama komunitasnya dalam menolong diri sendiri.

Namun yang selalu menjadi masalah adalah kemauan kuat dan muncul dari
keinginan kuat untuk membantu rakyat miskin menjadi lebih sejahtera. Apa yang
dilakukan belum bersumber dari hati, dan masih sekedar sebuah upaya
menggugurkan kewajiban. Itulah sebabnya penduduk miskin yang menjadi sasaran
program tetap miskin cenderung tidak terangkat dari kemiskinan.

upaya untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan sekaligus pula untuk meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman masyarakat miskin adalah
Peremajaan Kota
Pendekatan konvensional yang paling populer adalah menggusur permukiman
kumuh dan kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih
bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai peremajaan kota
bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan kemiskinan dari perkotaan.
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan
tetapi tidak dengan menggusur masyarakat telah bermukim lama di lokasi tersebut.
Menggusur adalah hanya sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke
lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang tergusur malahan
penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mereka mesti
beradaptasi dengan lokasi permukimannya yang baru.
6

Di Amerika Serikat, pendekatan peremajaan kota sering digunakan pada tahun 1950
dan 1960-an. Pada saat itu permukiman-permukiman masyarakat miskin di pusat
kota digusur dan diganti dengan kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih
baik. Peremajaan kota ini menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik tetapi
sarat dengan masalah sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat
miskin yang tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses
mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
Peremajaan kota yang dilakukan pada saat itu sering disesali oleh para ahli
perkotaan saat ini karena menyebabkan timbulnya masalah sosial seperti
kemiskinan perkotaan yang semakin akut, gelandangan dan kriminalitas. Menyadari
kesalahan yang dilakukan masa lalu, pada awal tahun 1990-an kota-kota di Amerika
Serikat lebih banyak melibatkan masyarakat miskin dalam pembangunan
perkotaannya dan tidak lagi menggusur mereka untuk menghilangkan kemiskinan di
perkotaan.
Aktivitas Hijau oleh Masyarakat Miskin
Paling sedikit saya menemukan dua masyarakat miskin di Jakarta yang melakukan
aktivitas hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan sembari menciptakan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin. Seperti dapat ditemui di Indonesias
Urban Studies, masyarakat di Penjaringan, Jakarta Utara dan masyarakat kampung
Toplang di Jakarta Barat mereka mengelola sampah untuk dijadikan kompos dan
memilah sampah nonorganik untuk dijual.
Aktivitas hijau di Penjaringan, Jakarta Utara dilakukan melalui program Lingkungan
Sehat Masyarakat Mandiri yang diprakarsai oleh Mercy Corps Indonesia.
Masyarakat miskin di Penjaringan terlibat aktif tanpa terlalu banyak intervensi dari
Mercy Corps Indonesia. Program berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan
kualitas lingkungan kumuh di Penjaringan. Masyarakat di Penjaringan sangat
antusias untuk melakukan kegiatan ini dan mereka yakin untu mampu mendaurlang
sampah di lingkungannya dan menjadikannya sebagai lapangan pekerjaan yang
juga akan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan di lingkungannya.
7

Sementara itu aktivitas hijau di kampung Toplang, Jakarta Barat diprakarsai oleh
dua orang pemuda kampung tersebut yang juga adalah aktivis Urban Poor
Consortium dan mengetahui bisnis pendaurulangan sampah. Kedua orang ini
mampu meyakinkan rekan-rekan di kampungnya untuk melakukan kegiatan daur
ulang sampah. Seperti yang terjadi di Penjaringan, masyarakat kampung Toplang
mendukung penuh dan antusias terhadap bisnis pendaurulangan sampah ini.
Malahan mereka optimis bahwa kegiatan mereka juga dapat mendaurulang sampah
dari luar kampung mereka dan menciptakan lebih banyak pendapatan bagi
masyarakat kampung Toplang.
Kedua aktivitas hijau tersebut adalah wujud pemberdayaan masyarakat miskin untuk
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan sekaligus mengentaskan
kemiskinan. Peranan Mercy Corps Indonesia yang memprakarsai program
Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri di Penjaringan, Jakarta Utara dan dua orang
aktivis pemuda asal kampung Toplang yang memprakarsai aktivitas hijau di
kampung Toplang adalah sangat vital dalam upaya pemberdayaan masyarakat ini.
Tanpa inisiatif mereka, pemberdayaan masyarakat miskin tidak akan terjadi dan
kemiskinan tetaplah menjadi masalah di kedua permukiman kumuh tersebut.
Penutup
Cara untuk mengatasi kemiskinan dan rendahnya kualitas lingkungan permukiman
masyarakat miskin adalah tidak dengan menggusurnya. Penggusuran hanyalah
menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin akut dan pelik. Penggusuran
atau sering diistilahkan sebagai peremajaan kota adalah cara yang tidak
berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan.
Aktivitas hijau seperti yang dilakukan oleh masyarakat Penjaringan dan Kampung
Toplang merupakan bukti kuat bahwa masyarakat miskin mampu meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman dan juga mengentaskan kemiskinan. Masyarakat
miskin adalah salah satu komponen dalam komunitas perkotaan yang mesti
diberdayakan dan bukannya digusur. Solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi
kemiskinan dan permukiman kumuh di perkotaan adalah pemberdayaan masyarakat
miskin dan bukanlah penggusuran.
8

Anda mungkin juga menyukai