Anda di halaman 1dari 16

Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan
muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. bukti-bukti yang menujukkan bahwa kerajaan tersebut
dibangun pada abad ke-4 adalah ditemukannya tujuh buah prasasti Yupa. Kerajaan ini
terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di hulu
sungai Mahakam. Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai. Hanya 7 buah prasasti
Yupa tersebut itulah sumbernya. Penggunaan nama Kerajaan Kutai sendiri ditentukan oleh
para ahli sejarah dengan mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa tersebut
yaitu di daerah Kutai.

Ditemukannya tujuh buah batu tulis yang disebut Yupa yang mana ditulis dengan huruf
Pallawa dan berbahasa Sanskerta, dan disusun dalam bentuk syair. Sedangkan huruf yang
dipakai adalah huruf Palawa. Prasasti Yupa tersebut merupakan prasasti tertua yang
menyatakan telah berdirinya suatu Kerajaan Hindu tertua yaitu Kerajaan Kutai. Yupa adalah
tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para Brahmana atas
kedermawanan Raja Mulawarman. Dituliskan bahwa Raja Mulawarman, Raja yang baik dan
kuat yang merupakan anak dari Aswawarman dan merupakan cucu dari Raja Kudungga, telah
memberikan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.

Salah satu yupa dengan inskripsi, kini di Museum Nasional


Republik Indonesia, Jakarta.

1
Dari prasati tersebut didapat bawah Kerajaan Kutai pertama kali didirikan oleh Kudungga
kemudian dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan mencapai puncak kejayaan pada masa
Mulawarman (Anak Aswawarman). Menurut para ahli sejarah nama Kudungga merupakan
nama asli pribumi yang belum tepengaruh oleh kebudayaan Hindu. Namun anaknya,
Aswawarman diduga telah memeluk agama Hindu atas dasar kata ‘warman’ pada namnya
yang merupakan kata yang berasal dari bahasa Sanskerta. Pendiri Kerajaan Kutai adalah
Kudungga, sedangkan raja pertama yang resmi berkuasa di Kerajaan Kutai adalah
Aswawarman karena sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai dan diberi gelar “Wangsakarta”,
yang artinya pembentuk keluarga.

Raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Kutai

1. Maharaja Kudungga
2. Maharaja Asmawarman
3. Maharaja Mulawarman
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa
15. Maharaja Guna Parana Dewa
16. Maharaja Wijaya Warman
17. Maharaja Sri Aji Dewa
18. Maharaja Mulia Putera
19. Maharaja Nala Pandita
20. Maharaja Indra Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma Setia
22. Bidang Ekonomi

Secara geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India.
Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat Kutai, disamping pertanian. Dan keterangan tertulis pada prasasti yang
mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan
20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Diperkirakan bahwa pertanian dan peternakan
merupakan mata pencaharian utama masyarakat Kutai. Melihat letak di sekitar Sungai
Mahakam sebagai jalur transportasi laut, diperkirakan perdagangan masyarakat Kutai

2
berjalan cukup ramai. Bagi pedagang luar yang ingin berjualan di Kutai, mereka harus
memberikan “hadiah” kepada raja agar diizinkan berdagang.

Pemberian “hadiah” ini biasanya berupa barang dagangan yang cukup mahal harganya dan
pemberian ini dianggap sebagai upeti atau pajak kepada pihak Kerajaan. Melalui hubungan
dagang tersebut, baik melalui jalur transportasi sungai-laut maupan transportasi darat,
berkembanglah hubungan agama dan kebudayaan dengan wilayah-wilayah sekitar. Banyak
pendeta yang diundang datang ke Kutai. Banyak pula orang Kutai yang berkunjung ke daerah
asal para pendeta tersebut.

Keruntuhan Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai Martadipura berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang
ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah
yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi
kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.

3
Kerajaan Tarumanegara

Perkembangan Kerajaan Tarumanegara

Menurut N. J. Kroom, kerajaan Tarumanagara berasal dari kata tarum. Tarum adalah nama
sunda dari tumbuhan indigo. Ia berpendapat demikian karena mayoritas kerajaan-kerajaan di
nusantara berasal dari nama buah, contoh nama kerajaan Majapahit berasal dari buah maja
yang berasa pahit. Analisa Krom ini didukung oleh Willemine Fruin-Mees. Tetapi asumsi ini
dibantah oleh De Graaf yang menganggap Tarumanegara berasal dari nama sungai, yaitu
sungai Citarum.

Didirikan oleh Jayasinghawarman di tepi sungai Citarum yang sekarang masuk dalam
Kabupaten Lebak Banten. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun
400-600 M. Banyak berita dari bangsa asing yang mengungkap adanya Kerajaan
Tarumanegara. Salah satu berita dari Claudius Ptolomeus. Dalam bukunya Geographyke
Hyphegesis, ahli ilmu bumi Yunani Kuno ini menyebutkan bahwa di Timur Jauh ada sebuah
kota bernama Argyre yang terletak di ujung Pulau Iabadium (Jawadwipa=Pulau Jelai=Pulau
Jawa). Kata Argyre berarti perak, diduga yang dimaksud adalah Merak yang terletak di
sebelah barat Pulau Jawa.

Two Vishnu statues discovered in Cibuaya site, Karawang,


West Java. Estimated originated from Tarumanagara kingdom c. 7th-8th century CE.

4
Collection of National Museum of Indonesia, Jakarta Inv. 7974 and 8416. Vishnu is Hindu
god of preserver, the tubular crown bears similarities with Cambodian Khmer art.

Kabar lainnya datang dari Gunawarman, seorang pendeta dari Kashmir yang mengatakan
bahwa agama yang dianut rakyat Taruma adalah Hindu. Berita dari Cina yang dibawa Fa
Hsien dalam perjalanannya kembali ke Cina dari India menyebutkan bahwa rakyat di Ye-Po-
Ti (Jawa=Taruma) sebagian besar beragama Hindu, sebagian kecil beragama Buddha dan
Kitters (penyembah berhala). Adapun berita dari Soui (Cina) menyebutkan bahwa pada tahun
528 dan 535 datang utusan dari Tolomo (Taruma) ke Cina. Dari berita Fa-hsien pada awal
abad ke-V, di Tarumanagara terdapat tiga macam agama, yaitu agama Buddha, Hindu, dan
agama kotor (Yang disebut “agama kotor” adalah agama Siwa Pasupata. Pendapat lain
menghubungkan agama kotor itu dengan agama orang Parsi yang mengenal upacara
penguburan dengan menempatkan jenazah demikian saja didalam hutan.). Agama Hindu
paling banyak diketahui karena diperkuat pula oleh bukti-bukti prasasti dan arca.

Puncak kejayaan kerajaan Tarumanagara terjadi ketika dipimpin oleh Purnawarman. Sebelum
Purnawarman memimpin, Tarumanagara telah menjalin hubungan perdaganan dengan Cina.
Hal tersebut menjadi salah satu contoh berkembangnya kerajaan Tarumanagara. Salah satu
barang yang diperdagangkan kulit penyu yang digemari oleh saudagar cina. Selain kulit
penyu masyarakat Tarumanagara juga memperdagangkan emas dan perak. Dengan adanya
perdaganan emas dan perak dapat dikatakan Tarumanagara sudah mengenal pertambangan
dan perniagaan dengan daerah lain.

Ketika dipimpin oleh Purnawarman yang bergelar Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara
Digwijaya Bhima Prakarma Suryamaha Purusa Jagatpati, Tarumanagara mencapai puncak
kejayaannya. Kemasyhuran Tarumanagara diabadikan didalam Prasasti jaman
Purnawaraman, tentang dibangunnya pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana
perekonomian. Pada masa Purnawarman, Tarumanagara juga memperluas kekuasaan dengan
menaklukan raja-raja kecil di Jawa Barat yang belum mau tunduk.

Prasasti Tugu menjelaskan tentang raja Tarumanagara (Purnawarman) yang menggali terusan
Gomati sepanjang 6122 busur, wilayahnya meliputi Bogor dan Pandeglang. Perluasan daerah
Tarumanagara dilakukan melalui jalan perang maupun jalan damai, berakibat wilayah
Tarumanagara menjadi jauh lebih luas dibandingkan ketika masih dipimpin Rajadirajaguru
dan Raja Resi. Pada jaman ini pula, masalah hubungan diplomatik ditingkatkan. Kekuasaan
Purnawarman membawahi 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau
Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (Purbolinggo) di Jawa
Tengah.

Selain itu Purnawarman lantas memindah kan ibukota kerajaan kesebelah utara ibukota lama,
ditepi kali Gomati, dikenal dengan sebutan Jaya Singapura. Kota tersebut didirikan
Jayasingawarman, kakeknya. Kemudian diberi nama Sundapura (kota Sunda). Purnawarman
lalu mendirikan pelabuhan ditepi pantai pada tahun 398 sampai 399 M. Pelabuhan ini
menjadi sangat ramai oleh kapal Tarumanagara.

5
Raja Tarumanagara pada masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran
sungai. Tercatatat beberapa sungai yang diperbaikinya:

1. Pada tahun 410 M Purnawarman memperbaiki kali Gangga hingga sungai Cisuba,
terletak di daerah Cirebon, termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Indraprahasta.
2. Pada tahun 334 Saka (412 M) memperindah alur kali Cupu yang terletak di kerajaan
Cupunagara yang mengalir hingga istana raja.
3. Tahun 335 Saka (413 M) Purnawarman memerintahkan membangun kali Sarasah atau
kali Manukrawa (Cimanuk).
4. Tahun 339 Saka (417 M), memperbaiki alur kali Gomati dan Candrabaga, yang
sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya.
5. Tahun 341 Saka (419 M), memperdalam kali Citarum yang merupakan Sungai
terbesar di Wilayah kerajaan Tarumanagara.

Proses dan hasil pembangunan beberapa sungai diatas menghasilkan beberapa dampak,
diantaranya dapat memperteguh daerah-daerah yang dibangun sebagai daerah kekuasaan
Tarumanagara. Kedua, karena sungai pada saat itu sebagai sarana perkenomian yang penting,
maka pembangunan tersebut membangkitkan perekonomian pertanian dan perdagangan.

Kemunduran Kerajaan Tarumanegara

Pada masa kepimimpinan Sudawarman, Tarumanagara sudah mulai nampak mengalami


kemunduran. Terdapat beberapa faktor penyebab kemunduran kerjaan Tarumanagara.
Pertama, pemberian otonomi kepada raja-raja bawahan yang diberikan oleh raja-raja
sebelumnya tidak

disertai hubungan dan pengawasan yang baik. Akibanya para raja bawahan merasa tidak
terlindungi dan tidak diawasi.

Sudawarman secara emosional juga tidak menguasai persoalan di Tarumanagara, sejak kecil
ia tinggal di Kanci, kawasan Palawa. Sehingga masalah Tarumanagara menjadi asing
baginya. Memang ia dapat menyelesaikan tugas pemerintahannya, hal ini disebabkan adanya
kesetiaan dari pasukan Bhayangkara yang berasal dari Indraprahasta, telah teruji kesetiannya
terhadap raja-raja Tarumanagara, mereka hanya berpikir tentang bagaimana cara
menyelematkan raja. Sehingga setiap pemberontakan dapat diselesaikan dengan baik.

Kedua, pada jaman Sudawarman telah muncul kerajaan pesaing Tarumanagara yang sedang
naik daun. Seperti ditenggara terdapat Kerajaan Galuh, didirikan tahun 612 M, sebelumnya
termasuk Wilayah Tarumanagara. Galuh didirikan oleh Wretikandayun, cucu dari
Kretawarman, raja Tarumanagara kedelapan. Selain Galuh terdapat kerajaan Kalingga di
Jawa Tengah yang sudah mulai ada didalam masa keemasannya. Sedangkan di Sumatera
terdapat kerajaan Melayu (termasuk Sriwijaya) dan Pali.

Kemunduran juga nampak masa pemerintahan Linggawarman. Linggawarman tidak


mempunyai anak laki-laki. Linggawarman hanya mempunyai 2 anak perempuan, yang
6
sulung bernama Manasih dan menjadi istri Tarusbawa. Yang kedua, Subakancana menjadi
istri Depuntahyang Srijayanasa, pendiri kerajaan Sriwijaya. Karena tidak mempunyai anak
laki-laki, Linggawarman digantikan menantunya, yaitu Tarusbawa.

Karena melihat pamor Tarumanagara yang terus merosot, Tarusbawa sangat menginginkan
untuk mengangkat Tarumanagara kembali kemasa kejayaannya. Ia pun memimpinkan
kejayaan Tarumanagara seperti jaman Purnawarman yang bersemayam di Sundapura.
Dengan

keinginannya tersebut ia merubah nama Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda


(Sundapura atau Sundasembawa).

Penggantian nama kerajaan yang ia lakukan tidak dipikirkan dampaknya bagi hubungan
Tarumanaga dengan raja-raja bawahannya. Karena dengan digantinya nama Tarumanagara
menjadi Kerajaan Sunda berakibat raja-raja daerah merasa tidak lagi memiliki ikatan
kesejarahan, apalagi Tarusbawa bukan anak Linggawarman, melainkan seorang menantu dan
bekas raja Sundapura. Dengan demikian sejak tahun 670 M, nama kerajaan Tarumanagara
berubah menjadi kerajaan Sunda.

Prasasti Kerajaan Tarumanegara

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan
kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan
Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan
penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman
pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan
gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa
pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang
yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten,
berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

7
Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Melayu yang berada di pulau Sumatera serta
memiliki pengaruh besar terhadap Nusantara. Nama kerajaan ini berasal dari Bahasa
Sansekerta, sri artinya bercahaya dan wijaya yang memiliki arti kemenangan. Sehingga arti
nama kerajaan ini berarti kemenangan yang bercahaya.

Daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang meliputi Kamboja, Thailand, Semenanjung


Malaya, bahkan hingga Pulau Jawa ini membuat nama Kerajaan Sriwijaya dikenal di seluruh
Nusantara. Tidak hanya dari Nusantara saja, akan tetapi juga kerajaan ini dikenal hingga ke
mancanegara.

Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai sumber yang menyebutkan adanya kerajaan di
Sumatera ini. Ada kabar yang mengatakan bahwa para pedagang dari Arab dan Cina pernah
berdagang di Sriwijaya. Sedangkan menurut berita dari India, kerajaan di India pernah
bekerja sama dengan kerajaan Sriwijaya.

Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Sebuah kerajaan yang besar tentunya memiliki sejarah jaya dan runtuhnya yang tentu akan
selalu diingat oleh masyarakat Indonesia. Sejarah masa kejayaan kerajaan Sriwijaya dimulai
sekitar abad ke 9 hingga abad ke 10 di mana saat itu kerajaan ini berhasil menguasai jalur
perdagangan maritim Asia Tenggara.

Tidak hanya perdagangan maritim saja, akan tetapi juga berbagai kerajaan di Asia Tenggara
berhasil dikuasai oleh Sriwijaya. Kerajaan di Thailand, Kamboja, Filipina, Vietnam, hingga
Sumatera dan Jawa berhasil dikuasai Sriwijaya.

Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya menjadi pengendali rute perdagangan lokal yang mana
waktu itu seluruh kapal yang lewat akan dikenakan bea cukai. Mereka juga berhasil
mengumpulkan kekayaan mereka dari gudang perdagangan serta melalui jasa pelabuhan.

8
Sayangnya, masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya harus berakhir sekitar tahun 1007 dan 1023
Masehi. Bermula ketika Raja Rajendra Chola, seorang penguasa Kerajaan Cholamandala
berhasil menyerang Sriwijaya dan berhasil merebut bandar-bandar kota Sriwijaya.

Terjadinya penyerangan ini karena kedua kerajaan ini saling bersaing pada bidang pelayaran
serta perdagangan. Kerajaan Cholamandala bukan berniat untuk menjajah, akan tetapi ingin
meruntuhkan armada kerajaan. Sehingga membuat kondisi ekonomi pada saat itu melemah
serta berkurangnya pedagang.

Tidak hanya itu, kekuatan militer kerajaan juga melemah dan membuat prajurit Sriwijaya
melepaskan diri dari kerajaan. Hingga, masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya berakhir sekitar
abad ke-13.

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

1. Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur merupakan prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang berada di
bagian Barat Pulau Bangka. Bahasa yang ditulis pada prasasti ini menggunakan bahasa
Melayu Kuno serta menggunakan aksara Pallawa. Prasasti ini ditemukan sekitar tahun 1892
bulan Desember.

Orang yang berhasil menemukan prasasti ini adalah J.K. van der Meulen. Prasasti ini berisi
tentang kutukan bagi siapa saja yang membantah perintah serta kekuasaan kerajaan akan
terkena kutukan.

2. Prasasti Kedukan Bukit

Seseorang bernama Batenburg menemukan sebuah batu tulis yang berada di Kampung
Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir pada 29 November 1920 Masehi. Ukuran dari prasasti ini
adalah sekitar 45 x 80 centimeter serta ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa
Melayu Kuno.

Prasasti ini berisi tentang seorang utusan kerajaan yang bernama Dapunta Hyang yang
melakukan perjalanan suci atau sidhayarta dengan menggunakan perahu. Dengan diiringi

9
2000 pasukan, perjalanannya membuahkan hasil. Saat ini, prasasti Kedukan Bukit disimpan
di Museum Nasional Indonesia.

3. Prasasti Telaga Batu

Prasasti ini ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur
II, Palembang. Isi dari prasasti ini adalah mengenai kutukan bagi mereka yang berbuat jahat
di Sriwijaya. Keberadaan prasasti ini sama seperti prasasti Kedukan Bukit, yaitu disimpan di
Museum Nasional Indonesia.

4. Prasasti Talang Tuwo

Residen Palembang, yaitu Louis Constant Westenenk menemukan prasasti pada 17


November 1920. Prasasti ini ditemukan di kaki Bukit Seguntang di sekitar tepian utara
Sungai Musi. Isi dari prasasti ini berisi doa-doa dedikasi dan menunjukkan berkembangnya
agama Buddha di Sriwijaya.

Aliran yang digunakan di Sriwijaya adalah aliran Mahayana yang dibuktikan dengan kata-
kata dari Buddha Mahayana seperti bodhicitta, vajrasarira, dan lain-lain.

Raja Kerajaan Sriwijaya

Raja Kerajaan Sriwijaya yang berhasil menaklukkan Jawa dan Melayu adalah Dapunta
Hyang atau Sri Jayanasa dan memimpin pada tahun 671. Lalu pada tahun 728 hingga 742,
Sriwijaya dipimpin oleh Rudra Wikrama yang melakukan utusan ke Tiongkok pada masa
kepemimpinannya.

Pada tahun 702, Sriwijaya dipimpin oleh Sri Indrawarman dan dilanjutkan oleh Sri Maharaja
pada tahun 775. Berkat kepemimpinannya, Kamboja dan Thailand berhasil ditaklukkan oleh
Sriwijaya. Tahun 851, Sriwijaya dipimpin oleh Maharaja yang dilanjutkan oleh Balaputra
Dewa di tahun 860 Masehi.

Raja Kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya adalah Sri Udayadityawarman yang memimpin
kerajaan pada tahun 960 Masehi dan dilanjutkan oleh Sri Udayaditya pada tahun 962 Masehi.
Kepemimpinan Sriwijaya dilanjutkan oleh Sri Sudamaniwarmadewa dan
Marawijayatunggawarman pada tahun 1044 masehi.

Kepemimpinan Raja Kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri


Sanggaramawijayatunggawarman pada tahun 1044 Masehi. Berkat kepemimpinannya,
Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh India.

10
Kerajaan Mataram Kuno (Medang)

Kerajaan Mataram Kuno atau yang lebih dikenal dengan nama Kerajaan Medang atau
Mataram hindu, berdiri pada abad ke-8 di daerah Jawa Tengah sekarang, kemudian pada abad
ke-10 pusat pemerintahan nya berpindah ke Jawa Timur.

Diduga akibat letusan Gunung Merapi, Raja Mataram Kuno Mpu Sindok pada tahun 929
memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Menurut catatan
sejarah, tempat baru tersebut adalah Watugaluh, yang terletak di tepi Sungai Brantas,
sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten Jombang (Jawa Timur).

Kerajaan baru ini tidak lagi disebut Mataram, namun Medang, Namun beberapa literatur
masih menyebut Mataram. Banyak peninggalan sejarah berupa prasasti dan candi yang
dibangun oleh raja-raja kerajaan ini, seperti Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, dan Candi Borobudur.

Awal berdirinya kerajaan

Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja
pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan
jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau
Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya
kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan
Sanna.

Sanna, juga dikenal dengan nama “Sena” atau “Bratasenawa”, merupakan raja Kerajaan
Galuh yang ketiga (709 – 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta
Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M. Sena akhirnya melarikan
diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan
raja pertama Kerajaan Sunda (setelah Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan
Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang
mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya.

11
Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap keluarga
Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan sahabat
Sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama
isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan
Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi
tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia
mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan.
Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan
Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera
bungsu Sempakwaja.

Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru
ditulis ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.

Daftar raja-raja Medang

1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang


2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan[6] suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir

Peninggalan sejarah

Selain meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa


Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan Medang juga membangun banyak candi, baik itu yang
bercorak Hindu maupun Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan
tahun 1990 di Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah; menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni
budaya kerajaan Medang.

Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi
Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang
paling kolosal adalah Candi Borobudur.

12
Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari merupakan Kerajaan yang berada di Jawa Timur tahun 1222 dan didirikan
oleh Ken Arok. Diperkirakan lokasi Kerajaan ini berada di daerah Singasari, Malang. Nama
Kerajaan yang sebenarnya adalah Kerajaan Tumapel dan beribukota di Kutaraja.

Awalnya Kerajaan Tumapel merupakan sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri dan waktu
itu Tunggul Ametung menjabat sebagai akuwu atau setara camat. Beliau dibunuh dengan cara
ditipu oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok yang kemudian menjabat sebagai
akuwu baru.

Kerajaan ini pernah berjaya pada masa kepemimpinan Kertanagara yang sekaligus menjadi
raja terbesar dalam sejarah Kerajaan. Beliau mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk
membuat Sumatera sebagai benteng pertahanan. Kemudian pada tahun 1284, beliau juga
mengadakan ekspedisi untuk menaklukkan Bali.

Runtuhnya Kerajaan ini adalah akibat dari sibuknya mengirim angkatan perang ke luar Jawa
serta pemberontakan Jayakatwang dan berhasil membunuh Raja Kertanegara. Jayakatwang
kemudian membangun ibukota di Kadiri atau yang sekarang disebut Kediri.

Peninggalan Kerajaan Singasari

13
Kejayaan Kerajaan ini tentu meninggalkan sejarah serta peninggalan yang tentunya
menunjukkan bahwa Kerajaan Singasari pernah ada. Dengan adanya peninggalan Kerajaan
Singasari, tentu menjadikan Kerajaan ini menjadi Kerajaan yang pernah berjaya di Nusantara.
Berikut adalah peninggalan Kerajaan Singasari :

1. Candi Jago

Candi Jago merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Singasari yang mana memiliki
arsitekstur yang memiliki susunan layaknya teras punden berundak. Bentuk dari candi ini
cukup unik, pasalnya bagian atas dari candi ini hanya tersisa sebagian saja.

Karena menurut sejarah, Candi Jago pernah tersambar petir. Jika Anda berkunjung ke Candi
ini, Anda akan menemukan relief Kunjarakarna serta relief Pancatantra. Batu yang digunakan
pada keseluruhan bangunan candi menggunakan batu andesit. Konon, candi ini juga
digunakan Raja Kertanegara untuk beribadah.

2. Candi Singasari

Letak candi ini berada di Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, tepatnya di lembah antara
Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Disebutkan dalam Kitab Negarakertagama dan
Prasasti Gajah Mada tahun 1351 Masehi, bahwa candi ini merupakan kediaman terakhir dari
Raja Kertanegara. Yang tidak lain tidak bukan ialah raja Singasari terakhir.

Disebutkan bahwa Raja Kertanegara berpulang pada tahun 1292 karena diserang oleh
Jayakatwang yang memimpin tentara Gelang-gelang. Diduga kuat bahwa pembangunan
Candi Singasari ini tidak pernah selesai dibangun.

3. Arca Dwarapala

Arca Dwarapala merupakan peninggalan Kerajaan Singasari yang memiliki bentuk seperti
monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut juru kunci tempat ini, arca Dwarapala
merupakan sebuah tanda bahwa Anda masuk ke wilayah Kotaraja.

Akan tetapi hingga saat ini, letak Kotaraja Singasari tidak ditemukan secara pasti. Sehingga
Arca Dwarapala dikategorikan sebagai peninggalan Kerajaan Singasari.

4. Candi Sumberawan

Candi ini merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur dan berlokasi sekitar
6 kilometer dari Candi Singasari. Selain sebagai peninggalan Kerajaan, tentu candi ini juga
digunakan oleh umat Buddha pada saat itu.

Jika dilihat, pemandangan dari candi ini terlihat indah karena lokasi candi ini berada di dekat
telaga dengan air yang sangat bening. Sehingga nama candi ini diberi nama Candi
Sumberawan.

14
5. Candi Jawi

Berada di pertengahan jalan raya antara Pandaan – Prigen serta Pringebukan, candi ini sering
dikira tempat ibadah umat Buddha. Tetapi sebenarnya, tempat ini merupakan tempat untuk
menyimpan abu dari Raja Kertanegara.

Selain di Candi Jawi, abu dari Raja Kertanegara juga disimpan di Candi Singasari. Sehingga
Candi Jago, Candi Jawi, serta Candi Singasari memiliki hubungan yang erat.

6. Candi Kidal

Salah satu warisan dari Kerajaan Singasari adalah Candi Kidal dan dibangun sebagai sebuah
penghormatan raja kedua Singasari, yaitu Anusapati. Beliau memerintah Singasari selama
kurang lebih 20 tahun, yaitu sekitar tahun 1227 hingga tahun 1248.

Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bentuk perebutan kekuasaan
Kerajaan serta diyakini sebagai kutukan Mpu Gandring.

Raja Kerajaan Singasari

Sebuah Kerajaan dipimpin oleh


seorang raja dan tentunya membawa pengaruh besar terhadap Kerajaan ini. Sehingga
Kerajaan ini memiliki sejarah yang tentunya akan terkenang oleh masyarakat Indonesia.
Berikut adalah raja Kerajaan Singasari dari pertama hingga akhir :

1. Ken Arok

Ken Arok memerintah Kerajaan Singasari pada tahun 1222 Masehi yang mana pada masa itu
ia menjadi akuwu Tumapel. Ia berhasil menjadi raja Kerajaan Singasari karena ia berhasil
memenangkan peperangan dan kemudian mendirikan Kerajaan Singasari.

2. Anusapati

Anusapati merupakan raja Kerajaan Singasari yang selanjutnya. Ia memimpin sekitar tahun
1227 hingga 1248 Masehi. Tidak banyak yang dapat diketahui dari Anusapati, tetapi ia

15
menjadi sasaran pembunuhan dan Anusapati dibunuh oleh Tohjaya yang ingin membalas
kematian ayahnya, Ken Arok.

3. Tohjaya

Tohjaya kemudian menjadi raja Kerajaan Singasari setelah berhasil membunuh Anusapati
tahun 1248 Masehi. Kepemimpinan Tohjaya hanya berlangsung beberapa bulan karena
terjadi pemberontakan yang dilancarkan Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Atas
penyerangan tersebut, Tohjaya terluka parah lalu meninggal dunia.

4. Ranggawuni

Setelah membunuh Tohjaya, tahta Kerajaan jatuh kepada Ranggawuni. Ia memimpin


Ranggawuni pada tahun 1248 hinga 1268 Masehi dan didampingi Mahesa Cempaka.
Kerajaan waktu itu sangat aman dan tenteram semasa pimpinan Ranggawuni.

5. Kertanegara

Raja Kertanegara menjadi raja Kerajaan Singasari terakhir sekaligus raja yang membuat
Singasari berjaya. Ia diangkat menjadi raja ketika usianya masih muda. Cita-cita raja
kertanegara adalah melaksanakan ekspedisi pamalayu serta menguasai daerah Bali dan Jawa
Barat. Selain itu, cita-cita Raja Kertanegara juga menguasai Pahang serta Tanjung Pura.

Sayangnya, cita-cita Raja Kertanegara harus kandas ketika ia berhasil ditumbangkan oleh
Jayakatwang. Politik luar negeri yang berhasil dilakukan Raja Kertanegara yaitu
mempersatukan Nusantara. Tidak lain tidak bukan, politik luar negeri merupakan cita-cita
Raja Kertanegara.

16

Anda mungkin juga menyukai