PENDAHULUAN
Oleh karena itu, masuknya agama dan kebudayaan Hindu dan Budha membawa
perubahan-perubahan diberbagai aspek kehidupan, baik social, ekonomi, budaya
termasuk pada bidang birokrasi pemerintahan dengan munculnya kerajaan-
kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia.
Di Indonesia sendiri banyak peninggalan sejarah yang berunsur Hindu seperti
candi, yupa, prasasti dan kerajaan. Salah satu peninggalan dari kebudayaan Hindu
adalah Kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di
Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan muncul pada abad 5 M atau kurang lebih
400 M. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota
Tenggarong) tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama
tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama
Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang jelas menyebutkan
nama kerajaan ini. Karena memang sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat
kurangnya sumber sejarah.
1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah
Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.
Dalam yupa dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Matahari dan
pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu
dan dipandang sebagai pendiri keluarga. Berikut adalah penjelasan mengenai raja
- raja di Kutai.
b) Aswawarman
Aswawarman adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga
diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang
putra dan salah satunya adalah Mulawarman.
c) Mulawarman
Mulawarman kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta jika dilihat dari cara
penulisannya. Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Dari Yupa
diketahui bahwa masa pemerintahan Mulawarman, kerajaan Kutai mengalami
masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah
Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
2. Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis antara Raja
Mulawarman dengan Kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam Yupa,
bahwa Raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada Kaum
Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah
Waprakeswara tempat suci untuk memuja Dewa Siwa.
3. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi di kutai disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja
Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan menghadiahkan 20.000
ekor sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan
sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat
lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang.
4. Kehidupan Budaya
Dalam kehidupan budaya Kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan
melalui upacara penghinduan yang disebut Vratyastoma. Pada masa Mulawarman
upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta Brahmana dari orang
Indonesia asli. Adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa
kemampuan intelektualnya tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa
Sanskerta.
Mengenal peninggalan kerajaan kutai menjadi hal wajib bagi para pelajar
indonesia. Peninggalan-peninggalan kerajaan Kutai diantaranya yaitu:
1. Prasasti Yupa
Prasasti Yupa merupakan salah satu bukti sejarah Kerajaan Kutai yang paling tua.
Dari prasasti inilah diketahui tentang adanya Kerajaan Kutai di Kalimantan. Di
dalam prasasti ini terdapat tulisan-tulisan yang menggunakan bahasa Sansekerta
dan juga aksara/huruf Pallawa.
Isi dari Prasasti Yupa mengungkapkan sejarah dari Kerajaan Hindu yang berada di
Muara Kaman, di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Secara garis besar
prasasti tersebut menceritakan tentang kehidupan politik, sosial dan budaya
Kerajaan Kutai.
2. Ketopong Sultan
Ketopong adalah mahkota yang biasa dipakai oleh Sultan Kerajaan Kutai yang
terbuat dari emas. Ketopong ini memiliki berat 1,98 kg dan saat ini masih
tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Benda bersejarah yang satu ini ditemukan
di Mura Kaman, Kutai Kartanegara pada tahun 1890. Sedangkan yang dipajang di
Museum Mulawarman merupakan ketopong tiruan.
3. Kalung Ciwa
Peninggalan sejarah berikutnya adalah Kalung Ciwa yang ditemukan oleh
pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Kalung ini ditemukan oleh
seorang penduduk di sekitar Danau Lipan Muara Kaman pada tahun 1890. Saat
ini Kalung Ciwa masih digunakan sebagai perhiasan oleh sultan dan hanya
dipakai ketika ada pesta penobatan sultan baru.
4. Kura-kura Emas
Bukti sejarah Kerajaan Kutai yang satu ini cukup unik, karena berwujud kura-kura
emas. Benda bersejarah ini saat ini berada di Museum Mulawarman. Benda yang
memiliki ukuran sebesar kepalan tangan ini ditemukan di daerah Long Lalang,
daerah yang berada di hulu Sungai Mahakam.
Dari riwayat yang diketahui benda ini merupakan persembahan dari seorang
pangeran dari Kerajaan China untuk Putri Raja Kutai, Aji Bidara Putih. Kura-kura
emas ini merupakan bukti dari pangeran tersebut untuk mempersunting sang putri.
Kering Bukit Kang merupakan keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri
Karang Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan
cerita dari masyarakat menyebutkan bahwa putri ini merupakan putri yang
ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas bambu. Di dalam gong tersebut
terdapat bayi perempuan, telur ayam dan sebuah kering. Kering ini diyakini
sebagai Keris Bukit Kang.
7. Singgasana Sultan
Singgasana Sultan adalah salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Kutai yang
masih terjaga sampai saat ini. Benda ini diletakan di Museum Mulawarman.
Pada zaman dahulu Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad
Sulaiman serta raja-raja Kutai sebelumnya. Singgasana Sultan ini dilengkapi
dengan payung serta umbul-umbul serta peraduan pengantin Kutai Keraton
Sesuai dengan isi prasasti Yupa, Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahan Raja Mulawarman. Dimana wilayah kekuasaanya hampir
seluruh wilayah Kalimantan Timur. Selain itu, raja ketiga dari Kerajaan Kutai ini
berhasil mensejahterakan kehidupan rakyatnya.
Raja Mulawarman adalah salah satu dari tiga anak Raja Aswawarman. Beliau
menjadi penerus pemegang tampuk pemerintahan kerajaan Kutai Martadipura.
Prasasti Mulawarman terdiri dari 7 yupa yang isinya berupa puisi anustub, tetapi
hanya 4 yupa yang baru berhasil dibaca dan dialihbahasakan. Yupa adalah tugu
batu yang dipakai untuk menambatkan hewan kurban. Berikut ini adalah
transkripsi dari prasasti.
2.4. Masa Keruntuhan Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai berakhir pada saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji
Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai
Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu ibukota di
Kutai Lama (Tanjung Kute).
Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa
Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak
tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran
berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga
sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Nama Maharaja Kudungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli
orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara
putranya yang bernama Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa
Sanskerta. Kata itu biasanya digunakan untuk ahkiran nama-nama masyarakat
atau penduduk India bagian Selatan.
3.1. KESIMPULAN
Kehidupan sosial dan budayanya pun sangat menjujung tinggi nilai kebudayaan
yang ada. Kehidupan ekonomi masyarakat kutai sangat makmur, dengan bukti
bahwa Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India.
Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman
pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para
Brahmana.
Masa keruntuhan Kerajaan Kutai runtuh ketika Raja Dharma Setia tewas ditangan
Raja Kutai Kartanegara. Raja Dhamarmasetia adalah anak dari Raja
Mulawarman, cucu dari Raja Asmawarman, buyut dari Raja Kudungga. Dan Raja
Dharma Setia adalah Raja terakhir diKerajaan Kutai
3.2. SARAN
Kita sebagai masyarakat Indonesia harus mencintai budaya budaya yang ada saat
ini. Peninggalan-peninggalan yang begitu besar di Indonesia membuktikan bahwa
Indonesia adalah negeri yang kaya akan budaya. Dengan cara merawat,
melestarikan dan tidak merusak budaya yang ada itu juga merupakan bukti cinta
kita terhadapan peninggalan budaya diIndonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Akses Internet:
http://falah-kharisma.blogspot.co.id/2016/02/sejarah-kerajaan-kutai-
kehidupan.html
http://myschool039.blogspot.co.id/2015/10/makalah-kerajaan-kutai.html
http://samarindaguide.com/peninggalan-kerajaan-kutai/
http://kerajaan-singasari.blogspot.co.id/2013/10/masa-kejayaan-kerajaan-
kutai.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/12/sejarah-kerajaan-kutai.html
http://kerajaan-singasari.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-runtuhnya-kerajaan-
kutai.html
http://almaromikerajaankutai.blogspot.co.id/2016/09/makalah-kerajaan-kutai.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan.
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia;
masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada
orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-
an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam
surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa
referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan
beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber
utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang
telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu peziarah I Ching
sangat penting, terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia
mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan prasasti
siddhayatra abad ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga
merupakan sumber sejarah primer yang penting.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya
tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai
Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan diantaranya
serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun
1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183
kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.Setelah Sriwijaya
jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi Sriwijaya baru diketahui secara resmi
tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française
d’Extrême-Orient
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan
Sriwijaya?
3. Kapankah masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Bagaimana penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?
C. Tujuan Penulisan
1. Perjalanan Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing.
Dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah
kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan suci
siddhayatra untuk “mengalap berkah”, dan memimpin 20.000 tentara dan 312
orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju
Jambi dan Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua
yang ditulis dalam bahasa Melayu. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini
mengadaptasi ortografi India untuk menulis prasasti ini. Pada abad ke-7 ini, orang
Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi
bagian kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di
pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau
Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri
Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa
yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya
Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang
kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud
dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil
mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut
China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
2. Penaklukan Kawasan
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan
Sriwijaya mengendalikan simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara.
Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand
dan Kamboja. Pada abad ke-7, pelabuhan Champa di sebelah timur Indochina
mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal
tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota
pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8
berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas
Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer,
memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama.
Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara
dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini
pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana. Pada
abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Pada
masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara
Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Setelah Dharmasetu,
Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai
835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan
ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di
Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa
Tengah yang selesai pada tahun 825.
2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di
samping itu juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi
perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai
perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka
mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai negara
maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air
minum, perbekalan makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya
sebagai pusat perdagangan akan mendapatkan keuntungan yang besar dan akan
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup dari pelayaran dan
perdagangan.
3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan
antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat
Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini
telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di
seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama
di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari
Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa
mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara
Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi
perdagangannya dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan
pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan
inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan
bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam
mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka,
Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan
bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa bandar
pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya.
Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan
laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan
Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada
Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala
Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli
perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan
pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun
670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu
menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar
yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah
untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda
adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang
membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan
Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur
mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya
dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan
pada kurun abad ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya
juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja
Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz
dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah
Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok
disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-‘o-pa-mo (Sri Indrawarman)
pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts’engchi
(bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama
Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong.
Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada
masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka
(Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan
mereka.
4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak
peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari
Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan
studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga
menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita
yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta
yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta
mempraktikkan Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari
semua topik ajaran sebagaimana yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka
tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di India]. Apabila seseorang
pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk mendengar
dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di
Sriwijaya dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan
bahasa sansekerta dengan tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh
budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam
agama Budha dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha
di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui
perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga
secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta
kebudayaannya di Nusantara.
A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau
Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan
berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti
“bercahaya” atau “gemilang”, dan wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”, maka
nama Sriwijaya bermakna “kemenangan yang gilang-gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan
tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga
berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari
Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan
Dharmasraya.
B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha
menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html
http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-letak-
penyebab-runtuhnya
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-terbesar.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-sriwijaya/
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri
melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok
yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang
dimenangkan oleh pihak Tumapel.
B. Rumusan Masalah
Agar lebih mudah dalam penulisan makalah ini, maka penulis merumuskannya
dalam beberapa beberapa pertanyaan, yang nantinya akan akan dijadikan acuan dalam
pembahasan. Beberapa pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :
C. Tujuan
D. Manfaat
F. Sistematika Penulisan
1. BAB I Pendahuluan
Dimana dalam bab ini penulis memaparkan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan, manfaat, pembatasan masalah, dan sistematika
penulisan.
2. BAB II Pembahasan
Dimana dalam bab ini, penulis membahas tentang apa yang telah di rumuskan,
dalam perumusan masalah
Dimana dalam bab ini, penulis memaparkan mengenai kesimpulan dan saran-
saran yang ingin disampaikan penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan Hindu Buddha di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Lokasi kerajaan ini sekarang
diperkirakan di daerah Singasari, Malang.Kerajaan Singasari hanya sempat bertahan 70
tahun sebelum mengalami keruntuhan. Kerajaan ini beribu kota di Tumapel yang
terletak di kawasan bernama Kutaraja. Pada awalnya, Tumapel hanyalah sebuah
wilayah kabupaten yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Kadiri dengan bupati
bernama Tunggul Ametung.Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok yang
merupakan pengawalnya.
Pararaton diawali dengan cerita mengenai inkarnasi Ken Arok, yaitu tokoh
pendiri kerajaan Singhasari (1222–1292). Selanjutnya hampir setengah kitab
membahas bagaimana Ken Arok meniti perjalanan hidupnya, sampai ia menjadi
raja di tahun 1222. Penggambaran pada naskah bagian ini cenderung bersifat
mitologis.Cerita kemudian dilanjutkan dengan bagian-bagian naratif pendek, yang
diatur dalam urutan kronologis.Banyak kejadian yang tercatat di sini diberikan
penanggalan.Mendekati bagian akhir, penjelasan mengenai sejarah menjadi
semakin pendek dan bercampur dengan informasi mengenai silsilah berbagai
anggota keluarga kerajaan Majapahit.
2. Kitab Negarakertagama
Pertama dari isian Kitab Negarakertagama hasil karya Empu Prapanca adalah
mengisahkan tetnang sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit beserta masa
pemerintahannya.Dari kitab ini kamu bisa melihat silsilah raja sejak zaman
Singasari dan Majapahit.
Raja paling terkenal dari Majapahit yakni Hayam Wuruk juga dikisahkan dalam
kitab Negarakertagama ini bahkan sudah dikisahkan sejak berkunjung ke berbagai
daerah kekuasannya di Jawa Timur hingga daftar candi-candi yang sudah dibuat.
Selain dari kisah raja, isi kitab Negarakertagama juga memperlihatkan kehidupan
budaya dari masyarakat Majapahit baik dari keagamaan hingga upacara-upacara
sakral salah satunya upacara Srrada untuk menghormati roh Gayatri hingga
mampu menambah kesaktian raja.
Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi
pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada.Paruh pertama prasasti
ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan
letak benda-benda angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu
sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya
B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Singasari
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini.
Versi pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu.
Pararaton menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan
oleh Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang
diteruskan oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah
Kertanegara yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi
Negarakretagama, raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang
Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan
Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M). Data
ini didapat dari prasasti Mula Malurung.
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja
Singasari yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi.
Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu
dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M,
Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok
dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.
2. Anusapati (1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan
Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak
melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya
menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga
ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa
Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa
(tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat
Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut
keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati.
Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248 M)
4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri
Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang
diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti.
Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat
Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama
Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi
raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan
didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi
Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-
cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar
Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga
orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i
sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-
pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih
Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria
Wiaraja. Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain.
Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi
Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan
pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan
berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para
pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan
tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan
Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta
perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden
Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya
diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang.
Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang
dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di
Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang
berada di Taman Simpang, Surabaya.
2. Menguasai Bali.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi perjalanan kerajaan Singasari bisa dikatakan berlangsung singkat. Hal ini
terkait dengan adanya sengketa yang terjadi dilingkup istana kerajaan yang kental
dengan nuansa perebutan kekuasaan. Pada saat itu Kerajaan Singasari sibuk
mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa. Akhirnya Kerajaan Singasari
mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan
Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus
besan dari Kertanegara sendiri. Dalam serangan itu Kertanegara mati terbunuh. Setelah
runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di
Kediri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.
B. Saran
Singasari kingdom
(2011)https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/a2/Singhasari_
Kingdom_id.svgdiakses pada 31 Oktober 2018