Anda di halaman 1dari 20

PERTEMUAN KE-5

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN SOSIAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa:
1. Dapat memahami dan menjelaskan tentang Konsep Kemiskinan
2. Dapat memahami dan menjelaskan tentang Kesenjangan Distribusi
Pendapatan
3. Dapat memahami dan menjelaskan tentang Hubungan antara tingkat
kemiskinan dan kesejangan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi
yang tinggi

B. URAIAN MATERI
1. Konsep Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, tempat
tinggal, pendidikan, dan kesehatan yang layak. Secara kuantitatif, kemiskinan
merupakan suatu keadaan dimana taraf hidup manusia serba kekurangan
atau “tidak memiliki harta beda. Sedangkan secara kualitati, pengertian
kemiskinan adalah keadaan hidup manusia yang tidak layak. Kemiskinan
sangat berhubungan dengan masalah kesejahteraan masyarakat dan menjadi
tingkat minimum yang didapatkan berdasarkan standar hidup masyarakat di
suatu negara. Kemiskinan sudah menjadi masalah global, dimana setiap
negara memiliki anggota masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.
Berikut adalah pengertian kemiskianan menurut para ahli
(maxmanroe.com):
1. Hall dan Midgley. Menurut Hall dan Midgley pengertian kemiskinan adalah
kondisi deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di
bawah standar kehidupan yang layak, atau kondisi di mana individu
mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya
dalam masyarakat.
2. Faturachman dan Marcelinus Molo. Menurut Faturachman dan Marcelinus
Molo, pengertian kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang atau
beberapa orang (rumah tangga) untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
3. Reitsma dan Kleinpenning. Menurut Reitsma dan Kleinpenning pengertian
kemiskinan adalah ketidakmampuan individu untuk memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non-material.
4. Suparlan. Menurut Suparlan arti kemiskinan adalah standar tingkat hidup
yang rendah karena kekurangan materi pada sejumlah atau golongan
orang bila dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku di
masyarakat sekitarnya.
5. Friedman. Menurut Friedman pengertian kemiskinan adalah
ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan kekuasaan sosial
berupa asset, sumber keuangan, organisasi sosial politik, jaringan sosial,
barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan, serta informasi.
6. Levitan. Menurut Levitan, pengertian kemiskinan adalah kekurangan
barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup
yang layak.
7. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Menurut
BAPPENAS, arti kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena
keadaan yang tidak dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang
dimilikinya.

Jenis-Jenis Kemiskinan
Secara umum, ada beberapa jenis kemiskinan yang ada di masyarakat. Berikut
ini adalah jenis-jenis dan contoh kemiskinan tersebut:
1. Kemiskinan Subjektif. Jenis kemiskian ini terjadi karena seseorang memiliki
dasar pemikiran sendiri dengan beranggapan bahwa kebutuhannya belum
terpenuhi secara cukup, walaupun orang tersebut tidak terlalu miskin.
Contohnya: pengemis musiman yang muncul di kota-kota besar.
2. Kemiskinan Absolut. Jenis kemiskinan ini adalah bentuk kemiskinan dimana
seseorang/ keluarga memiliki penghasilan di bawah standar kelayakan atau di
bawah garis kemiskinan. Pendapatannya tersebut tidak dapat memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Contoh
kemiskinan absolut: keluarga yang kurang mampu.
3. Kemiskinan Relatif. Jenis kemiskinan ini adalah bentuk kemiskinan yang
terjadi karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menyentuh
semua lapisan masyarakat. Kebijakan tersebut menimbulkan ketimpangan
penghasilan dan standar kesejahteraan. Contohnya: banyaknya
pengangguran karena lapangan pekerjaan sedikit.
4. Kemiskinan Alamiah. Ini merupakan kemiskinan yang terjadi karena alam
sekitarnya langka akan sumber daya alam. Hal ini menyebabkan masyarakat
setempat memiliki produktivitas yang rendah. Contohnya: masyarakat di
benua Afrika yang tanahnya kering dan tandus.
5. Kemiskinan Kultural. Ini adalah kemiskinan yang terjadi sebagai akibat
kebiasaan atau sikap masyarakat dengan budaya santai dan tidak mau
memperbaiki taraf hidupnya seperti masyarakat modern. Contohnya: suku
Badui yang teguh mempertahankan adat istiadat dan menolak kemajuan
jaman.
6. Kemiskinan Struktural. Kemiskinan ini terjadi karena struktur sosial tidak
mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber daya yang ada.
Contohnya: masyarakat Papua yang tidak mendapatkan manfaat dari
Freeport.

Faktor Penyebab Kemiskinan


Menurut Rahman (2014) Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-
penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
1.  Laju Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus
meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Meningkatnya
jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengan keadaan
ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding
dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah
dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat
penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
2.  Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara
garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang
berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap
negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh
Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap
orang atausemua penduduk kesenjangan dikatakan lunak, distribusi
pendapatan nasional dikatakan cukup merata. Pendapatan penduduk yang
didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di
Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih.
3.  Tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya kualitas penduduk juga
merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan
karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja.
Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali
dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak
dapat membaca dan menulis.
4.  Kurangnya perhatian dari pemerintah.  Pemerintah yang kurang peka
terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu
faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang
mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan:
a) Pertumbuhan
b) Tingkat pendidikan
c) Struktur ekonomi

Cara Pemerintah Mengatasi Kemiskinan di Indonesia


Berikut adalah cara mengatasi kemiskinan sebagai berikut:
1. Menggerakan sektor real melalui sektor Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini sangat efektif dalam
mengatasi amsalah kemiskinan di Indonesia.
2. Membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk mengurangi jumlah
pengangguran, sebagai salah satu faktor penyebab kemiskinan di Indonesia.
3. Menghapuskan tindakan korupsi yang membuat berbagai layanan untuk
masyarakat terhambat sehingga membuat masyarakat tidak bisa menerima
haknya sebagai warna negara. Akibatnya, kemiskinan di Indonesia semakin
berkembang.
4. Meningkatkan program zakat yang akan membantu menumbuhkan
pemerataan kesejahteraan sekaligus mengatasi kemiskinan di Indonesia di
dalam masyarakat. Sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial dan
tingkat kekayaan.
5. Menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok agar masyarakat memiliki
kemampuan atau memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya.
6. Menyediakan beasiswa bagi siswa miskin pada semua jenjang pendidikan,
mulai dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, hingga perguruan tinggi. Juga menjadi
salah satu solusi mengatasi kemiskinan di Indonesia.
7. Memberikan pelayanan rujukan bagi keluarga miskin secara gratis, tanpa
biaya apa pun. Cara mengatasi kemiskinan di Indonesia di bidang
kesehatan ini berupa adanya kartu jamkesmas.
8. Mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk masyarakat tidak mampu agar
memiliki bekal dalam terjun ke dunia kerja. Cara mengatasi kemiskinan di
Indoensia ini sangat ampuh diberdayakan di seluruh pelosok Indonesia.
9. Memberikan subsidi atau bantuan kepada masyarakat tidak mampu, seperti
Bantuan Langsung Tunai (BLT), subsidi BBM, pengobatan gratis, dan
sebagainya. Namun, dalam pemberian bantuan ini sebaiknya memperhatikan
kondisi masyarakat dan diberikan secara bijak. Jangan sampai cara
mengatasi kemiskinan di Indonesia ini malah akan membuat masyarakat
menjadi malas bekerja. Dan menggantungkan diri pada bantuan pemerintah
tersebut.
10. Memberikan dana alokasi umum (DAU) agar pemerintah daerah dapat
membantu mengentaskan kemiskinan di Indonesia secara umum.
11. Melakukan reformasi tanah untuk rakyat dengan menggalakkan program
transmigrasi. Agar masyarakat memiliki tanah yang diolah secara mandiri
untuk meningkatkan perekonomian keluarga.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Sumber data
utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Modul Konsumsi dan Pengeluaran.
Adapun konsep garis Kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis
Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori
perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh
52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,
sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)
3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum
untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi
kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan
dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Rumus Penghitungan  Garis Kemiskinan:

GK = GKM + GKNM

GK : Garis Kemiskinan 
GKM : Garis Kemiskinan Makanan 
GKNM : Garis Kemiskinan Non Makan

Teknik penghitungan GKM adalah sebagai berikut:


a) Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference
populaion) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis
Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan
sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode
sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk
referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan
Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
b) Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari
52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang
kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Patokan
ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan
nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan
menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut.
Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
adalah :

Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan


mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut
daerah j dari penduduk referensi, sehingga :
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai
kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang
meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis
barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan
penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola
konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14
komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri
dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok
(47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-
kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio
pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran
komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi.
Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar
2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran
konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding
data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan
secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

Persentase Penduduk Miskin


Konsep : Head Count Index (HCI-P0), adalah persentase penduduk yang
berada dibawah Garis Kemiskinan (GK). Sumber Data : Sumber data utama
yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel
Modul Konsumsi dan Kor. 
Rumus Penghitungan :
Dimana : 
α  = 0 
z  = garis kemiskinan. 
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang
berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z 
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan. 
n  = jumlah penduduk. 

Indeks Kedalaman Kemiskinan


Konsep : Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata
pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan.
Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. Rumus Penghitungan : 

Dimana : 
α  = 1 
z  = garis kemiskinan. 
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis
kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z 
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. 
n  = jumlah penduduk. 
Indeks Keparahan Kemiskinan
Konsep :
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara
penduduk miskin.

Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan :

Dimana : 
α  = 2 
z  = garis kemiskinan. 
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis
kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z 
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. 
n  = jumlah penduduk.
Tabel 5.1
Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi, 2015-2019
PROVINSI 2015 2016 2017 2018 2019
Aceh 859.41 841.31 829.8 831.5 809.76
Sumatera utara 1508.14 1452.55 1326.57 1291.99 1260.5
Sumatera barat 349.53 376.51 359.99 353.24 343.09
Riau 562.92 501.59 496.39 494.26 483.92
Jambi 311.56 290.81 278.61 281.47 273.37
Sumatera selatan 1112.53 1096.5 1086.76 1076.4 1067.16
Bengkulu 322.83 325.6 302.62 303.55 298
Lampung 1100.68 1139.78 1083.74 1091.6 1041.48
Kep. Bangka
belitung 66.62 71.07 76.2 69.93 67.37
Kep. Riau 114.83 119.14 128.43 125.36 127.76
Dki jakarta 368.67 385.84 393.13 372.26 362.3
Jawa barat 4485.65 4168.11 3774.41 3539.4 3375.89
Jawa tengah 4505.78 4493.75 4197.49 3867.42 3679.4
Di yogyakarta 485.56 488.83 466.33 450.25 440.89
Jawa timur 4775.97 4638.53 4405.27 4292.15 4056
Banten 690.67 657.74 699.83 668.74 641.42
Bali 218.79 174.94 176.48 168.34 156.91
Nusa tenggara
barat 802.29 786.58 748.12 735.62 705.68
Nusa tenggara
timur 1160.53 1150.08 1134.74 1134.11 1129.46
Kalimantan barat 405.51 390.32 388.81 369.73 370.47
Kalimantan
tengah 148.13 137.46 137.88 136.45 131.24
Kalimantan
selatan 189.16 184.16 194.56 195.01 190.29
Kalimantan timur 209.99 211.24 218.67 222.39 220.91
Kalimantan utara 40.93 47.03 48.56 49.59 48.61
Sulawesi utara 217.15 200.35 194.85 189.05 188.6
Sulawesi tengah 406.34 413.15 423.27 413.49 404.03
Sulawesi selatan 864.51 796.81 825.97 779.64 759.58
Sulawesi tenggara 345.02 327.29 313.16 301.85 299.97
Gorontalo 206.51 203.69 200.91 188.3 184.71
Sulawesi barat 153.21 146.9 149.47 152.83 151.87
Maluku 327.78 331.79 320.42 317.84 319.51
Maluku utara 72.65 76.4 78.28 81.93 87.18
Papua barat 225.54 223.6 212.86 213.67 207.59
Papua 898.21 914.87 910.42 915.22 900.95
Indonesia 28513.57 27764.32 26582.99 25674.58 24785.87
Sumber: Data BPS (2020)

2. Kesenjangan dan Distribusi Pendapatan


Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun
berupa barang yang berasal dari pihak lain maupun hasil industri yang dinilai
atas dasar sejumlah uang dari harta yang berlaku saat itu. Pendapatan
merupakan sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari dan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup dan
penghidupan seseorang secara langsung mau pun tidak lagsung. Sedangkan
Pendapatan per kapita adalah tingkat rata-rata pendapatan penduduk
suatu negara pada periode tertentu yang diperoleh dengan membagi
jumlah pendapatan nasional (biasanya dalam PDB) dengan jumlah
penduduk di negara tersebut.
 Dalam kacamata ekonomi, kesejahteraan penduduk dapat dilihat dari
besaran pendapatannya. Semakin tinggi pendapatan perkapita penduduk,
dianggap semakin sejahtera. Namun untuk memperoleh informasi tentang
pendapatan rumahtangga sangatlah sulit, kegiatan Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik bermanfaat
dalam mengukur kesejahteraan dengan menggunakan pendekatan
pengeluaran. Secara umum jumlah pengeluaran berbanding lurus dengan
pendatapatan. Rumahtangga yang pengeluarannya banyak tentunya
mempunyai pendapatan yang besar pula, kondisi ini dapat mencerminkan
tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Kemampuan daya beli masyarakat
dapat memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan masyarakat.
Semakin tinggi daya beli masyarakat menunjukkan peningkatan kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjadi salah satu indikasi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adapun rumus untuk menghitung
pendapatan perkapita adalah sebagai berikut:
Pendapatan Nasional
Pendapatan Perkapita=
Jumlah Penduduk
 dengan melihat pendapatan nasional tingkat kesejahteraan suatu
negara dapat dilihat melalui  pendapatan per kapita. Pendapatan per
kapita juga sering digunakan untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi
antarnegara. Semakin tinggi angka pendapatan per kapita, kemakmuran
rakyat dianggap makin tinggi. 
Agar suatu negara bisa dianggap sejahtera adalah dengan melihat
bagaimana negara tersebut mendistribusikan pendapatan
nasionalnya. Apakah pendapatan nasional didistribusikan secara merata
atau tidak? untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan
yaitu dengan  Koefisien Gini. Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh
kurva yang disebut Kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan
kuantitatif antara persentase jumlah penduduk dan persentase
pendapatan yang diperoleh selama kurun waktu tertentu, biasanya
setahun. Untuk mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan, perhatikan
Kurva Lorenz. Berikut adalah contoh kurva Lorenz.

Sumber:

Kurva Lorenz adalah kurva yang bisa dijadikan patokan dalam


menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan. Unsur dalam
kurva lorenz : Sumbu horizontal (sumbu x /mendatar) mendefenisikan
persentase kumulatif penduduk. Sementara sumbu vertikal (sumbu y/
tegak) mewakili persentase pendapatan yang diterima penduduk. Dari titik
koordinat yang di dapat bisa ditarik sebuah garis dalam kurva tersebut
disebut garis kemerataan. Lebih lengkap coba perhatikan contoh kurva
Lorenz di bawah ini.
Kurva Lorenz  dibentuk oleh OBA. Distribusi pendapatan akan
dikatakan merataapabila kurva semakin mendekati garis OA. Dengan kata
lain, apabila daerah yang di arsir (antara kurva OBA dan garis OA)
semakin luas artinya pendapatan penduduk semakin tidak merata. Begitu
juga sebaliknya.
Koefisien Gini
Cara menghitung Koefisien Gini adalah dengan membandingkan luas
bidang yang arsiran dengan  luas segitga AO'O. Apabila perbandingan
lebih kecil, artinya distribusi pendapatan semakin merata dan apabila hasil
perbandingan besar maka distribusi pendapatan tidak merata. Selain itu
Koefisien Gini juga bisa dihitung dengan menggunakan rumus:

Dari hasil perhitungan koefisien Gini tersebut maka disesuaikan dengan


kriteria sebagai berikut:
1. GR < 0.3  artinya distribusi merata bagus
2. 0.3 ≤ GR ≤ 0.5  artinya distribusi pendapatan sedang
3. GR > 0.5  distribusi pendapatan buruk

Adapun cara pemerintah untuk mengatasi kesejnagan pendapatan


perkapita (kompasiana.com) adalah sebagai berikut:
a) Peningkatan upah buruh dan pekerja sebagai faktor produksi
b) Para pekerja dan buruh yang merupakan salah satu faktor produksi
harus mendapat upah yang layak sebagaiamana laba yang didapat
oleh tempatnya berkerja. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan
upah minimum regional, serta ketatpan dari pemerintah daerah
setempat.
c) Pemberian subsidi kepada masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinan
d) pemberian subsidi kepada masyarakat yang berada dibawah garis
kemiskinan berupa transfer, subsidi pendidikan, subsidi pangan,
pemberian kredi lunak, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada masayarakat yang berada di bawah
garis kemiskinan untuk hidup sejahtera, dengan mengelola modal tunai
maupun modal manusia yang dterimanya.
e) Pengadaan dan pembaharuan pajak pendapatan dan pajak kekayaan
f) Peningkatan pajak pendapatan dan pajak kekayaan kepada golongan
kaya yang dominan merasakan pertumbuhan ekonomi. Bagi penduduk
kaya, peningkatakan presentase pajak yang tidak signifikan tidak akan
menjadi masalah baginya. Peningkatan pajak pendapatan dan pajak
kekayaan ini, dapat menjadi input dalam pemberian subdsidi kepada
masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.
g) Pemberantasan korupsi sebagai parasit dalam pembangunan ekonomi
h) Salah satu ciri negara berkembang adalah membudidayanya korupsi
baik oleh pihak pemerintah maupun swasta. Hal ini tentu saja akan
menjadi pengahambat dalan menjalankan upaya-upaya yang
dilakukan. Dengan menghilangkan korups sampai keakar-akarnya,
tidak hanya distribusi oendapatan yang berjalan lancer, tetapi
pembangunan ekonomi, peningkatan taraf hidup,dan yang lainnya juga
akan berjalan dengan lancar.
Secara nasional, distribusi pendapatan di Indonesia sepenuhnya
belum merata, artinya masih terdapat tumpang tindih pendapatan yang
diterima oleh masing-masing daerah, contohnya seperti di
JABODETABEK, Upah Minimum Regional nya masih berbeda. Belum
berbicara di daerah-daerah lain, masih jauh dari harapan. Itu
menandakan bahwa distribusi pendapatan masih belum merata dan masih
terdapat kesenangan.

3. Hubungan antara tingkat kemiskinan dan kesejangan pendapatan terhadap


pertumbuhan ekonomi yang tinggi

Adapun hubungannya atara lain sebagai berikut:


1. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang
miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi
walaupun tidak proporsional. Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak
kepada orang miskin jika dibarengi dengan suatu pengurangan
kesenjangan; atau dalam perkataan lain, pangsa pendapatan dari
kelompok miskin meningkat bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan ini disebut juga definisi relative dari PPG. Walaupun secara
intuisi menarik, pendekatan atau definisi ini terbatas, terutama saat
diterapkan di dalam suatu konteks operasional. Dalam definisi PPG ini,
pertumbuhan bisa mengurangi kesenjangan. Namun, dengan
memfokuskan terlalu berat pada kesenjangan, suatu paket kebijakan bisa
mengakibatkan hasil-hasil yang suboptimal bagi kedua kelompok rumah
tangga (RT): RT miskin dan RT nonmiskin; atau laju penurunan
kemiskinan bisa lebih kecil (World Bank, 2005).
2. Pendekatan kedua fokus pada percepatan laju pertumbuhan pendapatan
dari kelompok miskin lewat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan
dengan memperbesar kesempatan-kesempatan bagi orang-orang miskin
untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju
penurunan kemiskinan. Bukti empiris memberi kesan bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah penggerak utama laju PPG, tetapi perubahan-perubahan
dalam kesenjangan bisa memperbesar atau mengurangi laju tersebut.
Jadi, mempercepat laju PPG mengharuskan tidak hanya pertumbuhan
yang lebih pesat, tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar
kemampuan-kemampuan dari orang-orang miskin untuk mendapatkan
keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang di ciptakan oleh
pertumbuhan ekonomi. Dengan penekanan pada akselerasi laju
pengurangan kemiskinan, pendekatan ini konsisten dengan komitmen
masyarakat dunia terhadap tujuan pertama dari Mellinium Development
Goals (MDG), yakni pengurangan setengah dari proporsi dari masyarakat
di sunia yang hidup kurang dari 1 dilar AS per hari (disebut kemiskinan
ekstrem) antara tahun 1990 dan tahun 2015.
Dan dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan parasit bagi
pertumbuhan ekonomi di negara kita. Karena kemiskinan membuat anggaran
negara semakin besar untuk keperluan subsidi, dan kemiskinan juga
menambah angka pengangguran yang menyebabkan berkurangnya jumlah
pendapatan nasional. Kemiskinan memang bukanlah hal yang mudah untuk
diberantas karena untuk dpat memberantas kemiskinan dipelukan juga
kerjasma antara semua pihak termasuk para penyandang predikat miskin
tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan untuk memberantas kemiskinan
di Indonesia, selama masih ada semangat untuk berusaha merumuskan
kebijakan untuk menanggulangi pembengkakan kemiskinan di negara kita ini
tanpa merugikan pihak lain.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan dan
penurunan kemiskinan disajikan dan gambar berikut ini.
Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.
World bank (1990) peprangan melawan kemiskinan melalui:
a) Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat
karya
b) Pengembangan SDM
c) Membuat jaringan pengaman sosial bagi penduduk miskin yang tidak mampu
memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta
pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana,
konflik social atau wilayah yang terisolasi
World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan
dengan 3 pilar:
a) Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk
mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan
mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan
pengambilan keputusan tingkat local.
b) Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang
merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan
ekonomi makrodan jaringan pengaman yang lebih komprehensif
c) Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik
dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset
tersebut.
ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:
a) Pertumbuhan berkelanjutan yang prokemiskinan
b) Pengembangan social yang mencakup: pengembangan SDM, modal social,
perbaikan status perempuan, dan perlindungan social
c) Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan
untuk mencapai keberhasilan
d) Factor tambahan:
 Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar
 Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah
Strategi oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan:
a) Jangka pendek yaitu membangun sector pertanian, usaha kecil dan ekonomi
pedesaan
b) Jangka menenga\h dan panjang mencakup:
 Pembangunan dan penguatan sector swasta
 Kerjasama regional
 Manajemen APBN dan administrasi
 Desentralisasi
 Pendidikan dan kesehatan
 Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
 Pembagian tanah pertanian yang merata

C. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan berikut dengan baik dan benar:
1. Coba saudara jelaskan bagaimana tanggapan saudara tentang kemiskinan?
2. Menurut saudara, apakah kemiskinan di Indonesia sudah tidak ada?
Jelaskan.
3. Coba saudara jelaskan bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi
kemiskinan di Indonesia?
4. Coba saudara jelaskan dampak kemiskinan bagi kehidupan masyarakat?
5. Coba saudara jelaskan kondisi kemiskinan di Indonesia lima tahun terakhir?
6. Apakah Anda sudah Merasakan dampak dari program pemerintah dalam
mengatasi kemiskinan di Indonesia?
7. Coba saudara jelaskan tentang kurva Lorez dan kofisien gini?

D. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2020,
https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-
ketimpangan.html#subjekViewTab1 (diakses pada hari Rabu, 22 Januari
2020).

Kompasiana, 2019, Kesenjangan dan Distribusi Pendapatan, Apakah Hanya


Sekadar Teori?”
https://www.kompasiana.com/faurganhidayat9362/5dd10a69097f365ab14
bad13/kesenjangan-dan-distribusi-pendapatan-apakah-hanya-sekedar-
teori, (diakses pada hari Rabu, 22 Januari 2020).
Martha Yunanda, 2020, “Distribusi Pendapatan, Kurva Lorenz dan Koefisien
Gini”, https://ruangbelajarekonomi.blogspot.com/2016/10/kurva-lorenz-
dan-koefisien-gini.html, (diakses pada hari Rabu, 22 Januari 2020)

maxmanroe.com. 2020. “Pengertian Kemiskinan Secara Umum, Jenis,


Penyebab, dan Dampak Kemiskinan”
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-kemiskinan.html.
(diakses hari Jumat 7 Februari 2020)

Rahman, 2014, “Kemiskinan & Kesenjangan Pendapatan”


http://studensite.gunadarma.ac.id (diakses hari Jumat 7 Februari 2020)

Anda mungkin juga menyukai