Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh
dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-
bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling
berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara.

Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama


dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering
menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-
batas negara.

Dunia yang akan datang akan berkembang menjadi tanpa batas, borderless area. Perpindahan
manusia dan barang nantinya akan menjadi sedemikian bebas, tanpa peraturan berbelit, setiap
orang dapat menginjakkan kakinya dimana saja. Begitu pula komoditas kebutuhan manusia yang
semakin hari semakin kompleks, menuntut perpindahan barang menjadi semakin mudah, murah
dan cepat.

1.2  Rumusan Masalah

Apa pengertian Globalisasi Pangan ?

Apa Faktor yang Mempengaruhi Globalisasi Pangan?

Apa dampak dari Globalisasi Pangan ?

Bagaimana Peluang Pertanian di Indonesia ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui tentang pengertian Globalisasi Pangan


Untuk mengetahui tentang Faktor yang Mempengaruhi Globalisasi Pangan

Untuk mengetahui dampak dari Globalisasi Pangan

Untuk mengetahui peluang Pertanian di Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Globalisasi

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas
suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu,
antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu
sama lain yang melintasi batas negara. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak
karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering
dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan
berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang menunjuk
pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut
sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara
komunis. Revolusi elektronik melipatgandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi,
dan informasi. Disintegrasi negara-negara komunis yang mengakhiri Perang Dingin
memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni
global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering disebut
sebagai Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver, Balasuriya, Chandran), Neo-Kapitalisme
(Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai
eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia Ketiga.
Secara sangat sederhana bisa dikatakan bahwa globalisasi terlihat ketika semua orang di dunia
sudah memakai celana Levis dan sepatu Reebok, makan McDonald, minum Coca-Cola. Secara
lebih esensial, globalisasi nampak dalam bentuk Kapitalisme Global berimplementasi melalui
program IMF, Bank Dunia, dan WTO; lembaga-lembaga dunia yang baru-baru ini mendapat
kritik sangat tajam dari Dennis Kucinich, calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat,
karena lembaga-lembaga itu mencerminkan ketidakadilan global. Program-program dari
lembaga-lembaga itu telah menjadi alat yang ampuh dari kapitalisme Barat yang
mengguncangkan, merontokkan dan meluluh-lantakkan bukan hanya ekonomi, tetapi kehidupan
negara-negara miskin dalam suatu bentuk pertandingan tak seimbang antara pemodal raksasa
dengan buruh gurem. Rakyat kecil tak berdaya di negara-negara miskin, menjadi semakin
terpuruk dan merana.

Jadi walaupun ada dampak positif globalisasi seperti misalnya hadirnya jaringan komunikasi dan
informasi yang mempermudah kehidupan umat manusia, ditinjau dari sudut kepentingan
masyarakat miskin, globalisasi lebih banyak dampak negatifnya. Menurut Kucinich, Negara-
negara miskin telah diperas lewat pembayaran beban utang ke lembaga global . Dicontohkan,
setiap tahun 2,5 miliar dolar AS dana mengalir dari sub- Sahara Afrika ke kreditor internasional,
sementara 40 juta warga mereka kurang gizi.

(Anynomuos,2012)

2.2 Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan Bangsa dan Negara

Kekuatan globalisasi ekonomi atau globalisasi kapitalisme adalah liberalisme ekonomi. Ilmuwan
menyebutnya kapitalisme pasar bebas. Berbeda dengan kapitalisme kesejahteraan, yaitu
kapitalisme yang diregulasi dan direformasi, kapitalisme ini tidak membiarkan pasar berjalan
sebebas-bebasnya tanpa kendali, tapi perlu diatur agar kapitalismememberikan keuntungan dan
keadilan sampai orang-orang dibawah tingakat kesejahteraan.
Suatu system ekonomi yang mengatur proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Cirri-
cirinya: sebagian besar sarana produksi dimiliki individu, barang dan jasa diperdagangkan di
pasar bebas (free market) yang kompetitif (terbuka untuk siapa saja) dan modal diinvestasikan
dalam usaha intik hasilkan laba.
Kenyataanya Abad ke-19, kapitalisme pasar bebas hanya menguntungkan Negara kaya. Banyak
orang yang menjadi semakin miskin karena kapitalisme ini. Kapitalisme ini telah melampaui
kesederhanaan dan tenaga kerja menjadi roda dan mesin kapitalis raksasa. Pada akhir abad 20,
kapitalisme mengendalikan hamper seluruh perekonomian internasional.

(Anynomuos,2012)

2.3. Efek Globalisasi Dalam Kehidupan Pangan

Dunia yang akan datang akan berkembang menjadi tanpa batas, borderless area. Perpindahan
manusia dan barang nantinya akan menjadi sedemikian bebas, tanpa peraturan berbelit, setiap
orang dapat menginjakkan kakinya dimana saja. Begitu pula komoditas kebutuhan manusia yang
semakin hari semakin kompleks, menuntut perpindahan barang menjadi semakin mudah, murah
dan cepat.

Dalam dunia pangan, globalisasi memiliki efek yang cukup berbahaya jika tidak di diantisipasi
secara baik. Globalisasi dapat meruntuhkan sistem ketahanan pangan sebuah bangsa. Kenapa
begitu? Karena dengan adanya globalisasi maka dengan mudah, setiap barang produksi dari luar
dapat masuk dan bersaing secara langsung dari hasil produksi dalam negeri. Bisa saja harga yang
ditawarkan lebih murah, karena mereka memiliki efesiensi dan teknologi tinggi sehingga dapat
menekan cost produksi mereka.

Umumnya kita berfikir secara parsial bahwa kita pasti akan beli yang lebih produk yang lebih
murah itu. Tapi jika dipikirkan lebih lanjut, maka akan berapa banyak saudara kita yang
kehilangan penghasilan karena produknya tidak bersaing di pasaran. Contohnya, jika kita
membelanjakan 5000 rupiah untuk membeli suatu produk asing dibanding bila kita memberikan
7000 rupiah untuk membeli barang lokal maka akan lebih menguntungkan membeli yang 5000.
Namun bila difikrkan lebih mendalam, maka sebenarnya lebih untung yang 7000, sebab
keuntungan 5000 hanya dinikmati oleh pedagang dan produsen luar yang memiliki kontribusi
sangat kecil terhadap kesejahteraan negara ini. Bayangkan jika kita belanja seharga 7000 maka
bisa dibayangkan berapa banyak multi player effect yang dihasilkan. Mulai dari pedagang hingga
produsen akan mendapat keuntungan yang berpihak kepada negeri ini.

Menjadi aneh bila kita tidak rela dan ikhlas membantu saudara sebangsa sendiri dengan hanya
membeli produk lokal yang notabene memiliki selisih sedikit lebih mahal. Dimana rasa
kebangsaan dan nasionalisme yang didengung-dengungkan? Seolah kita lupa, atau bahkan tak
pernah terpercik keinginan untuk bersama membangun bangsa ini. Selisih 200 rupia,ere

Persiapan mutlak dilakukan jika kita ingin bersaing dengan produk luar lainnya. Efesiensi dan
birokrasi harus dibenahi. Sebenarnya secara upstream produk kita bisa bersaing dari sisi
efesiensi, tetapi keadaan berubah drastis saat melewati tahap selanjutnya yakni tahap produksi
atau ke tingkat pengolahan lanjutan. Tahap distribusi hasil-hasil pertanian juga memegang
peranan penting karena kenaikan harga biasanya terjadi pada tahap ini.

Sistem ketahanan pangan kita masih bertumpu pada beras. Berikut ini data produksi dan
konsumsi makanan pokok bangsa indonesia sebagai pengonsumsi beras terbesar di dunia, yaitu
139 kg/capita/tahun. Data stok nasional saat ini memang menurun, dari 1 juta ton menjadi
700.000 ton. Dengan dilakukannya OP sebesar 100.000 ton saja sebulan, stok akan berkurang
menjadi 600.000 ton. (Kompas, 13/02/2007).

Secara regulasi ketahanan pangan kita tertuang pada undang-undang No.7 Tahun 1996 mengenai
hak rakyat atas ketersediaan pangan. Keputusan juga diperkuat oleh Keputusan Presiden RI
No.132 tahun 2001 untuk membentuk Dewan Ketahanan Pangan dan diketuai langsung oleh
Presiden. Regulasi yang cukup baik sayangnya masih belum cukup bagi kita untuk membentuk
ketahanan pangan yang kuat. Usaha sudah ada, tetapi masih kalah oleh beras minded yang
tertanam begitu kuat oleh rakyat negeri ini selama lebih dari 30 tahun. Kelemahan kita ialah kita
belum mampu membuat program yang kontinu berkelanjutan dan sistematis untuk menguatkan
implementasi dari kebijakan yang telah tertuang. Diperlukan beberapa generasi untuk
menyelesaikan persoalan ini. Dimulai dari sisi pendidikan dasar, pemahaman orang tua terhadap
masalah ini, peningkatan kesejahteraan sehingga semakin banyak pilihan pangan, dari sisi
produksi maka diperlukan kontinuitas produksi bahan subtitusi dengan harga yang efesien
terjangkau dan memiliki harga yang stabil pada setiap musim. Selain itu produk bahan subtitusi
juga harus memiliki aplikasi yang luas dan dibantu teknologinya agar mampu bertahan
kualitasnya dan stabil.

Berjalannya sistem yang sekarang ada mungkin belum mengalami masalah. Akan tetapi jika kita
tidak menyiapkan hari saat kita mengalami krisis beras, maka kekacauan pasti terjadi di berbagai
sektor, karena krisis di sektor merupakan sektor yang vital. Globalisasi menuntut setiap produsen
untuk menjadi lebih efesien, memiliki kualitas produk prima dan terjangkau di masyarakat. Hal
ini disebabkan persaingan akan semakin ketat dan yang menjadi pemenang ialah produsen
dengan kualifikasi terbaik. Jika tidak mempersiapkan dan merasa puas dengan pencapaian
selama ini, maka bisa jadi masyarakat akan lebih memilih membeli dan mengkonsumsi barang
produksi orang lain. Sisi produksi yang sudah efisien akan jadi tidak berarti jika proses distribusi
bermasalah. Maka efesiensi di sisi distribusi juga sangat penting. Semakin panjang jalur
distribusi maka akan semakin menaikkan harga. Disamping itu semakin sulit daerah dijangkau
juga menjadi masalah.

Setiap elemen dari bangsa ini memeiliki tanggung jawab terhadap permasalahan di atas. Dimulai
dari sisi akademisi, kemudian pemerintah, dan pihak swasta. Dari sisi akademisi, para akademisi
bertugas untuk mentransfer teknologi, mencari teknologi yang tepat, mencari inovasi ,
menganalisis serta memberikan saran kepada pengambil kebijakan. Selain itu memberikan
penyuluhan dan mensurvei serta menganalisis menanamkan pemahaman lewat kurikulum dan
system pendidikan. permasalahan yang ada ddegnan disiplin keilmuan masing-masing. Selain
itu, pemerintah harusnya memiliki kebijakan jangka panjang yang dipegang secara teguh
meskipun telah berganti orang. Artinya memiliki kebijakan atau strategi yang kontinu dan
berkelanjutan serta bersifat menyelesaikan permasalahan dari akar meskipun memiliki
penyelesaian lama. Bukan sekedar getok ular atau mencari solusi – solusi jangka pendek.
Kemudian memfasilitasi lewat kewengangn membuaat peraturan daerah yang mensuport
kebijakan ketahanan pangan. Tiap daerah juga harus berkomitmen untuk memilih satu bahan
lokal yang dijadikan unggulan daerah, sehingga ketersediaan dan bargaining harga mampu lebih
baik. Menciptakan iklim yang baik utnuk berusaha tidak ada pungutan liar, tidak ada pengurusan
birokrasi yang berbelit-belit. Memfasilitasi pembangunan daerah-fasilitas transportasi dan
distribusi. Implementasi otonomi penuh untuk mengelola kekayaan alam daerahnya sendiri. Dari
sisi swasta ialah memberikan support dana, melakukan ekspansi usaha, investasi, promosi ketiga
elemen ini harus memiliki hubungan yang harmonis dan sinergi sehingga mampu memberikan
keuntungan dan kemaslahatan untuk ketahanan pangan. Dengan adanya sinergi ini maka
diharapkan setiap peran mampu beran maksimal pada bidangnya masing-masing. Karena sistem
tidak hanya bertumpu pada aturan main, tetapi menyamngkut pemainnya juga. Pemain harus
mendapat perhatian khussu juga sebab yang menjalankan ialah ialah orang yang berada di
belakang aturan main itu.
(Anynomuos,2012)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Globalisasi Pangan

Globalisasi pangan telah berlangsung sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu seiring
dengan perpindahan tumbuhan dan hewan sumber pangan sebagai “buah”. Pergerakan manusia
menembus batas-batas wilayah saat ini tidak ada satu pun negara di dunia yang bisa mengklaim
menghidupi penduduknya dengan pangan yang 100% asli setempat. Dalam konteks sistem
pangan, sejak Globalisasi secara kasat mata dapat dibaca dari perubahan-perubahan yang
berlangsung disepanjanng rantai makanan (food chain). Sejak tahap produksi dan pengolahan
hingga ke pemasaran dan penjualan produk. Di Indonesia sendiri, kehadiran sejumlah buah dan
sayuran segar (fruit and vegetables) dan ratusan item pangan olahan import di hypermarket
hingga pasar becek saat ini merupakan salah satu contoh nyata hadirnya fenomena globalisasi
pangan.

Globalisasi mengandalkan dua “mantra sakti” liberalisasi dan harmonisasi sebagai salah satu
subsistemnya, Globalisasi pangan juga “takhluk” pada dua mantra itu. Liberalisasi mewujudkan
dalam keterbukaan pasar. Semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus
direduksi dan bahkan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk import.

Meskipun kesepakatan tentang keamanan pangan ini pasti mengatasnamakan konsumen seluruh
dunia tetapi tetap mencerminkan “kemenangan” itu lobi ke negara-negara maju. menyikapi
kesepakatan itu, negara-negara maju melanjutkan melakukan penyesuaian penyesuaian regulasi
keamanan pangan mereka yang bertitikberat pada pengendallian proses dan pencegahan resiko
dalam keseluruhan daur produksi.

Konsekwensinya produksi di negara berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk
melindungi konsumen di negara-negara maju. Pada kenyataannya prinsip harmonisasi sering
menjadi penghambat eksport produksi pangan negara berkembang karena kesenjangan know-
how dan perawatan. Sebaliknya, produksi pangan dari negara maju dengan mudah “melenggang”
masuk ke pasar negara-negara berkembang. Keadaan ini mengakibatkan apa yang di kenal
sebagai paradoks keamanan pangan.

(Anynomuos,2012)

3.2 Dampak Globalisasi Pangan

Menimbulkan jenis dan derajat perubahan yang ditimbukannya maka dapat dipastikan bahwa
Globalisasi pangan telah menimbulkan berbagai dampak negatif maupun positif. Pembahasan
kali ini dibatasi pada dampak Globalisasi Pangan terhadap ketahanan pangan dan pertanian lokal,
keragaman produk pangan, keamanan pangan dan lingkungan, serta keragaman hayati.

3.2.1 Ketahanan Pangan dan Pertanian Lokal

Salah satu dampak terpenting Globalisasi pangan adalah semakin rumitnya penjaminan
kecukupan pangan, karena semakin terbukannya pasar. Import menjadi salah satu strategi utama
bagi negara manapun dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Globalisasi berhasil
menempatkan Amerika Serikat sebagai salah satu eksportir pangan terbesar di Dunia pada tahun
1994 saja, eksport AS telah mencapai 36% (gandum), 64% (jagung, barley, sorgum dan oats),
40% (kedelai), 17% (beras), dan 33% (kapas) volume yang diperdagangkan di dunia. Indonesia
adalah salah satu importir terbesar bagi AS. Pada tahun 2000, total import kedelai (biji, minyak,
dan tepung) Indonesia dari AS mencapai 1,2 juta ton bernilai sekitar seperempat miliar dolar AS.
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, kehadiran supermarket selain memberikan kenyamanan
belanja juga telah mendorong pemasaran produk-produk dengan standart mutu dan keamanan
pangan yang lebih baik dengan harga yang kompetitif.

3.2.2 Keragaman Produk Pangan

Produk pangan olahan import secara signifikasi menyumbangkan keragaman pangan di


Indonesia (2000-2004). Untuk 9 kelompok panagan olahan, produk pangan import (terdaftar)
menyumbang sekitar 60% dari total keragaman. Untuk keempat kelompok produk, yaitu
“makanan Ringan”, “bumbu instan”, “minuman sari buah”, dan “susu pertumbuhan” produk
import bahkan melampauai kontribusi produk domestik. Dengan pertimbaangan kepraktisan
(practicality), pasar pangan kita telah dipenetraasi secara meyakinkan oleh kedua produk olahan
itu.

Pengamatan langsung dipasar-pasarr tradisional maaupun di supermarket ataupun hypermarket


juga menujukan betapa sistem pangan kita sudah sangat tergantung pada produk buah impor.
Produk buah lokal cenderung menempati posisi marjinal. Akibatnya, secara bertahap selara
konsumen (dari anak-anak) akan terpola, hanya menyukai segelintir jenis buah saja.
 

3.2.3. Keragaman Hayati

Globalisasi pertanian telah berhasil menyebarkan teknik-teknik budidaya pertanian dan jenis-
jenis tanaman dari negara kaya keseluruh dunia. Proses inilah yang bertanggung jawab terhadap
reduksi keragaman hayati pertanian (agrobiodifersity). Akibatnya, sistem produksi pangan di
negara-negara berkembang cenderung rentan. Globalisasi pangan memang berhasil menyumbang
keragaman produk pangan. Namun pada saat yang sama, globalisasi pertanian mengakibatkan
erosi keragamaan sumber pangan. Erosi tersebut menuntun biaya ekonomi dan sosial.

3.2.4. Keamanan Pangan dan Lingkungan

Dampak globalisasi pangan yang paling kasat mata tercermin dari perubahan pola pangan yang
terjadi. Secara gradual akan terjadi pergeseran kearah budaya pangan yang universal (seragam).
Penyeragaaman ini akan mengakibatkan perubahan pola konsumsi dan status nutrisi masyarakat.
Salah satu faktor terpenting dibalik penyeragaman diet dan status gizi ini adalah urbanisasi dan
gaya hidup yang meenyertainya. Lingkungan pertokoan tampaknya mempengaruhi kebiasaan
akan warga kaya maupun miskin dan berdampak terhadap status gizi serta kesehatan. Globalisasi
juga diakui berperan dalam mendorong pengembangan teknologi dan rekayasa produk pangan.
Keragaman teknologi produksi dan pengemasan terutama ditujukan untuk pengingkatan umur
simpan (shelf-life) produk yang memungkinkan transportasi jarak jauh.

(Anynomuos,2012)

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Globalisasi Pangan

Faktor Produksi

Faktor produksi yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah luas lahan padi dan luas lahan
jagung, sedangkan jumlah tenaga kerja sektor pertanian dan jumlah pupuk urea yang digunakan
tidak terlalu berpengaruh.
Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah curah hujan dan jumlah
penduduk, sedangkan kesuburan tanah tidak terlalu berpengaruh.

Faktor Kondisi Makro

Faktor kondisi makro yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah harga beras dan Nilai Tukar
Petani, sedangkan inflasi padi-padian dan indeks dibayar petani tidak terlalu berpengaruh.

(Anynomuos,2012)

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah (

mega biodiversity

),termasuk plasma nutfah.

Bio-diversity

darat Indonesia merupakan terbesar nomor

14

dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesianomor satu dunia.
Keaneka ragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisigeografis, berupa dataran rendah
dan tinggi serta limpahan sinar matahari, intesitascurah hujan yang hampir merata sepanjang
tahun di sebagian wilayah, sertakeaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya
aneka jenistanaman dan ternak asli daerah tropis maupun komoditas introduksi dari daerah
subtopis secara merata sepanjang tahun di Indonesia.Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma
nutfah tanaman dan hewan yang sudahberadaptasi dengan iklim tropis merupakan sumber materi
genetik yang dapatdirekayasa untuk menghasilkan varietas dan klone tanaman unggul serta
bangsaternak. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian
tanamanpangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lamadiusahakan
sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.

1.2.1.2 Lahan Pertanian


Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belumdimanfaatkan secara
optimal. Sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahansub optimal seperti lahan kering, rawa,
lebak, pasang surut dan gambut yangproduktivitasnya relatif rendah, karena kendala kekurangan
dan kelebihan air,tingginya kemasaman/salinitas, jenis tanah yang kurang subur serta
keberadaanlahan di daerah lereng dataran menengah dan tinggi. Namun apabila keberadaanlahan
sub optimal tersebut dapat direkayasa dengan penerapan inovasi teknologibudidaya dan
dukungan infrastruktur jalan dan irigasi, maka lahan tersebut dapatdirubah menjadi lahan-lahan
produktif. Di samping itu dapat pula dilakukanperluasan areal tanam melalui peningkatan
intensitas pertanaman (IP) pada lahansubur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super
ultra genjah. Potensitersebut merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman dan ternak
apabiladapat dirancang dengan baik pemanfaatannya.Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai,
rawa dan danau serta curah hujan yangcukup tinggi sesungguhnya merupakan potensi alamiah
untuk memenuhi kebutuhan

3.4.  Peluang Pertanian Di Indonesia

3.4.1 Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah ( mega biodiversity  ),termasuk
plasma nutfah. Bio-diversity  darat Indonesia merupakan terbesar nomor dua di dunia setelah
Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesianomor satu dunia. Keaneka ragaman
hayati yang didukung dengan sebaran kondisigeografis, berupa dataran rendah dan tinggi serta
limpahan sinar matahari, intesitascurah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian
wilayah, sertakeaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka
jenistanaman dan ternak asli daerah tropis maupun komoditas introduksi dari daerah subtopis
secara merata sepanjang tahun di Indonesia.Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah
tanaman dan hewan yang sudahberadaptasi dengan iklim tropis merupakan sumber materi
genetik yang dapatdirekayasa untuk menghasilkan varietas dan klone tanaman unggul serta
bangsaternak. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian
tanamanpangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lamadiusahakan
sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.
3.4.2.  Lahan Pertanian

Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belumdimanfaatkan secara
optimal. Sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahansub optimal seperti lahan kering, rawa,
lebak, pasang surut dan gambut yangproduktivitasnya relatif rendah, karena kendala kekurangan
dan kelebihan air,tingginya kemasaman/salinitas, jenis tanah yang kurang subur serta
keberadaanlahan di daerah lereng dataran menengah dan tinggi. Namun apabila keberadaanlahan
sub optimal tersebut dapat direkayasa dengan penerapan inovasi teknologibudidaya dan
dukungan infrastruktur jalan dan irigasi, maka lahan tersebut dapat dirubah menjadi lahan-lahan
produktif. Di samping itu dapat pula dilakukanperluasan areal tanam melalui peningkatan
intensitas pertanaman (IP) pada lahansubur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super
ultra genjah. Potensitersebut merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman dan ternak
apabiladapat dirancang dengan baik pemanfaatannya.Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai,
rawa dan danau serta curah hujan yangcukup tinggi sesungguhnya merupakan potensi alamiah
untuk memenuhi kebutuhan air pertanian apabila dikelola dengan baik. Waduk, bendungan,
embung dan airtanah serta air permukaan lainnya sangat potensial untuk
mendukungpengembangan usaha pertanian, baik di lahan subur maupun lahan-lahan suboptimal.
Dari luas daratan Indonesia, terdapat sekitar 94,1 juta ha lahan yangsesuai untuk pertanian tanpa
mengganggu keseimbangan ekologis daerah aliransungai, sedangkan yang sudah dijadikan lahan
pertanian baru sekitar 63,7 juta ha.Dengan demikian masih terbuka peluang untuk perluasan
areal pertanian sekitar30,4 juta hektar dengan 24 juta ha diantaranya merupakan lahan subur
untukpersawahan, perkebunan dan pengembangan komoditas lain, sedangkan 6,4 jutaha lainnya
merupakan sawah pasang surut, lebak dan gambut yang masihmemerlukan inovasi khusus. Di
samping itu, hingga saat ini lahan pertanian terlantar jumlahnya cukup luas, yaitu sekitar 12,4
juta hektar.

4.4.3 Tenaga Kerja Pertanian

Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan dan memilikikultur budaya
kerja keras, sesungguhnya merupakan potensi tenaga kerja untukmendukung pengembangan
pertanian. Hingga saat ini lebih dari 43 juta tenagakerja masih menggantungkan hidupnya dari
sektor pertanian. Namun besarnya jumlah penduduk tersebut belum tersebar secara proporsional
sesuai dengansebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan
keterampilanyang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian yang berdaya
saing.Apabila keberadaan penduduk yang besar di suatu wilayah dapat ditingkatkanpengetahuan
dan keterampilannya untuk dapat berkerja dan berusaha di sektorproduksi, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, maka penduduk Indonesiayang ada dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kapasitas produksi anekakomoditas bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan
dunia. Masih terdapatcukup potensi meningkatkan kapasitas aneka produksi komoditas pertanian
melaluipenempatan tenaga kerja terlatih di daerah yang masih kurang penduduknyadengan
didukung oleh stimulus dalam bentuk penyediaan faktor produksi,bimbingan teknologi serta
pemberian jaminan pasar yang baik.

3.4.4 Teknologi

Sesungguhnya saat ini sudah cukup banyak tersedia paket teknologi tepat gunayang dapat
dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan produktifitas, kualitas dankapasitas produksi
aneka produk pertanian. Berbagai varietas, klon dan bangsaternak berdaya produksi tinggi;
berbagai teknologi produksi pupuk dan produk bio;alat dan mesin pertanian; serta aneka
teknologi budidaya, pasca panen danpengolahan hasil pertanian sudah cukup banyak dihasilkan
para peneliti di lembagapenelitian maupun yang dihasilkan oleh masyarakat petani. Beberapa
keberhasilanalih teknologi di sektor pertanian melalui program PRIMA TANI, SLPTT, P2BN,
telahmampu menggiatkan kegiatan agribisnis spesifik lokasi. Namun demikian anekapaket
teknologi ini masih belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh masyarakat petani,karena berbagai
keterbatasan yang dihadapi dan dimiliki petani seperti: prosesdiseminasi, kelembagaan dan skala
usaha, keterampilan serta tingginya biaya untukmenerapkan teknologi.

3.4.5 Pasar dan Pertumbuhan Jumlah serta Daya Beli Penduduk

Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar dalam negeriyang potensial bagi
produk-produk pertanian yang dihasilkan petani. Pada tahun2009 jumlah penduduk Indonesia
tercatat sebesar 230.632.700 jiwa denganpertumbuhan 1,25 persen per tahun. Saat ini, tingkat
konsumsi aneka produk hasilpertanian Indonesia, kecuali beras, gula dan minyak goreng, masih
relatif rendah.Rendahnya tingkat konsumsi produk pertanian ini, terutama disebabkan
masihrendahnya tingkat pendapatan per kapita penduduk Indonesia sehinggamempengaruhi daya
beli.Seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi yang saat ini tengah giatdijalankan,
maka pendapatan per kapita penduduk juga akan meningkat.Peningkatan pendapatan di satu sisi,
maka diharapkan juga terjadi peningkatanpermintaan produk pertanian di sisi lain. Permintaan
pasar domestik, di samping jumlahnya yang semakin meningkat, juga membutuhkan keragaman
produk yang bervariasi, sehingga akan membuka peluang yang lebih besar terhadap
diversifikasiproduk.Sejalan dengan era globalisasi dan pemberlakuan pasar bebas, produk
pertanianIndonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional, baik produksegar
maupun olahan. Apabila peluang pasar dalam negeri dan luar negeri dapatdimanfaatkan dengan
berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif, makahal ini akan menjadi pasar yang
sangat besar bagi produk pertanian Indonesia.

3.4.6. Peluang Pertanian Indonesia

Untuk memperbesar peluang survivial pertanian indonesia dalam menghadapi tantangan tersebut
berikut ini ditawarkan 5 strategi:

a. Advokasi Perdagangan Internasional

b. Adaptasi terhadap perkembangan teknologi

c. Produksi komoditi bernilai tinggi dan produk alternatif

d. Pengembangan pertanian organik

e. Peningkatan akses pasar bagi produk lokal.

(Anynomuos,2012)

 
 

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling
berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara.
Meskipun globalisasi pangan bukan sebuah fenomena baru, namun ia kemudian menjadi lebih
kompleks dan sampaii tingkat tertentu mengancam sistem pangan lokal. Tidak ada satupun
negara didunia yang 100% setempat. Selain ini, globalisasi pangan melahirkan ketimpangan ;
negara-negara berkembang cenderung memiliki ketergantungan pangan terhadap negara-negara
kaya yang dapat mengekpor pangan “murah” bersubsidi.

4.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini bisa memberikan pandangan tentang keadaan pangan pada
saat ini,banyaknya produk yang diimpor dari luar akan memberikan dampak negatif bagi
produksi pangan didalam negeri. Bagi masyarakat diharapkan lebih mencintai dan menghargai
produk dalam negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.2012.http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=faktor+yang+mempengaruhi+globalisasi+pangan&sourcew.Diakses Tanggal 6
Mei 2012.

Anda mungkin juga menyukai