Anda di halaman 1dari 35

11 kerajaan pada masa Hindu Budha

1. Kerajaan Kutai
§ Kerajaan Kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Letaknya di daerah kutai, kalimantan timur,
yang pusat pemerintahannya berada di muarakaman di tepi sungai mahakam. Kerajaan kutai
didirikan oleh asmawarmamn anak kudungga. Sumber-sumber yang menyebutkan sejarah kerajaan
kkitai adalah patung yang ditemukan di gunung kombang dan tujuh buah prasasti yang disebut yupa.
Penemuan yupa ini terjadi secara terpisah dengan tahun yang berbedayaitu pada tahun 1879 di
temukan 4 yupa dan pada tahun 1940 ditemukan 3 yupa di daerah aliran sungai Mahakam.

· Untuk mengetahui tahun pembuatan yupa ini ditentukan dengan hurup yang dipakai pada
prasasti. Berdasarkan perbandingan bentuk huruf yang dipakai pada yupa dengan prasasti dari India,
maka diketahui bahwa Yupa-Yupatersebut pada abad ke-4 M. Hurup yang digunakan adalah huruf
pallawa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa sansakerta dan disusun dalam bentuk syair. Isinya
berupa silsilah raja yang menyatakan bahwa Maharaja Kundungga mempunyai putra yang bernama
Asmawarman yang dipercaya sebagai titisan dari dewa Ansuman (dewa matahari). Dengan demikian
raja pertama dalam kerajaan dalam kerajaan Kutai adalah Kundungga.

· Kerajaan Kutai meninggalkan 7 yupa yang berisi sebagai berikut: “ sang Mahaaraja Kundungga
mempunyai anak sang Asmawarman. Asmawarman mempunyai tiga orang putra yang terkemuka
adlah Mulawarman.ia seorang raja yang berperadaban baik, kuat dan kuas. Mulawarman
memerintah untuk mengadakan selamatan besar-besaran. Kaum brahmana mengadakan tugu
peringatan untuk memperingati selamatan yang diadakan oleh Mulawarman”. “raja Mulawarman
memberikan hadiah tanah dan 20.000 ekor sapi untuk kaum Brahmana. Oleh karena itu, kaum
brahmana mengadakan tugu peringatan”.

· Kerajaan kutai sering disebut kerajaan Mulawarman. Sebab raja pertamanya bernama
Mulawarma Naladewa. Kerajaan mulawarman kira-kira berusia 1.300 tahun. Kerajaan ini sempat
diperintah oleh 20 raja dari dinasti Syailendra. Ibukota kerajaan kutai adalah Martadira (sekarang
muara kaman), yang berarti istana yang bisa mengawasi daerah setiap waktu. Kerajaan kutai ini
hancur dan musnah karena kalah dalm peperangan pada abad ke-16 melawan kerajaan kutai
kartanegara, sebuah kerajaan baru yang berdiri pada abad ke-13. Sekarng nama Mulawarman
diabadikan menjadi sebuah perguruan Tinggi Negeri di kota Samarinda (Universitas Mulawarman
dan menjadi nama sebuah musieum di kota Tenggarong (musieum Mulawarman). Kerajaan kutai
kartanegara berdiri pada abad ke-13. Rajanya yaitu Aji Batara Agung Dewasaki yang berasal dari
dinasti sanjaya di Mataram. Setelah berhasil mengalahkan kerajaan mulawarman, kerajaan kutai
kertanegara menguasai daerah yang luas. Mulai daerah pesisir kalimantan sebelah timur, yaitu
balikpapan, sampai ke daerah paling udik di sepanjang sungai mahakam. Pada abad ke-16 agama
islam mulai masuk ke pedalaman daerah kutai yang dibawa oleh saudagar-saudagar Arab. Ada pula
diantaranya ulama dari minangkabau yang bernama Datuk Bandang. Raja kartanegarayang pertama
memeluk isalam adalah sultan Muhammad Idris (1732-1739). Maka kerajaan kuta kartanegara
menjadi kerajaan islam. Raja-raja Kutai Kartanegara berikutnya adalah sebagai berikut:

· Aji Sultan Muhammad Muslihuddin (1739-1780)

· Aji Sultan Muhammad Salihuddin (1780-1845)

· Aji Sultan Muahammad Sulaiman (1850-1899)

· Aji Sultan Muhammad Alimuddin (1899-1910)


· Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920-1960)

o Pada tahun 1884, Belanda menyerang Ibukota kerajaan Kutai Kartanegara yaitu kota Tenggarong.
Muncullaah pahlawan Kutai, yaitu Awang Long Pangeran Ario Senopati gugur. Sebagai
penghormatan pada panglimaAwang Long Ario Senopati maka di bangunlah tugu peringatan.
Sekaligus tugu tersebut dijadikan azimut kilometer nol(0) untuk permulaan jarak dalam kilometer ke
penjuru kota Tenggaring.

· Kehidupan Politik Kerajaan Kutai

§ Berdasarkan prasasti yupa dapat disimpulkan bahwa pemimpin awal kerajaan kutai adalah
kudungga yang berkedudukan sebagai kepala suku. Kerjaan kutai terbentuk pada masa
pemerintahan asmawarman yang kemudian dikenal sebagai pendiri dinasti Vamsakarta. Kerajaan
kutai mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Mulawarman.

· Kehidupan keagamaan

§ Semenjak pemerintahan Mulawarman kerajaan kutai telah menganut agama hindu.


Perkembangan agama hindu dikutai mencapi puncaknya pada masa Mulawarman. Berdasarkan
prasasti yupa dapat disimpulkan pula bahwa ajaran hindu yang berkembang di kutai adalah hindu
Syiwaisme. Hal itu ditandai dengan adanya bangunan Waprakeswata yang berkaitan dengan
Baprakeswara di jawa yang lebih menekankan pemujaan kepada syiwa.

· Kehidupan sosial

§ Adapun kehidupan sosial masyarakat kerajaan kutai yaitu pertama, bahwa masyrakat di kerajaan
kutai tertib, terorganisir, dan teratur secara rapi. Keadaan ini berlangsung karena adanya sistem
yang berpusat pada raja. Masyarakat harus tnduk dengan raja dan harus mematuhi segala perintah
dari raja, kedua, masyarakat kerajaan kutai merupakan masyarakat yang terbuka

· Kehidupan Ekonomi

§ Kehidupan ekonominya bisa dilihat dari mata pencahariannya yaitu berburu yang hasilnya untuk
dijual dicina, perikanan, pertambangan, perniagaan, pertanian, dan peternakan. Dilihat dari
banyaknya mata pencaharian yang dimiliki, maka kehidupan ekonomi kerajaan sangat makmur dan
sejahtera.

· Akhir Kerajaan Kutai

§ Setelah kepemimpinan Mulawarman kerajaan kutai tidak ada gemanya.

2. Kerajaan Tarumanegara
§ Kerajaan Tarumanegara diperkirakan terletak di daerah Bekasi atau Bogor, Jawa Barat. Sumebr-
sumber mengenai kerajaan tarumanegara antara lain:

· Tujuh buah prasasti yang memakai huruf pallawa dan bahasa sanskerta.

· Prasasti Ciampea atau Ciaruten menyebutkan tentang bekas dua kaki seperti kaki Dewa Wisnu
ialah kaki yang Mulia Purnawarman, raja dari negeri taruma.

· Prasasti kebon kopi di kampung Muara Hilir Cibungbulang yg menarik dari prasati ini adalah
adanya dua tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata (gajah kendaraan
dewa wisnu).
· Prasasti Koleangkak atau Prasasti jambu menyebutkan tentang kegagahan dan keperkasaan
raja Purnawarman yang mengenakan baju ziarah (varman).

· Prasasti Pasir Awi dan Muara Ciatenprasasti yang berhuruf ikal ini sampai sekarang belum
dapat dibaca.

· Prasasti Cidanghiang atau Lebak di temukan tahun 1947 di daerah lebak, Munjul, Padeglang.
Prasasti ini menyebutkan tentang keperwiraan, keagungan, dan kebenaran dari Punawarman.

· Prasasti Tugu di temukan di desa Tugu di daerah Cilincing, jakarta. Prasasti ini merupakan
prasasti terpanjang. Isi prasasti ini menyebutkan tentang penggalian sungai Candrabhaga oleh raja
purnawarman. Penggalian tersebut dimaksudkan untuk menanggulangi banjir, juga penggalian
sungai gomati yang panjangnya 11 km serta selamatan dimana raja menghadiahkan 1000 ekor sapi
kepada brahmana.

· Arca Rajasi yang mempunyai trinetra, jadi merupakan area Syiwa.

· Dua Arca Wisnu.

· Berita dari Cina yaitu Fa-Hien (414 M), yang memnyebutkan tentang banyaknya kaum
Brahhmana. Di samping itu juga ada berita-berita lain dari Cinta antara lain menybutkan nama
Tolomo untuk menyebut Taruma.

§ Kehidupan sosial kerajaan Tarumanegara, dalam prasati Tugu disebutkan bahwa raja
Purnawarman pernah memimpin penggalian saluran Sungai Gomati untuk kepentingan sosial. Dilihat
dari cerita prasati Tugu ini, maka kehidupan kerajaan Tarumanegara memiliki jiwa gotong royong
yang sangat kuat. Sumber lainnya dari infomasi cina, yang menjelaskan bahwa dikerajaan
Tarumanegara memiliki sedikit penganut agama budha. Jadi sebagian besar penganut agama hindu.
Padahla kedua agama ini di india saling bertentangan, tetapi pada kerajaan Tarumanegara kedua
pemeluk agama yang berbeda ini hidup saling berdampingan. Dengan demikian dapat disimpulkan
kerajaan Tarumanegara memiliki sikap toleransi dan hidup rukun yang amat kuat.

§ Kehidupan ekonomi pada masa kerajaan Tarumanegara yaitu bertahan hidup dengan mata
pencaharian sebagai berikut, berburu yang hasilnya untuk di jual di cina, perikanan, pertambangan,
perniagaan, pertanian, dan peternakan. Maka hehidupan ekonomi kerajaan sangat makmur dan
sejahtera.

§ Masyarakat kerajaan Tarumanegara memiliki tiga ajaran agam, agama yang di anut adalah alsli
(animisme-dinamisme), agama hindu, dan agama budha, agam yang mayoritas paling banyak di
peluk adalah agama hindu, yang paling dominan adalah orang-orang kerajaan. Sedangkan agama
budha dan asli dipeluk pada masyarakat jelata. Dari penjelasan ini maka masyarakat Tarumanegara
dikenal Terbuka dan cepat beradaptasi dengan kebudayaan asing terutama pad pengaruh hindu-
budha dari India.

3. kerajaan kalingga
Kalingga berasal dari kata kalinga,nama sebuah kerajaan di india selatan, yang didirikan oleh
beberapa kelompok orang lain dari india yang berasal dari orissa, mereka melarikan diri karena
daerah orissa dihancurkan oleh Maharaga Asoka. Kerajaan ini didirikan pada abad ke-6 dan
dibubarkan pada abad ke-7.

Kerajaan kalingga diperkirakan terletak di jawa tengah, di kecamatan keling sebelah utara gunung
muria, Sekarang letak nya dekat dengan kabupaten pekalongan dan kabupaten jepara. Ibu kota dari
kerajaan kalingga adalah keling(jepara), bahasa yang digunakan kerajaan kalingga yaitu, melayu kuna
sanskerta, agama yang dianut kerajaan kalingga yaitu, hindu dan buddha. Sebenarnya agama yang
dianut oleh penduduk kerajaan ini umumnya buddha, karena agama buddha berkembang pesat
pada saat itu,bahkan pendeta cina datang ke keling dan tinggal selama tiga tahun.

Ratu Sima adalah penguasa di Kerajaan Kalingga. Ia digambarkan sebagai seorang pemimpin wanita
yang tegas dan taat terhadap peraturan yang berlaku dalam kerajaan itu. Ratu sima memerintah
sekitar tahun 674-732 m.

Ø Kehidupan ekonomi kerajaan Kalingga :

Perekonomian kerajaan kalingga bertumpu pada sector perdagangan dan pertanian. Letaknya
yang dekat dengan pesisir pantai utara jawa tengah menyebabkan kalingga mudah di akses oleh
pedagang luar negeri.kalingga merupakan daerah penghasil kulit penyu, emas, perak, culabadak,dan
gading gajah untuk dijual. Penduduk kalingga dikenal pandai membuat minuman yang berasal dari
bunga kelapa dan bunga aren.

Ø Kehidupan sosial kerajaan kalingga :

Kerajaan kalingga hidup dengan teratur,berkat kepemimpinan ratu sima ketentraman dan
ketertiban di kerajaan kalingga berlangsung dengan baik. Dalam menegakkan hukum, ratu sima tidak
membeda-bedakan antara rakyat dengan kerabatnya sendiri.

Berita tentang ketegasan hukum ratu sima, raja yang bernama T-shih ia adalah kaum muslim arad
dan persia, ia menguji kebenaran berita yang ia dengar.beliau memerintahkan anak buahnya untuk
meletakkan satu kantong emas di jalan wilayah kerajaan kalingga. Selama tiga tahun kantong
tersebut tidak ada yang menyentuh, jika ada yang melihat kantong itu ia berusaha menyingkir.

Tetapi pada suatu hari, putra mahkota tidak sengaja menginjak kantong tersebut hingga isinya
berceceran. Mendengar kejadian tersebut ratu sima marah, dan memerintahkan agar putra mahkota
dihukum mati. Tetapi karena para menteri memohon agar putra mahkota mendapat pengampunan.
Akhirnya ratu sima hanya memerintahkan agar jari putra mahkota yang menyentuh kantong emas
tersebut di potong,hal ini menjadi bukti ketegasan ratu sima.

Ø Kehidupan politik kerajaan kalingga :

Pada abad ketujuh masehi kerajaan kalingga dipimpin oleh ratu sima, hukum di kalingga ditegakkan
dengan baik sehingga ketertiban dan ketentraman di kalingga berjalan dengan baik.

Menurut naskah parahhayang, Ratu sima memiliki cucu bernama sanaha yang menikah dengan Raja
Brantasenawa dari kerajaan galuh. Sanaha memiliki anak bernama sanjaya yang kelas akan menjadi
raja mataram kuno. Sepeninggalan Ratu sima, kerajaan Kalingga ditaklukan oleh kerajaan Sriwijaya.

Ø Masa kejayaan kerajaan kalingga :

Masa kepemimpinan Ratu sima menjadi masa keemasan bagi kerajaan kalingga sehingga membuat
raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum, sekaligus penasaran. Masa masa itu adalah masa
keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun. Agama buddha juga berkembang secara
harmonis, sehingga wilayah di sekitar kerajaan Ratu Sima juga sering disebut Di Hyang(tempat
bersatunya dua kepercayaan hindu dan buddha).

Dalam bercocok tanam Ratu Sima mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Ia
merancang sistem pengairan yang diberi nama subak. Kebudayaan baru ini yang kemudian
melahikan istilah Tanibhala, atau masyarakat yang mengolah mata pencahariannya dengan cara
bertani atau bercocok tanam.
Ø Masa kehancuran kerajaan kalingga :

Kerajaan kalingga mengalami kemunduran kemungkinan akibat serangan sriwijaya yang menguasai
perdagangan, serangan tersebut mengakibatkan pemerintahan kijen menyingkir ke jawa bagian
timur atau mundur ke pedalaman jawa bagian tengah antara tahun 742-755 M. Bersama melayu dan
tarumanegara yang sebelumnya telah ditaklukan kerajaan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut
menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

Ø Peninggalan kerajaan kalingga :

Prasasti Tukmas

Ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan
Grabag, Magelang di Jawa Tengah.

Bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta.

Isi prasasti menceritakan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber
air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.

Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga
teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.

Candi Bubrah, Jepara

Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Candi Bubrah adalah salah satu candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi
Prambanan, yaitu di antara Percandian Rara Jonggrang dan Candi Sewu. Secara administratif, candi
ini terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, KabupatenKlaten, Provinsi Jawa
Tengah.

Dinamakan ‘Bubrah’ karena keadaan candi ini rusak (bubrah dalam bahasa Jawa) sejak ditemukan.
Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno, satu
periode dengan Candi Sewu.

Candi ini mempunyai ukuran 12 m x 12 m terbuat dari jenis batu andesit, dengan sisa reruntuhan
setinggi 2 meter saja. Saat ditemukan masih terdapat beberapa arca Buddha, walaupun tidak utuh
lagi.

Candi Angin

Candi Angin terdapat di desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Karena letaknya yang
tinggi tapi tidak roboh terkena angin, maka dinamakan “Candi Angin”.

Menurut para penelitian Candi Angin lebih tua dari pada Candi Borobudur. Bahkan ada yang
beranggapan kalau candi ini buatan manusia purba di karenakan tidak terdapat ornamen-ornamen
Hindu-Budha

Prasasti Sojomerto

Ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno

Berasal dari sekitar abad ke-7 masehi.

Bersifat keagamaan Siwais.


Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama
Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari
berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan
Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

Bahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm.
Tulisannya terdiri dari 11 baris yang sebagian barisnya rusak terkikis usia.

4. Kerajaan Sriwijaya
§ Kerajaan Sriwijaya sering dikenal sebagai kerajaan Nusantara yang pertama di wilayah Indonesia.
Kerajaan ini muncul pada abad ke-7 M dan dikenal sebagai kerajaan maritim yang kuat.

· Bukti keberadaan kerajaan Sriwijaya

· Prasasti Kedudukan Bukit (605 Saka=683 M)

· Prasasti ini berbahasa sanskertayang menyebutka tentang oerjalanan suci (Shidartayatsa) yang
dilakukan oleh Dapunta Hyang dari Minangatamwan. Perjalan tersebut berhasil menaklukan
beberapa daerah.

· Prasasti Talang Tuo (606=648 M)

· Berisi tentang perbuatan kebun (teman) yang di beri nama srikstra atas perintah Dapunta
Hyang Srijayanegara untuk kemakmuran semua makhluk. Dimuat juga doa-doa agama budha
Mahayana.

· Prasati Talaga Batu (tanpa angka tahun)

· Prasasti ini berbahasa melayu dan berhuruf pallawa, berisi tentang kutukan-kutukan kepada
siapa saja yang tidak tunduk kepada raja. Ditemukan di Telaga Batu dekat Palembang.

· Prasasti Kota Kapu (608 Saka=686)

· Ditemukan di pulau bangka. Prasasti ini berhuruf pallawa dan berbahasa sanskerta, berisi
tentang permohonan kepada dewa untuk menjaga kerajaan Sriwijaya dan menghukum siapa saja
yangakan bermaksud jahat. Prasati ini juga menyebutkan tentang penyerangan Sriwijaya ke sebuah
kerajaan (kemungkinan adalah kerajaan Tarumanegara).

· Peran Kerajaan Sriwijaya

· Sriwijaya sebagai kerajaan Maritim yang besar

· Dari bukti-bukti historis yang ada dapat di simpulkan bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan
maritime yang mampu menguasai dan mengontrol perdagangan di wilayah Nusantara. Perannya
sebagai Negara maritim tidak terlepas dari factor-faktor berikut:

· Letak Sriwijaya strategis

· Sriwijaya mempunyai potensi alam sehingga menarik para pedagang untuk singgah di Sriwijaya.

· Keruntuhan kerajaan maritim Funan (di indo Cina) yang awalnya merupakan penguasa
perdagangan di kawasan Asia Tenggara.

· Keuntungan Kerajaan Sriwijaya sebagai Negara maritim antara lain:

· Bea masuk barang dagangan yang melewati Bandar-bandarnya.


· Bea masuk kapal yang melewati wilayahnya dan berlabuh di Bandar-bandarnya.

· Upeti persembahan dari para pedagang dan raja-raja taklukan.

· Hasil keuntngan dari perdagangan Sriwijaya sendiri.

· Sriwijaya sebagai Pusat Agama Budha di Asia Tenggara

· Sriwijaya merupakan kerajaan budha yang menganut aliran Budha Mahayana. Sebagai pusat
agama budha, di Sriwijaya banyak didirikan biara-biara yang didiami oleh ratusan bhiksu. Di Sriwijaya
juga didirikan perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu dan kebudayaan Budha. Gurunya yang
terkenal antara lain Sakyakirti dan Dhamakirti. Sriwijaya juga mengirim bhiksu-bhiksu untuk belajar
ke india yaitu ke Nalanda (860 M) yang isinya tentang pembebasan pajak beberapa buah desa agar
dapat member nafkah kepada para bhisu dalam sebuah biara yang dibange\un oleh balaputra
dewayang merupakan keturunan Mataram dari dinasti Sanjaya yang menjadi raja terbesar Sriwijaya

· Kemunduran dan Keruntuhan Sriwijaya

§ Pada akhir abad ke-13 M, Sriwijaya telah memngalami kemunduran. Adapun sebab-sebabnya
adalah sebagai berikut:

· Factor Geologis

· Terjadinya pendangkalan Sungai Musi yang menyebakan Palembang jauh dari pantai sehingga
fungsinya sebagai Bandar penting mengalami kemunduran.

· Faktor Politik

· Dari sebelah utara Sriwijaya terdesak oleh Siam yang melakukan ekspansi ke selatan yaitu
daerah-daerah sebelah utara Malaya.

· Dari sebelah timur Sriwijaya terdesak oleh Singasari dengan rajanya Kartanegara.

· Factor ekonomis

· Perdagangan Sriwijaya mengalami kemunduran.

· Banyak daerah bawahan yang melepaskan diri sehingga mengurangi sumber pendapatan
Negara.

5. Kerajaan Mataram Kuno


§ Kerajaan ini berdiri anatra abad ke-8 sampai 10 M dengan pusat kerajaan berada dipedalaman
Jawa Tengah. Sumber-sumber yang mendukung keberadaan Kerajaan mataram Kuno adalah prasasti
Canggal dan prasasti Balitung (Mantyasih).

§ Prasasti canggal yang ditulis denngan huruf pallawa dan berbahasa Sanskerta berisi tentang
pendirian sebuah lingga (lambng Syiwa) di daerah kunjajra kunja oleh raja Sanjaya. Mendirikan
sebuah lingga secara khusus adalah lambangmendirikan suatu kerajaan . oleh karena itulah sanjaya
kemudian dikenal sebagai Wamcakarta atau pendiri kerajaan Mataram. Hal tersebut juga menjukan
bahwa agama yang di anut adalah aganma hindu Syiwa.

§ Di Mataram Kuno terdapat dua dinas yang pernah berkuasa yaitu dinasti sanjaya dan dinasti
sailendra. Mengenai raja-raja dinasti sanjaya, dapat kit abaca pada prasasti balitung (Mantyasih)
yang dibuat oleh raja balitung. Pada akhir abad ke-8 M dinasti sanjaya terdesak oleh dinasti
syailendra, namun demikian dinasti sanjaya masih mempunyai kekuasaan disebagian Jawa Tengah
bagian seslatan. Hal tersebut dapt disimpullkan dari banyaknya candi Hindu di bagian utara dan
candi Budha di Jawa Tengah bagian selatan.

§ Pergerakan kekuasaan tersebut kemungkinan terjadi pada masa raja Panangkaran (pengganti
sanjaya). Hal tersebut dapt disimpulkan dari isi prasasti kalasan yang berisi tentang pembangunan
sebuah bangunan suci bagi dewi tara dan sebuah biara untuk para pendeta dalam keluarga
Syailendra. Bangunan tersebut dikenal sebagai candi kalasan yang merupakan candi budha yang
terdapat sebelah timur kota Yogyakarta.

§ Dinasti syailendra mengalami puncak kejayaan pada masa raja indra ( tahun 782-812 M) yang
berhasil mengembangkan mataram menjadi kerajaaan agraris maritim. Mataram bahakan dapat
menyaingi Sriwijaya dan dapat menguasai perdagangan serta pelayaran di asia tenggara. Raja indra
juga bergekar sangramadananjaya. Umtuk memperluas wilayahnya raja indra melakukan
perkawinan politik antara putranya yaitu Samaratungga dengan putrid sriwijaya. Perkawinan
tersebut melahirkan pramodhawardani dan balaputradewa samaratungga kemudian menggantikan
indra sebagai raja.

§ Pada masa pemerintahaanya, samaratungga memerintahkan untuk membangun candi Borobudur


yang merupakan bangun suci agama budha. Namun demikian pada masa pemerintahan ini dinasti
syailendra mlai mengalmi kemunduran, dan untuk menyelamatkan dinastinya, Samaratungga
melakukan melakukan perkawinan politik antara putrinya yaitu pramudhawardani dengan pikatan
yang berasal dari keluarga sanjaya.

§ Pramordani kemudian menggantikan Samaratungga sebagai raja Mataram dan merupakan raja
terakhir dari dinasti syilendra. Semenjak itu keberadaan dinasti sanjaya mulai tampil kembli melalui
peran Pikatan. Hal tersebut menimbulkan kebencian pada diri Balaputradewa. Namun udaha untuk
merebut kekuasaan selalu dapat dipatahkan oleh rakai Pikatan. Blaputradewa akhirnya melarikan
diri ke Sriwijaya.

§ Rakai pikatan berhasil membangun candi Hindu terbesar yang berada diantara candi-candi budha
yaitu Candi Prambanan. Dinasti sanjaya mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Balitung (898-910 M). Dalam perkembangan selanjutnya pusat kerajaan dipindahkan dari Jawa
tengah ke Jawa Timur. Perpindahan tersebut dilakukan oleh Sindok yang kemudian berhasil
membentuk dinasti baru yaitu dinasti Ishana. Alasan perpindahan tersebut kemungkinan disebabkan
karena:

· Alasan politik, yaitu untuk menjauhkan diri dari kemungkinan diserang Sriwijaya.

· Alasan ekonomi, yaitu mencari daerah yang dekat dengan jalur perdagangan.

o Raja-raja dari dinasti Ishana adalah:

· Sindok (929-948)

§ Dikenal sebagai pendiri dinasti dan bergelar Sri Ishana Wiramadarmatnuggadewa.kryanya, kitab
syang Hyang.

· Dharmawangsa (991-1016)

§ Usaha yang dilakukan, yaitu menyerang Malaka dan Sriwijaya. Pemerintahan berakhir karena
serbuan dari raja Wora-wiri.

· Airlangga (1019-1042)
§ Usaha yang dilakukan antara lain, menjalin hubungan dengan sriwijayayaitu dengan menikahi
putri sriwijaya yang bernama Sangramawijayatunggadewi, ia juga berusaha memakmurkan
rakyatnya dengan memajukan pertanian dan perdagangan yang dilakukan dengan cara:

· Membuat bendungan

· Membuat Bandar perdagangan di Galuh dan Tuban.

· Mengembangkan bidang budaya antara lain sastra dengan kitab arjunawiwaha karya Mpu
Kanwa.

· Membagi kerajaan menjadi dua yaitu:

o Jenggala (Singasari) beribukota di Kahuripan.

o Panjalu (Kediri) beribukota di Daha.

§ Pembagian tersebut dibantu oleh seorang brahmana sakti yang bernama Mpu Bharada. Airlangga
meninggal pada tahun 1049 dan dimakamkan di candi Belahan. Ia digambarkan sebagai Wisnu yang
sedang naik garuda.

§ Kerajaan Kediri

· Pembagian wilayah yang dilakukan oleh Airlangga ternyata masih menimbulkan rasa
ketidakpuasan karena dari segi ekonomi dipandang lebih menguntungkan Jenggala, karena jenggala
menguasai pada laman yang subur dan menguasai daerah pesisir dengan baik sehingga jenggala
dapat hidup secara agraris dan maritim sedangkan Kediri hanya menguasai daerah pedalaman
terasingdari laut sehingga hanya hidup dari bidang pertanian saja.

· Namun karena Kediri mempunyai sumber daya manusia yang handal akhirnya mampu
menandingi kejayaan Jenggala. Persaingan antara Jenggala dan kediri akhirnya menjadi perang
saudara yang dimenangkan oleh kediri. Kemenangan Kediri atas Jenggala tersebut kemungkinan
terjadi pada waktu Kediri dipimpin oleh Jayabaya. Peristiwa penaklukan teersebut akhirnya menjadi
latar belakang cerita Bharatayuda karya Empu Sedah dan Mpu Panuluh. Kediri mengalami
kemunduran pada masa pemerintahan Kertajaya (1194-1222 M). Kehidupan Ekonomi masyarakat
kerajaan Kediri bersumber dari sektor pertanian, peternakan dan perdagangan.

· Kehidupan sosial masyarakat Kediri memegang kerjasama yang amat kuat. Toleransi antar
penganut agama pun juga kuat sehingga tidak pernah ada satu pertikaian. Karya sastra yang besar
pada zaman Kediri adalah sebagai berikut: Kitab Smaradahana karya Mpu Dharmaja, Kitab
Baratayudha Karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, Kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrya karya Mpu
Panuluh, Kitab Lubdahaka dan Wrtasancaya karya Mpu Tonakung, Kitab Kresnayana karya Mpu
Triguna, Kitab Sumanasantka karya Mpu monaguna dan Kitab Arjunawiwaha karya Mpu kanwa.

6. Kerajaan Kediri
Kediri atau juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan kerajaan Jawa Timur di tahun 1042
sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang merupakan Kota Kediri. Kota Daha sendiri
sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan Daha merupakan singkatan dari Dahanapura yang
memiliki arti kora api. Ini bisa dilihat dari sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042.
Pada akhir tahun 1042. Airlangga secara terpaksa harus membagi wilayah kerajaan sebab perebutan
tahta dari dua orang putranya yakni Sri Samarawijaya yang mendapat Kerajaan Barat Panjalu di Kota
Baru Daha dan Mapanji Garasakan mendapat Kerajaan Timur yakni Janggala di Kota Lama,
Kahuripan.
Sejarah Kerajaan Kediri Sebelum kerajaan menjadi dua, kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga sudah
memiliki nama Panjalu yang ada di Daha, sehingga Kerajaan Janggala terlahir dari pecahan Panjalu,
sedangkan Kahuripan merupakan nama kota lama yang ditinggalkan Airlangga lalu menjadi ibu kota
Janggala.

Awalnya, nama Panjalu lebih sering digunakan dibandingkan dengan Kediri atau Kadiri yang terbukti
dari beberapa prasasti raja-raja Kediri. Nama Panjalu sendiri dikenal dengan Pu Chia Lung pada
kronik Cina yakni Ling wai tai ta tahun 1178. Kediri atau Kadiri berasal dari kata Khadri yaitu bahasa
Sansekerta dengan arti pohon mengkudu atau pohon pace.

Sejarah Kerajaan KediriPada awal Sejarah Kerajaan Kediri atau Panjalu sebenarnya tidak terlalu
diketahui dan pada prasasti Turun Hyang II tahun 1044 yang dibuat Kerajaan Janggala hanya
menceritakan tentang perang saudara dari kedua kerajaan peninggalan Airlangga tersebut. Sejarah
dari Kerajaan Panjalu baru mulai terkuak saat Prasasti Sirah keting tahun 1104 atas nama Sri
Jayawarsa ditemukan. Dari beberapa raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya saja yang
sudah diketahui, sementara untuk urutan raja sedudah Sri Jayawarsa diketahui secara jelas lewat
beberapa prasasti yang akhirnya ditemukan. Kerajaan Panjalu yang berada di bawah pemerintahan
Sri Jayabhaya bisa menaklukan Kerajaan Janggala dengan semboyan yang ada pada Prasasti
Ngantang tahun 1135 yakni Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.

Di maa pemerintahan Sri Jayabhaya tersebut, Kerajaan Panjalu memperoleh masa kejayaan dan
wilayah kerajaan tersebut adalah seluruh Jawa dan juga beberapa buah pulau Nusantara dan juga
mengalahkan pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Bukti ini semakin diperkuat dengan
kronik Cina yang berjudul Ling wai tai ta dari Chou Ku fei pada tahun 1178. Dalam prasasti tersebut
dijelaskan jika menjadi negeri paling kaya selain Cina secara berurutan merupakan Arab, Jawa dan
juga Sumatra dan pada saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, sementara di daerah
Jawa merupakan Kerajaan Panjalu dan di Sumatra adalah Kerajaan Sriwijaya,

Chou Ju Kua melukiskan jika di Jawa menganut 2 agama yang berbeda yakni Buddha serta Hindu
dengan penduduk Jawa yang sangat berani serta emosional dan waktu senggangnya dipakai untuk
mengadu binatang, sedangkan untuk mata uang terbuat dari campuran perak serta tembaga. Dalam
buku Chu fan chi disebutkan jika Jawa merupakan maharaja yang memiliki wilayah jajahan Pacitan
[Pai hua yuan], Medang [Ma tung], Tumapel, Malang [Ta pen], Dieng [Hi ning], Hujung Galuh yang
sekrang menjadi Surabaya [Jung ya lu], Jenggi, Papua Barat [Tung ki], Papua [Huang ma chu], Sumba
[Ta kang], Sorong, Papua Barat [Kulun], Tanjungpura Borneo [jung wu lo], Banggal di Sulawesi
[Pingya i], Timor [Ti wu] dan juga Maluku [Wu nu ku]. Situs Tondowongso yang ditemukan pada awal
2007 dipercaya sebagai peninggalan Kerajaan Kediri yang dianggap bisa membantu mendapatkan
lebih banyak informasi tentang Kerajaan kediri.

Sejarah Kerajaan KediriMapanji Garasakan memiliki lama pemerintahan yang sebentar lalu
digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung tahun 1052 sampai 1059 M lalu diganti kembali dengan Sri
Maharaja Amarotsaha. Pertempuran dari Jenggala dan Panjalu masih berlangsung sampai 60 tahun
dan tidak ada berita pasti tentang 2 kerajaan tersebut sampai akhirnya muncul Raja Bameswara
tahun 1116 sampai 1136 M dari Kediri.

Pada masa tersebut, ibu kota Panjalu sudah dipindahkan dari Daha menuju Kediri sehingga lebih
terkenal dengan sebutan Kerajaan kediri. Raja Bameswara mengenakan lencana berbentuk
tengkorak bertaring pada bagian atas bulan sabit yang biasa disebut dengan Candrakapala. Sesudah
Bameswara tutun tahta kemudian dilanjutkan Jayabaya yang kemudian berhasil mengalahkan
Jenggala.

Karya Sastra Kerajaan Kediri


Pada masa Sejarah Kerajaan Kediri, seni sastra lebih sering digunakan dan pada tahun 1157, Kakawin
Bharatayuddha ditulis Mpu Sedah yang kemudian dilselesaikan oleh Mpu Panuluh. kitab ini memiliki
sumber dari Mahabharata dengan isi kemenangan Pandawa atas Korawa yang dipakai sebagai
khiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala. Mpu Panuluh juga menulis Kalawin Hariwangsa
serta Ghatotkachasraya dan ada juga pujangga pada jama pemerintahan Sri Kameswara yakni Mpu
Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana lalu di jaman pemerintahan Kertajaya juga ada
seorang pujangga lagi yakni Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka serta Mpu Triguna yang
menulis Kresnayana.

Sistem Pemerintahan Kerajaan kediri

Sejarah Kerajaan KediriPada sistem pemerintahan Kerajaan Kediri, mengalami beberapa kali
pergantian kekuasaan dan terdapat beberapa raja yang berkuasa saat itu. Sri Jayawarsa Digjaya
Shastraprabhu. Jayawarsa yang merupakan raja pertama kerajaan kediri pada prasasti berangka
tahun 1104 dan dinamakan sebagai titisan Wisnu. Kameshwara adalah raja kedua Kerajaan Kediri
yang memiliki gelar Sri Maharajake Sirikan Shri Kameshhwara Sakalabhuwanatushtikarana
Sarwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa atau lebih dikenal dengan Kameshwara I
tahun 1115 sampai 1130. Prabu Sarwaswera yang merupakan raja taat beribadah sert budaya, ia
memegang teguh pada prinsip tat wam asi yang memiliki arti, Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu,
semua makhluk adalah engkau.

Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu
pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju kearah
kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.”

Prabu Kroncharyadipa merupakan nama dengan arti benteng kebenaran, Prabu memang sangat adik
terhadap masyarakat dan juga pemeluk agama yang taat dalam mengendalikan diri saat
pemerintahannya yang selalu memegang prinsip sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam
diri manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu),loba
(rakus),mada (mabuk), masarya (iri hati).

Kehidupan Sosial Masyarakat Kerajaan kediri

Kehidupa pada masa Kerajaan Kediri sangat baik dan juga sejahtera sehingga rakyat bisa hidup
dengan tenang. Ini bisa terlihat dari rumah rakyat yang baik, rapi, bersih dan juga dilengkapi lantai
ubin berwarna hijau dan kuning. Sedangkan penduduknya menggunakan kain sampai bawah lutut.
Kehidupan masyarakat Kerajaan Kedirisangat damai dan tenang, sehingga seni kesusastraan
berkembang lebih maju adalah seni sastra dan bisa dilihat dari begitu banyak sastra sampai
sekarang. Beberapa sastra tersebut sudah diulas diatas dan masih banyak lagi kitab sastra lainnya
seperti Kitab Lubdaka serta Wertasancaya dari Mpu Tan Akung, Kitan Kresnayana dari Mpu Triguna
serta Kitab Sumanasantaka dari Mpu Monaguna dan sebagainya.

Golongan Masyarakat Kerajaan Kediri

Masyarakat pada masa Kerajaan Kediri dibagi menjadi 3 kedudukan yakni:

Golongan masyarakat pusat [kerajaan]: Masyarakat yang ada dalam lingkungan raja serta beberapa
kerabat dalam kelompok pelayan.

Golongan masyarakat thani [daerah]: Golongan masyarakat yang terdiri dari petugas pemerintahan
atau pejabat pada wilayah thani atau daerah.

Golongan masyarakat non pemerintah: Golongan masyarakat yang tidak memiliki kedudukan serta
hubungan dengan pemerintah atau masyarakat wiraswasta.
Kerajaan Kediri juga mempunyai lebih dari 300 pejabat yang bertugas mengurus serta mencatat
segala sesuatu penghasilan kerajaan. Selain itu juga ada 1000 pegawai rendahan yang memiliki tugas
untuk mengurus benteng, parit kota, perbendaharaan Kerajaan serta gedung tempat persediaan
makanan. Kerajaan Kediri sendiri terlahir dari pembagian Kerajaan Mataram yang dilakukan Raja
Airlangga tahun 1000 sampai 1049 dan ini dilakukan supaya tidak terjadi perselisihan dari anak-anak
selirnya.

Kehidupan perekonomian pada masa Kerajaan Kediri memiliki usaha perdagangan, pertanian serta
peternakan dan dikenal sebagai penghasil kapas, beras serta ulat sutra. Ini menyebabkan kehidupan
ekonomi Kerajaan Kediri terbilang makmur dan bisa terlihat dari Kerajaan yang memberikan
penghasilan tetap untuk pegawai berupa hasil bumi dan ini juga didapat dari keterangan Kitab Chi
Fan Chi serta Kitab Ling Wai Tai Ta.

Raja Raja Kerajaan Kediri

Berikut ini adalah daftar nama dari raja raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota dari Kediri

Airlangga [Daha Masih Ibu Kota Utuh]

Pendiri dari Kota Daha yang merupakan pindahan Kota Kahuripan dan saat turun tahta tahun 1042,
kerajaan dibagi menjadi 2 dan Daha menjadi ibu kota Kerajaan wilayah Barat yakni Panjalu. Menurut
Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga sebelum dibagi menjadi dua memiliki nama
Panjalu. (Baca Juga : Sejarah Candi Ratu Boko)

Sri Samarawijaya [Daha Menjadi Ibu Kota Panjalu]

Sri Samarawijaya adalah salah satu putra Airlangga yang namanya ditemukan pada Prasasti
Pamwatan tahun 1042.

Sri Jayawarsa

Berdasarkan Prasasti Sirah Keting tahun 1104, namun tidak diketahui apa merupakan pengganti Sri
Samarawijaya atau tidak. Dalam masa pemerintahannya, Jayawarsa memberikan hadiah untuk
rakyat desa sebagai wujud penghargaan sebab rakyat sudah berjasa pada raja. Dalam prasasti
tersebut terlihat jika Raja Jayawarsa memiliki perhatian besar pada rakyat dan ingin membuat
rakyatnya sejahtera. (Baca Juga : Sejarah Kota Pontianak)

Sri Bameswara

Berdasarkan Prasasti Padelegan I tahun 1117, Prasasti Panumbangan tahun 1120 dan juga Prasasti
Tangkilan tahun 1130. Prasasti tersebut lebih membahas tentang masalah seputar keagamaan.

Sri Jayabhaya

Raja terbesar Kerajaan Panjalu dari prasasti Ngantang tahun 1135, Prasasti Talan tahun 1136 serta
Kakawin Bharatayuddha tahun 1157. Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Prabu Jayabhaya dan strateginya untuk membuat masyarakat makmur memang
mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, di bawah kaki Gunung Kelud tersebut
memiliki tanah yang subur sehingga berbagai tanaman bisa tumbuh dengan baik. Hasil pertanian
serta perkebunan sangat berlimpah dan dibagian tengah kota membelah aliran Sungai Brantas yang
sangat jernih dan menjadi tempat hidup banyak jenis ikan, sehingga makanan sumber protein bisa
tercukupi. Dukungan spiritual dan juga material yang diberikan Prabu Jayabhaya juga banyak serta
sifat merakyat dan tujuan yang jauh ke depan membuat Prabu Jayabhaya dikenal sepanjang masa.

Sri Aryeswara
Berdasarkan Prasasti Angin tahun 1171. Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang mempinpin
pemerintahan sekitar tahun 1171 dan nama gelar abhiseknya adalah Sri Maharaja Rake Hino Sri
Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Namun, tidak diketahui dengan pasti waktu Sri
Aryeswara naik tahta dan peninggalan sejarahnya yakni prasasti Angin tanggal 23 Maret 1171.
Lambang Kerajaan Kediri pada masa tersebut adalah Ganesha dan Sri Aryeswara juga tidak diketahui
kapan masa pemerintahannya berakhir. (Baca Juga : Sejarah Kota Semarang )

Sri Ganda

Berdasarjan Prasasti Jaring tahun 1181. Pemakaian nama hewan pada pangkat seperti nama gajah,
tikus dan kerbau dimana nama-nama itu memperlihatkan tinggi atau rendahnya pangkat orang
dalam istana.

Sri Sarwaswera

Bisa dilihat dari prasasti Padelegan II tahun 1159 serta Prasasti Kahyunan tahun 1161. Sri Sarwswera
merupakan raja yang taat dalam beragama serta berbudaya dan memegang teguh prinsip “tat wam
asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”. Prabu Sri
Sarwaswera berpendapat jika tujuan hidup akhir manusia merupakan moksa yakni pemanunggalan
jiwatma dengan paramatma dan jalan kebenaran merupakan suatu jalan untuk kesatuan sehingga
yang menghalangi kesatuan adalah hal tidak baik.

Sri Kameswara

Berdasarkan Prasasti Ceker tahun 1182 serta Kakawin Smaradahana. Pada masa pemerintahannya
dari tahun 1182 sampai dengan 1185 Masehi, terjadi perkembangan pesat dalam sastra seperti Mpu
Dharmaja yang membuat Kitab Smaradhana dan juga dikenal dengan beberapa cerita Panji seperti
cerita Panji Semirang. (Baca Juga : Sejarah Gudeg )

Sri Kertajaya

Berdasarkan Prasasti Galunggung tahun 1194, Prasasti Kamulan tahun 1194, Prasasti Palah tahun
1197, Prasasti Wates Kulon tahun 1205, Negarakretagama serta Pararaton. Raja Kertajaya dikenal
dengan nama Dandang Gendis dan pada masa pemerintahannya, Kerajaan mulai mengalami
penurunan yang disebabkan karena Kertajaya mengurangi hak dari kaum Brahmana. Keadaan
tersebut lalu ditentang kaum Brahmana dan kedudukan mereka semakin tidak aman lalu banyak dari
mereka yang lari dan minta pertolongan pada Tumapel yang pada saat itu diperintah Ken Arok. Raja
Kertajaya lalu menyiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel, sedangkan Ken Arok memberikan
dukungan untuk kaum Brahmana dalam melakukan serangan ke Kerajaan kediri dan kedua pasukan
tersebut bertemu di dekat Ganter tahun 1222 Masehi.

Berikut ini adalah nama raja raja saat Daha ada di bawah Singasari, kerajaan Panjalu runtuh pada
tahun 1222 kemudian menjadi bawahan Singasari dan nama raja raja tersebut diketahui dari Prasasti
Mula Malurung.

Mahisa Wunga Telang: Putra dari Ken Arok

Guningbhaya: Adik Mahisa Wunga Teleng

Tohjaya: Kakak dari Guningbhaya

Kertanagara: Cucu Mahisa Wunga Teleng [pihak ibu] dan menjadi raja Singasari

Jayakatwang: Keturunan Kertajaya yang merupakan Bupati Gelang Gelang dimana pada tahun 1292
melakukan pemberontakan sehingga runtuh Kerajaan Singasari dan ia membangun Kerajaan Kediri
namun tahun 1293 dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit. (Baca Juga : Sejarah Benua
Antartika)

Lencana Kerajaan Kediri

Setiap Kerajaan di Nusantara mempunyai lencana yang menunjukkan lambang kekuasaan dan di
masa Kerajaan Kediri, masing-masing raja mempunyai lencana yang berbeda dengan arti serta pesan
dari jati diri penguasa tersebut. Ada 7 buah lencana yang bisa di deteksi dan setiap lencana
mewakilkan kekuasaan raja.

1. Lencana pertama Garudmukhalancana

Dengan gambar burung garuda, dimana sebelum NKRI memakai lambang garuda, Raja Airlangga
yang merupakan pendiri dari Kerajaan Kediri Panjalu sudah memakai garuda sebagai lambang
lecananya. Setiap prasasti dai Airlangga selalu dibubuhkan stempel Garudmukhalancana tersebut di
bagian salah satu mulut Gua Selomangleng Kediri dan sampai sekarang relief tersebut masih bisa
dilihat. (Baca Juga : Sejarah Benua Asia)

2. Lencana kedua Bamecwaralancana

Dengan lambang tengkorak mengigit bulan sabit yang dipakai sebagai lencana Cri Maharaja Cri
Bamecwara Sakalabuanatustijarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewa.

3. Lencana ketiga Jayabhayalancana

Dengan tanda satu avatara Dewa Wisnu yakni Narasinghavatara berwujud manusia kepala singa
yang sedang mencabik perut Hiranyakasipu [Raja Raksasa]. Pada lencana tersebut terdapat tulisan
Panjalu Jayati yang saat ini bentuknya sudah sulit untuk dikenali dan di simpan di Museum Nasional
Jakarta.

4. Lencana keempat Sarwwecwaralancana

Digunakan oleh Cri Maharaja Rakai Sirikan Cri Sarwwecwara Janarddhanawatara Wijayagrajasama
Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatungga-dewanama. Jika dilihat, pada lencana tersebut
seperti 9 buah sayap dan pada bagian ujung ada lingkaran berjambul yang dikelilingi 3 lingkaran
bergaris. (Baca Juga : Sejarah Benua Australia)

5. Lencana kelima Aryyecwaralancana

Dengan lambang Ganesha yang dipakai Cri Maharaja Rakai Hino Cri Aryyecwara
Madhusudanawatarijaya Mukha, Sakalanhuana tustikarana niwaryya Parakramotunggadewanama.

6. Lencana keenam Kamecwaralancana

Dengan gambar kerang bersayap dan dipakai oleh Cri Maharaja Cri Kamecwara Triwikramawatara
Aniwaryyawirya Parakrama Digjayotunggadewanama.

7. Lencana ketujuh Crnggalancana

Dipakai oleh Cri Maharaja Cri Carwwecwara Triwikamawatara Nindita Cringgalancana


Digjayotunggadewa atau Kertajaya yang merupakan raja terakhir Kerajaan Panjalu. (Baca Juga :
Sejarah Benua Amerika)

Kehidupan Beragama Masyarakat Kediri

Corak kehidupan beragama pada masa Kerajaan Kediri yang terlihat dari peninggalan arkeologi
seperti Candi Gurah serta Candi Tondo Wongso memperlihatkan latar belakang keagaamaan Hindu
terutama Siwa. Sedangkan petirtaan Kepung juga kemungkinan besar memiliki sifat Hindu sebab
tidak terlihat unsur Budhisme pada beberapa bangunan peninggalan sejarah tersebut. Pada
beberapa prasasti disebutkan jika nama Abhiseka raja memiliki arti penjelmaan Wisnu. Akan tetapi
ini tidak bisa secara langsung digunakan untuk membuktikan jika Wisnuisme memang berkembang
pada masa tersebut, karena landasan filosofis yang terkenal di Jawa pada masa tersebut
beranggapan jika Raja Saa serta Dewa Wisnu merupakan pelindung rakyat, Kerajaan atau dunia. Jika
dilihat secara luas, agama Hindu terutama pemujaan Siwa sangat mendominasi perkembangan
agama pada masa Kerajaan Kediri dan ini bisa terlihat dari beberapa penemuan prasasti, arca dan
juga karya sastra Jawa kuno.

Kesenian Masyarakat Kerajaan Kediri

Perubahan dalam bidang kesenian Kerajaan Kediri hanya terbatas pada kesenian arsitektur dan dulu
banyak orang yang mempertanyakan kenapa pada masa Kerajaan Kediri tidak membuat candi
seperti pada masa sebelum dan sesudahnya. Ternyata baru terbukti sesudah beberapa kemudian
satu per satu kesenian dari Kerajaan Kediri mulai ditemukan. Candi Gurah yang masih tersisa
memiliki pelipit sisi genta di kaki candi Perwara, sementara pada candi induk memiliki makara di
bagian ujung bawah tangga dan beberapa ciri tersebut memperlihatkan gaya kesenian Jawa Tngeah
di abad ke VII – x Masehi. (Baca Juga : Sejarah Benua Atlantis)

Namun, dalam beberapa arca yang sangat indah juga memperlihatkan gaya kesenian dari Singasari
di abad ke XIII Masehi dan perbedaan tersebut masih belum bisa dijelaskan secara gamblang sampai
sekarang. Meskipun Candi Guruh pernah diperbesar, akan tetapi dalam beberapa arca tidak berasal
dari tahapan tersebut khususnya pada arca yang lebih berumur dan belum ditemukan. Dari sumuran
Candi ditemukan bata yang terinkripsi dengan seni paleografi dan tulisannya berasal dari abad ke XI
– XII Masehi. Inkripsi singkat tersebut bisa digunakan sebagai patokan dalam menentukan tanggal
dari Arca Gurah. Soejmono juga mengatakan jika Candi Gurah merupakan mata rantai antara
kesenian Jawa Tengah dengan Jawa Timut.

Keruntuhan Kerajaan Kediri

Sejarah Kerajaan KediriDi tahun 1222, Kertajaya sedang berseteru deengan kaum Brahmana yang
lalu memohon perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel dan Ken Arok sendiri juga bercita-cita untuk
membuat merdeka Tumapel yang menjadi daerah bawahan dari Kediri. Perang Kediri Tumapel
tersebut terjadi di Desa Ganter, pasukan Ken Arok akhirnya berhasil menghancurkan pasukan
Kertajaya sehingga membuat Kerajaan Kediri runtuh dan mulai detik itu berbalik menjadi bawahan
Tumapel atau Singasari. Sesudah Ken Arok berhasil untuk mengalahkan Kertajaya, Kediri lalu
menjadi wilayah di bawah kekuasaan Singasari dan Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya
untuk menjadi Bupati Kediri. (Baca Juga : Candi Peninggalan Agama Hindu)

Tahun 1258, Jayasabha kemudian diganti oleh outranya yakni Sastrajaya dan di tahun 1271
Sastrajaya digantikan kembali oleh putranya yakni Jayakatwang. Jayakatwang lalu melakukan
pemberontakan pada Singasari yang masih dipimpin Ken Arok, sesudah berhasil membunuh
Kertanegara, Jayakatwang kemudian membangun ulang Kerajaan Kediri, akan tetapi Kerajaan
tersebut hanya bertahan selama 1 tahun sebab terjadi serangan gabungan pasukan Mongol dan
pasukan Menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
7. § Kerajaan Singasari
· AWAL BERDIRINYA KERAJAAN

Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok. Asal usul Ken Arok tidak jelas. Menurut kitab Pararaton,
Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur (sebelah timur Gunung Kawi). Para ahli
sejarah menduga ayah Ken Arok seorang pejabat kerajaan, mengingat wawasan berpikir, ambisi, dan
strateginya cukup tinggi. Hal itu jarang dimiliki oleh seorang petani biasa. Pada mulanya Ken Arok
hanya merupakan seorang abdi dari Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Ken Arok setelah
mengabdi di Tumapel ingin menduduki jabatan akuwu dan sekaligus memperistri Ken Dedes (istri
Tunggul Ametung). Dengan menggunakan tipu muslihat yang jitu, Ken Arok dapat membunuh
Tunggul Ametung. Setelah itu, Ken Arok mengangkat dirinya menjadi akuwu di Tumapel dan
memperistri Ken Dedes yang saat itu telah mengandung. Ken Arok kemudian mengumumkan bahwa
dia adalah penjelmaan Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Hal itu dimaksudkan agar Ken Arok dapat
diterima secara sah oleh rakyat sebagai seorang pemimpin.

Tumapel pada waktu itu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Kediri yang diperintah oleh Raja
Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin memberontak, tetapi menunggu saat yang tepat.
Pada tahun 1222 datanglah beberapa pendeta dari Kediri untuk meminta perlindungan kepada Ken
Arok karena tindakan yang sewenang-wenang dari Raja Kertajaya. Ken Arok menerima dengan
senang hati dan mulailah menyusun barisan, menggembleng para prajurit, dan melakukan
propaganda kepada rakyatnya untuk memberontak Kerajaan Kediri.

Setelah segala sesuatunya siap, berangkatlah sejumlah besar prajurit Tumapel menuju Kediri. Di
daerah Ganter terjadilah peperangan dahsyat. Semua prajurit Kediri beserta rajanya dapat
dibinasakan. Ken Arok disambut dengan gegap gempita oleh rakyat Tumapel dan Kediri. Selanjutnya,
Ken Arok dinobatkan menjadi raja. Seluruh wilayah bekas Kerajaan Kediri disatukan dengan Tumapel
yang kemudian disebut Kerajaan Singasari. Pusat kerajaan dipindahkan ke bagian timur, di sebelah
Gunung Arjuna.

B. KEHIDUPAN POLITIK

Kehidupan politik pada masa Kerajaan Singasari dapat kita lihat dari raja-raja yang pernah
memimipinya. Berikut ini adalah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Singasari.

1. Ken Arok (1222–1227).

Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah
Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai
munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh
oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam
bangunan Siwa– Buddha.

2. Anusapati (1227–1248).

Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam
jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-
pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.

Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok
dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga
diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta
sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo
menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan
demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.

3) Tohjoyo (1248)

Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun,
Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni
berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya,
Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.

4) Ranggawuni (1248–1268)

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana
oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu
angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman
dan kesejahteran rakyat Singasari.

Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai
yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari.
Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago
sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.

5) Kertanegara (1268–-1292).

Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk
menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri
Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i
hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan
Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata
digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria
Wiaraja.

Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara
mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil
menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkan patung Amogapasa ke
Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara. Tujuannya untuk menguasai Selat Malaka. Selain itu
juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku).
Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk
menahan perluasan kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan menuntut rajaraja di
daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak
dengan melukai utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kublai Khan
marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirikan pasukannya ke Jawa.

Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol, maka
Jayakatwang menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Jayakatwang adalah keturunan
Kertajaya - Raja terakhir Kerajaan Kediri. Serangan dilancarakan oleh Jayakatwang dari dua arah,
yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan
menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanagera beserta
pembesarpembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Raden Wijaya (menantu Kertanegara)
berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan
kepada Aria Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat
pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan sebidang tanah yang bernama
Tanah Terik yang nantinya menjadi asal usul Kerajaan Majapahit.

Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini
berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara
kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Sedangkan arca
perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog, yang sekarang berada di Taman Simpang,
Surabaya.

C. KEHIDUPAN EKONOMI

Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi keterangan secara
jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan analisis bahwa pusat
Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dapat diduga bahwa rakyat Singasari
banyak menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Keadaan itu juga didukung oleh hasil
bumi yang melimpah sehingga menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama
tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas perdagangan.

Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas perdagangan dari
wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi andalan bagi
pengembangan perekonomian Kerajaan Singasari.

D. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA

Peninggalan kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain berupa prasasti, candi, dan patung. Candi
peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi Singasari. Adapun
patung-patung yang berhasil ditemukan sebagai hasil kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain
Patung Ken Dedes sebagai Dewi Prajnaparamita lambang dewi kesuburan dan Patung Kertanegara
sebagai Amoghapasa.

Rakyat Singasari mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman Ken Arok sampai masa
pemerintahan Wisnuwardhana. Pada masa-masa pemerintahan Ken Arok, kehidupan sosial
masyarakat sangat terjamin. Kemakmuran dan keteraturan kehidupan sosial masyarakat Singasari
kemungkinan yang menyebabkan para brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok
ataskekejaman rajanya.

Akan tetapi, pada masa pemerintahan Anusapati kehidupan masyarakat mulai terabaikan. Hal itu
disebabkan raja sangat gemar menyabung ayam hingga melupakan pembangunan kerajaan.

Keadaan rakyat Singasari mulai berangsur-angsur membaik setelah Wisnuwardhana naik takhta
Singasari. Kemakmuran makin dapat dirasakan rakyat Singasari setelah Kertanegara menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Kertanegara, kerajaan dibangun dengan baik. Dengan demikian, rakyat
dapat hidup aman dan sejahtera.

Dengan kerja keras dan usaha yang tidak henti-henti, cita-cita Kertanegara ingin menyatukan seluruh
wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari tercapai juga walaupun belum sempurna. Daerah
kekuasaannya, meliputi Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, Semenanjung Malaka,
Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

E. MASA KEJAYAAN KERAJAAN SINGASARI

Puncak kejayaan Kerajaan Singasari terjadi pada masa pemerintahan Sri Maharajadiraja Sri
Kertanegara. Kertanegara berhasil melakukan konsolidasi dengan jalan menempatkan pejabat yang
memiliki kemampuan sesuai dengan bidang tugasnya. Raja tidak segan-segan untuk mengganti
pejabat yang dipandang kurang berkualitas. Selain itu, raja juga melakukan persahabatan dengan
kerajaan-kerajaan besar, salah satunya dengan Kerajaan Campa. Berkat politik pemerintahan yang
dijalankan Kertanegara, Singasari berkembang menjadi salah satu kerajaan terkuat di Nusantara,
baik dl bidang perdagangan maupun militer.

F. RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASARI

Kerajaan Singasari mengalami keruntuhan oleh dua sebab utama, yaitu tekanan luar negeri dan
pemberontakan dalam negeri. Tekanan asing datang dari Khubilai Khan dan Dinasti Yuan di Cina.
Khubilai Khan menghendaki Singasari untuk menjadi taklukan Cina. Sebagai orang yang mengambil
gelar sebagai maharajadiraja, tentu Kertanegara menolaknya. Penolakan itu disampaikan dengan
cara menghina utusan Khubilai Khan yang bernama Meng-chi. Sejak itu konsentrasi Kertanegara
terfokus pada usaha memperkuat pertahanan lautnya. Di tengah usaha menghadapi serangan dari
Kekaisaran Mongol, tiba-tiba penguasa daerah Kediri yang bernama Jayakatwang melakukan
pemberontakan. Kediri sebagai wilayah kekuasaan terakhir Wangsa Isana, memang berpotensi untuk
melakukan pemberontakan. Sebetulnya Kertanegara telah memperhitungkannya, sehingga
mengambil menantu Ardharaja, anak Jayakatwang. Akan tetapi langkah Kertanegara ternyata tidak
efektif. Pada tahun 1292 Jayakatwang menyerbu ibukota dan berhasil membunuh Kertanegara serta
menguasai istana sehingga runtuhlan Kerajaan Singasari.

G. PENINGGALAN KERAJAAN SINGASARI

1. Candi Singosari

Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak pada lembah di antara
Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama
serta Prasasti Gajah Mada yang bertanggal 1351 M di halaman komplek candi, candi ini merupakan
tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang mangkat(meninggal)
pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat
dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.

2. Candi Jago

Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini cukup unik, karena bagian
atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief
Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini
tersusun atas bahan batu andesit.

3. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur. Dengan jarak
sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan
oleh umat Buddha pada masa itu. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di
dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.

4. Arca Dwarapala

Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut penjaga situs sejarah ini,
arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak
ditemukan secara pasti dimanan letak kotaraja Singhasari.

5. Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri,
bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan di Museum
Nasional Jakarta

6. Prasasti Mula Malurung

Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa
Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang
diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya
Wisnuwardhana raja Singhasari.

Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda.
Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan
pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari
lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di Museum Nasional
Indonesia, Jakarta.

7. Prasastri Singosari

Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten Malang, Jawa
Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan Aksara Jawa.

Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang
dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan
tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua
mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya.

8. Candi Jawi

Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan Prigen dan
Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha,
namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir
Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua
candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja
Kertanegara.

9. Prasasti Wurare

Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya
di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis
dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai
penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang dianggap oleh
keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis
melingkar pada bagian bawahnya.

10. Candi Kidal

Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai
bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah
selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari
perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
8. Kerajaan Majapahit
Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar didalam sejarah Indonesia. Kerajaan ini
memiliki daerah kekuasaan yang terpampang luas dari ujung timur hingga ujung barat dan juga
sampai ke daerah negara tetangga.

Dimasa kejayaan kerajaan majapahit, majapahit mempunyai keinginan yang begitu besar yaitu ingin
menyatukan nusantara melewati dari sumpah Gajah Mada. Tetapi bagaimana sih kisah sebenarnya
tentang sejarah dari kerajaan majapahit ini? Berikut ini ialah akan ada pembahasan tentang sejarah
dari majapahit.

Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan Agama hindu dan budha yang berada di daerah
Negara Indonesia. Kerajaan ini kurang lebih berdiri sekitar pada tahun 1293 sampai tahun 1500
Masehi dan dimasa awal kejayaan Majapahit, Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama
Raden Wijaya.

Raden Wijaya memimpin Majapahit ini kurang lebih sekitar pada tahun 1293 hingga pada tahun
1309. Selepas itu Kerajaan tersebut dikuasai oleh Jayanegara yang jahat dan Jayanegara ini sempat
menguasai Kerajaan Majapahit pada tahun 1309 hingga tahun 1328 Masehi.

Selepas Jayanegara dibunuh, maka kekuasan Majapahit ini diganti oleh Tribhuwana Tungga Dewi
yang mana beliaulah yang mengakibatkan Kerajaan Majapahit kembali kepada masa-masa
kejayaannya selama berdaulat pada tahun 1328 hingga pada tahun 1305 Masehi.

Kerajaan Majapahit menggapai pada puncak kejayaannya ketika di masa kekuasaan Hayam Wuruk.
Ketika Hayam Wuruk berkuasa di tahun 1350 sampai tahun 1389 M. Selama Hayam Wuruk berkuasa,
Majapahit sukses menguasai atau merajai Borneo, Sumatra, Bali, Semenanjung Malaya bahkan
hingga masuk ke Negara Filipina.

Ketika pada masa itu Majapahit dapat dibilang sebagai negara terbesar yang pernah ada didalam
sejarah Indonesia. Bersama dengan perdana mentri Gajah Mada, Majapahit memiliki misi-misi besar
yaitu misi-misi besar tersebut ialah mempersatukan nusantara.

Saking seriusnya ingin mempersatukan nusantara, Gajah Mada hingga melontarkan sumpah yan
mana sumpah tersebut diberi nama dengan sumpah palapa dan arti dari sumpah palapa tersebut
ialah “tidak akan mundur dari masa jabatannya sebelum berhasil dalam mempersatukan nusantara”.

Majunya Ekonomi Kerajaan Majapahit

Ketika dahulu di jaman Kerajaan Majapahit memakai sistem perekonomian yang sangat maju
perkembangannya. Walupun rata-rata masyarakat dari Kerajaan Majapahit ini bekerja sebagai
petani, akan tetapi ada juga masyarakat dari Kerajaan Majapahit ini yang tidak bertani, dan dia
bekerja sebagai pedagang.

Saking majunya perdaganan di Kerajaan Majapahit ini hingga dijadikan sebagai pusat pertemuan-
pertemuan para saudagar- saudagar kaya yang berasal dari Negara India dan Negara China. Pada
jaman itu Majapahit meng-ekspor hasil bumi keluar negeri yang berasal dari Jawa yaitu garam, lada,
kain-kain dan juga rempah-rempah lainnya.

Pada masa itu Majapahit telah mencetak uang logamnya dari berbagai macam campuran bahan
seperti tembaga dan perak untuk dijadikan sebagai sarana transaksi.

Kebudayaan Majapahit
Kebudayaan pada masyarakat Majapahit ialah kebudayaan Hindu yang telah masuk pada Agama
Budha. Sehingga ketika dimasa kepemerintahannya kerap diadakan sebuah acara kebudayaan
seperti acara sebuah pemujaan. Pemujaan-pemujaan yang dilakukan ialah pemujaan Siwa dan
Waisnawa kepada Dewa Wisnu.

Selain dari itu, raja yang memimpin kekuasan kerajaan Majapahit dianggap sebagai jelmaan Budha.
Biasanya perenan-peranan tersebut diadakan di Trowulan dan lokasinya di candi-candi. Candi-candi
tersebut diantaranya ialah Candi Bajangratu trowulan, Mojokerto dan Candi Tikus.

Candi-candi itu telah menggunakan arsitektur yang bagus dengan dilengkapi bahan-bahan bangunan
seperti bata, perekat gula, dan menggunakan getah pohon.

Struktur Pemerintahan dan Wilayah Majapahit

Majapahit diadakan berdasarkan kepemerintahan yang berstruktur kerajaan. Adanya


penyelenggaraan kepemerintahan itu dibagikan kepada pejabat-pejabat yang memiliki tugas untuk
menyelenggarakan atau bisa disebut juga dengan mengadakan negara.

Diantaranya pejabat-pejabat tersebut ialah:

Rkryan Mahamantri Kartini yang biasa dijabat putra-putra raja

Rakryan Mantri Ri pakira-kiran adalah dewan menteri yang menjalankan kepemerintahan.

Dharmmadhyaksa adalah para pejabat hukum keagaamaan di wilayah Kerajaan Majapahit.

Dharmma Upapatti adalah para pejabat-pejabat keagamaan di Majapahit.

Para pejabat-pejabat itu memegang beberapa bagian wilayah dari Kerajaan Majapahit seperti pada
wilayah Kembang Jenar, Matahun Pajang, Singhapura, Kelinggapura, Wengker, Jagaraga, Daha,
Kabalan, Keling, dan pada wilayah Kahuripan.

Runtuhya Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah salah satu kerajaan yang bertepatan lokasi didaerah Jawa Timur sejak dari tahun
1293 sampai tahun 1500 an.

Penguasa-penguasa terbesar di Kerajaan Majapahit yaitu Hayam Wuruk, yang mana hayam wuruk
ini sudah memimpin kerajaan sejak tahun 1350 hingga pada tahun 1389 yang mana tahun itu adalah
puncak-puncak kejayaannya Majapahit.

Pada masa itu Majapahit sudah mendirikan kerajaan lain yang berada di wilayah selatan
Semenanjung Melayu, Sumatera, Bali, Kalimantan, Bali, Indonesia bagian tumur, dan di Negara
Filipina. Majapahit ini adalah kerajaan terakhir dari kerajaan-kerajaan hindu lainnya.

Majapahit ini selain menjadi kerajaan terakhir pada masanya, kerajaan ini telah dianggap bahwa
kerajaan tersebut sebagai salah satu negara terbesar didalam sejarah Indonesia. Pada masa itu
penduduk-penduduk majapahit sudah mengembangkan kecanggihan-kecanggihan tingkat tinggi baik
itu didalam kegiatan artistik ataupun komersial.

Pada saat itu modal yang sudah dimiliki oleh para penduduk-penduduk Majapahit diantaranya ialah
seni dan sastra yang mana sastra dan seni itu memiliki perkembangan yang sangat pesat sekali.
Bahkan Sistem-sistem perekonomian kontan atau tunai telah mulai berkembang sedikit demi sedikit.
Berlandaskan dari bidudidaya perdagangan. selain dari itu, juga didukung dengan ber-anekaragam
profesi dan industri. Ketika pada tahun 1527 Majapahit ini adalah kerajaan yang disebut dengan
kerajaan paling besar di nusantara ini bertekuk lutuk kepada Kesultanan Demak.

Sesudah kejadian itu Kerajaan Majapahit merupakan sebuah lambang kebesaran Indonesia pada
masanya, selain menjadi lambag, Majapahit ini sudah menimbulkan banyak sekali bena polotik
termasuk juga dengan kesultanan Ilsam Demak, Lalu panjang, Lau Mataram, dan berbagai kerajaan-
kerajaan lainnya yang terdapat di daerah Jawa Tengah.

Kemunduran Kerajaan Majapahit

Sesudah kematiannya Hayam Wuruk pada tahun 1389, kedaulatan Majapahit memasuki masa-masa
kemunduran karena adanya masalah. Kemudian Hayam Wuruk digantikan oleh seorang putri
mahkota Kusumawardhani, yang mana pada masa itu putri mahkota tersebut menikah dengan
seorang kerabat dekatnya, yakni Pangeran Wikramawardana.

Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra yang mana putra tersebut dihasilkan dari pernikahan
sebelumnya, yakni Pangeran Wirabhumi, yang juga ikut menyatakan tahta.

Adanya perang sipil seperti ini dan yang mana perang itu disebut sebagai Paregreg diperkirakan
telah terjadi kurang lebih sekitar pada tahun 1405 sampai 1406, dan adanya peperangan itu
menimbulkan Wikramawardhana sebagai pemenang yang memenangkan peperangan tersebut, dan
Wirabhumi ditangkan lalu dipenggal hidup-hidup.

Wikramawardana memimpin Kerajaan Majapahit sampai pada tahun 1426 lalu digantikan dengan
putrinya yang mana putrinya bernama Suhita, Putri Suhita memimpin kerajaan sejak tahun 1426
sampai pada tahun 1447. Putri Suhita ini adalah anak kedua dari Wikramawarddhana dari istri yang
lainnya yang bernama Putri Wirabhumi.

Faktor Utama yang Mengakibatkan Kemunduran Majapahit

Kerajaan Majapahit tidak mempunyai penggerak dari pusat kepemerintahan yang memiliki
kemampuan untuk mempertahankan sebuah kesatuan di daerahnya sesudah dari Gajah Mada dan
Hayam Wuruk meninggal.

Lalu susunan-susunan dari kepemerintahan Majapahit yang memiliki kesaaan pada sistem negara
sekutu pada masa modern dan banyaknya kebebasan-kebebasan yang memang diberi oleh
kepemerintahan pada masa itu untuk bertujuan memuahkan daerah-daerah yang menggambarkan
jajahan untuk meluputkan diri sendiri begitu saja sesudah mengetahui apabila pusat pemerintahan
itu sedang terjadinya kekosongan terhadap kekuasaan.

Faktor-faktor utama yang menjadi penyebab kemunduran yang selanjutnya ialah terjadinya
peperangan antar saudara, hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi suatu permasalahan terbesar
dari Kerajaan Majapahit ini adlah terjadinya peperangan antar saudara, yang mana peperangan yang
paling populer pada masa itu adalah Perang Paregreg yang terjadi pada tahun 1401 sampai 1406.

Yang terakhir ialah masuknya Agama Islam dari zaman Kerajaan yang berada di daerah Kediri Jawa
Timur yang mana kerajaan itu memperlihatkan kekuatan-kekuatan baru yang berani melawan
Majapahit. Hal ini merupakan kondisi terburuk yang terjadi pada Kerajaan Majapahit. Kerajaan ini
memang benar-benar sedang dalam ancaman kehancuran sesudah seluruh kerajaan-kerajaan Islam
bersatu dan menjadi satu.

Peninggalan Kerajaan Majapahit


Majapahit, majapahit merupakan sebuah kerajaan yang begitu besar di Negara Indonesia. Sudah
tidak heran apabila ia meninggalkan peninggalan-peninggalan yang memiliki sejarah besar dalam
peninggalan tersebut. Apa saja sih yang telah ditinggalkan oleh Kerajaan Majapahit ini?

1. Candi Cetho

Candi Cetho ialah candi yang dialokasi bagi orang yang beraga Hindu peninggalan masa-masa akhir
kepemerintahan Majapahit pada abad ke 15. Terdapat sebuah laporan ilmiah pertama tentang candi
cheto yang dibangun oleh Van de Vlies pada tahun 1842. A.J. Bernet Kempers juga ikut melakukan
penelitian tentangnya,

Penggalian pertama kalinya yang dilakukan untuk kepentingan rekonstruksi pada tahun 1928 yang
dipimpin oleh Dinas Purbakala dari Hindia Belana. Berlandaskan kondisinya ketika terjadinya
reruntuhan candi tersebut mulai di analisa, ternyata usia dari candi ini tidak berbeda jauh dengan
usia candi sukuh.

Keberadaan lokasi candi ini adalah bertepatan di Dusun Ceto, Kecamatan Jenawi, Desa Gumeng,
Kabupaten Karanganyar, yang mana lokasi dari candi tersebut berada pada ketinggian 1400 MDPL
(meter diatas permukaan laut).

2. Candi Sukuh

Candi sukuh adalah komplek dari candi-candi yang beragama Hindu yang berada di daerah
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi Sukuh ini termasuk didalam kategori sebagai candi
yang beragama Hindu karena ditempat itu telah dijumpai obyek pujaan lingga dan yani oleh orang-
orang dahulu.

Candi Sukuh ini tergolong sebagai candi yang sangat polemis, karena bentuk dari candi tersebut
tidak biasa saja dan banyak juga obyek-obyek yoni dan lingga yang mewujudkan seksualitas. Candi
Sukuh ini sudah sejak lama untuk diusulkan ke UNESCO untuk dijadikan salah satu situs warisan
dunia dari tahun 1995.

3. Candi Pari

Candi Pari merupakan salah satu sebuah monumen peninggalan sejarah masa-masa klasik negara
Indonesia yang letaknya berada didaerah Desa Candi Pari, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Porong,
Jawa Timur Indonesia. Keberadaan lokasi candi tersebut berada kurang lebih di sekitar 2 KM kearah
barat laut.

Ketika pada jaman dahulu kala, diatas gerbang candi itu terdapat sebuah batu serta angka yang
mewujudkan angka tahun 1293 (1371 M). Dan juga merupakan salah satu monumen peninggalan
dari jaman Kerajaan Majapahit yang mana waktu itu masih pada kepemerintahan Prabu Hayam
Wuruk pada tahun 1350 sampai 1389 Masehi.

4. Gapura Waringin Lawang Majapahit

Waringin Lawang ini adalah bahasa Jawa dan apabila Waringin Lawang ini diartikan kedalam bahasa
Indonesia ini artinya adalah ‘Pintu Beringin’. Gapura besar ini dibuat dari bahan utama batu-bata
merah dengan luas lahan 13 x 11 meter dan tinggi dari gapura tersebut sekitar 15,5 meter.

Gapura ini diperkirakan dibangun kurang lebih pada abad ke-14. Gerbang dari bangunan ini biasa
disebut seperti candi bentar atau dengan jenis gerbang yang terbelah. Gaya bangunan seperti ini
disangka muncul ketika masih pada masa kepemimpinan Majapahit dan pada saat ini banyaknya
dijumpai dalam bangunan-bangunan Bali.

5. Candi Jabung Peninggalan Kuno Majapahit

Lokasi candi hindu terletak di daerah Desa Jabung, Kabupaten Probolinggo, Kecamatan Paiton,
Provinsi Jawa Timur. Bentuk bangunan pada candi tersebut dibuat dari bahan utama batu-bata
merah, meskipun candi itu dibuat dari bahan-bahan batu-bata merah tetapi usia kekokohan pada
candi tersebut mampu bertahan sampai ratusan tahun.

Menurut keyakinan, Agama Budaha didalam sebuah kitab yang mana nama dari kitab tersebut
adalah Nagarakertagama menjelaskan bahwa Candi Jabung ini merupakan sebuah sebutan dengan
nama Bajrajinaparamitapura.

Didalam kitab Nagarakertagama menuliskan bahwa Candi Jabung ini sudah kunjungi oleh Raja
Hayam Wuruk pada kunjungan ketika beliau sedang keliling ke daerah Jawa Timur pada tahun 1359
M.

Namun disebutkan didalam Kitab Pararaton bahwa Sajabung itu ialah merupakan sebuah tempat
pemakaman salah seorang anggota keluarga raja. Bentuk bangunan candi ini hampir sama dengan
bentuknya Candi Bahal yang ada didaerah Bahal, Provinsi Sumatera Utara.

6. Candi Brahu Mojokerto

Letak Candi Brahu itu didaerah Dukuh Jambu Mente, Kecamatan Trowulan, Desa Bejijong,
Kabupaten Mojokerto. Letak lokasi Candi Brahu ini bertepatan dengan kantor suaka peninggalan
purbakala dan sejarah Jawa Timur. Sebagian dari orang memiliki pendapat masing-masing bahwa
umur Candi Brahu ini lebih tua apabila dibandingkan dengan candi-candi lainnya di Trowulan.

Penanaman Brahu ini dikaitkan dengan kata-kata Warahu atau Wanaru yang mana bangunan-
bangunan suci yang terdapat di prasasti tembaga yang dapat ditemukan kurang lebih sekitar 45 m
dari lokasi Candi Brahu.

Batu tulis ini dibuat kurang lebih pada tahun 939 Masehi atau 861 Saka diatas perintah dari sang raja
Mpu Sindok yang berasal dari Kerajaan Kahuripan. Konon katanya candi inilah dijadikan sebagai
tempat pembakaran raja-raja Brawijaya.

Akan tetapi, menurut analisa seseorang yang dikerjakan oleh para ahli tidak menjumpai hasil adanya
bekas abu-abu pembakaran jenazah atau mayat, lantaran tembok atau dinding pada candi sekarang
ada pada keadaan kosong.

Sastra Majapahit

Apakah kalian mengetahui bahwa ketika di jaman Majapahit aspek sastra memuai dengan sangat
cepat sekali. Berbagai macam karya-karya sastra dibuat dan hasil dari karya sastra tersbut dapat
dibagi menjadi dua bagian, yakni bagian jaman Majapahit awal dan jaman Majapahit Akhir.

Karya Sastra Majapahit Awal

Karya sastra majapahit awal yang mana karya sastra tersebut dibuat diawal kerajaan Majapahit,
berikut inilah karya-karya sastra peninggalan Majapahit awal.

Kitab Negara Kertagama


Kitab Negara Kertagama ini adalah sebuah kitab yang dikarang oleh Empu Prapanca. Isi dari kitab ini
adalah menceritakan tentang kondisi kota Majapahit, perjalanan-perjalanan dan wilayah-wilayah
jajahan Hayam Wuruk yang memutari daerah kekuasaannya.

Bukan hanya itu saja, didalam sebuah kitab mengatakan bahwa adanya upacara Sradda untuk Putri
Gayatri, menyinggung dengan kehidupan, kegamaan, dan kepemerintahan ketika di zaman
Majapahit. Sebenarnya Kitab Negara Kertagama ini lebih memiliki nilai yaitu sebagai sumber sejarah
budaya daripada menjadi sumber sejarah politik.

Karena, tentang raja-raja yang berkuasa dimasa itu hanya dikatakan dengan cara singkat, terutama
para raja-raja di Singasari dan Majapahit lengak dengan tahun-tahunnya.

Kitab Arjuna Wijaya

Kitab Arjuna Wijaya ini juga masih termasuk didalam kategori kitab yang di karang oleh Empu
Tantular. Isi dari kitab ini adalah menceritakan mengenai seseorang raksasa Kunjarakarna yang mana
seorang raksasa itu ingin sekali menjadi manusia.

Lalu dia pun menghadap kepada Wairocana dan diizinkan untuk melihat neraka. Karena dia sangat
taat atau patuh kepada ajaran-ajaran yang telah diajarkan oleh agama Buddha, dan pada akhirnya
apa yang dia inginkan itu pun terkabul.

Kitab Parthayajna

Kitab Prthayajna ialah sebuah kitab yang mana kitab tersebut sampai saat ini belum ada yang
mengetahui siapa pengarang atau pencipta kitab tersebut. Isi dari kitab ini ialah mengenai keadaan
Pandawa sesudah kalah ketika sedang bermain dadu, dan pada akhir cerita mereka melakukan
kegiatan seperti mengembara di hutan-hutan.

Kitab Sotasoma

Kitab Sotasoma ialah sebuah kitab yang juga dikarang oleh Empu Tantular. Kitab ini menceritakan
mengenai riwayat hidup Sotasoma, dimana seorang anak raja menjadi pendeta Buddha pada masa
itu. Dia siap atau bersedia untuk berkorban atau mengorbankan dirinya untuk mementingkan
kepentingan seluruh umat manusia yang mana seorang manusia itu sedang berada didalam
kesulitan.

Maka dari itu, banyak manusia-manusia yang tertolong karena jasa beliau yang telah mengorbankan
dirinya. Didalam kitab ini selain membahas riwayat terdapat juga sebuah ungkapan-ungkapan kata
yang berbunyi “Bhinneka Tuggal Ika, TanHana Dharma Mangrawa”, lalu digunakan sebagai motto
Negara Indonesia hingga saat ini.

Karya Sastra Majapahit Akhir

Karya Sastra pada saat jaman Majapahit Akhir, Kitab tersebut ditulis didalam buku yang mana tulisan
kitab tersebut ditulis dengan menggunakan aksara bahasa Jawa Tengah. Diantara dari banyaknya
karya-karya yang diciptakan pada zaman ini diantaranya ditulis dalam sebuah bentuk tembang, dan
ada juga karya yang berbentuk seperti gancaran.

Berikut dibawah ini adalah peninggalan-peninggalan sastra karya Majapahit akhir

Kitab Pararaton

Kitab Pararaton alah kitab yang isinya menceritakan kisah-kisah hidunya seorang raja Majapahit dan
seorang raja Singasari. Selain dari itu, didalam kitab Pararaton ini menceritakan mengenai
pemberontakan Sora dan Ranggalawe, Jayanegara dan menceitakan peristiwa Bubat.
Kitab Sorandakan

Kitab Sorangakan adalah kitab yang ditulis dalam bentuk kidung, kitab Sorandakan ini menceritakan
mengenai pemberonkan Sora kepada Raja Jayanegara yang berada didaerah Lumajang.

Kitab Sudayana

Isi dari kitab sudayana ini adalah menceritakan tentang Peristiwa Bubat, yaitu sebuah agenda
penikahan yang lalu berubah menjadi sebuah pertempuran antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan
Pajajaran dibawah kepemimpinan seorang raja yang bernama Gajah Mada.

Didalam pertempuran tersebut raja yang berasal dari tanah suda ini dengan para pembesar-
pembesarnya terbunuh, sedangkan Dyah Pitaloka meinggal dengan cara melakukan bunuh diri.

Kitab Ranggalawe

Mungkin telinga kalian sudah tidak asing lagi ketika mendengar kitab ini. Kitab ini adalah Kitab
Ranggalawe, yang mana Kitab Ranggalawe ditulis dalam bentuk kidung dan mencerutakan mengenai
pemberontakan Tanggalawe dari Tuban kepada Jayanegara.

Tantu Panggelaran

Tantu Panggelaran dalah sebuah kitab yang mengisahkan tentang pemindahan Gunung Mahameru
ke Pulau yang dipindah oleh Dewa Brahma. Dewa Siswa dan Dewa Wisnu. Runtuhan-runtuhan
Gunung Semeru yang berada di sepanjang pulau Jawa sudah menjadi Gunung-Gunung di Pulau Jawa.

Kitab Calon Arang

Kitab Calon Arang ini kitab yang didalamnya menceritakan tentang seorang tukang tenun yang mana
tukang tenunng itu bernama Calon Arang yang ketika itu beliau hidup di masa kepemerintahan
Airlangga. Beliau mempunyai seorang anak yang sangat cantik dan menawan, tetapi tidak ada
seseorang pun yang berani mendekatinya.

Dengan sendirinya Calon Arang pun terasa terhina dan menyebarluaskan penyakit di seluruh negeri.
Atas perintah dari Airlangga beliau bisa dibunuh oleh Empu Bharada.

Kitab Panji Wijayakrama

Kitab Panji Wijayakrama ini ditulis dalam bentuk kidung sama dengan kitab-kitab lainnya, isi dari
tulisan di kitab ini yaitu menceritakan sebuah kisah riwayat hidup Raden Wijaya sampai beliau
menjadi Raja Majapahit.

Kitab Usana Jawa

Kitab ini adalah kitab yang ditulis dalam bentuk kidung juga, isi dari kitab ini adalah menceritakan
tentang penaklukan Pulai Bali oleh Gajah Mada.

Patih Gajah Mada Majapahit

Apabila membicarakan mengenai sejarah Kerajaan Majapahit tentu saja tidak dapat lepas dari satu
tokoh, yakni Gajah Mada. Ia adalah merupakan sesosok patih yang sangat terkenal didalam sejarah
kerajaan di Negara Indonesia.
Tidak begitu banyak informasi-informasi yang tersedia tentang cerita masa kecil Gajah mada. Hanya
terdapat beberapa tulisan menerangkan bahwa Gajah Mada ketika masih kecil berasal dari kalangan
rakyat-rakyat jelata.

Tokoh utama dalam kerajaan Majapahit ini mengalami peningkatan karir yang mana peningkatan
karir tersebut sangat cepat sekali sesudah beliau berhasil menyelamatkan raja kedua Majapahit,
Jayanegara dari kisah pemberontakan yang di selenggarakan oleh Ra Kuti kurang lebih sekitar tahun
1319.

Sesudah kejadian itu, kemudian Gajah Mada langsung diangkat menjadi seorang patih di Kerajaan
Majapahit.

Ketika Gajah Mada sudah menjabat sebagai patih di kerajaan Majapahit, Gajah Mada sangat sibuk
karena terjadinya pemberontakan yang sudah terjadi dimana-mana terutama sesudah meninggalnya
Raden Wijaya. Pemberontakan terjadi karena orang-orang bekas istana kerajaan mempunyai
keinginan untuk mengambilh alih kekuasaan, ada juga wilayah-wilayah lainnya yang ingin
melepaskan diri dari wilayah kekuasaan Majapahit.

Karena prestasinya yang bagus Gajah Mada sempat diangkat menjadi Patih Kahuripan dan menjadi
Patih Doha. Karir militernya semakin menaik dan meninggi ketika masa pemerintahan Trubhuwana
Wijayatunggadewi. Beliau diangkat menjadi Patih Majahait sesudah berhasil menyelesaikan
pemberontakan di wilayah Sadeng dan Keta.

Ketika menjadi sebagai Mahapatih, Gajah Mada melakukan ekspansi besar-besaran ke seluruh
penjuru Nusantara dalam rangka untuk memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Hasil
ekspansi tersebut pun berjalan dengan sempurna dan tidak sia-sia.

Gajah Mada mampu mengambil alih kerajaan penting seperti halnya Kerajaan Pejeng di daerah Bali,
dan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya dan Malayu.

Puncak-puncaknya karir Gajah Mada terjadi ketika sedang berada di pemerintahan Hayam Wuruk.
Beliau diangkat menjadi Patih Amangkubumi. Sosok Gajah Mada di Kerajaan Majapahit ini seolah-
olah tidak akan bisa digantikan lagi oleh siapapun.

Mengingat peran dari Gajah Mada yang begitu esensial dalam sistem-sistem pemerintahan. Pada
masa ini juga sebuah janji yang sakral mulai dikenal oleh masyarakat-masyarakat, yakni Sumpah
Palapa.

Sumpah Palapa dinyatakan pada tahun 1336 Masehi atau kurang lebih pada tahun 1258 Saka, tepat
sesudah beliau diangkat menjadi Patih Amangkubumi.

Selama berdirinya kerajaan majapahit, kerajaan majapahit sudah mendapati beberapa kali
pergantian seorang pemimpin atau raja, dari jaman ke jaman kerajaan tersebut selalu mengalami
pergantian seorang pemimpin. Berikut ini ialah nama-nama raja yang pernah memimpin kerajaan
majapahit:

1. Raden Wijaya

Raden Wijaya adalah orang yang pertama sebagai Raja Majapahit, yang mana Raden Wijaya ini
diangkat pada tahun 1293 M. Raden Wijaya memiliki empat orang istri, dari keempat istrinya Raden
Wijaya dikaruniai beberapa orang anak, yakni Jayanegara dari petak, Tribuhuwanatunggadewi dan
yang terakhir Pujadewi Mahrajasa dari istrinya yang bernama Gayatri.
2. Jayanegara

Sesudah Raden Wijaya turun dari kepemimpinannya, kepemerintahan pun langusung beralih ke
Jayanegara. Akan tetapi, pada zaman kepemimpinannya banyak sekali pemberontakan-
pemberontakan yang terjadi dimana-mana. Salah satu yang sangat berbahaya ialah pemberontakan
kuti pada tahun 1319.

Ketika masa itu, kuti berhasil menjabat sebagai pemimpin ibu kota dan membuat Jayanegara hijrah
dari masa ke Bedander. Akan tetapi, kejadian-kejadian pemberontakan tersebut berhasil
diselesaikan oleh para pasukannya Bhayangkari dibawah kepemimpinannya Gajah Mada tahun 1328
M, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Tanca.

3. Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani

Sesudah Raja Jayanegara meninggal dunia, beliau mempunyai adik tiri yang mana nama adik tiri
tersebut adalah Bhre Kahuripan yang dilantik sebagai raja, dan juga diberi gelar
Tribhuwanatunggadewi Jayawusnuwardhani. Pelantikan ini dilandasi oleh Raja Jayanegara yang tidak
mempunyai keturunan.

Bhre Kahuripan ini memimpin bersama suaminya Bhre Singasari, dan juga ditunjang oleh Patih Gajah
Mada. Dijelaskan didalam Kitab Negarakertagama bahwa ketika pada zaman pemerintahan atau
kepemimpinan Tribhuwanatunggadewi, terjadi suatu pemberontakan yang besar-besaran yaitu
Sadeng dan Keta pada tahun 1331.

Akan tetapi pemberontakan-pemberontakan tersebut bisa dipadamkan dan diselesaikan oleh Gajah
Mada, sehingga Gajah Mada ini dilantik menjadi Mahapatih di Kerajaan Majapahit. Ketika memasuki
tahun 1350, Tribhuwanatunggadewi meninggal dunia dan kedudukan kerajaan majapahit ini
diberikan kepada anaknya yang bernama Hayam Wuruk.

4. Hayam Wuruk

Hayam Wuruk ini memiliki gelar sebagai Sri Rajasanegara. Ketika beliau diberikan kedudukan di
kerajaan, beliau masih sangat muda sekali yaitu berusia sekitar 16 tahun. Maka dari itu, ketika
didalam pelaksanaan kepemimpinannya, beliau diaping oleh Mahapatih Gajah Mada.

Ketika di zaman kepemimpinan Hayam Wuruk, kerajaan majapahit ini bisa mencapai itik puncak
kejayaan dan kemerdakaannya. Daerah-daerah kekuasaan kerajaan ini semakin melebar luas sampai
ke seluruh penjuru Nusantara bahkan sampai-sampai ke Negara Singapura dan Semenanjung
Melayu.

Pengaruhnya pun bisa tersebar luas sampai ke Negara Filipina bagian selaan, Negara Tahiland, dan
Indocina.

5. Ratu Kusumawardhani

Sesudah Hayam Wuruk turun dari kepemimpinannya, kedudukan kerajaan majapahit ini diberikan
kepada Ratu Kusumawardhani. Ketika berada di zaman kepemimpinan Ratu Kusumawardhani,
terjadilah peperangan paregreg, yakni terjadinya peperangan saudara antara raja dan Wirabhumi.

Dan akhirnya peperangan saudara ini berakhir sudah setelah terbunuhnya dan meninggalnya
Wirabhumi. Sesudah masa kepemimpinannya Ratu Kusumawardhani, telah diketahui bahwa masih
ada beberapa raja yang pernah memimpin kerajaan majapahit.
Akan tetapi diantara raja-raja tersebut tidak ada yang mempunyai kharisma seperti pada raja-raja
sebelumnya. Dan hasil akhir sesudah kepemimpinan Pandan alas, dan juga digantukan oleh
kepemimpinan Giridrawardhana, kerajaan ini mendapati kemunduran yang sangat drasitis dan pada
akhirnya kerajaan ini mendapati kehancuran.

Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Sesudah masa kejayaan dan kemerdekaan berakhir, dan akhirnya kerajaan majapahit ini runtuh.
Berikut dibawah ini terdapat beberapa dampak atau penyebab terjadinya runtuh kerajaan
majapahit:

Sesudah meninggalnya Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, tidak ada lagi orang-orang atau
petinggi-petinggi yang muncul dan mempunyai kewibawaan seperti mereka.

Terjadinya peperangan paregreg pada tahun 1401 M sampai 1406 M, yakni perang saudara antara
pewaris kedudukan kerajaan, Wikramawardhana dan Bhre Wirabumi.

9. Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa di Bali


kerajaan buleleng

Berdirinya Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara. Kerajaan ini didirikan sekitar pertengahan
abad ke-17. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan (panji
sakti) dengan cara menyatukan seluruh wilayah-wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan
nama Den Bukit.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng

I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan adalah putra I Gusti
Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I
Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I
Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji
yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji. I Gusti
Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang
kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti
Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya
punya pikiran yang saling berbeda.

Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752.
Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang
membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti
Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa kali
pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut
Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849. Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan
Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih /
Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik.

Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng
Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan
akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial
Belanda.

Kisah dari sosok Ki Barak

Kisah dari hasil hubungan gelap antara Dalem Sagening (Raja Gelgel= I Gusti Ngurah Jelantik) dengan
pembantu istana yang bernama Ni Luh Pasek. Bayi tersebut lahir tahun 1599 M kemudian
dinamakan Ki Barak karena ketika lahir seluruh tubuhnya berwarna merah darah (keajaiban fisik
serta kekuatan magis terpancar dari anak itu dalam pertumbuhan selanjutnya). Untuk menutupi
aibnya, anak tersebut diserahkan kepada I Gusti Jelantik Bogol sebagai anak angkat, kemudia Ki
Barak di kasih nama “Gusti Gede Kepasekan”. Dalem Sagening khawatir bila keperkasaan Gusti Gede
Kepasekan dapat menyaingi putra mahkota I Dewa Dimade. Maka tahun 1611 Gusti Gede Kepasekan
(umur 12 tahun) di buang ke Den Bukit bersama ibunya (Ni Luh Pasek). 5 tahun kemudian tepatnya
tahun 1616 tepat usia 17 tahun Ki Barak berhasil membunuh penguasa Den Bukit (Pungakan
Gendis). Sejak saat itu, ia dinobatkan menjadi Raja dengan Gelar “I Gusti Anglurah Panji Sakti”.
Wilayah kerajaan pada saat dia menjadi raja wilayahnya membentang dari Gilimanuk sampai ke
menguwi di selatan dan blambangan (Jawa) kerajaan tersebut terkenal dengan nama “BULELENG”

Raja-Raja Buleleng

Wangsa Panji Sakti

Gusti Anglurah Panji Sakti

Gusti Panji Gede Danudarastra

Gusti Alit Panji

Gusti Ngurah Panji

Gusti Ngurah Jelantik

Gusti Made Singaraja

Wangsa Karangasem

Anak Agung Rai

Gusti Gede Karang

Gusti Gede Ngurah Pahang

Gusti Made Oka Sori

Gusti Ngurah Made Karangasem

Wangsa Panji Sakti

Gusti Made Rahi

Gusti Ketut Jelantik

Anak Agung Putu Jelantik

Anak Agung Nyoman Panji Jelantik

Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng


Mayoritas penduduk bali di kerajaan Buleleng, hidup dari penghasilan sektor agraris seperti
pertanian, peternakan, perikanan dan mengumpulkan hasil hutan. Sebagian kecil melakukan
perdagangan, seperti pengepul hasil bumi terutama beras untuk di jual kepada saudagar-saudagar
Cina. Seperti asem, bawang, kemiri, kapas

Keruntuhan Kerajaan Buleleng

— Wafatnya I gusti Anglurah panji tahun 1704

— Pemerintahan yang berganti-ganti

— Konflik dengan pemerintah kolonial belanda

— Runtuhnya benteng Jagaraga akibat serangan belanda

WANGSA WARMADEWA DI BALI

— Wangsa (dinasti) Warmadewa adalah keluarga bangsawan yang pernah berkuasa di Pulau Bali

— Pendiri dinasti ini adalah Sri Kesari Warmadewa

— Menurut riwayat lisan turun-temurun, yang berkuasa sejak abad ke-10. Namanya disebut-sebut
dalam Prasasti Blanjong di Sanur dan menjadikannya sebagai raja Bali pertama yang disebut dalam
catatan tertulis

— Menurut prasasti ini, Sri Kesari adalah penganut Budha Mahayana yang ditugaskan dari Jawa
untuk memerintah Bali

— Dinasti inilah yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa Kerajaan Medang periode Jawa
Timur pada abad ke-10 hingga ke-11

Raja-raja anggota wangsa WarmadewaBerikut adalah raja-raja yang dianggap termasuk dalam
wangsa Warmadewa.

— Sri Kesari Warmadewa ( 914 M)

— Sang Ratu Ugrasena (915 M- 942 M)

— Sri Tabanendra Warmadewa (943 M - 961 M)

— Candra-bhaya-singha-Warmadewa ( 962 M - 975 M)

— Janasadu Warmadewa ( 975 M -988 M)

— Udayana Warmadewa (989 M - 990 M)

— Dharmawangsa Warmadewa (991-1049, penguasa Kerajaan Kahuripan)

— Airlangga (memerintah di medang)

— Anak Wungsu (1049)

Kemunduran Dinasti Warmadewa

Kerajaan ini kurang memiliki banyak informasi tentang kemundurannya, namun diperkirakan
kemunduran kerajaan ini dikarenakan munculnya kerajaan baru. Kerajaan Buleleng diperkirakan
merupakan salah satu kerajaan yang menggantikan Kerajaan Dinasti Warmadewa. Kerajaan Buleleng
sendiri berakhir seiring waktu pada tahun 1950 walaupun sempat di rusak oleh VOC.
10. Kerajaan Tulang Bawang
Provinsi Lampung memiliki sejarah panjang mengenai sebuah kerajaan Hindu di daerah tersebut
yaitu kerajaan Tulang Bawang. Kerajaan yang masih belum banyak orang mengetahuinya. Banyak
para peneliti/ahli sejarah yang berbeda pandangan tentang asal usul serta masa berdiri Kerajaan
Tulang Bawang.

Beberapa menyebutkan bahwa Kerajaan Tulang Bawang berdiri pada masa 400/500 M dan 500/600
M. Kerajaan Tulang Bawang jika pendapat itu benar berarti termasuk salah satu kerajaan tertua di
Indonesia. Kerajaan yang berdiri bersamaan dengan kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai dan
Tarumanegara.

Raja pertama kerajaan Tulang Bawang adalah Mulonou yang berasal dari daratan Cina. Mulonou
memiliki arti asal jadi. Pada perkembangan kerajaan tersebut raja Mulonou dikenal dengan nama
Mulonou Aji.

Berdasarkan catatan Cina kuno mengenai asal usul kerajaan Tulang Bawang menyebutkan bahwa
pada abad ke 4 pertengahan, ada seorang peziarah agama Buddha yang bernama Fa-Hien yang
pernah singgah di sebuah kerajaan yang masyhur dan jaya yaitu To-Lang P’o-Hwang (Tulang Bawang
) di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera).

Menurut ahli sejarah Dr. J. W. Naarding mengungkapkan bahwa pusat kerajaan Tulang Bawang
berada di hulu Way Tulang Bawang (Antara Menggala dan Pagardewa), 20 km dari pusat kota
Menggala. Secara berkelanjutan nama kerajaan Tulang bawang berubah nama menjadi selampung
dan akhirnya Lampung yang ada saat ini.

Pada salah satu daerah di Lampung terdapat daerah kabupaten yang bernama Tulang Bawang.
Kabupaten tersebut memiliki luas wilayah 7.770.84 atau 22% dari wilayah Lampung yang merupakan
kabupaten terbesar di provinsi Lampung. Sejak otonomi daerah, terjadi pemekaran di kawasan
Tulang Bawang. Saat ini, Tulang Bawang memiliki wilayah 4385.84 km dengan 15 kecamatan, 4
kelurahan dan 148 kampung.

Perkembangan kepemimpinan kerajaan Tulang Bawang sesudah raja Mulonou yaitu Rakehan Sakti,
Ratu Pesagi, Poyang Naga Berisang, Cacat guci, Cacat Bucit dan Minak Sebala Kuwang. Mereka
adalah putra mahkota kerajaan Tulang Bawang. Pemimpin yang lain setelah itu adalah Runjung yang
dikenal dengan nama Minak Tabu Gayaw.

Kawasan kerajaan Tulang Bawang yang berada tepat di alur sungai tulang bawang menjadi tempat
ramai untuk berdagang. Pada zaman tersebut, komoditas yang terkenal dan menjadi andalan di
daerah kerajaan Tulang Bawang tepat di Menggala adalah lada hitam. Keunggulan lada hitam di
daerah tersebut adalah harga lada hitam yang murah dan memiliki kualitas yang bagus.

Kepopuleran lada hitam kerajaan Tulang Bawang terdengar sampai wilayah Eropa. Daerah sungai
Tulang Bawang merupakan titik sentral/pusat perdagangan kerajaan tersebut dan kerajaan luar.
Pada tempat tersebut Menggala menjadi dermaga “Boom” bagi para kapal-kapal dari berbagai
pelosok nusantara dan luar. Selain itu, kawasan Tulang Bawang merupakan kawasan yang memiliki
sumber daya alam yaitu emas dan damar.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kerajaan Tulang Bawang mulai runtuh dan hilang
kekuasaan. Salah satu diantaranya adalah perkembangan kerajaan Che-Li P’o Chie (Sriwijaya) yang
semakin maju dengan wilayah kekuasaan yang luas termasuk akhirnya kerajaan Tulang Bawang
menjadi bagian dari kerajaan Sriwijaya.
11. Kerajaan Kapur
Jika dilihat dai hasil temuan dan penelitian tim arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau
Bangka, yaitu pada tahun 1994, dapat diperoleh suatu petunjuk mengenai kemungkinan adanya
sebuah pusat kekuasaan di daerah tersebut bahkan sejak masa sebelum kemunculan Kerajaan
Sriwijaya.

Pusat kekuasaan tersebut meninggalkan banyak temuan arkeologi berupa sisa-sisa dari sebuah
bangunan candi Hindu (Waisnawa) yang terbuat dari batu lengkap dengan arca-arca batu, di
antaranya yaitu dua buah arca Wisnu dengan gaya mirip dengan arca-arca Wisnu yang ditemukan di
daerah Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa
sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi.

Sebelumnya, di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya
yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan - peninggalan lain
yaitu di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-
peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak
Hindu-Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.

Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan
yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masingmasing
panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan
dari tanggul benteng ini menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan
tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula
dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.

Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di
Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan
dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan
dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia
Tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka
berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
TUGAS SEJARAH
MERINGKAS

NAMA : ULFA QURROTUL AINI


KELAS : X IPA 2

SMA NEGERI 3 KOTA SORONG

Anda mungkin juga menyukai