Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi
pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Kemiskinan merupakan
gambaran kehidupan di banyak negara berkembang yang mencakup lebih dari
satu milyar penduduk dunia. Kemiskinan merupakan permasalahan yang
diakibatkan oleh kondisi nasional suatu negara dan situasi global. Globalisasi
ekonomi dan bertambahnya ketergantungan antar negara, tidak hanya
merupakan tantangan dan kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi serta
pembangunan suatu negara, tetapi juga mengandung resiko dan ketidakpastian
masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir
(2002:10), suatu negara dikatakan miskin biasanya ditandai dengan tingkat
pendapatan perkapita rendah, mempunyai tingkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi (lebih dari 2 persen per tahun), sebagian besar tenaga kerja bergerak di
sektor pertanian dan terbelenggu dalam lingkaran setan kemiskinan.
Kemiskinan juga menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah negara indonesia, dewasa ini pemerintah belum mampu
menghadapi atau menyelesaikan permasalahan tersebut. Pemerintah sendiri
selalu mencanangkan upaya penanggulangan kemiskinan dari tahun ketahun.
Namun jumlah penduduk miskin Indonesia tidak juga mengalami penurunan
yang signifikan, walaupun data di BPS menunjukkan kecenderungan
penurunan jumlah penduduk miskin, secara kualitatif belum menampakkan
dampak perubahan yang nyata malahan kondisinya semakin memprihatinkan
tiap tahunnya (Wongdesmiwati, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian, bentuk dan jenis-jenis dari kemiskinan ?
2. Bagaiaman strategi untuk mengurangi kemiskinan ?
3. Bagaimana kondisi kemiskinan di Indonesia berdasarkan data BPS ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian, bentuk dan jenis – jenis kemiskinan
2. Mengetahui strategi untuk mengurangi kemiskinan
3. Mengetahui kondisi kemiskinan di Indonesia berdasarkan data BPS
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kemiskinan


Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat berlindung,
pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global, yang sebagian orang
memahami istilah ini secara subjektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif serta sebagian yang lain
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
1. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan adalah ketidakmampuan
untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi
kebutuhan makanan maupun non makanan.
2. Sedangkan menururt Bappenas kemiskinan adalah kondisi dimana
seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak dasar untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-
hak tersebut antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya
alam, lingkungan hidup, rasa aman, ancaman, tindak kekerasan dan hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.

2.2 Bentuk dan Jenis Kemiskinan


Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk
permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun
keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):
1) Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan
seseorang atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga
kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan
kualitas hidup. Garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau
konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan
standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai
2
sebagai konsep untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau
sekelompok orang yang disebut miskin.
2) Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi
karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau
ke seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan
pendapatan atau ketimpangan standar kesejahteraan. Daerahdaerah yang
belum terjangkau oleh program-program pembangunan seperti ini umumnya
dikenal dengan istilah daerah tertinggal.
3) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai
akibat adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya
berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk
memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen. Kebiasaan seperti ini dapat
berupa sikap malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif, dan
relatif pula bergantung pada pihak lain.
4) Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi
pada suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang
mendukung adanya pembebasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini
juga terkadang memiliki unsur diskriminatif. Bentuk kemiskinan struktural
adalah bentuk kemiskinan yang paling banyak mendapatkan perhatian di
bidang ilmu sosial terutama di kalangan negaranegara pemberi
bantuan/pinjaman seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia.
Bentuk kemiskinan struktural juga dianggap paling banyak menimbulkan
adanya ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya (Jarnasy,
2004: 8-9).

Setelah dikenal bentuk kemiskinan, dikenal pula dengan jenis


kemiskinan berdasarkan sifatnya. Adapun jenis kemiskinan berdasarkan
sifatnya adalah:
1) Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai akibat
adanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya atau ketiadaan pra
3
sarana umum (jalan raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah yang
kurang subur. Daerah-daerah dengan karakteristik tersebut pada umumnya
adalah daerah yang belum terjangkau oleh kebijakan pembangunan
sehingga menjadi daerah tertinggal.
2) Kemiskinan Buatan
Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem
moderenisasi atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat tidak
memiliki banyak kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana, dan
fasilitas ekonomi secara merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak
negatif dari pelaksanaan konsep pembangunan (developmentalism) yang
umumnya dijalankan di negara-negara sedang berkembang. Sasaran untuk
mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan tidak
meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan di mana sektor industri
misalnya lebih menikmati tingkat keuntungan dibandingkan mereka yang
bekerja di sektor pertanian.

Pada umumnya, identifikasi kemiskinan hanya dilakukan pada


indikator-indikator yang relatif terukur seperti pendapatan per kapita dan
pengeluaran/konsumsi rata-rata. Ciri-ciri kemiskinan yang hingga saat ini
masih dipakai untuk menentukan kondisi miskin adalah:
1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal,
peralatan kerja, dan ketrampilan yang memadai.
2) Tingkat pendidikan yang relatif rendah
3) Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga
bekerja di lingkungan sektor informal sehingga mereka ini
terkadang disebut juga setengah menganggur
4) Berada di kawasan pedesaan atau di kawasan yang jauh dari pusat-
pusat pertumbuhan regional atau berada pada kawasan tertentu di
perkotaan (slum area)
5) Memiliki kesempatan yang relatif rendah dalam memperoleh
bahan kebutuhan pokok yang mencukupi termasuk dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan sesuai dengan
standar kesejahteraan pada umumnya.

4
2.3 Indikator – Indikator Mengenai Kemiskinan

2.3.1 Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi


Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah bentuk
ketidakmampuan dari pendapatan seseorang maupun sekelompok orang untuk
mencukupi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar. Dimensi ekonomi dari
kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan
atau dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan seseorang baik
secara finansial maupun jenis kekayaan lainnya yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suryawati, 2004: 123). Dari
pengertian ini, dimensi ekonomi untuk kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu
aspek pendapatan dan aspek konsumsi atau pengeluaran.
Aspek pendapatan yang dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan
adalah pendapatan per kapita, sedangkan untuk aspek konsumsi yang dapat
digunakan sebagai indikator kemiskinan adalah garis kemiskinan.
1) Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita menyatakan besarnya rata-rata pendapatan
masyarakat di suatu daerah selama kurun waktu 1 tahun. Besarnya pendapatan
per kapita (income per capita) dihitung dari besarnya output dibagi oleh jumlah
penduduk di suatu daerah untuk kurun waktu 1 tahun (Todaro, 1997: 437).
Indikator pendapatan per kapita menerangkan terbentuknya pemerataan
pendapatan yang merupakan salah satu indikasi terbentuknya kondisi yang
disebut miskin.
2) Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan merupakan salah satu indikator kemiskinan yang
menyatakan rata-rata pengeluaran makanan dan non-makanan per kapita pada
kelompok referensi (reference population) yang telah ditetapkan (BPS, 2004).
Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu
mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas garis kemiskinan.
Berdasarkan definisi dari BPS, garis kemiskinan dapat diartikan sebagai batas
konsumsi minimum dari kelompok masyarakat marjinal yang berada pada
referensi pendapatan sedikit lebih besar daripada pendapatan terendah. Pada
prinsipnya, indikator garis kemiskinan mengukur kemampuan pendapatan
dalam memenuhi kebutuhan pokok/dasar atau mengukur daya beli minimum
masyarakat di suatu daerah. Konsumsi yang dimaksudkan dalam garis
5
kemiskinan ini meliputi konsumsi untuk sandang, pangan, perumahan,
kesehatan, dan pendidikan (Suryawati, 2004: 123).

2.3.2. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Peran Pemerintah


Pemerintah sebagai regulator sekaligus dinamisator dalam suatu
perekonomian merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral dalam
upaya untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Di Indonesia,
pelaksanaan penanggulangan permasalahan kemiskinan dikoordinasikan oleh
Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan yang bekerja sama dengan
Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial. Program penanggulangan
masalah kemiskinan ini dibiayai melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja
Nasional (APBN) melalui pos pengeluaran untuk Program Pembangunan.
Prinsip yang digunakan untuk program ini bahwa penanggulangan kemiskinan
dilakukan melalui upaya untuk meningkatkan pembangunan di bidang sumber
daya manusia dan pemenuhan sarana maupun pra sarana fisik. Kedua bentuk
pelaksanaan dalam APBN ini disebut juga investasi pemerintah untuk sumber
daya manusia dan investasi pemerintah di bidang fisik.
Adapun pos pengeluaran pembangunan untuk investasi sumber daya
manusia maupun investasi fisik dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel :
Pos Pengeluaran Pemerintah Untuk Investasi
Sumber Daya Manusia dan Investasi Fisik
Investasi Sumber Daya Manusia Investasi Fisik
1. Pendidikan, Kebudayaan 1. Industri
Nasional, Pemuda, dan Olah Raga 2. Pertanian dan Kehutanan
2. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, 3. Sumber Daya Air dan Irigasi
Peranan Wanita, Anak, dan Remaja 4. Tenaga Kerja
3. Agama 5. Perdagangan, Pengembangan Usaha
4. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Daerah, Keuangan Daerah, dan
Koperasi
6. Transportasi, Meteorologi, dan
Geofisika
7. Pertambangan dan Energi
8. Pariwisata, Pos, dan

6
Telekomunikasi
9. Pembangunan Daerah dan
Transmigrasi
10. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang
11. Kependudukan dan Keluarga
Berencana
12. Perumahan dan Pemukiman
13. Hukum
14. Aparatur Pemerintah dan
Pengawasan
15. Politik, Penerangan, Komunikasi,
dan Media Massa
16. Keamanan dan Ketertiban Umum
17. Subsidi Pembangunan Kepada
Daerah Bawahan
Sumber: Statistik Keuangan Daerah (BPS Propinsi NTT, 2004).

2.3.3. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kesehatan


Dari berbagai data kemiskinan yang dihimpun menyebutkan adanya
keterkaitan antara kemiskinan dan kualitas kesehatan masyarakat. Rendahnya
kemampuan pendapatan dalam mencukupi/memenuhi kebutuhan pokok
menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk menjangkau atau memperoleh
standar kesehatan yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi maupun pelayanan
kesehatan yang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah tingginya
resiko terhadap kondisi kekurangan gizi dan kerentanan atau resiko terserang
penyakit menular. Kelompok masyarakat yang disebut miskin juga memiliki
keterbatasan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan/pengobatan yang
memadai sehingga akan menyebabkan resiko kematian yang tinggi.
Indikator pelayanan air bersih atau air minum merupakan salah satu
persyaratan terpenuhinya standar hidup yang ideal di suatu daerah.
Ketersediaan air bersih akan mendukung masyarakat untuk mewujudkan
standar hidup sehat yang layak. Dalam hal ini, ketersediaan air bersih akan
mengurangi resiko terserang penyakit yang diakibatkan kondisi sanitasi air
yang buruk. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka terdapat
keterkaitan/hubungan antara ketersediaan pelayanan air bersih dan jumlah
7
penduduk miskin di suatu daerah. Pada sisi permasalahan lain, ketersediaan air
bersih sangat ditentukan oleh kemampuan pembangunan pra sarana air bersih
dalam menjangkau lingkungan atau pemukiman masyarakat. Masyarakat yang
kurang terjangkau oleh pelayanan air bersih/minum relatif lebih rendah
kualitas kesehatannya dibandingkan masyarakat yang telah mendapatkan
pelayanan air bersih.

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin


Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin di suatu
daerah diterangkan sebagai berikut.
1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita
Pada prinsipnya, PDRB per kapita merupakan konsep dari pendapatan
per kapita yang diimplementasikan penjelasannya pada lingkup
regional/daerah. Besarnya pendapatan per kapita di suatu daerah
mencerminkan aspek pemerataan pendapatan dengan menggunakan besarnya
nilai rata-rata keseluruhan pendapatan rumah tangga dalam perekonomian
daerah. Pendapatan per kapita menggambarkan kemampuan rata-rata
pendapatan masyarakat di suatu daerah.
Konsep pendapatan per kapita seperti ini dianggap masih relevan
untuk menerangkan terbentuknya jumlah penduduk miskin di daerah tersebut.
Apabila pendapatan per kapita meningkat, maka kemampuan rata-rata
pendapatan masyarakat di suatu daerah akan semakin meningkat. Ini berarti
kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok di daerah tersebut
juga akan semakin meningkat. Jika kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
pokok meningkat, maka jumlah penduduk miskin di daerah tersebut akan
berkurang. Sebaliknya, apabila pendapatan per kapita di daerah
berkurang/menurun, maka akan menurun pula kemampuan pendapatan rata-
rata masyarakat di daerah tersebut. Jika kemampuan pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan pokok menurun, maka jumlah penduduk miskin di
daerah tersebut akan meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka PDRB
per kapita berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin.

2) Pengeluaran Pemerintah Untuk Pembangunan


Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan merupakan faktor
penentu jumlah penduduk miskin yang berasal dari sisi pendekatan anggaran
8
pemerintah (Saleh, 2002). Pengeluaran tersebut meliputi keseluruhan
pengeluaran untuk program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan penduduk di suatu daerah. Semakin tinggi pengeluaran
pemerintah untuk pembangunan, maka akan semakin tinggi pula taraf
kesejahteraan yang dapat dicapai atau diperoleh penduduk di suatu daerah.

3) Angka Melek Huruf (AMH)


Salah satu indikator kesejahteraan di bidang pendidikan adalah
indikator jumlah penduduk yang dinyatakan melek huruf. Indikator ini
mencerminkan kemampuan penduduk di suatu daerah untuk mengakses
fasilitas, layanan pemerintahan, dan sarana lainnya yang membutuhkan
kemampuan untuk bisa membaca dan menulis, termasuk di antaranya adalah
persyaratan dalam mencari kerja (Suryawati, 2004). Semakin tinggi jumlah
penduduk yang melek huruf, maka akan semakin tinggi pula kemampuan
masyarakat untuk mengakses fasilitas maupun sarana untuk dapat
meningkatkan taraf kesejahteraannya.

4) Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Air Bersih (RPA)


Air bersih atau air minum merupakan salah satu sarana publik yang
cukup vital, sehubungan dengan manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan
dasar, baik individu maupun keluarga (Harahap, 2006). Akses terhadap air
bersih atau air minum akan menentukan kemampuan penduduk untuk
mencukupi kebutuhan pokoknya yang terdiri atas kebutuhan atas makanan dan
minuman, serta kebutuhan lain yang berhubungan dengan peningkatan
kesejahteraan. Semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak mendapatkan akses
atas air bersih, maka akan semkin tinggi pula jumlah penduduk miskin di
daerah tersebut.

5) Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Fasiliats Kesehatan


Fasilitas kesehatan merupakan salah satu fasilitas publik yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan (Saleh, 2002). Fasilitas kesehatan
sekarang ini tidak hanya berfungsi untuk memberikan layanan kesehatan, akan
tetapi berperan pula untuk memberikan perbaikan gizi keluarga. Layanan
kesehatan akan memberikan pencegahan dan pengobatan atas penyakit atau
gangguan medis, sehingga akan mampu meningkatkan kualitas kesehatan
9
masyarakat. Semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak mendapatkan akses
fasilitas kesehatan, maka akan semakin tinggi resiko penularan penyakit
ataupun gizi buruk yang selanjutnya akan menjadi penyebab tingginya angka
kematian dan buruknya kesehatan ibu dan bayi.

2.5 Strategi Mengurangi Kemiskinan


Kemiskinan Menurut Arsyad, ada beberapa strategi dalam mengurangi
kemiskinan yaitu:
a. Pembangunan Pertanian
Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi dari
pengurangan kemiskinan di Indonesia. Aspek dari pembangunan pertanian
yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengurangan
kemiskinan terutama di perdesaan. Kontribusi terbesar bagi peningkatan
pendapatan perdesaan dan pengurangan kemiskinan di perdesaan dihasilkan
dari adanya revolusi teknologi dalam pertanian padi, termasuk pembangunan
irigasi. Kontribusi lainnya adalah dari program pemerintah untuk
meningkatkan produksi tanaman keras.

b. Pembangunan Sumber Daya Manusia


Perbaikan akses terhadap konsumsi pelayanan sosial (pendidikan,
kesehatan, dan gizi) merupakan alat kebijakan penting dalam strategi
pemerintah secara keseluruhan untuk mengurangi kemiskinan dan
memperbaiki kesejahteraan penduduk Indonesia. Perluasan ruang lingkup dan
kualitas dari pelayanan-pelayanan pokok membutuhkan investasi modal yang
pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas golongan miskin. Pada waktu
yang sama, pelayanan tersebut akan memuaskan konsumsi pokok yang
dibutuhkan golong miskin. Pelayanan-pelayanan pokok seperti air bersih,
tempat pembuangan sampah, perumahan dan lain-lain.

b. Perananan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)


Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memberikan peran yang lebih
besar dalam perancangan dan implementasi program pengurangan kemiskinan.
Keterlibatan LSM dalam mengurangi kemiskinan dapat meringankan biaya

10
fianansial dan staf dalam penerapan program padat karya untuk mengurangi
kemiskinan.

Untuk menanggulangi masalah kemiskinan diperlukan upaya yang


memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar di
berbagai sektor. Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan
Sumodiningrat (1998) dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu kebijakan
tidak langsung, dan kebijakan yang langsung.
Kebijakan tak langsung meliputi :
a. Upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi ekonomi, sosial
dan politik
b. Mengendalikan jumlah penduduk
c. Melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat
miskin melalui kegiatan pelatihan.
Sedangkan kebijakan yang langsung mencakup :
a. Pengembangan data dasar (base data) dalam penentuan kelompok sasaran
(targeting);
b. Penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan
pendidikan);
c. Penciptaan kesempatan kerja;
d. program pembangunan wilayah; dan
e. pelayanan perkreditan.

Untuk menanggulangi masalah kemiskinan harus dipilih strategi yang


dapat memperkuat peran dan posisi perekonomian rakyat dalam perekonomian
nasional, sehingga terjadi perubahan struktural yang meliputi pengalokasian
sumber daya, penguatan kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia
(Sumodiningrat, 1998).
Program yang dipilih harus berpihak dan memberdayakan masyarakat
melalui pembangunan ekonomi dan peningkatan perekonomian rakyat.
Program ini harus diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan
secara langsung pada perluasan akses masyarakat miskin kepada sumber daya
pembangunan dan menciptakan peluang bagi masyarakat paling bawah untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mereka mampu mengatasi
kondisi keterbelakangannya.
11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kriteria Miskin (Statistik BPS)

Pengertian kemiskinan antara satu Negara dengan Negara lain juga


berbeda. Pengertian kemiskinan di Indonesia dibuat oleh BPS. Lembaga tersebut
mendefinisikan kemiskinan dengan membuat kriteria besarannya pengeluaran per
orang per hari sebagai bahan acuan. Dalam konteks itu, pengangguran dan
rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan untuk penentuan kriteria tersebut.
Kriteria statistik BPS tersebut adalah:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga
lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air
hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak
tanah
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/
tamat SD.

12
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor,
atau barang modal lainnya.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga miskin.

3.2 Ukuran Kemiskinan


Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada
Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Worldbank.
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari
sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk
miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan.

a. Garis Kemiskinan (GK)


Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran
minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun
non-makanan. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan
Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai


pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan
dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan
dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-
umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan, minyak dan lemak, dll).

Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan nilai


pengeluaran minimum untuk kebutuhan non-makanan berupa
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi
kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di
perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

13
Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM
GK = Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Teknik penghitungan GKM


● Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference
population) yaitu 20% penduduk yang berada di atas Garis Kemiskinan
Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai
penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasarkan GK periode
sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk
referensi ini, kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
● Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran
dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk
referensi, yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita
per hari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi
1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan
dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari 52 komoditi
tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) adalah :

Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan


mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari
penduduk referensi, sehingga :
14
● Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai
kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang
meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Pemilihan jenis
barang dan jasa non-makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan
dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk.
Pada periode sebelum tahun 1993, komoditi non-makanan terdiri dari 14
komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di perdesaan. Kemudian sejak tahun
1998, terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub
kelompok (47 jenis komoditi) di perdesaan. Nilai kebutuhan minimum per
komoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu
rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran
komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas Modul Konsumsi.
Rasio tersebut dihitung berdasarkan hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan
Dasar (SPKKD) 2004, yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran
konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci
dibandingkan data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non-
makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

15
b. Persentase Penduduk Miskin
Head Count Index (HCI-P0) adalah persentase penduduk yang
berada di bawah Garis Kemiskinan (GK).
Rumus Penghitungan :

Dimana :
α =0
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n = jumlah penduduk.

c. Indeks Kedalaman Kemiskinan


Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata
pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Rumus Penghitungan :

Dimana :
α =1
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n = jumlah penduduk.
16
d. Indeks Keparahan Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2)
memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk
miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran
di antara penduduk miskin.
Rumus Penghitungan :

Dimana :
α =2
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n = jumlah penduduk.

f. Gini Ratio
Dalam mengukur tingkat ketimpangan di Indonesia, BPS menggunakan
data pengeluaran sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas.
Gini ratio adalah salah satu ukuran ketimpangan pengeluaran yang digunakan.
Nilai gini ratio berkisar antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai gini ratio yang
semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin
tinggi.

3.3 Data Kemiskinan di Indonesia


Berdasarkan data BPS :

1. Persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen,


meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 persen
poin terhadap September 2021.

2. Jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang,
meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 juta

17
orang terhadap September 2021.

3. Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,50


persen, naik menjadi 7,53 persen pada September 2022. Sementara
persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2022 sebesar 12,29
persen, naik menjadi 12,36 persen pada September 2022.

4. Dibanding Maret 2022, jumlah penduduk miskin September 2022


perkotaan meningkat sebanyak 0,16 juta orang (dari 11,82 juta orang pada
Maret 2022 menjadi 11,98 juta orang pada September 2022). Sementara
itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan meningkat
sebanyak 0,04 juta orang (dari 14,34 juta orang pada Maret 2022 menjadi
14,38 juta orang pada September 2022).

5. Garis Kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar


Rp535.547,00/kapita/ bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan
Makanan sebesar Rp397.125,00 (74,15 persen) dan Garis Kemiskinan
Bukan Makanan sebesar Rp138.422,00 (25,85 persen).

6. Pada September 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia


memiliki 4,34 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya
Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar
Rp2.324.274,00/rumah tangga miskin/bulan.

3.3.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2021 – September 2022

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 mencapai


26,36 juta orang. Dibandingkan Maret 2022, jumlah penduduk miskin
meningkat 0,20 juta orang. Sementara jika dibandingkan dengan September
2021, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 0,14 juta orang. Persentase
penduduk miskin pada September 2022 tercatat sebesar 9,57 persen,
meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 persen
poin terhadap September 2021.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2022–


September 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 0,16 juta
orang, sedangkan di perdesaan naik sebesar 0,04 juta orang. Persentase
kemiskinan di perkotaan naik dari 7,50 persen menjadi 7,53 persen. Sementara
itu, di perdesaan naik dari 12,29 persen menjadi 12,36 persen.
18
3.3.2 Persentase dan jumlah penduduk miskin menurut pulau pada September 2022
Tabel 2 menunjukkan persentase dan jumlah penduduk miskin menurut
pulau pada September 2022. Terlihat bahwa persentase penduduk miskin
terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 20,10
persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau
Kalimantan, yaitu sebesar 5,90 persen. Dari sisi jumlah, sebagian besar
penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,94 juta orang), sedangkan jumlah
penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan (0,99 juta orang).

19
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, tidak mampu
memenuhi hak – hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermanfaat.
Hak – hak dasar antara lain ;
a. Terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, Pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertahanan, sumberdaya alam, dan lingkungan, hidup.
b. Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan
c. Hak untuk berpartidifasi dalam kehidupan social – politik

2. Faktor – factor yang mempengaruhi penduduk miskin faktor ;


a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita
b. Pengeluaran Pemerintah Untuk Pembangunan
c. Angka Melek Huruf (AMH)
d. Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Air Bersih (RPA)
e. Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Fasiliats Kesehatan

3. Strategi Mengurangi Kemiskinan


a. Pembangunan Pertanian
b. Pembangunan sumber daya manusia
c. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat

4. Berdasarkan data BPS, Persentase Penduduk Miskin September 2022 naik menjadi
9,57 persen

20

Anda mungkin juga menyukai