Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

KERAJAAN KUTAI

OLEH:
Aghnia Raissya Fariha
Dinda Ramadhani
Handikha Permana Sibiyan
Harnum Anggraeni Aulia
Indra Exaudi Situmorang
KERAJAAN KUTAI
1. Asal Mula Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai Martapura adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang didirikan sekitar
abad ke-4. Letak kerajaan ini berada di daerah Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Keberadaan Kutai diketahui berdasarkan sumber sejarah yang ditemukan,
yaitu berupa tujuh Prasasti Yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dengan Bahasa Sanskerta.
Dalam Prasasti Yupa, disebut nama Raja Kudungga yang pertama menduduki takhta Kerajaan
Kutai. Disebut pula bahwa Kudungga memiliki seorang putra bernama Asmawarman yang
menjadi raja kedua Kutai. Asmawarman memiliki tiga orang putra, salah satunya bernama
Mulawarman, yang akhirnya menjadi raja dan berhasil membawa Kerajaan Kutai menuju
masa kejayaan.
Kerajaan Kutai yang terkenal sebagai kerajaan hindu tertua di Indonesia merupakan kerajaan
yang memiliki sejarah panjang sebagai cikal bakal lahirnya kerajaan-kerajaan lainnya di
Indonesia. Nama Kutai sendiri diketahui oleh para ahli mitologi saat setelah ditemukannya
sebuah prasasti, yaitu Yupa. Prasasti Yupa diidentifikasi sebagai peninggalan asli dari
pengaruh agama hindu dan budha yang menggunakan bahasa sansekerta dengan huruf
pallawa. Dari prasasti inilah kemudian ditemukan nama Raja Kudungga sebagai pendiri
Kerajaan Kutai. Nama Maharaja Kudungga ini ditafsirkan oleh para ahli sejarah sebagai nama
asli Indonesia yang belum terpengaruh dengan bahasa India. Sedangkan keturunannya seperti
Raja Mulawarman dan Aswawarman diduga memiliki pengaruh besar budaya hindu dari
India. Hal tersebut dikarenakan kata “Warman” pada setiap akhiran namanya berasal dari
bahasa sansekerta yang biasa digunakan oleh masyarakat India bagian selatan. Inilah yang
mengakibatkan banyak orang menyebut bahwa Kerajaan Kutai merupakan kerajaan yang
bercorak hindu dengan pengaruh budaya India begitu kental. Tak heran jika pola kehidupan
pada masa itu juga menyerupai kehidupan kerajaan-kerajaan hindu di India.
Selanjutnya dari Prasasti Yupa diketahui juga nama-nama raja yang memerintah Kerajaan
Kutai setelah wafatnya pendiri tersebut, yaitu sebanyak 20 generasi sebagai berikut:
1. Maharaja Kudungga, bergelar Anumerta Dewawarman (sebagai pendiri)
2. Maharaja Aswawarman (anak dari Raja Kudungga)
3. Maharaja Mulawarman (sebagai raja yang terkenal)
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Gadingga Warman Dewa
10. Maharaja Indra Warman Dewa
11. Maharaja Sangga Warman Dewa
12. Maharaja Candrawarman
13. Maharaja Sri Langka Dewa
14. Maharaja Guna Parana Dewa
15. Maharaja Wijaya Warman
16. Maharaja Sri Aji Dewa
17. Maharaja Mulia Putera
18. Maharaja Nala Pandita
19. Maharaja Indra Paruta Dewa
20. Maharaja Dharma Setia
Dari 20 generasi tersebut, raja yang terkenal adalah Raja Mulawarman. Namun, setelah
peninggalan Raja Kudungga, Kutai dipimpin oleh Aswawarman. Pemerintahan Aswawarman
tidak berlangsung lama yang kemudian digantikan oleh anaknya, Mulawarman.

2. Masa Kejayaan Kerajaan Kutai


Dari Prasasti Yupa, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaannya
pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Mulawarman disebut-sebut sebagai raja yang
memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah mengadakan upacara persembahan 20.000 ekor
lembu untuk kaum Brahmana yang bertempat di Waprakecvara. Waprakecvara adalah tempat
suci (keramat) yang merupakan sinkretisme antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan
Indonesia. Sebagai keturunan Aswawarman, Mulawarman juga melakukan upacara
Vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.
Pada masa pemerintahan Mulawarman, upacara penghinduan ini dipimpin oleh
pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan
intelektualnya tinggi, karena Bahasa Sanskerta bukanlah bahasa rakyat sehari-hari. Selain itu,
di bawah kekuasaan Raja Mulawarman kehidupan ekonomi kerajaan mengalami
perkembangan pesat dari sektor pertanian dan perdagangan karena letaknya sangat strategis.
Adapun jika dilihat dari beberapa aspek lainnya adalah sebagai berikut:

 Aspek Sosial
Kehidupan sosial pada kerajaan ini ditandai dengan adanya golongan terdidik yang
banyak. Golongan terdidik ini menguasai bahasa sansekerta serta huruf pallawa.
Adapun golongan tersebut adalah golongan brahmana dan ksatria. Golongan ksatria
terdiri dari kerabat Raja Mulawarman pada masa itu. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya upacara pemberkatan seseorang yang memeluk agama hindu. Dimana para
brahmana memakai bahasa sansekerta yang sering digunakan pada prosesi adat
tertentu, namun sulit untuk dipelajari. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa pada
masa itu, para brahmana memilik intelektual yang tinggi.

 Aspek Politik
Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman, stabilitas politik begitu terjaga. Sistem
politik menjadi kekuatan yang besar pengaruhnya dalam memimpin suatu kerajaan.
Hal tersebut juga disebutkan di Prasasti Yupa bahwa Raja Mulawarman dikatakan
menjadi raja yang berkuasa, kuat serta bijaksana.
Secara jelas isi Prasasti Yupa tersebut adalah “Sang Maharaja Kudungga yang amat
mulia mempunyai putra yang manshur, Bernama Sang Aswawarman, ia seperti Sang
Ansuman (Dewa Matahari) dengan menumbuhkan keluarga yang sangat mulia.
Sang Aswawarman memiliki putra tiga, seperti api yang suci berjumlah tiga. Yang
terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarman, raja yang baik, kuat, dan
bijaksana. Sang Mulawarman telah melakukan kenduri dengan emas yang amat
banyak. Karena kenduri itulah tugu batu ini didirikan oleh para Brahmana.” Dari
sinilah kita dapat mengetahui kekuatan politik dari Raja Mulawarman. Begitu
kuatnya, hingga rakyat dan para golongan brahmana pun mendirikan tugu sebagai
bukti bahwa dirinya sangat berkuasa pada masa itu.

 Aspek Ekonomi
Letak kerajaan yang berada dekat dengan Sungai Mahakam, membuat rakyatnya
begitu mudah untuk bercocok tanam. Hal tersebut menjadi mata pencaharian utama,
sedangkan lainnya lebih banyak beternak sapi dan berdagang. Hal ini dibuktikan
dengan adanya peninggalan tertulis yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman
pernah memberikan 20.000 ekor sapi kepada para brahmana.
Selain itu, Kerajaan Kutai juga menerapkan sistem penarikan hadiah yang harus
diberikan kepada raja bagi pedagang luar yang ingin berdagang di daerah Kutai.
Pemberian hadiah biasanya berupa barang yang mahal atau upeti yang dianggap
sebagai pajak. Oleh sebab itu, Kutai mendapatkan banyak pemasukan dari berbagai
sumber.

 Aspek Agama
Kehidupan masyarakat Kutai begitu kental dengan dengan keyakinannya pada
leluhur. Terbukti dengan adanya Prasasti Yupa yang berbentuk seperti tugu batu.
Jika dilihat asal usulnya, tugu batu sendiri merupakan peninggalan nenek moyang
pada Zaman Megalitikum. Kemudian terdapat menhir dan batu berundak, selain itu
dalam prasati yupa menyebutkan tempat pemujaan yang suci bernama
Waprakeswara (tempat pemujaan dewa siwa). Oleh sebab itu, diyakini bahwa bahwa
Raja sebagai penganut agama hindu siwa bercampur dengan golongan brahmana.
Sedangkan rakyatnya dibebaskan untuk menganut agama hindu dalam aliran
lainnya. Masa kejayaan tersebut tak berlangsung lama, setelah Raja Mulawarman
wafat, Kutai banyak mengalami pergantian pemimpin. Hingga akhirnya kerajaan ini
runtuh, pada masa kepemimpinan Raja Dharma Setia. Telah dikabarkan bahwa Raja
Dharma Setia tewas dibunuh oleh penguasa Kerajaan Kutai Kartanegara, yaitu
Pangeran Anum Panji Mandapa pada abad ke-13 M. Perlu diketahui bahwa kerajaan
Kutai Kartanegara berbeda dengan Kerajaan Kutai yang dipimpin oleh
Mulawarman. Kerajaan Kutai Kartanegara terletak di Tanjung Kute. Kemudian
kerajaan inilah yang disebut dalam Kitab Negarakertagama pada tahun
1365.Selanjutnya dalam perkembangannya Kerajaan Kutai Kartanegara menjadi
kerajaan islam yang disebut dengan Kesultanan Kutai Kartanegara. Inilah awal mula
keruntuhan Kutai Mulawarman yang disebut juga dengan Kutai Martadipura.
Selanjutnya kekuasaan diambil alih oleh Kesultanan Kutai Kertanegara.
3. Runtuhnya Kerajaan Kutai
Tidak banyak informasi yang bisa didapatkan mengenai penyebab runtuhnya Kerajaan
Kutai. Menurut para sejarawan, kerajaaan tersebut mengalami keruntuhan setelah terjadi
perebutan kekuasaan melawan Kerajaan Kutai Kertanegara.

Kerajaan Kutai yang didirikan oleh Kudungga memiliki nama lain, yaitu Kerajaan
Kutai Martadipura. Akan tetapi, terkadang ada pula yang menyebutnya sebagai Kutai
Martapura. Kerajaan ini bercorak agama Hindu. Kemudia, Kerajaan Kutai Kartanegarea
bisa dibilang “saingan” dari kerajaan tersebut. Kerajaan ini bercoraj Islam sehingga
kemudia disebut kesultanan.

Kesultanab ini baru didirikan sekitar tahun 1300 masehi oleh Aji Batara Agung Dewa
Sakti. Kemudian pada sekitar tahun 1630-an masehi, Kutai Keertanegara berusaha
melakukan perluasan wilayah dengan menaklukan Martadipura. Penyerangan ini
dipimpin oleh Raja Aji PangeranSinum Panji Mendapa.

Di lain sisi, Kerajaan Kutai Martadipura dibawah komandio Raja dharma Setia
kewalahan menghadapi serangan tersebut. Akibatnya, ia tewas dalam peperangan dan
wilayah kerajaan diambil oleh Raja Aji Pangeran Sinum. Setelah itu kedua kerajaan itu
digabungkan menjadi satu. Namanya menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara Ing
Martadipura

Anda mungkin juga menyukai