Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KLIPING

SEJARAH KERAJAAN ISLAM, HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA

NAMA : RAMA AGSYAH ALFAREZEL SANGKALA TOMPO

KELAS : IV C
Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia

Kerajaan Islam di Indonesia, diperkirakan telah ada sejak abad ke-13 yang muncul dari lalu
lintas perdagangan laut. Pedagang-pedagang Islam dari Arab, Persia, India, hingga Tiongkok
mulai membaur dengan masyarakat Indonesia.

Melalui perdagangan tersebut, agama Islam semakin berjaya di Indonesia yang kemudian banyak
membawa perubahan dari sisi budaya sampai pemerintahan. Munculnya kerajaan-kerajaan Islam
di penjuru negeri membawa ajaran Islam ke seluruh Indonesia.

Meski begitu, berdasarkan sejarah, agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia sejak akhir
abad ke-6 Masehi dan terus berkembang. Dengan adanya perdagangan tersebut, ajaran agama
Islam mulai diberikan melalui banyaknya kerajaan-kerajaan Islam.

Kerajaan-Kerajaan Islam di Pulau Sumatera

1. Kesultanan Perlak, Aceh (860 M – 1292 M)

Kesultanan Perlak atau Kesultanan Peureulak konon merupakan kerajaan Islam pertama di
Indonesia menurut berbagai literatur. Wilayah kesultanan ini terkenal dengan hasil bumi kayu
perlak yang berkualitas untuk membuat kapal.

Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah yang merupakan
keturunan Arab dan Aceh. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera
Pasai melalui perkawinan Putri Ganggang dengan Raja Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.
2. Kerajaan Samudera Pasai, Aceh (1267 M – 1521 M)

Selanjutnya, ada Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini didirikan oleh Merah Silu yang
kemudian menggunakan gelar berbahasa Arab, Malikul Saleh, pada tahun 1267.

Puncak kejayaan Samudera Pasai ini berada pada masa pimpinan sultan Sultan Mahmud Malik
Az-Zahir. Pada masa pimpinannya, Pasai menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara dan
menggunakan koin emas sebagai mata uangnya. 

Masa kejayaan ini berakhir ketika masa kekuasaan sultan berikutnya, dimana kerajaan Samudera
Pasai diserang oleh kerajaan Majapahit dan menjadi satu wilayah.

Kerajaan ini kemudian jatuh total setelah diserang Portugis pada tahun 1521 yang kemudian
menjadi wilayah Kesultanan Aceh Darussalam.

Kerajaan Islam di Pulau Jawa

3. Kesultanan Cirebon, Jawa Barat (1430 M – 1677 M)

Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan Islam di Indonesia yang paling berpengaruh di Jawa Barat
pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kerajaan ini juga merupakan pangkalan penting dalam jalur
perdagangan dan pelayaran antar pulau.
Sunan Gunung Jati merupakan pendiri kerajaan Cirebon dan memimpin sejak abad ke-15.
Kerajaan ini didirikan di Dalem Agung Pakungwati sebagai pusat pemerintahan negara Islam
kesultanan Cirebon yang sekarang menjadi Keraton Kasepuhan.

4. Kerajaan Demak, Jawa Tengah (1481 M – 1554 M)

Kerajaan Demak dimulai saat runtuhnya kerajaan Majapahit pada abad ke-15. Ketika berita
runtuhnya kerajaan tersebut menyebar, beberapa daerah yang berada di bawah naungan
kekuasaan Majapahit akhirnya melepaskan dir, Demak salah satunya.

Pada tahun 1518, kerajaan Demak pun didirikan oleh Raden Patah, putra Brawijaya yang
merupakan raja terakhir Majapahit.

Berkat dukungan dari para Wali Songo, kerajaan Demak ini menjadi besar dalam kurun waktu
yang singkat.

Runtuhnya kerajaan Demak ini terjadi ketika masa pimpinan Trenggana dimana terjadinya
perebutan kekuasaan yang memunculkan pemberontakan. Kekuasaan kerajaan Demak berakhir
setelah Jaka Tingkir memindahkan kekuasaan ke Pajang.

Kerajaan Islam di Maluku

Di Maluku, ada dua Kerajaan Islam yang memiliki pengaruh besar, yakni Kesultanan Ternate
dan Tidore. Namun, ada juga beberapa kesultanan lain.
5. Kesultanan Ternate, Maluku Utara (1257 M – Kini)

Kesultanan Malu merupakan salah satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan
merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara yang masih ada sampai sekarang.

Kerajaan ini didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257 dan memiliki peran penting
di kawasan timur Nusantara berkat perdagangan rempah dan kekuatan militernya.

Kini, tahta kesultanan tengah dijabat oleh Sultan Syarifuddin Bin Iskandar Muhammad Djabir
Sjah yang menjabat sejak tahun 2016 lalu.

6. Kesultanan Tidore, Maluku Utara (1081 M – Kini)

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore dan pernah
berhasil menguasai sebagian besar Kepulauan Maluku. Kesultanan Tidore terletak di selatan
Ternate.

Sultan pertama Kesultanan Tidore adalah Kolano Syahjati. Diketahui Kesultanan ini pernah
berada di sengketa antara Kesultanan Ternate pada tahun 1521.  
Kerajan Islam di Sulawesi
Penyebaran Islam juga terjadi di pulau Sulawesi. Bahkan kerajaannya masih ada sampai
sekarang

7. Kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan (1332 M – Kini)

Kerajaan Gowa merupakan kerajaan dan kesultanan yang berpusat di daerah Sulawesi Selatan, di
ujung selatan dan pesisir semenanjung yang memiliki mayoritas penduduk suku Makassar.

Kerajaan Gowa ini berdiri ketika agama Islam dibawa oleh seorang ulama bernama Dato Ri
Bandang pada tahun 1605.

Didirikan oleh Karaeng Tunigallo dengan gelar Sultan Alauddin, yang kemudian dilanjutkan
oleh Sultan Hasanuddin dan mencapai puncak kejayaan dari perdagangan rempah-rempah.

8. Kesultanan Buton, Sulawesi Tenggara (1332 M – Kini)


Pada tahun 1412 Masehi, Sayid Jamaluddin al-Kubro diundang oleh Raja Mulae Sangia i-Gola
untuk diajarkan ajaran Islam.

Selang seratus tahun, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani berhasil meneruskan
ajaran Islam kepada Raja Buton yang ke-6 pada tahun 1538.

Semenjak Raja ke-6 memeluk agama Islam, kerajaan Buton pun berubah bentuk menjadi
Kesultanan dan dikenal sebagai Kesultanan Buton.

Pada masa kesultanan Buton, sistem syariat Islam pada masa itu diakui oleh Negara kesultanan
lain di Nusantara dan dunia sehingga sultan Buton di anugerahi gelar Khalifatul Khamis oleh
Khalifa Otsmaniah.

Kerajan Islam di Kalimantan


Di pulau Kalimantan, kerajaan Islam juga berkembang pesat. Ada beberapa kerajaan
dengan corak Hindu kemudian menjadi corak Islam.

9. Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kalimantan Timur (1300 M – Kini)

Kesultanan Kutai merupakan Kerajaan Melayu yang bermula dari kerajaan bercorak Hindu pada
tahun 1300 lalu menjadi kerajaan Islam pada 1575. Kesultanan ini masih eksis sampai sekarang
untuk upaya melestarikan budaya dan adat Kutai Kedaton.

Kerajaan ini didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti sebagai Raja Kutai Kartanegara. Raj
Kutai pertama yang bergelar Sultan adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1732 M – 1739 M)
10. Kesultanan Banjar, Banjarmasin (1526 M – 1905 M)

Bermula ketika Raden Samudera, mendapatkan wasiat dari Raja Negara Daha untuk
menggantikan posisinya.

Hal tersebut mengancam keselamatannya karena perselisihan mendapatkan jabatan yang


membuat Raden Samudera melarikan diri.

Pangeran Tumenggung, Raja Negara Daha selanjutnya, melakukan penyerangan ke


Bandarmasih.

Pangeran Samudera, dibantu kerajaan Demak, berhasil menahan serangan tersebut yang
kemudian menyebabkan Pangeran TUmenggung menyerahkan kekuasaan Negeri Daha kepada
Pangeran Samudera.

Pangeran Samudra pun mendirikan kerajaan Banjar yang merupakan kerajaan Islam pertama di
Kalimantan Selatan pada tahun 1520.

Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat (NTB)

Di daerah Nusa Tenggara Barat, ada kerajaan Islam salah satunya adalah Kesultanan Bima. Cek
informasi lengkapnye berikut.
11. Kesultanan Bima, Bima (1620 M – 1958 M)

Kesultanan Bima awalnya merupakan sebuah kelompok masyarakat Suku Mbojo yang menganut
animisme. Ajaran Islam datang dari para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Demak. 

Kerajaan Bima kemudian menjadi kesultanan setelah Raja La Kai menjadi muslim. Dia adalah
raja ke-27 dari Kerajaan Bima. 

Kerajaan Hindu di Indonesia

Kerajaan Hindu di Nusantara diprediksi dimulai sekitar 130 Masehi. Selain Kutai dan Singasari
ada beberapa kerajaan Hindu lain yang juga berkembang pesat.
1. Kerajaan Kediri (1042-1222)

Kerajaan Kediri dikenal juga dengan nama Kerajaan Panjalu atau kerajaan Jawa Timur. Kerajaan
ini berpusat di kota Daha (sekarang Kediri). Kata Daha sendiri merupakan singkatan dari
Dahanapura yang berarti Kota Api.

Saksi sejarah berdirinya Kerajaan kediri terlihat dari sebuah prasasti Pamwatan yang dibuat oleh
Airlangga, untuk membagi daerah kekuasaan kepada kedua putranya, Sri Samarawijaya dan
Mapanji Garasakan.

Masa Jaya Kerajaan Kediri pudar usai perseteruan Kertajaya dengan kaum Brahmana yang
kemudian meminta perlindungan Ken Arok. Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya dan
membuat kerajaan Kediri menjadi bagian dari Kerajaan Singasari.

2. Kerajaan Singasari (1222-1292)


Kerajaan Singasari salah satu kerajaan dalam peradaban Hindu Budha di Indonesia. Kerajaan
bercorak agama Hindu ini berada di sekitar Kota Malang, Jawa Timur.

Tokoh ternama dari kerajaan ini adalah Ken Arok, Ken Dedes, Kertanegara, Wisnuwardhana,
dan Kertanegara. Masa jaya pemerintahan Singasari berada di bawah pimpinan Kertanegara
dengan operasi militer 'Ekspedisi Pamalayu'.

Singasari mengalami kehancuran akibat dua hal yaitu tekanan luar negeri dan pemberontakan
dalam negeri yang dilakukan Jayakatwang.

Kerajaan Singasari mempunyai peninggalan yang cukup tersohor yaitu Kitab Negarakertagama
karya Empu Prapanca. Selain itu terdapat Prasasti Godang di Mojokerto yang ditemukan di
sebuah sawah.

3. Kerajaan Majapahit (1293-1527)


Kerajaan Majapahit lahir saat hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja pertama. Raden Wijaya
bertakhta pada 1293 hingga 1309 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.

Kerajaan Hindu di Indonesia ini merupakan salah satu yang terbesar dan berhasil menyatukan
Nusantara dengan Jawa Timur sebagai pusat pemerintahannya.

Puncak kejayaan Majapahit dalam menyatukan Nusantara terjadi semasa pemerintahan Hayam
Wuruk dengan gelar Sri Rajasanagara yang berkuasa sejak tahun 1350 hingga 1389.

Sejarah Kerajaan Buddha di Indonesia


Agama Buddha pertama kali masuk ke Nusantara (sekarang Indonesia) sekitar abad ke-5
Masehi jika dilihat dari penginggalan prasasti-prasasti yang ada. Diduga pertama kali dibawa
oleh pengelana dari Tiongkok bernama Fa Hsien. Kerajaan Buddha pertama kali yang
berkembang di Nusantara adalah Kerajaan Sriwijaya yang berdiri pada 600 sampai 1377.
Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi salah satu pusat pengembangan agama Buddha di Asia
Tenggara

1. Kerajaan Kalingga (594 – 782 M)

Kerajaan Kalingga merupakan kerajaan Hindu yang terletak di Jawa Tengah. Pusat Kerajaan
Kalingga berada di wilayah Kabupaten Jepara. Kerajaan ini terkenal dipimpin oleh ratu yang
bijaksana, yaitu Ratu Shima.

Saat masa kepemimpinan Ratu Shima, ada sebuah peraturan yang terkenal, barang siapa yang
mencuri maka akan dipotong tangannya.

2. Kerajaan Sriwijaya (671 – 1377 M)

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang berada di Pulau Sumatera, tepatnya di Sumatera
Selatan. Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan maritim yang berada di Sumatra, tetapi
kekuasaannya mencapai Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja
dan lainnya. Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta, sri yang berarti “bercahaya” dan vijaya
yang berarti “kemenangan”.
Salah satu peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya adalah Candi Muara Takus dan dianggap telah
ada pada zaman keemasan Sriwijaya. Sebagai kerajaan Buddha, Sriwijaya merupakan rumah
bagi sarjana Buddha dan menjadi pusat pembelajaran agama Buddha.

Perkembangan agama Buddha di masa Sriwijaya terjadi secara pesat. Menurut laporan I-tsing,
agama Buddha memiliki 2 aliran, yaitu Theravada (kadang disebut Hinayana) dan Mahayana.
Buddhisme di Sriwijaya selanjutnya mendapat pengaruh dari aliran Vajrayana dari India.

Pesatnya perkembangan agama Buddha di Sriwijaya juga didukung oleh seorang Mahaguru
Buddhis di Sriwijaya, yaitu Sakyakirti. Selain Mahaguru Buddhis, Sriwjaya juga memiliki
perguruan Buddha yang berhubungan baik dengan Universitas Nalanda, India. Dalam catatan I-
tsing ada lebih dari 1.000 pendeta yang belajar Buddhisme di Sriwijaya.

Namun, kerajaan besar ini runtuh. Berikut beberapa penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya,
antara lain:

1. Serangan dari Dinasti Chola dari Koromandel, India Selatan (1017 dan 1025). Serangan ini
berhasil menawan raja Sriwijaya dan kemudian Dinasti Chola menjadi berkuasa atas Kerajaan
Sriwijaya.

2. Munculnya Kerajaan Melayu, Dharmasraya yang mengambil alih Semenanjung Malaya dan
juga menekan keberadaan Sriwijaya.

3. Perang dengan kerajaan lain seperti Singasari, Majapahit, serta Dharmasraya. Selain sebagai
penyebab runtuhnya Sriwijaya, perang ini juga menyebabkan banyak peninggalan Sriwijaya
yang rusak atau hilang, sehingga keberadaannya sempat terlupakan selama beberapa abad.

3. Kerajaan Mataram Kuno (Medang) (752 – 1045 M)

Kerajaan Mataram Kuno (Medang) merupakan kerajaan yang berlokasi di pedalaman Jawa
Tengah, di sekitar daerah yang banyak dialiri sungai. Daerah yang dimaksud belum jelas,
kemungkinan besar di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang
ditemukan). Berdasarkan Prasasti Canggal, Kerajaan Medang didirikan oleh Sanjaya, keturunan
dari Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Galuh.

Masyarakat Mataram Kuno terbilang maju dalam hal budaya, terbukti dengan banyaknya
bangunan candi yang dibuat. Dua candi besar dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan
Mataram Kuno ini, yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Candi Borobudur yang dibuat
pada masa pemerintahan Samaratungga dari dinasti Syailendra yang bercorak Budha. Lalu,
Candi Prambanan yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dan selesai pada masa
pemerintahan Daksa dari Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu.
Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa.
Ketika wangsa Syailendra berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi Budha aliran
Mahayana.

4. Kerajaan Kadiri (1045 – 1222 M)

Berdasarkan Prasasti Turun Hyang II (1044) yang dikeluarkan oleh Kerajaan Janggala, kerajaan
ini dimulai dengan adanya perang saudara antara kedua putra Airlangga. Pada akhir November
1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing
memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat
bernama Panjalu dan pusatnya di kota baru, yaitu Daha. Adapun putranya yang bernama Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala dan pusatnya di kota lama, yaitu
Kahuripan.

Nama Panjalu atau Pangjalu adalah nama lain dari Kadiri. Nama ini lebih sering dipakai daripada
nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja
Kadiri. Nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Tiongkok berjudul Ling
wai tai ta (1178). Nama “Kediri” atau “Kadiri” sendiri berasal dari kata bahasa Sansekerta,
khadri, yang berarti pacé atau Morinda citrifolia (mengkudu).

Ketika diperintah oleh Sri Jayabhaya, Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan
ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan
pengaruh Kerajaan Sriwijaya.

Jayabhaya juga dipercaya menulis ramalan dalam tradisi Jawa yang dikenal dengan Jangka
Jayabaya atau Ramalan Jayabaya. Ramalan ini dikenal di kalangan masyarakat Jawa dan
dilestarikan secara turun-temurun oleh para pujangga.

Asal usul utama Serat Ramalan Jayabaya dapat dilihat di Kitab Musasar yang digubah oleh
Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya, tetapi bait pertama kitab tersebut
yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebut.

5. Kerajaan Singhasari (1222 – 1292 M)

Berdasarkan Prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel.
Menurut Nagarakretagama, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja ketika pertama kali
didirikan tahun 1222.

Pada 1253, Raja Wisnuwardhana awalnya mengangkat putranya yang bernama Kertanagara
sebagai yuwaraja (putra mahkota) dan mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singhasari.
Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama
Tumapel.
Inilah yang membuat Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Tiongkok dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan.

Berdasarkan keterangan di Pararaton, Tumapel awalnya hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan
Panjalu. Adapun yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul
Ametung. Dia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama
Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul
Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari
kekuasaan Kerajaan Kadiri.

Pada 1254, terjadi perseteruan antara Kertajaya, raja Kerajaan Kadiri, dengan kaum brahmana.
Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi
raja pertama Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan
Kadiri meletus di Desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel, tetapi
tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel
bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya raja
Kerajaan Kadiri.

Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255 kemudian menyebutkan jika pendiri
Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Nama ini kemungkinan adalah gelar anumerta dari
Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri Kerajaan Tumapel tersebut
dipuja sebagai Siwa.

Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan
Bhatara Siwa sebelum maju dalam perang melawan Kerajaan Kadiri.

6. Kerajaan Dharmasraya (1183 – 1347 M)

Kemunduran Kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Chola I, telah mengakhiri kekuasaan
Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya. Beberapa waktu kemudian,
muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu Wangsa Mauli.

Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi tahun 1183 di
selatan Thailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana
Warmadewa kepada Bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca
Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Sosok yang mengerjakan tugas
membuat arca tersebut bernama Mraten Sri Nano.

Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu Prasasti Padang Roco tahun 1286.
Prasasti ini menyebut Raja Swarnabhumi bernama Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli
Warmadewa yang mendapat kiriman hadiah Arca Amoghapasa dari Raja Kertanagara, raja
Singasari di Pulau Jawa. Arca tersebut kemudian diletakkan di Dharmasraya.
Dharmasraya dalam Pararaton merupakan ibu kota dari negeri bhūmi mālayu. Dengan demikian,
Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan
besar adalah keturunan dari Trailokyaraja. Oleh karena itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap
sebagai raja Malayu, meskipun Prasasti Grahi tidak menyebutnya dengan jelas.

Berdasarkan Kidung Panji Wijayakrama dan Pararaton, disebutkan bahwa Kertanagara


mengirimkan utusan dari Jawa ke Sumatra pada 1275 yang dikenal dengan nama Ekspedisi
Pamalayu. Ekspedisi ini dipimpin oleh Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang.

Kertanagara pada 1286 kemudian kembali mengirimkan utusan untuk mengantarkan Arca
Amoghapasa, yang kemudian dipahatkan di Prasasti Padang Roco. Tim ekspedisi tersebut
kembali ke Pulau Jawa pada 1293 dengan membawa dua orang putri dari Kerajaan Melayu yang
bernama Dara Petak dan Dara Jingga.

Dara Petak kemudian dinikahi oleh Raden Wijaya, yang telah menjadi raja Majapahit dan
menggantikan Singasari. Melalui pernikahan ini, lahirlah Jayanagara, raja kedua Majapahit.
Adapun Dara Jingga dinikahi oleh sira alaki dewa (orang yang bergelar dewa) dan kemudian
melahirkan Tuan Janaka atau Mantrolot Warmadewa yang identik dengan Adityawarman. Kelak,
Adityawarman menjadi Tuan Surawasa (Suruaso) berdasarkan Prasasti Batusangkar yang berada
di pedalaman Minangkabau.

7. Kerajaan Majapahit (1293 – 1500 M)

Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293
hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk
yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha
terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara
terbesar dalam sejarah Indonesia.

Majapahit banyak meninggalkan tempat-tempat suci, sisa-sisa sarana ritual keagamaan masa itu.
Bangunan-bangunan suci ini dikenal dengan nama candi, pemandian suci (pertirtan) dan gua-gua
pertapaan. Bangunan-bangunan yang ditinggalkan tersebut kebanyakan beraliran agama Siwa
dan sedikit yang bersifat agama Buddha, yaitu lain Candi Jago, Bhayalangu, Sanggrahan, dan
Jabung. Peninggalan lain dari kerajaan ini adalah Kakawin Nagarakretagama, Arjunawijaya, dan
Sutasoma.

Candi Jabung merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit.

Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit umumnya beragama Siwa dari aliran
Siwasiddhanta, kecuali Tribuwanattungadewi (ibunda Hayam Wuruk) yang beragama Buddha
Mahayana. Namun demikian, agama Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi
kerajaan hingga akhir tahun 1447.

Pada masa pemerintahan Raden Wijaya (Kertarajasa), terdapat dua pejabat resmi keagamaan
tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasiwan dan Dharmadyaksa ring Kasogatan,
kemudian lima pejabat Siwa di bawahnya yang disebut Dharmapapati atau Dharmadihikarana.

Pada zaman Majapahit, ada dua buku yang menguraikan ajaran Buddhisme Mahayana, yaitu
Sanghyang Kamahayanan Mantrayana yang berisi mengenai ajaran yang ditujukan kepada biksu
yang sedang ditahbiskan, serta Sanghyang Kamahayanikan yang berisi mengenai kumpulan
pengajaran bagi seseorang untuk dapat mencapai pelepasan.

Anda mungkin juga menyukai