Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga
kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual,
kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara
berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri
di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada
tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai
Negara Adidaya dan terkaya di dunia.
Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan Negara
negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di belahan
benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara
Indonesia. Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang memiliki
standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks
perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut
meliputi sebagian Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan Negara-
negara pinggiran benua Asia.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami
dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang
terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan
diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi
dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari
kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan
pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.
Tahun ini tingkat kemiskinan di indonesia semakin meningkat, dimana sedikitnya
lapangan kerja unntuk masyarakat dan kemampuan/keterampilan. Masyarakat tidak bisa
dimilikinya, karena kurangnya pendidikan di indonesia masih menjadi masalah. Maka dari itu
pemerintah harus memberikan lapangan pekerjaan bagi para pengangguran dan membuat
bangunan sekolahan untuk masyarakat yg tidak mampu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kemiskinan dan Kesenjangan (Gini Rasio)
2. Penyebab Kemiskinan dan Kesenjangan (Gini Rasio)
3. Jenis – Jeni Kemiskinan dan Kesenjangan (Gini Rasio)
4. Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
5. Laju Kemiskinan
6. Dampak Kemiskinan Bagi Indonesia dan Ekonomi Nasional
7. Solusi Menyelesaikan Kemiskinan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kemiskinan dan Pendapatan


1. Pengertian Kemiskinan
Pengertian kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan yang layak.
a) Secara kuantitatif, kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana taraf hidup manusia
serba kekurangan atau “tidak memiliki harta beda.
b) Sedangkan secara kualitati, pengertian kemiskinan adalah keadaan hidup manusia
yang tidak layak.
Kemiskinan sangat berhubungan dengan masalah kesejahteraan masyarakat dan menjadi tingkat
minimum yang didapatkan berdasarkan standar hidup masyarakat di suatu negara. Kemiskinan sudah
menjadi masalah global, dimana setiap negara memiliki anggota masyarakat yang berada di bawah
garis kemiskinan.
Pengertian Kemiskinan Menurut Para Ahli
1. Hall dan Midgley
Menurut Hall dan Midgley pengertian kemiskinan adalah kondisi deprivasi materi dan sosial
yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang layak, atau kondisi di
mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam
masyarakat.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Menurut BAPPENAS, arti kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena keadaan yang
tidak dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya.

Kesenjangan pendapatan dapat diartikan sebagai perbedaan kemakmuran ekonomi antara yang
kaya dengan yang miskin. Hal ini tercermin dari perbedaan pendapatan (Robert E Baldwin, 1986 :
16).

2. Pengertian Kesenjangan Pendapatan (Gini Rasio)


Masalah kesenjangan pendapatan sering juga diikhtisarkan, bahwa pendapatan riil dari yang
kaya terus bertambah sedangkan yang miskin terus berkurang. Ini berarti bahwa pendapatan riil dari
yang kaya tumbuh lebih cepat dari pada yang miskin (Bruce Herrick/Charles P Kindleberger, 1988 :
171). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesenjangan pendapatan adalah perbedaan jumlah

3
pendapatan yang diterima masyarakat sehingga mengakibatkan perbedaan pendapatan yang lebih
besar antar golongan dalam masyarakat tersebut. Akibat dari perbedaan itu maka akan terlihat
kesenjangan yaitu yang kaya akan semakin kaya dan sebaliknya yang miskin akan semakin terpuruk.
Menurut Myrdall, ketimpangan pendapatan terjadi karena kuatnya dampak balik dan lemahnya
dampak sebar di negara-negara berkembang (M.L.Jhingan, 1999 : 212).
Apabila kita menganalisa faktor-faktor yang menentukan tentang pemerataan penghasilan yang
timpang adalah pemerataan kekayaan atau harta yang produktif. dan menghasilkan seperti tanah dan
modal dalam segmen-segmen yang berbeda dalam masyarakat dunia ketiga yang pada umumnya
menyebabkan perbedaan penghasilan yang besar sekali antara yang kaya dan miskin atau antara
golongan dan lapisan masyarakat. Menurut Parvez Hasan, ketimpangan pendapatan dapat
menyebabkan kesempatan untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan pokok semakin kecil
(Bintoro, 1986 : 88).

B. Penyebab Kemiskinan dan Kesenjangan pendapatan (Gini Ratio)

a. Penyebab Terjadinya Kemiskinan di Indonesia


1. Laju Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkatdi setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data
Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk.Kemudian di sensus penduduk
tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan
penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu
orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah
penduduk ini membawaIndonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India danAmerika.
Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum
mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim
ditambahdengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis
kemiskinan.

 2. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.


Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukantenaga kerja. Yang
tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda
disetiap negara yang satudengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10tahun tanpa batas
umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk

4
3. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagianhasil pembangunan suatu negara
di kalangan penduduknya. Kriteriaketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional
yangdinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah(penduduk miskin); 40% penduduk
berpendapatan menengah; serta 20% penduduk  berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidak
merataandistribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendahmenikmati kurang dari 12 persen
pendapatan nasional.

4. Tingkat pendidikan yang rendah


Rendahnya kualitas penduduk juga merupakansalah satu penyebab kemiskinan di suatu Negara Ini disebabkan
karena rendahnyatingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi
terutama industry, jelas sekali dibuthkan lebih banyak teanga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca
dan menulis.Menurut Schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnyadibandingkan faktor-
faktor produksi lain

5. Kurangnya perhatian dari pemerintah.


Pemerintah yang kurang peka terhadaplaju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor
kemiskinan.Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkatkemiskinan di negaranya.
Sedangkan pengangguran terjadi di sebabkan karena kurangnya lapangan pekerjaan yang
tersedia. Selain itu kurangnya skill juga sangan berpengaruh pada kualitas seorang manusia. Manusia
yang mempunyai skill rendah cenderung tidak mempunyai keterampilan sehingga tidak bisa di
gunakan dan menjadi pengangguran.

b. Penyebab Kesenjangan Pendapatan


Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga mengungkapkan penyebab kesenjangan
pendapatan yang terjadi di Indonesia yakni akibat kurang diperhatikannya Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). Puspayoga mengatakan kesenjangan pendapatan menyebabkan gini ratio atau
tingkat ketimpangan pengeluaran masyarakat di Indonesia masih relatif tinggi.
"Gini ratio kita masih tinggi atau sekitar 0,4 padahal pertumbuhan ekonomi kita bagus bahkan
nomor tiga di dunia setelah Cina dan India. Ini artinya ada sesuatu yang salah," katanya.
Menurut Puspayoga, kesalahan itu terletak pada belum diperhatikannya upaya pemberdayaan
terhadap para pelaku UMKM di Tanah Air. "Selama ini UKM belum tersentuh upaya pemberdayaan
dengan optimal," katanya.
Ia berpendapat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan ada artinya jika pemerataan
pendapatan tidak terdistribusi dengan baik. Dengan kata lain bahwa kesejahteraan hanya dirasakan
oleh segelintir kalangan saja.

5
Oleh karena itu, pihaknya mendorong semua pihak untuk turut serta dalam upaya
pemberdayaan dan pengembangan para pelaku UMKM di Tanah Air melalui berbagai cara. Pihaknya
sendiri salah satunya mengembangkan skema kredit usaha rakyat (KUR) untuk para pelaku usaha
mikro dengan suku bunga 9 persen per tahun.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan atau ketimpangan pendapatan adalah :
1.      Menurunnya pendapatan per kapita.
2.      Ketidak merataan pembangunan antar daerah.
3.      Rendahnya mobilitas sosial.
4.      Pencemaran Lingkungan Alam.

C. Jenis – Jenis Kemiskinan


1. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi
pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu
dan perhatian terfokus pada golongan penduduk termiskin, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan
terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/ pengeluaran. Kelompok ini
merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung
pada distribusi pendapatan/ pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti
”orang miskin selalu hadir bersama kita”.

Kenyataannya, negara kaya mempunyai garis kemiskinan relatif yang lebih tinggi dari pada
negara miskin seperti pernah dilaporkan oleh Ravallion (1998). Paper tersebut menjelaskan mengapa,
misalnya, angka kemiskinan resmi (official figure) pada awal tahun 1990-an mendekati 15 persen di
Amerika Serikat dan juga mendekati 15 persen di Indonesia (negara yang jauh lebih msikin). Artinya,
banyak dari mereka yang dikategorikan miskin di Amerika Serikat akan dikatakan sejahtera menurut
standar Indonesia.

Ketika negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis
kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan pengecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan
pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya Uni Eropa umumnya
mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50
persen dari media (rata-rata) pendapatan. Ketika median/ rata-rata pendapatan meningkat, garis
kemiskinan relatif juga meningkat.

6
Untuk mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif
cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara
keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan
antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama (BPS, 2009).

2. Kemiskinan Absolut
Ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum seperti
pangan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja. Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang dan
nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan/
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.

Garis kemiskinan absolut tetap (tidak berubah) dalam hal standar hidup sehingga garis
kemiskinan absolut dapat membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan absolut sangat
penting jika seseorang ingin menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau
memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala
kecil).

Angka kemiskinan akan terbanding anatar satu negara dengan negara lain hanya jika garis
kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara tersebut. World Bank menghitung garis
kemiskinan absolut dengan menggunakan pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam PPP
(Purchasing Power Parity/ Paritas Daya Beli). Tujuannya adalah untuk membandingkan tingkat
kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber
finansial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan.
(BPS,2009).

Pendapatan perkapita yang tinggi sama sekali bukan merupakan jaminan tidak adanya kemiskinan
absolut dalam jumlah yang besar. Hal ini mengingat besar atau kecilnya porsi atau bagian pendapatan
yang diterima oleh kelompok-kelompok penduduk yang paling miskin tidak sama untuk masing-
masing negara, sehingga mungkin saja suatu negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi justru
mempunyai persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan internasional yang lebih
besar dibandingkan dengan suatu negara yang pendapatan per kapitanya lebih rendah. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kemiskinan tersebut antara lain struktur pertumbuhan ekonomi yang berlangsung
di negara yang bersangkutan, berbagai pengaturan politik dan kelembagaan yang dalam prakteknya
ikut menentukan pola-pola distribusi pendapatan nasional.

7
D. Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Indikator untuk mengetahui ketimpangan dan kesenjangan pendapatan dapat dilakukan dengan :

1. Kurva Lorenz
Cara umum yang lain melihat penghasilan pribadi adalah dengan membuat apa yang dinamakan
dengan Kurva Lorenz. Jumlah penerimaan penghasilan ditempatkan diatas sumbu horizontal
sedangkan sumbu vertikal menggambarkan bagian jumlah penghasilan yang diterima oleh masing-
masing persentase populasi. Kedua sumbu tersebut dikombinasikan sampai dengan 100 persen.
Dengan demikian kedua sumbu tersebut sama panjang dan semua angka ditempatkan dalam bujur
sangkar. Pada garis diagonal, yang merupakan garis persamaan digambarkan dari sudut bawah sebelah
kiri bujur sangkar menuju kearah sebelah kanan pada sudut atas Kurva Lorenz tersebut. Kurva Lorenz
memperlihatkan hubungan kuantitatif yang aktual antara persentase-persentase penerimaan
penghasilan yang mereka terima sebenarnya. Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal berarti
semakin besar pula ketimpangan pendapatan yang terjadi, dan sebaliknya semakin dekat Kurva
Lorenz dengan garis diagonal maka akan semakin kecil tingkat ketimpangan pendapatan yang terjadi.

2. Koefisien Gini
Pada Gambar 2 berikut ini adalah rasio area A yang diberi arsiran dibandingkan dengan jumlah
area segitiga ABC. Rasio ini dikenal dengan nama Rasio Koefisien Gini atau Koefisien Gini. Nama
Koefisien Gini diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yaitu C. Gini, orang pertama yang
memformulasikan hal tersebut pada tahun 1912. Pengukuran tingkat ketimpangan dengan
menggunakan Koefisien Gini diformulasikan sebagai berikut :
G = 1-i ∑ Pi(Qi + Qi –1) 10.000
Keterangan :
G = Koefisien Gini
Pi = Persentase penduduk
Qi = Persentase pendapatan
Qi-1 = Persentase pendapatan sebelumnya

Koefisien Gini adalah persamaan ukuran ketimpangan dan bisa berbeda-beda dari nol yang
mengindikasikan suatu kemerataan sempurna (perfect equality) sampai satu yang berarti suatu
ketimpangan total (perfect inequality) dalam distribusi pendapatan dan pengeluaran. Adapun kriteria
ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini adalah :

1. Lebih dari 0,5 adalah berat.


2. Antara 0,35 dan 0,5 adalah sedang.

8
3. Kurang dari 0,35 adalah ringan.
Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan perlu pula membagi penduduk dalam
kelompok-kelompok sebagai berikut :
1. Kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk yang
menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
2. Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk
yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
3. Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang
menerima pendapatan nasional/regional/PDRB. (Emil Salim, 1984 : 20).

Tingkat kepincangan pembagian pendapatan lazimnya diukur menurut besarnya bagian


pendapatan nasional atau regional yang dinikmati oleh kelompok penduduk dengan pendaptan rendah
yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang dikenal dengan kelompok rendah 40%. Apabila
kelompok rendah 40% menerima pendapatan nasional atau regional sebesar 17% atau lebih maka
tingkat kepincangan pembagian pendapatan tergolong bisa dibilang rendah. Apabila terletak antara
12% sampai dengan 17% maka digolongkan dalam tingkat kepincangan pembagian pendapatan yang
tinggi (Emil Salim, 1984 : 21).

3.Kriteria Bank Dunia.


Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
 40 % penduduk berpendapatan terendah Penduduk termiskin
 40 % penduduk berpendapatan menengah
 20 % penduduk berpendapatan tinggi

KLASIFIKASI DISTRIBUSI PENDAPATAN


Ketimpangan Parah 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 % pendapatan
nasional
Ketimpangan Sedang 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 %
pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 % pendapatan
(Distribusi Merata) nasional
Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10 % penduduk
saja yang menikmati 90% pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang menikmati 10% pendapatan
nasional berarti pemerataan pendapatan pendapatan masih kurang.
E. Laju Perekembangan Kemiskinan dan Kesenjangan (Gini Rasio di Indonesia)

9
ketika pada akhir tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan di Indonesia
melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang
sudah diraih Orde Baru hancur seketika.
Tabel berikut ini memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun absolut.
Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia Menurut Data Dari BPS (Badan Pusat
Statistik) Indonesia :
   2007  2008  2009  2010  2011  2012  2013  2014  2015  2016
Kemiskinan Relatif
 16.6  15.4  14.2  13.3  12.5  11.7  11.5  11.0  11.1  10.9¹
(% dari populasi)
Kemiskinan Absolut
   37    35    33    31    30    29    29    28    29    28¹
(dalam jutaan)
Koefisien Gini/
 0.35  0.35  0.37  0.38  0.41  0.41  0.41  0.41  0.41  0.40
Rasio Gini
¹ Maret 2016
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)

Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan dan konsisten.
Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan yang tidak ketat mengenai definisi garis
kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun
2016 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per
kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang dengan demikian berarti standar hidup
yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia sendiri.
Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang
mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD
$1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan (dengan kata lain miskin), maka
persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen.
Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, kalau kita menghitung angka penduduk Indonesia yang hidup
dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari angkanya akan meningkat lebih tajam lagi. Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan.
Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia menginformasikan bahwa sekitar seperempat jumlah
penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional.
Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan
penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa
depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka
yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk
mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut,
kelompok yang berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu
untuk bangkit dan keluar dari kemiskinan. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan
tingkat kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.

10
Kemiskinan di Indonesia dan Distribusi Geografis
Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar antara
nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan lokasi geografis. Jika
dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah total penduduk Indonesia yang hidup miskin
berada di pulau Jawa (yang berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam
pengertian relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih
tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka kemiskinan relatif
yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar wilayah Indonesia Barat seperti pulau Jawa,
Sumatra dan Bali (yang adalah wilayah-wilayah yang lebih berkembang dibanding pulau-pulau di
bagian timur Indonesia).

Propinsi dengan Angka Kemiskinan Relatif Tinggi:


Provinsi Orang Miskin¹
Papua       28.5%
Papua Barat       25.4%
Nusa Tenggara Timur       22.2%
Maluku       19.2%
Gorontalo       17.7%
persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan March 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS

Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana sebagian besar


penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah tersebut
masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses perkembangan ekonomi dan jauh dari program-
program pembangunan (yang diselenggarakan pemerintah atau lembaga internasional). Migrasi ke
daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan demikian -
menghindari kehidupan dalam kemiskinan.
Bertentangan dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di bawah ini
menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia yang berkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatra.
Kedua pulau ini adalah pulau terpadat (populasi) di Indonesia.

Propinsi dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi:

Orang Miskin
Provinsi
(dalam jutaan)
Jawa Timur        4.78
Jawa Tengah        4.51
Jawa Barat        4.49
Sumatra Utara        1.51
Nusa Tenggara Timur        1.16
per Maret 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

11
F. Dampak Kemiskinan dan Kesenjangan ( Gini Rasio)
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.
1. Pengangguran. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki
penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak
mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya
saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat
pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata. Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan
saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan
pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan.
2. Kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari
pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan
halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan
hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu
[dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak
keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia
mendapatkan uang dari memalak.
3. Pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini.
Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah
atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab,
mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan. Tingginya tingkat
putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan
mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan
bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut
keterampilan di segala bidang.
4. Kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap
klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang
biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
5. Konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat
ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari
kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan
“keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif
disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.

12
G. Solusi Untuk Mengatasi Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
1. Meperhatikan sektor UMKM
Menurut Puspayoga, kesalahan itu terletak pada belum diperhatikannya upaya pemberdayaan
terhadap para pelaku UMKM di Tanah Air. "Selama ini UKM belum tersentuh upaya pemberdayaan
dengan optimal," katanya.
Ia berpendapat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan ada artinya jika pemerataan
pendapatan tidak terdistribusi dengan baik. Dengan kata lain bahwa kesejahteraan hanya dirasakan
oleh segelintir kalangan saja.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong semua pihak untuk turut serta dalam upaya
pemberdayaan dan pengembangan para pelaku UMKM di Tanah Air melalui berbagai cara. Pihaknya
sendiri salah satunya mengembangkan skema kredit usaha rakyat (KUR) untuk para pelaku usaha
mikro dengan suku bunga 9 persen per tahun.

2. Kebijakan Anti Kemiskinan


Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan
yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain
sebagainya.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-
intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut
waktu, yaitu :

Intervensi jangka pendek, berupa :


Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan Manajemen lingkungan dan
SDA Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan Peningkatan keikutsertaan
masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan Peningkatan proteksi sosial
Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :

1. Pembangunan/penguatan sektor usaha


2. Kerjsama regional
3. Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
4. Desentralisasi
5. Pendidikan dan kesehatan
6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
7. Pembagian tanah pertanian yang merata

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari masalah kemiskinan diatas kita bisa menyimpulkan bahwa kemiskinan dapat diatasi
dengan cara menambah lapangan pekerjaan, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap
pelayanan dasar, memberikan pelatihan wirausaha kepada masyarakat, dan memberi bantuan kepada
masyarakat miskin.
          Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara
kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
          Kesenjangan dapat di atasi dengan cara mengutamakan pendidikan, menciptakan
lapangan pekerjaan dan meminimaliskan kemiskinan, meminimaliskan KKN dan memberantas
korupsi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan, serta meningkatkan sistem keadilan di Indonesia
dan melakukan pengawasan ketat kepada mafia hukum.

B. Referensi
Diglibi.Unila.ac.id/Pengertian Kesenjangan Pendapatan. Di akses: 27 Oktober 2018.
Republika.com/ANTARA. Diakses: 27 Oktober 2018.
Media Indonesi/solusi kemiskinan dan kesenjangan di indonesia. Diakses : 27 oktober
2018.
Kuswanto.Staff.Gunadarma.ac.id/Kemiskinan dan kesenjangan. Diakses : 27 Oktober
2018.
BPS.Com/Laju kemiskinan dan kesenjangan. Diakses : 27 Oktober 2018.
Beritasato.com/Kemiskinan di Indonesia. Diakses 27 Oktober 2018.
Maxmanreo.com/Jenis-Jenis Kemiskina. Diakses: 27 Oktober 2018.
Psychologymania.com/Penyebab kemiskinan. Diakses: 27 Oktober 2018.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37683419/
Makalah_Kemiskinan_dan_Kesenjangan_Pendapatan_di_Indonesia_PEREKONOMIAN_IN
DONESIA_
https://id.scribd.com/document/381080723/BAB-11-Ketimpangan-Ekonomi
https://www.kemenkeu.go.id PDF RESEP ATASI KETIMPANGAN EKONOMI -
Kementerian Keuangan

15

Anda mungkin juga menyukai