Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KONSEP PENGUKURAN KEMISKINAN DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Maria Fransiska Nitbani (12220072)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah utama yang ingin dituntaskan oleh berbagai negara di
seluruh dunia.Negara Indonesia yang merupakan negara berkembang berusaha untuk
menurunkan kemiskinan.Oleh karena itu, upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan
secara komprehensif, meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan secara
terpadu. Pengentasan kemiskinan akan menjadi salah satu indikator penting dari keberhasilan
pembangunan.

Kemiskinan juga membuat jutaan anak- anak bangsa tidak bisa melanjutkan pendidikan
yang berkualitas, kurangnya kesempatan menatap dan berinvestasi. kesulitan membiayai
kehidupan sehari-hari, kesulitan dalam membiayai kesehatan, kurangnya lapangan pekerjaan,
ketidakmampuan dalam membeli pangan dan sandang, dan kurangnya akses layanan publik.

Kemiskinan juga menyebabkan masyarakat mengorbankan apa saja demi sebuah


kebutuhan hidup sehingga masyarakat rela dibayar tidak sepadan demi mendapatkan
pendapatan untuk kebutuhan hidup. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pembangunan
nasional adalah salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sejalan
dengan tujuan tersebut, berbagai kegiatan pembangunan telah diarahkan kepada pembangunan
daerah khususnya daerah yang relatif miskin terus dari tahun ke tahun.

Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas


dan kebutuhan masing- masing daerah dengan dasar dan sasaran pembangunan nasional yang
telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan jangka pendek. Pemerintah
mengalokasikan dana untuk peningkatan pelayanan tersebut dalam bentuk alokasi belanja
daerah yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Sumber-
sumber keuangan utama daerah yang digunakan untuk membiayai belanja daerah adalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu berupa pendapatan pajak daerah, retribusi daerah,
pendapatan hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Ini
merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah. Dengan kebijakan otonomi daerah,
pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menciptakan pendapatan daerahnya serta
melakukan alokasi untuk prioritas pembangunan di daerahnya secara mandiridan diharapkan
dapat lebih meratakan pembangunan sesuai dengan potensi dan aspirasi lokal untuk
mengembangkan wilayah guna meningkatkan kesejahteran masyarakat.Masyarakat
diharapkan juga turut berperan menjadi subjek pembangunan, bukan hanya menjadi objek
pembangunan, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan suatu daerah dan juga
kemajuan nasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: Bagaimana indikator kemiskinan dan Kebijakan penanggulangan kemiskinan
di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu Kemiskinan.
2. Mengetahui Indikator Kemiskinan
3. Mengetahui Karakteristik kemiskinan
4. Mengetahui Fakto Penyebab Kemiskinan
5. Mengetahui Kebijakan Penangulangan Kemiskinan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan secara etimologis berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda
dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak
(BPS dan Depsos, 2002).
Secara harfiah Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 2008, miskin itu berarti tidak
berharta benda. Miskin juga berarti tidak mampu mengimbangi tingkat kebutuhan hidup
standar dan tingkat penghasilan dan ekonominya rendah. Secara singkat kemiskinan dapat
didefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan
materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standard kehidupan yang
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berkaitan
erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan
kehormatan yang layak sebagai warga negara (Perpes No 7 Tahun 2005 tentang RPJMN).
Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang
dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok
orang (Amelia, 2012).
Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam
mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan hidup
(Suryawati, 2004).
Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang,
sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan
ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya
posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa
depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih menekankan pada “kualitas hidup”
yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa laju pertumbuhan
industri tidak mengurangi bahkan justru menambah tingkat polusi udara dan air, mempercepat
penyusutan sumber daya alam, dan mengurangi kualitas lingkungan. Sementara untuk negara-
negara yang sedang berkembang, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada Tahun 1960
sedikit sekali pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di
negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan itu bersifat
multidimensional artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan
pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik,
pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial,
sumber-sumber keuangan, dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut
termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan
kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, dimensi-dimensi
kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti
kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau
kemunduran aspek lainnya. Dan aspek lain dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu
manusianya baik secara individual maupun kolektif (Simatupang, 2003).
Menurut Djojohadikusumo (1995) pola kemiskinan ada empat yaitu, Pertama adalah
persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Pola kedua
adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara
keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai
pada kasus nelayan dan petani tanaman pangan. Pola keempat adalah accidental poverty,
yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu
yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat
digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.
Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang
mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan
sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial
psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan dan struktur sosial yang
mendukung dalam mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas.
Istilah kemiskinan selalu melekat dan begitu popular dalam masyarakat yang sedang
berkembang. Istilah itu sangat mudah diucapkan tetapi begitu mudah untuk menentukan yang
miskin itu yang bagaimana siapa yang tergolong penduduk miskin. Untuk memberi
pemahaman konseptual, akan dikemukan dua pengertian kemiskinan yaitu:
1. Secara kualitatif, definisi kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup
manusia tidak layak sebagai manusia,
2. Secara kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup manusia serba
kekurangan, atau dengan bahasa yang tidak lazim “tidak berharta benda” (Mardimin,
1996).

B. Indikator Kemiskinan
Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru (2014) memberikan rumusan yang konkrit
sebagai indikator utama kemiskinan adalah:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/ sungai/air hujan
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam dalam satu kali seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas lahan 500m2, buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp 600.000,- per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp 500.000,- seperti
sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

C. Karakteristik Kemiskinan
Dimensi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers (2006) memberikan penjelasan
mengenai bentuk persoalan dalam kemiskinan dan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kondisi yang disebut memiskinkan. Konsep kemiskinan tersebut memperluas
pandangan ilmu sosial terhadap kemiskinan yang tidak hanya sekedar kondisi
ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhan pokok, akan tetapi juga
kondisi ketidakberdayaan sebagai akibat rendahnya kualitas kesehatan dan pendidikan,
rendahnya perlakuan hukum, kerentanan terhadap tindak kejahatan (kriminal), resiko
mendapatkan perlakuan negatif secara politik, dan terutama ketidakberdayaan dalam
meningkatkan kualitas kesejahteraannya sendiri.
Masyarakat miskin sesuai karakteristiknya menurut Kartasasmita (1993), umumnya
lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi, sehingga
semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.
Adapun bentuk-bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004) :
1. Kemiskinan absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada
di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar
hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan
perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan utama dalam konsep
kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum
karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi
juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya.
Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak, seseorang membutuhkan barang-
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.
2. Kemiskinan relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan
keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan
mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep
kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, kemiskinan
dapat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan antara
tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar
pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin.
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu
tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya
pembebasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini juga terkadang memiliki
unsur diskriminatif. Bentuk kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang
paling banyak mendapatkan perhatian di bidang ilmu sosial terutama di kalangan
negara-negara pemberi bantuan/pinjaman seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank
Pembangunan Asia. Bentuk kemiskinan struktural juga dianggap paling banyak
menimbulkan adanya ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya
(Jarnasy, 2004).
4. Kemiskinan Situsional atau kemiskinan natural
Kemiskinan situsional terjadi di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan
oleh karenanya menjadi miskin.
5. Kemiskinan kultural.
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat adanya
sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal dari budaya
atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata
cara modern. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak
pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak lain.
Setelah dikenal karakteristik kemiskinan, dikenal pula dengan jenis kemiskinan berdasarkan
sifatnya. Adapun jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya adalah:
1. Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai akibat adanya
kelangkaan sumberdaya alam dan minimnya atau ketiadaan prasarana umum (jalan
raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur. Daerah- daerah
dengan karakteristik tersebut pada umumnya adalah daerah yang belum terjangkau
oleh kebijakan pembangunan sehingga menjadi daerah tertinggal.
2. Kemiskinan Buatan
Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem modernisasi
atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki banyak
kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi secara
merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari pelaksanaan konsep
pembangunan (developmentalism) yang umumnya dijalankan di negara- negara
sedang berkembang. Sasaran untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi
mengakibatkan tidak meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan di mana sektor
industri misalnya lebih menikmati tingkat keuntungan dibandingkan mereka yang
bekerja di sektor pertanian.

D. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan


Setiap permasalahan yang timbul pasti karna ada faktor yang mengiringnya yang
menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan.
Beberapa faktor yang nenyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam
Hudyana (2009) yaitu :
1. Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat.
Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
2. Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan
usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin
banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang
harus dipenuhi.
3. Pendidikan yang Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai
keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan
atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
4. Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil
sensus penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk
dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak
sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah
dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk
hidup di bawah garis kemiskinan.
5. Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun
bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
6. Kurangnya Perhatian dari Pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat
menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan
kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.

E. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia


Pada pemerintahan Presiden Jokowi pun membuat beberapa program. Adapun program-
program tersebut di antaranya melalui kebijakan pengembangan dan penguatan sistem
penyediaan layanan dasar, peningkatan efektivitas program Bidik Misi, penataan asistensi
sosial (Kartu Indonesia Sehat/KIS, Kartu Indonesia Pintar/KIP, dan Kartu Keluarga
Sejahtera/KKS), program selanjutnya seperti, perluasan cakupan kepesertaan jaminan sosial,
serta integrasi data kependudukan dan kepesertaan jaminan sosial.
Selain pemberdayaan, program-program untuk mengurangi beban penduduk miskin dan
rentan juga akan terus dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu program pengentasan
kemiskinan yang dirasa cukup berhasil misalnya, bantuan tunai bersyarat melalui Program
Keluarga Harapan (PKH) akan lebih diperluas cakupannya.
Program-program lainnya yang akan dilanjutkan seperti, transformasi beras untuk
keluarga sejahtera (Rastra) menjadi bantuan pangan, serta keberlanjutan subsidi energi dan
pupuk, bantuan iuran jaminan kesehatan/KIS, bantuan pendidikan melalui KIP, bantuan sosial
di luar sistem keluarga, dan jaminan sosial yang lain diharapkan mampu menurunkan angka
kemiskinan.
Guna memperkuat program-program pengentasan kemiskinan tersebut, Pemerintah juga
mendorong kebijakan kemiskinan terkait revolusi mental diantaranya melalui:
1. Redesign program yang memungkinkan perubahan mindset masyarakat miskin menjadi
produktif, mandiri, dan bermartabat,
2. Mengaitkan program sosial yang mendorong masyarakat miskin peduli dengan
kesehatan, pendidikan, dan keluarga berencana, serta
3. Mempromosikan solidaritas sosial di masyarakat.
BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berkaitan
erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan
kehormatan yang layak sebagai warga negara (Perpes No 7 Tahun 2005 tentang RPJMN).

Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di
negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan itu bersifat
multidimensional artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan
pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik,
pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial,
sumber-sumber keuangan, dan informasi.

Program-program untuk mengurangi beban penduduk miskin dan rentan juga akan terus
dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dirasa cukup
berhasil misalnya, bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) akan
lebih diperluas cakupannya.

Anda mungkin juga menyukai