Anda di halaman 1dari 13

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

PENDAPAT
A.PERMASALAHAN POKOK
Negara Indonesia dikenal sebagai  Negara agraris, atau yang biasa dikenal sebagai Negara
yang sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang pertanian. Dalam Pembukaan UUD
1945 mengamanatkan pemerintah Indonesia agar memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam kenyataannya pemerintah tidak mempunyai
kepekaan yang serius terhadap kaum miskin.

Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang mendunia dan hingga kini masih
menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah
penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh negara-negara berkembang melainkan
juga negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat.

Di Negara Indonesia sendiri kemiskinan dan kesenjangan pendapatan warga negaranya


terlihat perbedaan yang sangat mencolok antar warga negaranya. Hal ini semakin terlihat dengan
status kemiskinan di indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan menimbulkan berbagai perilaku negatif warga negaranya. Ketimpangan
yang besar dalam distribusi pendapatan (yang dimaksudkan dengan kesenjangan ekonomi) dan
tingkat kemiskinan (presentase dari jumlah populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan)
merupakan dua masalah besar di banyak LDCs, tidak terkecuali di Indonesia. Di katakan besar,
karena jika dua masalah ini berlarut-larut atau di biarkan akan semakin parah dampak yang akan
terjadi. Pada akhirnya akan menimbulkan kosekuensi politik dan sosial yang sangat serius.

Kejadian tragedi tahun 1998, menjadi suatu kejadian pemerintahan bisa jatuh karena amukan
rakyat miskin yang sudah tidak tahan lagi menghadapi kemiskinannya yang menjadi suatu
pertanyaan (hipotesis) hingga sekarang: andaikan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia
rata satu sama lain, pasti tragedi tahun 1998 tidak akan terjadi. Di Indonesia, pada awal
pemerintahan Orde Baru para pembuat kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan ekonomi
di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi yang pada awalnya
terpusatkan hanya di jawa dan hanya di sektor-sektor tertentu saja, pada akhirnya akan
menghasilkan apa yang di maksud dengan trickle down effects.

Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan lintas sektor yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan,
akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.

Bila kita melihat sebenarnya kesejahteraan itu milik pemerintah, atau para pegawai negeri. 
Dan orang – orang yang bergerak dalam organisasi pemerintah tingkat atas. Dan sebagian besar
juga bagi para pengusaha – pengusaha yang ruang lingkupnya besar. Golongan orang-orang
kelas atas inilah yang akan selalu menjadi penguasa, dan monopoli terhadap golongan kelas
menengah ke bawah.

Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep
yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang
pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute.

1. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan,
yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi
yang dimaksud.

2. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum
untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.

B.PENGERTIAN KEMISKINAN
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi
tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup
tertentu.  Dalam arti sempit, kemiskinan (proper) dipahami sebagai keadaan kekurangan uang
dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam
Chriswardani Suryawati, 2005), mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu konsep terpadu
(intergrated concept) yang memiliki 5 dimensi, yaitu :

a. Kemiskinan (proper)

b. Ketidakberdayaan (powerless)

c. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)

d. Ketergantungan (dependence)

e. Keterasingan (isolation)

Menurut Mudrajat Kuncoro (2003:123), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan


untuk memenuhi standar hidup minimum, di mana pengukuran kemiskinan tidak didasarkan
pada konsumsi. Berdasarkan konsumsi ini, garis kemiskinan terdiri dari dua unsur yaitu (1)
pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar
lainnya, dan (2) jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan biaya
partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Ewnowski menggunakan indikator-indikator sosial untuk mengukur tingkat indeks kehidupan


(the level of living index).  menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan
tingkat kehidupan seseorang :

(a). Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi gizi/nutrisi,
perlindungan/perumahan (shelter/housing), dan kesehatan.

(b). Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan, penggunaan
waktu luang dan rekreasi, serta jaminan sosial (social security).

(c). High income, yang meliputi surplus pendapatan atau melebihi takarannya. Menurut Amartya
Sen (Bloom dan Canning: 2001) seseorang dapat dikatakan miskin bila mengalami "capability
deprivation" sehingga mengalami kekurangan kebebasan yang substansif. menurut Amartya Sen,
kebebasan substance memiliki dua sisi kesempatan dan rasa aman/keamanan. Kesempatan
membutuhkan pendidikan dan rasa aman atau keamanan membutuhkan kesehatan.

Menurut Bachtiar Chamsyah (2006:45), Kemiskinan merupakan keadaan ketertutupan, yaitu


tertutup dari segala bentuk pemenuhan kebutuhan diri yang bersifat fisik atau non fisik. Menurut
Suparlan, kemiskinan adalah keadaan serba kekurangan harta benda dan benda berharga yang
dialami oleh seseorang atau sekelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau
serba kekurangan modal, uang, pengetahuan, kekuatan sosial, fisik, hukum, maupun akses ke
fasilitas pelayanan umum, kesempatan kerja, dan berusaha. (Suparlan, 2000).

Menurut Friedman kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan


kekuasaan sosial berupa aset, sumber keuangan, organisasi sosial politik, jaringan sosial, barang
atau jasa, pengetahuan dan keterampilan, serta informasi.

Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dengan menetapkan beberapa kriteria


kemiskinan yang mengacu pada besarnya pengeluaran tiap orang per harinya. Kriteria statistik
dari BPS adalah sebagai berikut :

(a) Tidak miskin, yaitu mereka yang pengeluaran perbulan nya lebih dari Rp. 350.610.

(b) Hampir tidak miskin, yaitu orang dengan pengeluaran perbulan pada kepala antara Rp
280.488 sampai dengan Rp 350.610, atau sekitar antara Rp 9.350 sampai dengan Rp 11.687 per
orang dalam 1 hari.

(c) Hampir miskin, ya itu orang dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740
sampai dengan Rp 280.488 atau sekitar antara Rp 7.780 sampai dengan Rp Rp9.350 per orrang
dalam 1 hari.
(d) Miskin, dengan pengeluaran per orang per bulan per kepala Rp. 233.740 ke bawah atau
sekitar Rp 7.780 ke bawah per orang dalam satu hari.

(e) Sangat miskin (kronis), tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang dalam 1 hari. Tidak
diketahui Berapa jumlah pastinya.

Uni Eropa umumnya mendefinisikan Penduduk miskin sebagai mereka yang mempunyai
pendapatan perkapita di bawah 50% dari median (rata-rata) pendapatan.  ketika median/rata-rata
pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat.

Dua ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia adalah :

1)        US$ 1 per kapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang
hidup di bawah ukuran tersebut.

2)        US$ 2 per kapita per hari di mana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari
batas tersebut. US Dollar yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity), bukan
nilai tukar resmi (exchange rate) kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut.

Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses ke pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global, di mana sebagian orang memahami istilah ini
secara subjektif dan komparatif, sementara yang lain melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
serta sebagian lainnya memahami dari sudut pandang ilmiah yang telah mapan.

C.HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI


PENDAPATAN
Distribusi pendapatan merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menunjukan
tingkat pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan
sulit menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang timpang
hanya akan menciptakan kesejahteraan bagi golongan tertentu saja. Perbedaan pendapatan timbul
karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksinya. Pihak yang
memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang tinggi begitupun
sebaliknya, pihak yang memiliki faktor produksi yang rendah akan memperoleh pendapatan yang
minim.

Keberhasilan pembangunan suatu daerah tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, melainkan diukur dari beberapa variabel dan indikator ekonomi lainnya, karena
pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu mencerminkan pendapatan perkapita yang
diterima masyarakat yang tinggi dan distribusi pendapatan yang adil dan merata diantara
masyarakat. Pengalaman dan kenyataan selama ini sering memperlihatkan kecendrungan, bahwa
pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang atau sekelompok kecil masyarakat
lapisan atas saja, karena itu tujuan pembangunan tidak hanya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga bagaimana mewujudkan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat,
pemerataan dan distribusi pendapatan diantara masyarakat, di samping peningkatan pendapatan
perkapita masyarakat dan peningkatan distribusi atau pemerataan pendapatan msyarakat,
keberhasilan pembangunan juga dapat dilihat dari penurunan jumlah penduduk miskin,
pengangguran atau menciptakan lapangan kerja.

Perhitungan distribusi pendapatan yang dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur
kemiskinan relatif adalah menggunakan Gini Rasio, yaitu metode untuk melihat ketidakmerataan
distribusi pendapatan. Ukuran ini diperlukan untuk menentukan kebijakan terkait untuk
mengatasi kemiskinan yang didasarkan atas distribusi pendapatan antar individu dalam suatu
komunitas.

Distribusi pendapatan nasional merupakan unsur penting untuk mengetahui tinggi rendahnya
kesejahteraan atau kemakmuran suatu negara. Distribusi pendapatan yang merata kepada
masyarakat akan mampu menciptakan perubahan dan perbaikan, seperti peningkatan
pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan sebagainya.
Sebaliknya distribusi pendapatan yang tidak merata perubahan atau perbaikan suatu negara tidak
akan tercapai. Hal seperti inilah yang akan menunjukkan adanya ketimpangan distribusi
pendapatan. Berikut adalah data penduduk miskin perkotaan dan pedesaan di Indonesia.

Untuk mengetahui tingkat pemerataan distribusi pendapatan suatu negara dapat diketahui dari
grafik yang dinamakan Kurva Lorenz, artinya kurva yang menggambarkan hubungan antara
distribusi jumlah penduduk dengan distribusi pendapatan.
Sedangkan indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan adalah
Koefisien Gini atau Indeks Gini. Semakin tinggi atau besar indeks Gini, semakin tinggi tingkat
ketidakmerataannya (distribusi pendapatannya tidak merata). Begitu pula bila semakin kecil
indeks Gini semakin rendah tingkat ketidakmerataannya (distribusi pendapatannya semakin
merata).

D.HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN


KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan suatu keadaan buruk dimana masyarakat kurang mampu dalam
memenuhi kebutuhan sehari-harinya di sebabkan karna adanya pendapatan yang relatif kecil
sehingga kehidupan maupun kesejahteraan masyarakat sedikit terkuras, akibatnya
laju pertumbuhan ekonomipun menjadi terhambat karna hal tersebut selalu menjadi hantu dalam
dunia perekonomian. Berbagai macam isu yang telah menghambat laju pertumbuhan ekonomi,
salah satunya adalah kemiskinan yang semakin meningkat di berbagai negaraterutama yang di
alami oleh negara-negara yang sedang berkembang.

Dalam usaha memberikan relevansi analisis dan operasional terhadap konsepmengenai


pengetasan kemiskinan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi muncul dua
pendekatan, yakni :

Pendekatan yang pertama 

Lebih memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang miskin pasti mendapatkan keuntungan
dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proposional. Artinya, pertumbuhan ekonomi
memihak kepada orang miskin jika dibarngi dengan suatu pengurangan kesenjangan atau dalam
perkataan lain, pangsa pendapatan dari kelompok miskin meningkat bersamaan dengan
pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini disebut juga definisi relative. Walaupun dengan intuisi
menarik, namun pendekatan atau definisi ini masih terbatas, terutama saat diterapkan di dalam
suatu konteks operasional. Pertumbuhan juga bisa mengurangi kesenjangan.

Pendekatan kedua 

lebih memfokuskan terhadap percepatan laju pertumbuhan pendapatan dari kelompok miskin
lewat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan denganmemperbesar kesempatan-kesempatan
bagi orang-orang miskin untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar
laju penurunan kemiskinan. Bukti empirismemberi kesan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah
penggerak utama laju PPG, tetapi perubahan-perubahan dalam kesenjangan bisa memperbesar
atau mengurangi laju tersebut.Jadi, mempercepat laju PPG mengharuskan tidak hanya
pertumbuhan yang lebih pesat, tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar kemampuan-
kemampuan dari orang-orang miskinuntuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan-
kesempatan yang di ciptakan oleh pertumbuhan ekonomi. Dengan penekanan pada akselerasi
laju pengurangan kemiskinan, pendekatan ini konsisten dengan komitmen masyarakat dunia
terhadap tujuan pertama dari Mellinium Development Goals (MDG), yakni pengurangan
setengah dari proporsi darimasyarakat di sunia yang hidup kurang dari 1 dilar AS per hari
(disebut kemiskinan ekstrem)antara tahun 1990 dan tahun 2015

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan


kemiskinanmenghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari
pertumbuhanekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan
pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin. Dengan asumsi bahwa
ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan dari
pertumbuhanekonomi kepada kelompok miskin, pertumbuhan ekonomi bisa menjadi suatu alat
yangefektif bagi pengurangan kemiskinan.

Pemerintah sendiri selalu mencanangkan upaya penanggulangan kemiskinan daritahun


ketahun, namun jumlah penduduk miskin Indonesia tidak juga mengalami penurunanyang
signifikan, walaupun data di BPS menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah penduduk
miskn, namun secara kualitatif belum menampakkan dampak perubahan yangnyata malahan
kondisinya semakin memprihatinkan tiap tahunnya.

Untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia perlu diketahui sebenarnya faktor-faktor


apa sajakah yang berhubungan atau mempengaruhi tinggi rendahnya tingkatkemiskinan (jumlah
penduduk miskin) di Indonesia sehingga kedepannya dapatdiformulasikan sebuah kebijakan
publik yang efektif untuk mengurangi tingkat kemiskinan dinegara ini dan tidak hanya sekedar
penurunan angka-angka saja melainkan secara kualitatif juga

E.BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN


Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan

Indikator Kesenjangan :

Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi
ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering
digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu:

1. The Generalized Entropy(GE) 

2. Ukuran Atkinson

3. Koefisien Gini.

Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. 
 Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan)

 Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.

      Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut,
semakin besar tingkat ketida kmerataan distribusi pendapatan.

 Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-
1,0.

 Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.

 Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.

 Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.

Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank
Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :

1.      40% penduduk dengan pendapatan rendah,

2.      40% penduduk dengan pendapatan menengah,

3.      20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.

Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh


40% penduduk dengan pendapatan rendah.

Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi yaitu :

 Pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan


rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.

 Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17%
dari jumlah pendapatan.

 Ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari
jumlah pendapatan.
Indikator Kemiskinan :

Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang
digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin
dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum
makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan
patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan
meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.

BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu :

· Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)

Basic Needs Appoarch merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS,
kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

· Pendekatan Head Count Index

Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk
miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang
merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian,
garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis
kemiskinan non makanan (nonfoodline).

F.APAKAH KESENJANGAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA


MENURUN?
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia per
September 2018 tercatat sebanyak 25,67 juta orang atau 9,66% dari populasi. Jumlah tersebut
berkurang 280.000 orang dibanding posisi posisi Maret yang mencapai 25,95 juta orang (9,82%).
Penurunan ini disebabkan mulai terimplementasikannya program pemerintah. Hal itu
diungkapkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta, Selasa (15/1).
Untuk daerah perkotaan, persentase penduduk miskin tercatat 6,89% pada September 2018, turun
dibanding posisi Maret 2018 sebesar 7,02%. Sedangkan persentase penduduk miskin di
perdesaan pada Maret 2018 sebesar 13,2%, turun menjadi 13,1% pada September 201 Dibanding
Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 13,1 ribu orang (dari
10,14 juta orang pada Maret 2018 menjadi 10,13 juta orang pada September 2018). Sementara
itu daerah perdesaan turun sebanyak 262,1 ribu orang (dari 15,81 juta orang menjadi 15,54 juta).
Standar garis kemiskinan pada September 2018 ditetapkan sebesar Rp 410.670 per kapita per
bulan. Angka itu naik dibanding Maret 2018 sebesar Rp 401.220. Peranan komoditas makanan
terhadap garis kemiskinan mencapai 73,54% dibandingkan dengan komoditi nonmakanan.

Data Badan Pusat Statistik per Maret 2018 menunjukkan angka kemiskinan di Indonesia 9,82
persen (25,95 juta jiwa). Angka ini pertama kalinya kemiskinan Indonesia di bawah 10 persen.
Namun, ada yang menyebutkan bahwa realitasnya jumlah warga miskin di atas angka BPS. Tak
hanya saat ini, kemiskinan selalu menjadi pekerjaan rumah, siapapun presidennya. Penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan. Berdasarkan data BPS sejak 1970 hingga 2018, tren angka kemiskinan cenderung
menurun meski sempat naik di tahun 1996, 1998, 2002, 2005, 2006, 2013, 2015, dan 2017.
Kemiskinan tertinggi terjadi pada 1970, di mana terdapat 60 persen penduduk yang masuk
kategori miskin atau 70 juta jiwa. Berikut angka kemiskinan era Presiden Soeharto hingga
Presiden Joko Widodo yang dirangkum dalam infografik Kompas.com di bawah ini:
https://ervinnorvaidah.wordpress.com/ekonomi-pembangunan/pertumbuhan-ekonomi-dan-
itribusi-pendapatan/

http://riobcs.blogspot.com/2015/04/beberapa-indikator-kesenjangan-dan_28.html

https://investor.id/archive/angka-kemiskinan-dan-kesenjangan-menurun

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/02/112317326/infografik-angka-kemiskinan-era-
soeharto-hingga-jokowi

Anda mungkin juga menyukai