Anda di halaman 1dari 6

KELOMPOK 1

KARAJAAN KUTAI

Di susun oleh:
1. M Fiqri Ilham
2. M Jasir
3. Arif Munandar
4. Puput puspitasari
5. Indi purnamasari
A.LOKASI DAN BUKTI SEJARAH
a.Lokasi
Nama Kutai diambil berdasarkan temuan prasasti yang menunjukkan bahwa
kerajaan itu berada di Kota Kutai, Kalimantan Timur. Secara spesifik, Kerajaan
Kutai berada di hulu sungai Mahakam, Muara Kaman dan terdapat tujuh yupa
(prasasti) yang menjadi sumber informasi untuk menginterpretasikan sejarah
Kerajaan Kutai

b.Bukti Kerajaan

Prasasti Yupa

Salah satu bukti kehadiran Kerajaan Kutai di Indonesia ditandai dengan


ditemukannya peninggalan prasasti yang berwujud Yupa.

Yupa adalah tiang batu yang bertuliskan berita tentang Kerajaan Kutai.Yupa
ditulis dengan huruf Pallawa yang merupakan bahasa Sansekerta.Huruf Pallawa
banyak digunakan di India Selatan. Dalam salah satu Yupa, ada kata
"Waprakeswara".Menurut ahli, Waprakeswara adalah lapangan luas tempat
pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Hindu.

Keterangan yang dapat dikemukakan untuk mendukung kesimpulan bahwa corak


kebudayaan yang berkembang di Kerajaan Kutai adalah Hindu di antaranya ppacara
selamatan diadakan di atas sebidang tanah Wavrakesywara.

Pedang Sultan Kutai

Pedang yang saat ini disimpan pada Museum Nasional Jakarta ini merupakan
sebuah pedang yang terbuat dari bahan emas yang padat.Di bagian gagang pedang
terdapat ukiran seekor harimau yang sedang bersiap menerkam musuh. Sedangkan
ujung sarung pedang dihiasi ukiran seekor buaya.

Kering Bukit Kang

Berdasarkan sejarah, Kering Bukit Kang adalah sebuah keris yang dipakai
Permaisuri Aji Putri Karang Melenu, yakni permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang
pertama.Cerita masyarakat setempat menyebutkan bahwa Putri tersebut pernah
ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas bambu.Selain anak perempuan,
ada telur ayam dan sebuah kering di dalam gong tersebut. Hingga saat ini dipercaya
bahwa kering tersebut adalah Kering Bukit Kang.
Kalung Ciwa

Peninggalan Kerajaan Kutai selanjutnya yaitu Kalung Ciwa yang ada sejak zaman
kepemimpinan Sultan Aji Muhammad Sulaiman.Kalung ini ditemukan oleh warga di
sekitar Danau Lipan, Muara Kaman pada 1890.Hingga sekarang Kalung Ciwa ini
masih dipakai sebagai perhiasan kerajaan yang juga digunakan oleh raja ketika ada
pesta pengangkatan raja baru.

Kalung Ciwa

Peninggalan Kerajaan Kutai selanjutnya yaitu Kalung Ciwa yang ada sejak zaman
kepemimpinan Sultan Aji Muhammad Sulaiman.Kalung ini ditemukan oleh warga di
sekitar Danau Lipan, Muara Kaman pada 1890.Hingga sekarang Kalung Ciwa ini
masih dipakai sebagai perhiasan kerajaan yang juga digunakan oleh raja ketika ada
pesta pengangkatan raja baru.

Ketopong Sultan Kutai

Ketopong Sultan yaitu mahkota raja dari Kerajaan Kutai yang terbuat dari bahan-
bahan emas dengan berat 1,98 kg.Hingga sekarang mahkota tersebut masih
tersimpan rapi di Musem Nasional Jakarta.Mahkota Ketopong Sultan ditemukan
sekitar tahun 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di museum
Mulawarman juga terdapat replika Ketopong Sultan.

Kalung Uncal

Pasca akuisisi yang dilakukan oleh kerajaan Kutai Kartanegara terhadap kerajaan
Kutai Martadipura kalung uncal menjadi salah satu atribut wajib yang selalu
dikenakan oleh Sultan Kartanegara.Sebuah perhiasan yang terbuat dari emas
dengan bobot 170 gram ini memiliki ukiran hiasan yang menceritakan tentang kisah
Ramayana.

Singgasana Sultan

Singgasana Sultan Kutai Kartanegara hingga kini masih bisa disaksikan yang
berbentuk 2 buah kursi berwarna kuning.Singgasana ini berada dalam suatu
peraduan pengantin Kutai atau biasa disebut geta berwarna biru tua.Di sekitar
singgasana dilengkapi dengan payung dan umbul-umbul. Singgasana ini telah
dipakai oleh dua orang Sultan, yaitu Aji Sultan Muhammad Sulaiman (1845-1899 M)
dan Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920-1960 M).
Kura-kura Emas

Saat ini perhiasan yang dulunya digunakan sebagai salah satu bentuk persembahan
yang diberikan oleh pangeran asal Kerajaan China kepada Putri Sultan Kutai yang
bernama Aji Bidara Putih ini disimpan Museum Mulawarman.

B.NAMA-NAMA RAJA DAN MASA KEJAYAAN

a.Nama-nama raja
1. Maharaja Kudungga, bergelar Anumerta Dewawarman (sebagai pendiri)
2. Maharaja Aswawarman (anak dari Raja Kudungga)
3. Maharaja Mulawarman (sebagai raja yang terkenal)
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Gadingga Warman Dewa
10. Maharaja Indra Warman Dewa
11. Maharaja Sangga Warman Dewa
12. Maharaja Candrawarman
13. Maharaja Sri Langka Dewa
14. Maharaja Guna Parana Dewa
15. Maharaja Wijaya Warman
16. Maharaja Sri Aji Dewa
17. Maharaja Mulia Putera
18. Maharaja Nala Pandita
19. Maharaja Indra Paruta Dewa
20. Maharaja Dharma Setia

b.Masa kajayaan

Dari Prasasti Yupa, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Mulawarman disebut-
sebut sebagai raja yang memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah mengadakan
upacara persembahan 20.000 ekor lembu untuk kaum Brahmana yang bertempat di
Waprakecvara. Waprakecvara adalah tempat suci (keramat) yang merupakan
sinkretisme antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia. Sebagai
keturunan Aswawarman, Mulawarman juga melakukan upacara Vratyastoma, yaitu
upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria. Pada masa pemerintahan
Mulawarman, upacara penghinduan ini dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari
orang Indonesia asli. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi,
karena Bahasa Sanskerta bukanlah bahasa rakyat sehari-hari. Selain itu, di bawah
kekuasaan Raja Mulawarman kehidupan ekonomi kerajaan mengalami
perkembangan pesat dari sektor pertanian dan perdagangan karena letaknya sangat
strategis.

C.KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI
a. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi Kerajaan Kutai diperkirakan sudah maju. Hal itu terbukti
dengan adanya kesanggupan pihak kerajaan memberikan sedekah berupa 20.000
ekor sapi kepada para brahmana. Kemampuan ini menunjukkan masyarakat Kutai
bermata pencaharian sebagai peternak, terutama sapi. Mata pencaharian lainnya
adalah bertani dan berdagang, mengingat letak Kutai yang berada di tepi Sungai
Mahakam yang subur. Jalur lalu lintas perdagangan lokal saat itu diperkirakan sudah
memanfaatkan jalur Sungai Mahakam. Bahkan, diperkirakan sudah terjadi hubungan
dagang internasional yang menggunakan jalur lalu lintas dari India, Selat Malaka,
Laut Jawa, Selat Makassar, dan terus ke Filipina atau ke Cina.
Sungai Mahakam yang digunakan sebagai lalu lintas perdagangan kerajaan kutai

b.Sosial Budaya
Berdasarkan prasasti-prasasti yupa di Kutai telah berkembang suatu masyarakat
yang memiliki kebudayaan hasil perpaduan antara unsur budaya India dan unsur
budaya lokal. Hal ini dapat dilihat dari golongan masyarakat yang menguasai bahasa
Sanskerta dan dapat menulis huruf Pallawa, yaitu golongan brahmana.
Golongan lainnya adalah golongan ksatria yang terdiri dari kerabat Raja
Mulawarman. Di luar kedua golongan brahmana dan ksatria, terdapat golongan lain
yang pada umumnya adalah rakyat Kutai purba. Golongan itu merupakan penduduk
setempat yang masih memegang teguh agama asli leluhur mereka.

D.MASA KAHANCURAN

Kerajaan Kutai mengalami keruntuhan pada masa pemerintahan raja terakhirnya


yang bernama Maharaja Dharma Setia. Faktor penyebab keruntuhan kerajaan Kutai
adalah adanya perebutan kekuasaan antara kerajaan Kutai Martapura yang
memeluk agama Hindu dengan kerajaan Kutai Kertanegara yang sudah memeluk
Islam.
Pada saat itu Maharaja Dharma Setia terlibat peperangan dengan raja Kutai
Kertanegara ke-13 yang bernama Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kutai
Kertanegara berhasil memenangkan peperangan tersebut dan menguasai wilayah
Kutai Martapura. Sejak saat itu kerajaan Kutai Martapura mengalami masa
keruntuhannya.

Anda mungkin juga menyukai